Anda di halaman 1dari 11

Asuhan Keperawatan Anak dengan Atresia Ani

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN

ATRESIA ANI (ANUS IMPERFORATA)

A. Definisi

Atresia Ani berasal dari dari bahasa Yunani, artinya tidak ada, atresia artinya nutrisi atau
makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau
tertutupnya lubang badan normal atau organ tubuler secara kongenital disebut juga
clausura.

Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya atau buntutnya saluran
atau rongga tubuh. Hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian
karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia ani yaitu yaitu tidak
berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu Anus imperforata.

Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforate dibagi 4 golongan, yaitu :

1. Stenosis rectum yang lebih rendah atau pada anus


2. Membran anus yang menutup
3. Anus imperforate dan ujung rectum yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak
dari peritoneum
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung rectum

Atresia Ani dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe:

1. Saluran anus atau rektum bagian bawah mengalami stenosis dalam berbagai derajat

2. Terdapatnya suatu membran tipis yang menutupi anus karena menetapnya membran
anus.

3. Anus tidak terbentuk dan rektum berakhir sebagai suatu suatu kantung yang buntu
terletak pada jarak tertentu dari kulit di daerah anus yang seharusnya terbentuk
lekukan anus)
4. Saluran anus dan rektum bagian bawah membentuk suatu kantung buntu yang
terpisah,pada jarak tertentu dari ujung rektum yang berakhir sebagai kantung buntu.

5. Kelainan yang berdasarkan hubungan antara bagian terbawah rektum yang normal
dengan otot puborektalis yangmemiliki fungsi sangat penting dalam proses
defekasi,dikenal sebagai klasifikasi melboume.

6. Kelainan letak rendah Rektum telah menembus "lebator sling" sehingga sfingter ani
internal dalam keadaan utuh dan dapat berfungsi normal contohnya berupa stenosis
anus (tertutupnya anus oleh suatu membran tipis yang seringkali disertai fistula
anokutaneus dan anus ektopikyang selalu terletak dianterior lokasi anus yang normal).

7. Rektum berupa kelainan letak tengah Di daerah anus seharusnya terbentuk secara lazim
terdapat lekukan anus (anal dimple) yang cukup dalam. Namun,pada kelainan yang
jarang ditemukan ini sering terdapat fistula rektouretra yang menghubungkan rektum
yang buntu dengan uretra pars bulbaris.

8. Kelainan letak tinggi. Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada bayi laki-laki,
sebaliknya kelinan letak redah sering ditemukan pada bayi perempuan. Pada
perempuan dapat ditemukan fistula -and kutaneus, fistula rektoperinium dan fistula
rektovagina. Sedangkan pada laki-laki dapat ditemukan dua bentuk fistula yaitu
fistula ektourinaria dan fistula rektoperineum. Fistula ini menghubungkan rektum
dengan kandung kemih pada daerah trigonum vesika. Fistula tidak dapat dilalui jika
mekonoium jika brukuran sangat kecil, sedangkan fistula dapat mengeluarkan
mekonium dalam rektum yang buntu jika berukuran cukup besar. Oleh karena itu,
dapat terjadi kelainan bentuk anorektum disertai fistula

9. Kelainan bawaan anus juga dapat disebabkan gangguan pertumbuhan dan fusi

10. Gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital

B. Etiologi

Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:


1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir lubang
dubur.

2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan

3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum


bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu ke empat sampai
keenam usia kehamilan.

C. Patofisiologi

Atresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan karena :

 Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit
karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik
 Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur
 Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada
kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan
 Berkaitan dengan sindrom down
 Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan

Terdapat tiga macam letak

 Tinggi (supralevator) → rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis)


dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. letak
supralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital
 Intermediate → rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya
 Rendah → rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan
ujung rectum paling jauh 1 cm.

Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineum

Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius

D. Tanda dan gejala


 Mekonium tidak keluar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir
 Tinja keluar dari vagina atau uretra
 Perut menggembung
 Muntah
 Tidak bisa buang air besar
 Tidak adanya anus, dengan ada/tidak adanya fistula
 Pada atresia ani letak rendah mengakibatkan distensi perut, muntah, gangguan cairan
elektrolit dan asam basa.

E. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang

Anamnesis perjalanan penyakit yang khas dan gambaran klinis perut membuncit
seluruhnya merupakan kunci diagnosis pemeriksaan penunjang yang dapat membantu
menegakkan diagnosis ialah pemeriksaan radiologik dengan enema barium. disini akan
terlihat gambaran klasik seperti daerah transisi dari lumen sempit kedaerah yang melebar.
pada foto 24 jam kemudian terlihat retensi barium dan gambaran makrokolon pada
hirschsprung segmen panjang. Pemeriksaan biopsi hisap rektum dapat digunakan untuk
mencari tanda histologik yang khas yaitu tidak adanya sel ganglion parasimpatik
dilapisan muskularis mukosa dan adanya serabut syaraf yang menebal pada pemeriksaan
histokimia, aktifitas kolinaterase meningkat.
Atresia ani biasanya jelas sehingga diagnosis sering dapat ditegakkan segera setelah bayi
lahir dengan melakukan inspeksi secara tepat dan cermat pada daerah perineum.
Diagnosis kelainan anurektum tipe pertama dan keempat dapat terlewatkan sampai
diketahui bayi mengalami distensi perut dan tidak mengalami kesulitan mengeluarkan
mekonium.

Pada bayi dengan kelainan tipe satu/kelainan letak rendah baik berupa stenosis
atau anus ektopik sering mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium. Pada stenosis
yang ringan, bayi sering tidak menunjukkan keluhan apapun selama beberapa bulan
setelah lahir. Megakolon sekunder dapat terbentuk akibat adanya obstruksi kronik saluran
cerna bagian bawah daerah stenosis yang sering bertambah berat akibat mengerasnya
tinja. Bayi dengan kelainan tipe kedua yang tidak disertai fistula/fistula terlalu kecil untuk
dilalui mekonium sering akan mengalami obstruksi usus dalam 48 jam stelah lahir.
Didaerah anus seharusnya terentukpenonjolan membran tipis yang tampak lebih gelap
dari kulit disekitarnya, karena mekonium terletak dibalik membran tersebut. Kelainan
letak tinggi atau agenesis rectum seharusnya terdapat suatu lekukan yang berbatas tegas
dan memiliki pigmen yang lebih banyak daripada kulit disekitarnya sehingga pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan lubang fistulla pada dinding posterior
vagina/perinium, atau tanda-tanda adanya fistula rektourinaria. Fistula rektourinaria
biasanya ditandaioleh keluarnya mekonium serta keluarnya udara dari uretra. Diagnosis
keempat dapat terlewatkan sampai beberpa hari karena bayi tampak memiliki anus yang
normal namun salurran anus pendek dan berakhir buntu. Mnifestasi obstruksi usus terjadi
segera setelah bayi lahir karena bayi tidak dapat mengeluarkan mekonium. Diagnosis
biasanya dapat dibuat dengan pemeriksaan colok dubur.

F. Komplikasi

Semua pasien yang mempunyai mlformasi anorektal dengan kortmobiditas yang


tidak jelas mengancam hidup akan bertahan. Pada lesi letak tinggi, banyak anak
mempunyai masalah pengontrolan fungsi usus dan juga paling banyak menjadi
konstipasi. Pada lesi letak rendah anak pada umumnya mempunyai control usus yang
baik, tetpai masih dapat menjadi konstipasi. Komplikasi operasi yang buruk
berkesempatan menjadi kontinensia primer, walaupun akibat ini sulut diukur. Reoperasi
penting untuk mengurangi terjadionya kontinensia.

