Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH SISTEM PERINGATAN DINI

BANJIR

Disusun oleh :
1. Bella Dinna Safitri 115090700111002
2. Windy Dwi Ariyanto 115090700111009
3. Melfina Roselyn Kurnia 115090707111009

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1
1.2 Tujuan ........................................................................................................................... 2
1.3 Rumusan Masalah ......................................................................................................... 2
1.2 Manfaat ......................................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 3
2.1 Pengertian Banjir dan Penyebabnya ............................................................................. 3
2.2 Kondisi Jakarta dan Banjir di Jakarta .......................................................................... 8
2.3 Sistem Peringatan Dini (Early Warning System) .......................................................... 9
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................................... 11
3.1 Sistem Peringatan Dini Banjir di Jakarta ...................................................................... 11
3.2 Pengembangan Sistem Peringatan Dini Banjir dalam program DRR ACF MONIKA 15
BAB III Penutup ................................................................................................................. 23
4.1 Kesimpulan ..................................................................................................................... 23
4.2 Saran ............................................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 24

i|MAKALAH SISTEM PERINGATAN DINI BANJIR - 2014


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagai kota yang berada di daratan rendah, Jakarta tidak terlepas dari ancaman banjir yang
sewaktu-waktu dapat menyerang. Menurut catatan sejarah Ibukota Jakarta telah dilanda banjir
sejak tahun 1621. Salah satu bencana banjir terparah yang pernah terjadi di Batavia adalah banjir
yang terjadi di bulan Februari 1918. Saat itu hampir sebagian besar wilayah Batavia terendam
air. Daerah yang terparah saat itu adalah gunung Sahari, Kampung Tambora, Suteng, Kampung
Klenteng akibat bendungan kali Grogol jebol.
Hingga kini banjir pun belum berhenti meyerang Jakarta. Apalagi ketika musim penghujan
telah tiba. Oleh karena banjir yang terus menerus melanda sebagian wilayah di Jakarta kini kota
Jakarta telah terkenal dengan Kota Banjir. Walau demikian warga Jakarta tidak berhenti
mencoba menanggulangi banjir di Ibukota tercinta ini.
Sehubungan dengan cara untuk mencoba menanggulangi banjir tersebut, maka berbagai
masalah penyebab banjir pun mulai muncul dari masalah sampah, curah hujan yang tinggi,
peluapan air yang berlebihan, pecahnya bendungan sungai, serapan air yang buruk, hingga
pemukiman liar dan pemukiman padat penduduk. Dan warga yang terkena banjir selalu
mengambil strategi sendiri untuk menanggulangi banjir ketika banjir datang ke rumah mereka.
Di masa sekarang, sangat di perlukan sistem peringatan dini untuk memberikan peringatan
kepada masyarakat apabila banjir akan melanda kota mereka. Sistem peringatan dini tentang
banjir pada prinsipnya dimaksudkan supaya masyarakat yang bermukim di daerah endemik
banjir agar dapat memperoleh informasi lebih awal tentang besaran (magnitude) banjir yang
mungkin terjadi, juga agar waktu evakuasi korban memadai sehingga risiko yang ditimbulkan
dapat diminimalkan. Besaran tersebut meliputi: besarnya debit puncak (peak discharge) dan
waktu menuju debit puncak (time to peak discharge). Akan lebih baik lagi apabila dilengkapi
dengan informasi tentang tinggi genangan yang mungkin terjadi dan di mana wilayahnya.

1|MAKALAH SISTEM PERINGATAN DINI BANJIR - 2014


Informasi tersebut, selanjutnya pemerintah bersama masyarakat dapat merumuskan bagaimana
cara dan prosedur evakuasinya.
Sistem peringatan dini tentang banjir di Indonesia sangat penting karena intensitas dan
keragaman hujan menurut ruang dan waktu sangat tinggi sehingga banjir bisa terjadi secara tiba-
tiba atau yang dikenal sebagai banjir bandang (flash flood), juga hujan besar umumnya terjadi
pada sore sampai malam hari sebagai akibat proses orografis, sehingga terjadinya debit puncak
umumnya malam hari di saat masyarakat tidur lelap.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah Early Warning System pada banjir ini adalah agar
dapat mengetahui pengertian banjir, juga faktor faktor apa saja yang bisa memicu dan
menyebabkan terjadinya banjir. Selain itu menjelaskan apa yang di maksud sistem peringatan
dini pada banjir, juga menjelaskan pentingnya keberadaan sistem peringatan dini tersebut. Juga
untuk memenuhi tugas terstruktur dari matakuliah early warning system.
1.3 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah Early Warning System pada banjir ini adalah:
a. Apa penyebab banjir di Jakarta?
b. Bagaimana aplikasi sistem peringatan dini di Jakarta, dan
c. Bagaimana dampak setelah adanya sistem peringatan dini.
1.4 Manfaat
Diharapkan dari makalah ini dapat memberikan pengetahuan mengenai sistem peringatan
dini banjir, terutama terhadap permasalahan banjir di Jakarta.

2|MAKALAH SISTEM PERINGATAN DINI BANJIR - 2014


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Banjir dan Penyebabnya


Menurut Hasibuan (2004), banjir adalah jumlah debit air yang melebihi kapasitas pengaliran
air tertentu, ataupun meluapnya aliran air pada palung sungai atau saluran sehingga air melimpah
dari kiri kanan tanggul sungai atau saluran.
Dalam kepentingan yang lebih teknis, banjir dapat di sebut sebagai genangan air yang terjadi
di suatu lokasi yang diakibatkan oleh : (1) Perubahan tata guna lahan di Daerah Aliran Sungai
(DAS); (2) Pembuangan sampah; (3) Erosi dan sedimentasi; (4) Kawasan kumuh sepanjang jalur
drainase; (5) Perencanaan sistem pengendalian banjir yang tidak tepat; (6) Curah hujan yang
tinggi; (7) Pengaruh fisiografi/geofisik sungai; (8) Kapasitas sungai dan drainase yang tidak
memadai; (9) Pengaruh air pasang; (10) Penurunan tanah dan rob (genangan akibat pasang surut
air laut); (11) Drainase lahan; (12) Bendung dan bangunan air; dan (13) Kerusakan bangunan
pengendali banjir. (Kodoatie, 2002),
Kodoatie (2008) memaparkan penyebab banjir dan prioritasnya seperti pada Tabel 2.1
berikut :

3|MAKALAH SISTEM PERINGATAN DINI BANJIR - 2014


Tabel 2.1. Penyebab banjir dan prioritasnya (Kodoatie, 2008).

4|MAKALAH SISTEM PERINGATAN DINI BANJIR - 2014


5|MAKALAH SISTEM PERINGATAN DINI BANJIR - 2014
6|MAKALAH SISTEM PERINGATAN DINI BANJIR - 2014
7|MAKALAH SISTEM PERINGATAN DINI BANJIR - 2014
Jadi menurut tabel diatas, dapat dikatakan bahwa konsep pengendalian banjir harus
dilakukan secara terpadu baik in-stream (badan sungai) maupun off-stream (DAS-nya) dengan
melaksanakan pekerjaan baik secara metode struktur (tugas pembangunan) dan non struktur
(tugas umum pemerintahan), sehingga akan tercapai integrated flood control and river basin
management.
2.2. Kondisi Jakarta dan Banjir di Jakarta
Wilayah Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7
(tujuh) meter di atas permukaan laut. