KDM Gangguan Pola Tidur Kel 8 Fix
KDM Gangguan Pola Tidur Kel 8 Fix
oleh
Kelas D/kelompok 8
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
ii
oleh
Kelas D/ Kelompok 8
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Kebutuhan
Dasar Manusia yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan
Gangguan Pemenuhan Istirahat dan Tidur” dengan tepat waktu dan tanpa
hambatan apapun.
Makalah ini tidak akan selesai dengan baik dan sempurna tanpa adanya
bantuan serta bimbingan dari beberapa pihak. Maka dari itu, kami mengucapkan
banyak terimakasih kepada pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan tugas ini. Kami menyampaikan terimakasih kepada:
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................ ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... v
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Tujuan ............................................................................................... 3
BAB 2. TELAAH LITERATUR
2.1 Pengertian Istirahat dan Tidur .......................................................... 4
2.2 Anatomi Fisiologi Hipotalamus........................................................ 8
2.3 Penyebab dan Faktor Resiko ............................................................ 9
2.4 Macam-macam Gangguan Tidur. ..................................................... 11
2.5 Penatalaksanaan Farmakologis dan non Farmakologis .................... 16
2.6 Patofisiologi Gangguan Tidur .......................................................... 20
2.7 Pengkajian Terfokus ......................................................................... 21
2.8 Diagnosa Keperawatan ..................................................................... 22
2.9 Intervensi Keperawatan .................................................................... 27
2.10 Implementasi................................................................................... 31
2.11 Evaluasi........................................................................................... 37
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan ....................................................................................... 39
3.2 Saran .................................................................................................. 40
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 41
LAMPIRAN.........................................................................................45
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 ....................................................................................................... 6
Gambar 2.2 ...................................................................................................... 8
Gambar 2.3 ...................................................................................................... 19
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 ........................................................................................................... 10
Tabel 2.2 ........................................................................................................... 27
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
tenaganya telah pulih kembali. Beberapa ahli tidur yakin bahwa perasaan
tenaga yang pulih ini menunjukkan bahwa tidur memberikan waktu untuk
perbaikan dan penyembuhan sistem tubuh untuk periode keterjagaan yang
berikutnya. Dengan demikian seseorang dalam keadaan istirahat tidak selalu
dikatakan tidur, tetapi seseorang dalam keadaan tidur dapat dikatakan dan
pasti sedang istirahat.
1. Tahap 1 : NREM
a. Tahap meliputi tingkat paling dangkal dari tidur.
b. Tahap berakhir beberapa menit.
c. Pengurangan aktivitas fisiologis dimulai dengan penurunan secara
bertahap tanda-tanda vital dan metabolisme.
d. Seseorangan dengan mudah terbangun oleh stimulus sensori sepert
suara.
e. Ketika terbangun, seseorang merasa seperti telah melamun.
2. Tahap 2 : NREM
a. Tahap 2 merupakan periode tidur bersuara.
b. Kemajuan relaksasi.
c. Untuk terbangun masih relatif mudah.
d. Tahap berakhir 10-20 menit.
e. Kelanjutan fungsi tubuh menjadi lamban.
3. Tahap 3 : NREM
a. Tahap 3 meliputi tahap awal dari tidur yang dalam.
b. Orang yang tidur sulit dibangunkan dan jarang bergerak.
c. Otot-otot dalam kadaan santai penuh.
d. Tanda-tanda vital menurun tetapi tetap teratur.
e. Tahap berakhir 15-30 menit.
4. Tahap 4 : NREM
a. Tahap 4 merupakan tahap tidur terdalam.
b. Sangat sulit untuk membangunkan orang yang tidur.
6
Tahap pratidur
Non REM
tahap 1
7
memberi stimulus visual, nyeri, pendengaran, dan sensori raba serta emosi
dan proses berfikir. Dalam keadaan sadar, neuron pada Reticular Activating
System (RAS) akan melepaskan ketekolamin norepineprin. Sedangkan dalam
keadaan tidur, terjadi pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang terdapat
pada otak bagian tengah yang disebut Bulbar Synchronizing Region (BRS).
Pada saat bangun dari tidur bergantung dengan impuls yang diterima oleh
pusat otak dan sistem limbik. Jadi, sistem pada batang otak yang mengatur
siklus atau pola tidur adalah Retiular Activating System (RAS) dan Bulbar
Synchronizing Region (BRS). (Hidayat, 2008).
