Anda di halaman 1dari 11

NAMA : KADEK DWIK NOVA YANTHI

NO : 17
KELAS : XI MIPA 7

KHOTBAH AGAMA HINDU


Om Swastyastu
Pertama-tama mari panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena barkat
rahmat-Nya, kita dapat berkumpul di tempat ini dalam keadaan yang sehat. Pada kesempatan ini,
izinkan saya untuk menyampaikan khotbah mengenai kerja keras dan ketekunan.
Ada sebuah plesetan yang mengatakan: ”Orang menjual bakso untuk membeli tanah.
Sebaliknya orang menjual tanah untuk membeli bakso”.
Pernyataan tersebut tidaklah hanya sebuah plesetan. Kenyataannya memang banyak
orang yang mau bekerja keras dan tekun, walaupun hanya menjual bakso bisa sukses bahkan ada
yang bisa membeli tanah. Sedangkan bagi orang yang tidak mau bekerja keras dan tekun, bisa
jadi untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan menjual tanah warisan.
Siapapun orangnya, dari manapun asalnya semuannya adalah manusia yang memiliki
warna darah yang sama. Ini berarti setiap manusia sebenarnya dibekali perangkat yang sama.
Hanya maukah manusia tersebut menggunakannya dengan penuh kerja keras dan tekun? Inilah
salah satu yang menyebabkan perbedaan manusia, ada orang sukses dan tidak sukses.
Dalam era globalisasi ini, hanya orang yang mau bekerja keras dan tekun yang akan
mampu bersaing dan bisa menjadi pemenang. Sebaliknya jika kita tidak mau bekerja keras dan
tekun, siap-siaplah kita jadi pecundang dalam hidup ini. Lubang penderitaan sudah tersedia di
depan kita, jika kita yang tidak mau bekerja keras dan tekun. Jembatan sudah tersedia didepan
sana, yang akan mengantarkan kita menuju pulau kesuksesan jika kita mau bekerja keras dan
tekun.
Cara yang baik agar kita mau bekerja keras dan tekun adalah membuang virus yang
menggampangkan hidup, membuang virus kemalasan, membuang virus putus asa dan
membuang virus hura-hura. Jangan lagi kita bermalas-malasan sambil menunggu durian runtuh
atau hanya berharap dari undian lotre untuk menjadi jutawan. Jangan lagi kita bermalass-malasan
sambil berjudi sabung ayam.
Sikap putus asa dalam hidup ini juga harus dikubur. Cobaan dan rintangan dalam hidup
ini mesti kita lalui. Janganlah kita berhenti disebuah pohon besar yang bernama putus asa.
Jangan lagi kita membayangkan berapa hektar tanah warisan yang kita miliki. Warisan tersebut
akan sangat cepat habis jika kita menjalaninya cukup dengan berhura-hura. Anak- cucu kita
hanya akan mendapat warisan penderitaan.
Vitamin yang perlu kita minum agar bisa bekerja keras dan tekun adalah vitamin disiplin
diri dan semangat hidup. Kita harus membedakan disiplin mana yang kita jalani. Disiplin alami
adalah disiplin yang digali dari dalam diri. Disiplin palsu adalah disiplin jika ada orang lain yang
menggerakkan. Jadilah kita disiplin alami agar tetap mekar sepanjang hari. Disiplin palsu hanya
bisa mekar jika ada orang yang menyiraminya. Semangat hidup perlu kita dukung dengan
kesehatan yang prima. Kesehatan yang kurang, akan menyebabkan kita loyo seperti mobil yang
tidak bertenaga karena kampas koplingnya sudah habis. Oleh karenanya kita harus tetap menjaga
kesehatan agar bisa tetap bersemangat dalam menjalani hidup ini.
Demikian khotbah yang bisa saya sampaikan hari ini. Semoga apa yang yang sampaikan
hari ini, dapat bermanfaat bagi kita semua.
Om Santhi Shanti Shanti Om
NAMA : PUTU AYU INDIRA DEWINTA WIJAYA
NO : 34
KELAS : XI MIPA 7

Om Swastyastu,

Umat sedharma yang saya hormati,


Nikmatnya hari-hari yang kita lalui tiada lain adalah merupakan anugrah limpahan kasih dari Ida Sang
Hyang Widhi. Untuk itu sepatutnyalah kita haturkan puji syukur kehadapan Beliau beserta segala
manifestasi-Nya. Bahwa sebagai mahluk yang bermartabat, kita harus selalu berterima kasih.

Umat sedharma yang berbahagia,


Keseharian kita dalam lingkungan terkecil kita yaitu keluarga yang biasanya dimulai dari bangun tidur,
ada berbagai hal yang berbeda yang kita jumpai. Perbedaan itu antara lain dari sisi aktivitas yang
dikerjakan setelah bangun tidur, maupun kebiasaan-kebiasaan cara kita bangun. Tapi, kita sadari bahwa
semua perbedaan itu tetap dalam koridor saling melengkapi aktivitas satu dan lainnya, memperkuat
kehidupan keluarga kita.

Lingkungan yang lebih luas pun yaitu dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya masyarakat umat
beragama Hindu sudah barang tentu sangat lumrah bila ada beraneka macam perbedaan. Perbedaan itu
biasanya terdapat dalam tataran pelaksanaan ritual/upacara, dan pelaksanaan etika/susila, namun yang
pasti ketika ditinjau dari sisi filsafat/tattwa, disana ada suatu substansi yang sama, ada dharma yang sama
yang menjadi spirit dari pelaksanaan ritual dan etika yang berbeda-beda itu.

Atas adanya perbedaan-perbedaan yang ada dalam ajaran agama Hindu itu tidak jarang menimbulkan
adanya perbedaan persepsi yang sering berujung pada perpecahan umat. Seperti adanya saling kecam
antar tradisi yang satu dengan lainnya, saling klaim kebenaran tradisi antara kelompok masyarakat yanag
satu dengan lainnya. Padahal kita masih sama-sama Hindu. Contoh, berbeda cara melafalkan suatu mantra
saja terkadang menimbulkan suatu pertikaian, ini biasanya terjadi pada umat Hindu di daerah yang tingkat
pendidikannya masih rendah, namun tidak jarang juga justru umat Hindu di kota yang notabene
pendidikannya tinggi sering terjebak dalam kasus seperti itu.

Perbedaan, atau keanekaragaman, atau pluralisme itu adalah suatu keniscayaan. Bukankah agama Hindu
mengajarkan konsep rwa bhineda? Dua hal yang selalu berbeda. Juga ada konsep desa, kala, patra,
(tempat, waktu, kondisi) yang sering kita gaungkan, yang mana secara prinsip merupakan pengakuan
terhadap kearifan lokal atau local genius dari tradisi Hindu. Secara substansi desa, kala, dan patra tersebut
memiliki semangat atau nilai filosofi yang sama, kebenaran yang sama, yaitu dharma.

Catur warna, adalah salah satu bentuk pluralisme tatanan masyarakat dalam Hindu, konsep catur warna
yang dipahami secara benar justru akan dapat memperkuat tatanan kehidupan bermasyarakat dalam
Hindu. Hal lainnya yang juga merupakan kebenaran mengenai pluralisme dalam Hindu adalah tentang
konsep atau cara kita menghubungkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha
Kuasa (Brahman).

Umat sedharma yang saya hormati,


Hindu mengajarkan ada empat jalan untuk menghubungkan diri dengan-Nya. Empat jalan itu disebut
catur marga yoga. Bagian dari catur marga yoga yaitu bhakti marga yoga, karma marga yoga, jnana
marga yoga, dan raja marga yoga. bhakti marga yoga yaitu cara menghubungkan diri dengan Ida Sang
Hyang Widhi Wasa (Brahman) melalui jalan bhakti, yaitu cinta kasih, pelayanan tulus iklas kepada-Nya.
Selanjutnya karma marga yoga yaitu cara menghubungkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa
(Brahman) melalui jalan bekerja tanpa pamrih, bekerja demi kewajiban bukan demi hasil, dengan kata
lain melepaskan diri dari ikatan hasil. Jnana marga yoga yaitu cara menghubungkan diri dengan Ida Sang
Hyang Widhi Wasa (Brahman) melalui jalan ilmu pengetahuan, melalui jalan peningkatan kesadaran
spiritual. Sedangkan raja marga yoga yaitu cara menghubungkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa (Brahman) melalui jalan semadhi, meditasi, atau melaksanakan sadhana/latihan spiritual tertentu.

Lalu manakah dari keempat jalan itu yang paling benar? Jawabannya adalah semua benar, semua sah,
semua dapat dilaksanakan karena semua itu ada atas kehendak-Nya. Bukankah segala sesuatu yang terjadi
itu atas kehendak Hyang Widhi? Termasuk kebenaran mengenai jalan untuk menghubungkan diri dengan-
Nya. Lalu apa yang menyebabkan pilihan jalan kita berbeda antara yang satu dengan yang lainnya?
Perbedaan itu tergantung dari tingkat kesadaran rohani atau spiritual kita, yang ditentukan oleh karma
vasana kita masing-masing. Dalam pertemuan kali ini kita akan membahas tentang aneka ragam atau
pluralisme jalan bhakti yang ada di dalam Hindu.

Umat sedharma yang saya hormati,


Bhakti adalah wujud cinta kasih, penyerahan diri, sujud kehadapan Hyang Widhi/Brahman. Kitab
Bhagavata Purana atau Srimad Bhagavatam, menyebutkan 9 jenis cara mewujudkan rasa bhakti kita
kehadapan Brahman, yang disebut dengan Nava laksana bhakti. Nava laksana bhakti terdiri dari:
Sravanam; yakni mempelajari keagungan Tuhan Yang Maha Pengasih/Hyang Widhi melalui pembacaan
kitab-kitab suci. Kirtanam; mengucapkan/menyanyikan nama-nama Hyang Widhi, Smaranam; mengingat
nama-Nya atau bermeditasi tentang-Nya, padasevanam; melakukan pelayanan kepada Hyang Widhi
termasuk melayani atau menolong berbagai mahluk ciptaan-Nya, arcanam; memuja keagungan-Nya
umumnya dengan sarana arca dan persembahan bunga serta buah-buahan, dasya; melayani-Nya dalam
pengertian mau melayani mereka yang memerlukan pertolongan dengan penuh keikhlasan, sakhya,
memandang Hyang Widhi sebagai sahabat sejati yang selalu memberikan pertolongan, dan
atmanivedanam, penyerahan diri secara total kepada-Nya.

Berbagai bentuk bhakti tersebut dalam Hindu adalah benar. Semua jalan tersebut merupakan jalan yang
diciptakan oleh Hyang Widhi. Apapun jalan yang kita tempuh pasti akan sampai kepada Beliau, asal
dilakoni dengan kesungguhan, keyakinan dan tulus tanpa ego. Pustaka suci kita Bhagavadgita Bab IV
sloka 11 menjamin sebagai berikut:

Ye yathaa maam prapadyante taamstathaiva bhajaamyaham; Mama vartmaanuvartante manushyaah


paartha sarvashah.
Artinya:
Bagaimana pun (jalan) manusia mendekatiKu, Aku terima, wahai Arjuna. Manusia mengikuti jalan-Ku
pada segala jalan.

Umat sedharma yang berbahagia,


Dalam konsep jalan bhakti di atas, kita diberikan kebebasan untuk memilih jalan mana yang kita sukai
dan mampu untuk dilaksanakan. Namun apa yang terjadi belakangan ini? Banyak dari kita yang saling
cela dalam melaksanakan sradha (keyakinan) dan bhakti kita. Saling jatuhkan. Menganggap bahwa cara
yang dilakukan oleh dirinyalah yang paling benar. Harus kita sadari bersama bahwa musuh dari bhakti
adalah ego. Bagaimana mungkin kita mengklaim diri sebagai orang yang memiliki sradha bila kita masih
egois, dan memonopoli Tuhan? Orang yang memiliki sradha dapat memahami pemujaan Hyang Widhi
dari berbagai jalan.

Perbedaan bukanlah suatu masalah, yang menjadi masalah adalah salah menyikapi perbedaan. Seperti
halnya taman bunga, akan tampak lebih indah dan enak dipandang karena terdiri dari berbagai jenis
bunga. Demikian pula halnya dengan sebuah bangunan yang kokoh. Bukankah kokohnya bangunan
tersebut karena perbedaan bahan penyusunnya? Pasir, batu bata, semen, besi, kapur dll. Satu pun dari
bahan bangunan tersebut tidak ada yang ingin selalu paling menonjol. Bayangkan bila besi, batu bata atau
yang lainnya selalu ingin terlihat menonjol, maka selain tidak indah dipandang, bangunan tersebut juga
tidak akan kuat. Ia akan rapuh.

Demikian halnya dengan kita sebagai umat Hindu, berbagai cara di atas diciptakan untuk kita laksanakan
sesuai dengan pilihan dan kemampuan, dan tingkat kesadaran spiritual kita. Jangan karena perbedaan
chanda atau aturan pengucapan mantra membuat kita saling kecam, jangan karena ada yang tetap memilih
cara tradisional Indonesia khususnya secara tradisi Bali, justru mengecam umat Hindu lainnya yang
memilih cara Kejawen, Sunda, Dayak, Toraja, termasuk yang memilih cara bhajan, kirtan, dan cara
lainnya. Jangan karena upakara atau sarana sesajen/bebanten tidak mengikuti daerah tertentu lalu upakara
tersebut disalahkan, dikecam.

Umat sedharma yang berbahagia yang saya muliakan,


Kita yang sama-sama baru belajar agama “kemarin sore” marilah kita tidak mencari-cari perbedaan, mari
kita cari persamaan. Sekali lagi, perbedaan itu bukanlah masalah, yang menjadi masalah adalah salah
menyikapi perbedaan itu. Tingkat pendidikan umat lain telah maju, mari kita hentikan berkutat mengenai
masalah pilihan pribadi setiap umat Hindu dalam menghubungkan diri dengan Tuhan. Tuhan saja tidak
protes kepada kita mengenai Dia didekati dengan cara apapun, dari jalan manapun.

Mari kita berkutat bagaimana meningkatkan mutu pendidikan bagi generasi muda Hindu, bagi anak-anak
kita, mari kita berkutat bagaimana meningkatkan ekonomi umat, meningkatkan tingkat kesehatan umat.
Jika kita terus-terusan ribut tentang hal upacara, maka oleh “musuh” kita akan semakin dipecah belah,
kita tercerai berai maka kita akan diinjak-injak. Di dunia barat telah berhasil membuat pesawat canggih,
perumahan canggih, sistem pendidikan dan kesehatan canggih, bahkan mereka menerapkan beraneka
ragam jalan spiritual Hindu, jalan dharma, tapi justru kita disini masih saja ribut-ribut masalah
pelaksanaan ritual/upacara yang berbeda yang justru tidak salah tapi kita persalahkan, kita permasalahkan.
Bukan tidak boleh dibahas, tapi tidak cukup urgen dan kurang memberi manfaat bagi kemaslahatan umat.
Justru semakin membuat terpecah. Jadi, umat Hindu kondisinya terpuruk bukan karena kehebatan orang
lain atau “musuh” yang ingin menghancurkan keberadaan kita, tapi kita seperti ini karena kelemahan kita
sendiri. Suatu pasukan perang menjadi kuat karena adanya perbedaan jenis senjata yang digunakan, ada
bermacam-macam pilihan senjata. Mari dalam perbedaan jalan kita menghubungkan diri dengan Brahman
kita kuatkan posisi Hindu. Justru dalam perbedaan itulah kita temukan, kita jumpai, kita dapatkan pilihan
aneka jalan bhakti yang indah dalam Hindu. Semua itu milik kita. Semua itu satu Hindu. Semua itu
adalah sanatana dharma.

Demikian dharma wacana ini semoga dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Om, A no badrah kratavo yanthu visvatah, Om ksama sampurna ya namah svaha.


Om Santih, Santih, Santih, Om.
NAMA : NI MADE MIA DWI RIANTINI

NO : 28

KELAS : XI MIPA 7

MEMAHAMI TATWA DALAM YADNYA DI ERA MODERN

Om Swastyastu

Umat Hindu sedharma yang berbahagia, atas karunia Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
Tuhan Yang Maha Esa kita diberikan kesempatan berkumpul ditempat ini dengan limpahan
kesehatan dan tidak kurang sesuatu apapun. Rasa bahagia yang tidak terkira manakala pada
kesempatan ini, saya bisa menyampaikan khotbah dengan topik “Memahami Tattwa Dalam
Yadnya”.
Umat sedharma yang berbahagia, kata yadnya seperti yang kita ketahui sudah lama ,
tetapi masih banyak umat yang memberi arti sempit pada kata yadnya tersebut. Bagi umat yang
masih awam setiap mendengar kata yadnya dalam benaknya selalu terbayang bahwa di suatu
tempat ada berbagai jenis sesajen, asap dupa mengepul, bau bunga dan wangi kemenyan yang
semerbak, gambelan yang meriah dan berbagai atraksi seni religius. Bayangan tersebut tidaklah
salah, namun ada kekeliruan anggapan kalau yadnya diidentikkan dengan kegiatan upacara
keagamaan, yang sesungguhnya pengertian yadnya tidak sesempit itu.
Kata yajnya sesungguhnya berasal dari bahasa sanskerta.Yadnya secara etimologi
berasal dari akar kata Yaj artinya : “korban”. Dengan demikian yadnya dapat diartikan korban
suci dengan tulus iklas. Pengorbanan dalam konteks ini cakupanya sangat luas dan bukan saja
dalam bentuk ritual, upakara tetapi dapat juga dipahami sebagai pengorbanan dalam bentuk
pikiran, tindakan dan yang lainya.
Masyarakat pada umumnya melakoni hidup dengan rutinitas yang padat, terkadang
sampai lupa waktu, terutama masyarakat yang hidup di kota-kota besar. Jika umat tidak
memahami tatwa yadnya yang sesungguhnya , sudah pasti umat akan beranggapan bahwa
beryadnya khuusnya di Hindu akan sangat memberatkan umat kerena penuh dengan ritual
upacara dengan berbagai sesajen atau banten yang begitu banyak. Sesungguhnya jika umat
memahami tatwa atau esensi dari yadnya, maka umat akan dapat memahami kalau beryadnya
tidak hanya dengan ritual semata tetapi dapat pula dilakukan dengan melaksanakan ajaran
dharma. Jika segala sesuatu atau perbuatan yang kita lakukan berdasarkan atas dharma dengan
tulus ikhlas dapat disebut yadnya.
Dalam Bhagavadgita dikatakan belajar dan mengajar yang didasari oleh keiklasan serta
penuh pengabdian untuk memuja nama Tuhan maka itu pun tergolong kedalam yadnya.
Memelihara alam dan lingkungan sekitar pun tergolong kedalam yadnya. Mengendalikan hawa
nafsu dan panca indra adalah yadnya. Selain itu menolong orang sakit, mengentaskan
kemiskinan, menghibur orang yang sedang tertimpa musibah pun adalah yadnya. Jadi jelaslah
yadnya itu bukan terbatas pada kegiatan upacara keagamaan saja.
Umat sedharma yang berbahagia jika umat telah memahami tatwa yadnya yang
sesungguhnya maka umat tidak akan beranggapan kalau yadnya yang setiap hari kita lakukan
hanya berkutat dengan ritual upacara semata yang penuh dengan sesajen. Hal tersebut terkadang
dapat memberatkan umat sehingga muncul anggapan kalau beryadnya itu rumit dan terkesan ada
unsur pemaksaan. Sesungguhnya jika dipahami, Hindu itu merupakan Agama yang fleksibel.
Jadi ajaran Hindu tidak kaku, demikian juga kaitanya dalam melakukan ritual yadnya Hindu
tidak mengharuskan beryadnya dengan kemegahan dan kemewahan serta mengeluarkan uang
banyak.
Umat sedharma yang berbahagia, jika ditinjau dari tiga kerangka dasar Agama Hindu
yaitu Tatwa, Etika, dan Upakara atau Upacara, dimana kerangka ini merupakan cerminan dari
“Tri Angga Sarira” dari manusia diantaranya ada badan Atma yang bermanifestasi sebagai
“Mahat” dan tercermin sebagai Tatwa. Kedua adalah badan Antakarana (jiwa) bermanifestasi
sebagai “Budhi” dan tercermin sebagai perilaku atau etika. Ketiga adalah adanya jasad tubuh
“Panca Maha Butha” bermanifestasi sebagai “Ahamkara” dan merupakan cerminan upakara atau
upacara (bersifat material). Sesungguhnya yadnya yang kita lalukan adalah cerminan dari diri
sendiri, dikatakan dalam Upanisad; sesungguhnya tuhan berada dalam diri kita sendiri. Jika kita
ingin memiliki atau mempersembahkan yadnya yang berkualitas hendaknya kita mampu
mengendalikan diri sendiri terutama mengendalikan pikiran.
Manawa Dharmasastra II.92 dikatakan bahwa ; “pikiran adalah indra yang kesebelas,
pikiran itu disebut rajendrya atau raja-raja indria”. Jadi jika ingin yadnya yang kita
persembahkan berkualitas, maka kita harus dapat memahami bahwa sebenarnya Tuhan ada
dalam diri serta mampu untuk mengendalikan pikiran. Sebab pikiran merupakan penyebab dari
kehancuran.
Demikian untuk dipahami umat sedharma, beryadnya yang berkualitas bukan diukur
dari kemegahan dan besar kecilnya upacara. Sesungguhnya kualitas dari yadnya tersebut berada
dalam diri sendiri. Jika sudah mampu untuk mengendalikan pikiran, tindakan dan nafsu dalam
diri maka apapun perbuatan yang kita lakukan adalah yadnya yang berkualitas. Umat sedharma
yang berbahagia sesungguhnya tatwa atau esensi dari yadnya yang kita lakukan adalah bertolak
ukur dari diri sendiri. Selain itu jika dikaitkan dengan kehidupan dijaman yang modern ini tatwa
yadnya itu sendiri, bilamana kita mampu untuk mengendalikan pikiran dan tindakan serta dapat
menolong orang yang sedang kesusahan adalah besar yadnya tersebut. Harapan saya dari apa
yang telah saya sampaikan dapat bermanfaat bagi kita semua, jika kita menghargai ciptaan
Tuhan maka kita secara tidak langsung telah melakukan yadnya yang utama. Seperti dalam
Hindu dikatakan dalam konsep Tat Twam Asi, aku adalah kamu yang artinya jika kita
menyayangi dan memelihara ciptaan Tuhan maka sama artinya kita mempersembahkan bhakti
kepada-Nya. Jika ada kekurangan dalam penyampaian dharma wacana ini saya mohon maaf.
Karena tidak ada manusia yang sempurna, tiada gading yang tak retak. Akhir kata saya tutup
dengan paramasantih.

Om Santih, Santih, Santih Om


NAMA : AYU PUSPITA SARI

NO : 30

KELAS : XI MIPA 7

KHOTBAH AGAMA HINDU

Terimakasih atas kesempatan yang diberikan pada hari ini. Sebelum menyampaikan
khotbah mengenai srada, saya ingin mengucapkan puja panganjali terlebih dahulu. “Om
Suastiastu”
Pada kesempatan kali ini saya akan menyampaikan khotbah mengenai sradha. Agama
yang kita anut disebut dengan ‘Agama Hindu’ atau disebut juga ‘Hindu Dharma’. Adapun tujuan
dari Agama Hindu adalah untuk mencapai kebahagiaan/kedamaian rohani dan kesejahteraan
hidup jasmani.
Di dalam kitab suci Weda tujuan agama Hindu tersebut disebut dengan istilah
“Moksartham jagaditha ya ca iti dharma”, yang artinya dharma atau agama itu adalah bertujuan
untuk mencapai “moksa” (kebahagiaan) rohani dan “jagaditha” (kesejahteraan) hidup untuk
semua makhluk.
Agama Hindu memiliki lima keyakinan yang disebut “Panca Srada”. Panca sradha terdiri
dari 5 bagian, yaitu percaya dengan adanya Sang Hyang Widhi ( Brahman), percaya dengan
adanya atma( Atman), percaya dengan adanya karmaphala ( karman), percaya dengan adanya
punarbhawa ( samskara ), percaya dengan adanya moksa. Dalam kesempatan kali ini saya hanya
akan membahas mengenai moksa.
Bersatunya Brahman dengan Atman akan tercapai keadaan sat cit anandha yaitu
kebahagiaan yang abadi, hal itulah yang dinamakan dengan moksa. Moksa merupakan salah satu
bagian dari panca sradha yang merupakan pokok keimanan dalam agama Hindu. Moksa
merupakan tujuan tertinggi dalam hidup setiap orang, yang pencapaiannya didasarkan pada cinta
kasih dan ketidak terikatan. Keberadaaan alam surga dan neraka dalam agama Hindu bukanlah
tujuan hidup yang tertinggi. Karena alam-alam ini merupakan alam fenomena yang dialami oleh
atman bersama karmaphalanya masing-masing waktu hidupnya di dunia. Usaha-usaha untuk
menuju moksa itu adalah dinilai dari sifat dasar ajaran agama, seperti berperilaku yang baik,
berdana, bernyadnya, dan tirta yatra.
Semua usaha-usaha ini dapat dilakukan secara bertahap yang didasari oleh niat yang baik,
sehingga pada akhirnya seseorang dapat melepaskan dirinya dari keterikatan yang mengarah
pada adharma.
Demikian khotbah yang dapat saya sampaikan. Maafkan jika ada salah kata. Semoga
khotbah ini dapat bermanfaat bagi semua umat Hindu. Sekian dan terimakasih.