G. Penatalaksanaan dan Pengobatan

Penanganan secara preventif antara lain:

 Kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan untuk berhati-hati
terhadap obat-obatan, makanan awetan dan alkohol yang dapat menyebabkan atresia
ani.
 Mmeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam jika sampai tiga
hari tidak diketahui mengidap atresia ani karena hal ini dapat berdampak feses atau
tinja akan tertimbun hingga mendesak paru-parunya.
 Pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulosa untuk menghindari konstipasi.

Rehabilitasi dan Pengobatan : :

 melakukan pemeriksaan colok dubur


 melakukan pemeriksaan radiologik pemeriksaan foto rontgen bermanfaat dalam usaha
menentukan letak ujung rectum yang buntu setelah berumur 24 jam, bayi harus
diletakkan dalam keadaan posisi terbalik sellama tiga menit, sendi panggul dalam
keadaan sedikit ekstensi lalu dibuat foto pandangan anteroposterior dan lateral setelah
petanda diletakkan pada daerah lakukan anus.
 melakukan tindakan kolostomi neonatus tindakan ini harus segera diambil jika tidak
ada evakuasi mekonium.
 pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setrap hari dengan kateter uretra,
dilatasi hegar, atau speculum hidung berukuran kecil selanjutnya orang tua dapat
melakukan dilatasi sendiri dirumah dengan jari tangan yang
dilakukan selama 6 bulan sampai daerah stenosis melunak dan fungsi defekasi
mencapai keadaan normal.
 melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan dengan dilatasi
pada anus yang baru pada kelainan tipe dua.
 pada kelainan tipe tiga dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui anoproktoplasti
pada masa neonatus
 melakukan pembedahan rekonstruktif antara lain: operasi abdominoperineum pada
usia (1 tahun) operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-12 bulan)
pendekatan sakrum setelah bayi berumur (6-9 bulan)
 penanganan tipe empat dilakukan dengan kolostomi kemudian dilanjutkan dengan
operasi "abdominal pull-through" manfaat kolostomi adalah antara lain:

a. mengatasi obstruksi usus

b. memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan lapangan


operasi yang bersih

c. memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam
usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan kelainan
bawaan yang lain.

Pada kasus atresia ani atau anus imperforata ini pengobatannya dilakukan
dengan jalan operasi. Teknik terbaru dari operasi atresia ani ini adalah teknik Postero
Sagital Ano Recto Plasty (PSARP). Teknik ini punya akurasi tinggi untuk membuka
lipatan bokong pasien. Teknik ini merupakan ganti dari teknik lama, yaitu Abdomino
Perineal Poli Through (APPT). Teknik lama ini punya resiko gagal tinggi karena
harus membuka dinding perut.

H. Asuhan Keperawatan

Pengkajian

- Lakukan pengajian fisik

- Kaji pemahaman anak tentang rencana pengobatan dan apa yang akan terjadi
pada pasca operasi

- Kaji adanya bukti infeksi pada anak

- Tinjau ulang hasil tes lab untuk temuan abnormal

Perawatan Pascaoperasi

Diagnosa 1 : Resiko tinggi cedera berhubungan dengan prosedur bedah , anestesi

Tujuan :

1. pasien menunjukkan tanda-tanda penyembuhan luka tanpa bukti infeksi luka

2. pasien tidak menunjukkan bukti-bukti komplikasi

Kriteria : 1. Pasien tidak menunjukkan bukti-bukti infeksi luka

2. Pasien tidak menunjukkan bukti-bukti komplikasi

Intervensi :

 Gunakan teknik mencuci tangan yang tepat dengan kewaspadaan universal lain,
terutama bila terdapat drainase luka

 Lakukan perawatan luka dengan hati-hati untuk meminimalkan resiko infeksi

Jaga agar luka bersih dan balutan utuh


Pasang balutan yang meningkatkan kelembaban penyembuhan luka (mis,balutan
hidrokoloid)