Menurut (Potter & Perry, 2005) banyak hal yang mempengaruhi kualitas
dan kuantitas tidur seseorang, antara lain :
1. Penyakit Fisik
Setiap penyakit dapat mengakibatkan ketidaknyamanan pada
penderita, misalnya ketidaknyamanan fisik (nyeri, kesulitan bernapas)
ataupun secara psikologis misalnya masalah suasana hati, kecemasan,
dan depresi. Pasien yang menderita suatu penyakit maka kualitas dan
kuantitas tidur pasien akan menurun, penyakit juga memaksa pasien
untuk tidur dengan posisi yang tidak biasa sehingga memperoleh
kenyamanan saat tidur.
Penyakit yang seringkali mengganggu tidur pasien adalah penyakit
pernapasan, penyakit seperti emfisema dengan napasmpendek seringkali
mengganggu tidur pasien, maka dari itu dibutuhkan posisi yang tepat
untuk pasien emfisema seperti memberikan posisi semi fowler, ataupun
fowler. Asma, bronkitis, flu juga dapat mengganggu pernapasan pasien,
batuk dimalam hari juga dapat menurunkan kualitas dan kuantitas tidur
pasien.
2. Obat-obatan
Beberapa obat-obatan dapat menyebabkan pasien mengalami
gangguan tidur seperti :
3. Lingkungan
Pasien dapat tidur dengan nyaman jika lingkungan dalam keadaan
tenang dan nyaman, tetapi jika lingkungan terjadi perubahan seperti
gaduh, maka akan menghambat tidur pasien (Tarwoto, 2015).
4. Motivasi
Motivasi dapat memengaruhi tidur dan dapat menimbulkan keiginan
untuk tetap bangun dan waspada untuk menahan kantuk (Tarwoto, 2015).
5. Kelelahan
Kelalahan dapat memperpendek periode pertama dari REM (Tarwoto,
2015).
6. Kecemasan
Pada pasien yang cemas akan meningkatkan saraf simpatis sehingga
mengganggu aktivitas tidur (Tarwoto, 2015).
2.4.1. Insomnia
2.4.3. Disomnia
Adalah gangguan tidur yang dapat mempengaruhi kualitas atau waktu
tidur. Beberapa macam dissomnia antara lain :
a. Gangguan tidur spesifik.
1. Gangguan Gerak Anggota Gerak Badan Secara Periodik.
Ditandai dengan adanya gerakan badan secara streotipik
yang berulang-ulang selam tidur. Gangguan ini terjadi pada
bagian kaki, berlangsung selam 0,5-5 detik dan terulang
kembali dalam jangka waktu 20-60 detik atau dapat terung
terus menerus dalam beberapa menit atau jam. Gangguan ini
sering timbul pada fase NREM sehingga menyebabkan
gangguan tidur. Insiden terjadinya gangguan ini 5% dari orang
normal atau pada usia 30-50 tahun dan 29% pada usia lebig
dari 50 tahun. Berat ringannya gangguan ini tergantung pada
jumlah gerakan yang terjadi selama tidur, bila gerakan 5-25 per
jam termasuk ringan, sedangkan lebih dari 50 kali per jam
termasuk berat. Biasanya terdapat pada penyakit anemia,
neuropatik, dan gagal ginjal (Japardi, 2002).
2. Sindrom Kaki Gelisah (Restless Legs Syndrome)
Ditandai dengan rasa kaku pada bagian kaki atau kuku
yang terjadi sebelum tidur. Gangguan ini sangan berhubungan
dengan mioklonus nokturnal. Pergerakan kaki secara periodik
yang disertai dengan rasa nyeri akibat otot yang kejang.
Biasanya terjadi pada pasien penderita gagal ginjal stadium
akut, parkinson, dan wanita hamil. Kelainan ini terjadi
diantaraa batang otak hipotalamus (Japardi, 2002).
3. Gangguan Bernafas Saat Tidur (Sleep Apnea)
13
2.4.5. Narkolepsi
a. Stimulus Control
Dengan metode ini perawat memberikan edukasi kepada klien untuk
menggunakan tempat tidur hanya untuk istirahat dan tidur. Klien dianjurkan
untuk menghindari membaca dan menonton televisi di tempat tidur. Ketika
klien sudah merasakan kantuk, maka klien dianjurkan untuk langsung tidur
dan menghindari ativitas yang dapat menimbulkan rasa kantuk hilang (Astuti,
2010).
b. Sleep Restriction
Tujuan dari terapi ini adalah mengurangi frekuensi tidur dan meningkatkan
efisiensi tidur. Klien diberikan edukasi untuk mengurangi frekuensi berada di
tempat tidur. Terlalu lama di tempat tidur akan menyababkan pola tidur
terpecah-pecah sehingga kualitas tidur menjadi turun (Astuti, 2010).
c. Sleep Higiene
Sleep Higiene bertujuan untuk meningatkan kualitas tidur seseorang. Hal-hal
yang dilakukan dalam peningkatan sleep hygiene diantaranya yaitu dengan
olahraga teratur pada pagi hari, tidur secara teratur, dan mengatur waktu
bangun di pagi hari (Astuti, 2010).
d. Terapi Relaksasi
Tujuan terapi ini yaitu mengatasi kebiasaan klien dengan gangguan sering
terjaga pada malam hari. Terapi ini dapat dilakukan dengan relaksasi otor,
latihan pernapasan dengan diafragma, yoga atau meditasi (Astuti, 2010).
19
Gambar 2.3 Pathway Gangguan Tidur (Sumber: (Tarwoto & Wartonah, 2006)
20
Fisiologi tidur adalah kegiatan tidur yang diatur oleh mekanisme serebral
yang bergantian untuk mengaktifkan dan menekan pusat otak sehingga dapat
tidur dan terbangun. Aktivitas tidur diatur oleh sistem pengaktivasi retikularis
yang merupakan pengatur seluruh kegiatan susunan saraf pusat salah satunya
pengaturan kewaspadaan dan tidur. Pusat pengaturan kewaspadaan dan tidur
terletak pada mesensefalon dan bagian atas pons (Potter & Perry, 2005).
Tidur merupakan aktivitas yang melibatkan susunan saraf pusat, saraf
perifer, endokrin kardiovaskuler, respirasi, dan musculoskeletal. Setiap
kejadian tersebut dapat direkam dengan electroencephalogram (EEG) untuk
aktivitas listrik otak. Sedangkan pengukuran tonus otot dengan menggunakan
electromyogram (EMG) dan electrooculogram (EOG) untuk mengukur
pergerakan mata (Tarwoto & Wartonah, 2006).
Dalam keadaan sadar, reticular activating system (RAS) akan
mengeluarkan hormon katekolamin seperti noreinefrin. Selain itu RAS juga
dapat memberikan rangsangan visual, pendengaran, nyeri dan perabaan, serta
dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi
dan proses pikir. Sedangakn pada saat tidur, terjadi pelepasan hormone
serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu
bulbar synchronizing regional (BSR). Pada saat bangun bergantung dari
keseimbangan impuls yang diterima dipusat otak dan sistem limbik. Sehingga
sistem yang mengatur siklus tidur adalah RAS dan BSR yang terletak pada
batang otak (Ardhiyanti, et all., 2014).
Ketika seseorang mencoba tidur, maka akan menutup mata dan berada
dalam posisi yang rileks dan nyaman. Apabila ruangan gelap dan tenang
aktivitas RAS menurun, pada saat itu BSR mengeluarkan serum serotonin
(Tarwoto & Wartonah, 2006).
Aktivitas tidur dapat terganggu karena berbagai faktor diantaranya yaitu
gaya hidup seperti kebiasaan merokok, kebiasaan tidur yang tidak tarator dan
penkonsumsian narkoba. Selain itu stress juga dapat menyebabkan tidur
terganggu seperti kecemasan (ansietas), frustasi dan sering terbangun ketika
malam hari. Penyakit fisik merupakan faktor yang sering dijumpai dalam
21
a. Riwayat Tidur
1. Pola tidur, seperti jam berapa pasien berada di tempat tidur setiap
malam, jam berapa biasanya mulai tertidur, jam berapa klien
terbangun dan keteraturan pola tidur pasien.
2. Kebiasaan pasien ketika menjelang tidur, apakah ada sesuatu atau
kebiasaan pasien yang bisa membantu pasien untuk tidur seperti
membaca, minum susu, buang air kecil dan lain lain.
3. Gangguan tidur pasien, berapa kali pasien terjada pada saat malam
hari.
4. Kebiasaan tidur siang.
5. Lingkungan tidur pasien terkait dengan kebisingan, suhu lingkungan,
pencahayaan.
6. Peristiwa yang telah dialami pasien sehingga menyebabkan pasien
sulit tidur.
7. Stress dan emosional, apakah ada masalah sehingga pasien sulit
untuk tidur.
22
Pada gangguan pola tidur dan istirahat maka diagnosa yang mungkin
muncul menurut Herman dan Komitsuru dalam NANDA (2015) adalah:
1. Insomnia
A. Definisi
B. Batasan karekteristik
a. Bangun terlalu dini
b. Gangguan pola tidur
23
3. Deprivasi Tidur
A. Definisi
Periode panjang tanpa tidur (berhentinya kesadaran relative secara
periodik dan berlangsung alami).
B. Batasan karekteristik
a. Agitasi
b. Ansietas
c. Apatis
d. Fleeting nystagmus
e. Gangguan presepsi
f. Gelisah
g. Halusinasi
25
h. Iritabilitas
i. Keletihan
j. Konfusi
k. Letargi
l. Malaise
m. Memberontak
n. Mengantuk
o. Paranoia sementara
p. Peningkatan sensitivitas terhadap nyeri
q. Penurunan kemampuan berfungsi
r. Penurunan waktu bereaksi
s. Perubahan konsentrasi
t. Reaksi lambat
u. Tremor tangan
C. Faktor yang berhubungan
a. Apnea tidur
b. Demensia
c. Enuresis terkait tidur
d. Ereksi nyeri terkait tidur
e. Hambatan lingkungan
f. Hygiene tidur tidak adekuat yang terus-menerus
g. Mimpi buruk
h. Narkolepsi
i. Paralisis tidur familial
j. Pergerakan ektermitas periodik (mis., sindrom serah kaki,
mioklonus nocturnal)
k. Pergeseran tahap tidur terkait penuaan
l. Pola tidur menyehatkan (mis., karena tanggung jawab menjadi
pengasuh, menjadi orang tua, pasangan tidur)
m. Program pengobatan
26
B. Batasan karekteristik
a. Menyatakan minat meningkatkan tidur
27
Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
tidur memungkinkan.
3. Posisikan pasien untuk 3. Memandirikan pasien
b. Privasi.
memfasilitasi untuk menciptakan
c. Tempat tidur yang nyaman. kenyamanan (misalnya suasana nyaman yang
gunakan prinsip diingikan.
28
2.10 Implementasi
a) Kontrol Lingkungan
selain itu, tempat tidur dan matras harus member topangan dan
kekerasan yang nyaman, papan tempat tidur dapat diletakkan dibawah
matras untuk menambah topangan. Beberapa bantala penting untuk
membantu memposisikan seseorang dengan nyaman di tempat tidur,
untuk klien yang mengalami konfusi atau jatuh, keselamatan merupakan
hal yang penting. Tempat tidur diatur dalam posisi yang paling rendah,
sehingga mengurangi resiko klien terjatuh. Di beberapa rumah sakit telah
dilengkapi dengan alarm yang akan mati jika klien yang beresiko jatuh
turun dari tempat tidur. Selain itu, faktor pencahayaan juga dapat
mengganggu kenyamanan tidur klien. Bayi dan lansia tidur dengan baik
dalam ruangan yang bercahaya lembut. Cahaya tidak boleh langsung
menyinari mata, bagi lansia hal ini mengurangi kesempatan konfusi dan
mencegah jatuh saat berjalan kekamar mandi.
c) Meningkatkan Kenyamanan
f) Pengurangan Stres
hingga mimpi buruk. Perawat dan orang tua harus segera menenangkan
dengan berbicara singkat kepada mereka. Menyalakan lampu kamar juga
dapat membantu mereka untuk mengurangi rasa takutya.
2.11 Evaluasi
a) Subjektif
Untuk menentukan evaluasi apakah hasil yang diharapkan
terpenuhi, maka langkah-langkah evaluatif segera setelah terapi
dilakukan (misalnya: mengamati apakah pasien tertidur setelah
mengurangi kebisingan). Gunakan informasi evaluatif segera setelah
pasien terbangun dari tidurnya (misalnya: minta pasien untuk
menggambarkan pola tidurnya dan jumlah terbangun ketika tidur).
Pasien dan keluarga memberika informasi evaluasi yang akurat.
b) Objektif
Untuk periode tidur yang lama gunakan penilaian skala analog
visual atau peringkat tidur untuk menilai apakah kualitas tidur telah
meningkat atau berubah. Skala analog visual merupakan gambaran raut
muka seseorang dengan rentang nilai tertentu untuk menggambarkan
pola tidur dan istirahat pasien apakah sudah meningkat atau sebaliknya.