Om Santih, Santih, Santih Om


NAMA : KADEK DWIK NOVA YANTHI
NO : 17
KELAS : XI MIPA 7

Mencari Tuhan Dengan Motivasi yang Benar


Yesaya 55:1-13

Dalam pembacaan kita malam ini, konteks yang ingin disampaikan kepada kita ialah mengenai
seruan/perintah untuk turut serta dalam keselamatan yang dari Tuhan. Artinya bahwa Tuhan
Allah menuntut respons segera yang benar dari kita sebagai umat-Nya terhadap seruan/perintah
tersebut. Dan kita dapat merespon seruan untuk turut serta dalam keselamatan yang dari Tuhan
tersebut dengan cara mencari-Nya (ayat 6).
Oleh karena itu, sebagai orang-orang percaya maka kita harus mencari Tuhan dengan
Motivasi yang benar. Mengapa kita harus mencari Tuhan dengan motivasi yang benar? Kita
harus mencari Tuhan dengan motivasi yang benar karena kebenaran-kebenaran yang tertulis
dalam Yesaya 55:1-13, yakni:
I. Karena Tuhan rindu bersekutu dengan kita (Ayat 3c).
Para Opsir dan rekan-rekan kadet, ayat ini ingin menyatakan kepada kita bahwa ketika kita
membangun persekutuan dengan Tuhan, maka Tuhan akan dekat dengan kita . Dan tanpa kita
minta pun, Tuhan tidak akan pernah meninggalkan kita. Oleh karena itu, carilah Tuhan, karena
Dia rindu hendak mengikat perjanjian abadi dengan kita. Mungkin saat ini kita merasa kurang
nyaman dengan hati dan pikiran kita sehingga membuat kita putus asa maka carilah Tuhan
karena Tuhan juga rindu agar kita bersekutu dengan-Nya. Dia sedang menanti kita supaya kita
juga menerima janji-janji-Nya dalam hidup kita.

II. Karena Tuhan memiliki rencana yang indah bagi kita (ayat 8).
Tuhan punya rencana yang indah bagi kita. Bagi orang yang benar-benar setia mencari
Tuhan, Tuhan dekat padanya. Yeremia 29:11 berkata “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-
rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan
damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang
penuh harapan”. Oleh karena itu kalau kita butuh damai sejahtera, nas ini adalah jawabannya.
Tuhan Allah ingin anak-anak-Nya sukses. Tuhan tidak merancang kita jadi orang orang Kristen
yang miskin, yang menderita, yang mudah menyerah, yang gagal terus, sakit-sakitan, tetapi
Tuhan ingin supaya kita berhasil. Kalau kita tidak berhasil atau kita selalu mengalami masalah
berarti kitalah yang perlu mengoreksi diri kita sendiri. Jadi, carilah Tuhan karena ada rencana
indah yang ia sediakan bagi kita.
Akhirnya saudaraku, carilah Tuhan dengan motivasi yang benar karena Tuhan rindu bersekutu
dengan kita, dan karena Tuhan memiliki rencana yang indah bagi kita. Amin
NAMA : KETUT WIDI ASARI
KELAS : XI MIPA 7
NO : 19

Terimakasih atas kesempatan dan waktu yang diberikan kepada saya untuk berbicara
dihadapan para hadirin sekalian.