 Ganti balutan bila diindikasikan, jika kotor, buang balutan yang kotor dengan hati-hati
 Lakukan perawatan luka khusus sesuai dengan ketentuan
 Bersihkan dengan preparat yang ditentukan
 Berikan larutan antimicrobial dan/atau salep sesuai instruksi untuk mencegah infeksi
 Laporkan adanya tampilan tak umum atau drainase untuk deteksi dini adanya infeksi
 Ambulansi sesuai ketentuan untuk menurunkan komplikasi yang berhubungan dengan
imobilitas

Diagnosa 2 : Nyeri berhubungan dengan insisi bedah

Tujuan : Pasien tidak mengalami nyeri atau penurunan nyeri sampai tingkat yang dapat
diterima anak

Kriteria : Anak beristirahat tenang dan menunjukkan bukti-bukti nyeri yang minimal
atau tidak ada

Intervensi :

 Jangan menunggu sampai anak mengalami nyeri hebat untuk intervensi untuk
mencegah terjadinya nyeri

 Hindari mempalpasi area operasi kecuali jika diperlukan

 Pasang selang rectal jika diindikasikan untuk menghilangkan gas

 Lakukan aktivitas dan prosedur keperawatan (mis:mengganti balutan, napas dalam,


ambulansi) setelah analgesia

 Berikan analgesic sesuai ketentuan untuk nyeri

Diagnosa 3 : Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan status puasa


sebelum dan atau sesudah pembedahan, kehilangan nafsu makan, muntah

Tujuan : Pasien mendapat hidrasi yang adekuat


Kriteria : Anak tidak menunjukkan dehidrasi

Intervensi :

 Pantau infuse IV pada kecepatan yang ditentukan untuk memastikan hidrasi yang
adekuat

 Berikan cairan segera setelah diinstruksikan atau ditoleransi anak

 Dorong anak untuk minum

Diagnosa 4 : Resiko tinggi Cedera berhubungan dengan ketidakmampuan mengevakuasi


rectum,pembedahan

Tujuan : Pasien tidak mengalami komplikasi praoperasi da pasca operasi

Kriteria : Pasien tidak mengalami komplikasi praoperasi dan pasca operasi

NO Intervensi rasional
1 Hindari mengukur suhu rectal pada masa 1. Mencegah trauma rectal
praoperasi dan pasca operasi
2 2. untuk dekompresi
Pertahankan penghisapan nasogatrik bila abdomen
3
diimplementasikan
3. mendeteksi pola normal
Observasi pola defekasi atau abnormalitas

Beri posisi miring pada bayi dengan panggul 4. mencegah tekanan pada
ditinggikan atau telentang dengan kaki disokong jahitan perineal
pada sudut 900

Diagnosa 5 : Nutrisi kurang dari kebutuhan

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Hasil : Pasien mengkonsumsi nutrisi yang adekuat

NO Intervensi Rasional
1 Pantau cairan intravena sesuai kebutuhan 1. mempertahankan hidrasi
pada saat puasa
2 Beri formula atau diet sesuai

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. (2001), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta.

Doengoes, M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan:Pedoman untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.

Rothrock, J.C. (2000), Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif, EGC, Jakarta.

Sjamsuhidajat, R. & Jong, W.D. (2003), Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed. Revisi, EGC, Jakarta.

http://www.medic8.com/atresia atresiaani

http://www.emedicine.com/ped/topic1171htm.access:october 5, 2007

Farid Nurmantu (1993), Bedah anak, EGC, Jakarta

Diposkan oleh Nining di 20:21

0 komentar:

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Beranda


Langgan: Poskan Komentar (Atom)

Arsip Blog
 ▼ 2008 (2)
o ▼ Januari (2)
 Askep Fistula
 Asuhan Keperawatan Anak dengan Atresia Ani

Mengenai Saya

Nining
Lihat profil lengkapku

Anda mungkin juga menyukai