Perhatikan adanya tanda-tanda masalah tidur, seperti kelesuhan,
perubahan posisi pasien, sering menguap, dan mata cekung. Sebagai
contoh, tanyakan pada pasien “apakah anda merasa lebih beristirahat”,
atau “bisakah anda memberitahu saya jika anda merasa kami telah
melakukan yang terbaik untuk membantu anda meningkatkan kualitas
tidur anda”. Jika harapan pasien belum terpenuhi, perawat harus lebih
banyak menghabiskan waktu untuk mencoba memahami kebutuhan dan
pilihan pasien.
c) Analisis
Bekerjasama dengan pasien dan keluarga pasien yang
memungkinkan untuk mendefinisikan kembali harapan tersebut yang
akan terwujud secara realistis dalam batas-batas kondisi pasien dan
pengobatan.
d) Planning
Menemukan terapi yang efektif bergantung pada gangguan tidur
pasien, usia dan pola tidur normal. Perawat mendokumentasikan respon
38
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan mengenai gangguan pola tidur dan istirahat pada
manusia, maka dapat diambil kesimpulan:
2. Pola tidur dan istirahat dapat terganggu karena disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain karena rasa cemas atau depresi , penyakit pernapasan
yang mengakibatkan sulit bernapas sehingga menyebabkan
ketidaknyamanan saat istirahat, obat-obatan contohnya beta bloker yang
menyebabkan insomnia, dan juga faktor lingkungan yang gaduh atau
tidak tenang dapat menghambat tidur seseorang.
3.2 Saran
3.2.1 Masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Bliwese DL. (1993). Sleep In Normal Aging and Determinantia. Sleep. 16 (1): 40
Bukit, E. K. (2005). Kualitas tidur dan faktor-faktor gangguan tidur klien lanjut
usia yang dirawat inap di ruang penyakit dalam rumah sakit, medan
2003. Jurnal Keperawatan Indonesia, 9(2).
http://www.jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/viewFile/159/340 [Diakses pada
20 Maret 2018].
Copel, Linda C. (2007). Kesehatan Jiwa & Psikiatri, Pedoman Klinis Perawat
(Psychiatric and Mental Health Care: Nurses’s Clinical Guide. Edisi Bahasa
Indonesia (Cetakan Kedua). Alih Bahasa: Akemat. Jakarta: EGC.
http://europepmc.org/search?query=JOURNAL:%22Dimens+Crit+Care+Nu
rs%22&page=1&restrict=All+results [Diakses pada 20 Maret 2018].
Hartono, A (2013). Edisi 2 terapi gizi dan diet rumah sakit. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta.
Hoch C, Reynolds CIII. (1986). Sleep Distrubances And What to do About Them.
Geriar Nurse. 7:24.
Landis CA. (1988). Arrytmias and Sleep Pattern Disturbances in Cardiac Patien.
Prog in Cardiovag Nurs, 3: 73.
https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=Landis+CA.
+%281988%29.+Arrhythmias+and+Sleep+Pattern+Disturbances+in+Cardia
c+Patien.+Prog+in+Cardiovasc+Nurs%2C+3%3A+73.&btnG= [Diakses
pada 11 Mei 2018].
Lushington, K., Dawson, D., & Lack, L. (2000). Core body temperature is
elevated during constant wakefulness in elderly poor sleepers. Sleep, 23(4),
504-510.
https://www.researchgate.net/profile/Leon_Lack/publication/12442532_Cor
e_Body_Temperature_is_Elevated_During_Constant_Wakefulness_in_Elde
rly_Poor_Sleepers/links/54f15cd70cf2f9e34efe0fa3/Core-Body-
Temperature-is-Elevated-During-Constant-Wakefulness-in-Elderly-Poor-
Sleepers.pdfj [Diakses pada 16 Mei 2018].
43
Miller, C.A. (1995). Nursing care of older adults: Theory & practice.
Philadelphia: J. B. Lippincott.
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan;
Konsep, Proses, dan Praktik (Edisi 4). Jakarta: EGC.
Ross MS et al. When sleep won’t come: helping our elderly clients. Canal Nurs
82: 14, 1986.
Sholehah, Liya Rosdiana. (2013). Management Insomnia. E-journal Medika
Udayana. 2 (5). 933-954.
Wong DL. (1995). Whaley and Wong’s Nursing Care of Infats and Children. ed 5.
St Louis. Mosby.
44
Zarcone VP. (1994). Sleep Hygiene in Kryger MH, Roth T, Dement WC, editors:
Principles and practise of sleep medicine, ed 2, Philadelphia, 1994.
Saunders.
45
LAMPIRAN
Lembar Bimbingan
Tanda
Materi Masukan
No Hari/tanggal tangan
bimbingan Pembimbing
Pembimbing
46
47