Pada kesempatan yang berbahagia ini, ijinkan saya memberikan ceramah dengan tema tentang
rusaknya moral remaja masa kini.

Belakangan ini ramai diperbincangkan di televisi, surat kabar, jejaring sosial di internet, serta
berbagai media yang lain mengenai moral remaja masa kini. Ada begitu banyak permasalahan
yang terjadi di duani remaja saat ini. Hal - hal tersebut yang membuat sebagian besar para orang
tua mengelus dada dan tidak habis pikir mengapa terjadi penurunan moral remaja masa kini.
Coba kita lihat kasus-kasus pemakaian narkoba, tawuran, pencurian, bahkan pembunuhan
dilakukan oleh kaum remaja. Tidak sedikit diantara mereka yang mempunyai tingkat pendidikan
yang baik, berasal dari keluarga yang berkecukupan, bahkan tidak sedikit diantara mereka
merupakan publik figur yang di idolakan oleh banyak remaja lainnya.

Dari banyak kasus yang terjadi, sebagian besar dari pelaku mengaku bahwa mereka menyesal
atas apa yang telah mereka lakukan. Penyebab rusaknya moral remaja saat ini cenderung
disebabkan oleh pembentukan mental serta karakter yang kosong, dimana para remaja tersebut
tidak mempunyai pegangan dalam menjalankan hidup. Tidak adanya landasan agama yang kuat
serta bimbingan dan kasih sayang dari orang tua juga disinyalir sebagai pokok permasalahan ini.
Para orang tua yang sibuk bekerja demi mencukupi kebutuhan hidup keluarganya dimana kita
juga tahu bahwa tuntutan kebutuhan sudah sangat tinggi ditambah dengan minimnya pendidikan
agama yang diberikan kepada anak telah menciptakan generasi muda yang rapuh, emosional, dan
cenderung anarkis.

Kondisi seperti ini harus segera diatasi demi kebaikan kita bersama. Karena generasi muda
merupakan tulang punggung bangsa, calon pemimpin dimasa depan, dan para generasi muda lah
yang akan membawa negara ini ke arah yang lebih baik. Bila generasi muda tidak bisa
diharapkan lagi, bisa dibayangkan akan menjadi apa bangsa dan negara kita tercinta ini.

Peranan orang tua dalam membina, mendidik, serta membentuk karakter para remaja
sangatlah dominan. Oleh karena itu, dibutuhkan kerjasama yang baik antara orang tua dan anak.
Ini berarti bahwa orang tua harus bisa memberikan pengertian serta berperan sebagai pengayom
anak-anak mereka sehingga para anak merasa nyaman dan terlindungi. Bila hal ini telah terjadi,
anak tidak akan mencari tempan yang mereka anggap nyaman di luar rumah. Karena bisa jadi
tempat yang mereka anggap nyaman tersebut merupakan pergaulan yang salah sehingga bisa
mempengaruhi karakter dan mental anak di masa yang akan datang. Selain itu, berikanlah
pendidikan agama sedini mungkin sejak masih usia kanak-kanak. Pendidikan agama merupakan
pondasi utama yang bisa dijadikan pegangan dalam melakukan semua hal. Menciptakan rasa
takut kepada Tuhan merupakan hal yang sangat penting karena bila remaja sudah tidak
mempunyai rasa takut kepada Tuhan, apapun yang mereka lakukan sudah pasti akan
menyimpang dari norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat.

Kita tidak boleh berhenti untuk tetap berusaha menyelamatkan mental dan moral para generasi
muda kita. Dengan memberikan fondasi agama yang kuat serta memberikan kasih sayang
kepada para generasi muda, bisa dipastikan tidak akan terjadi lagi penurunan moral para remaja
sehingga kita akan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik, dapat hidup dengan lebih nyaman,
serta terjaminnya masa depan negara tercinta ini.

Demikian ceramah dari saya, semoga bisa memberikan sedikit pencerahan bagi kita semua.

Anda mungkin juga menyukai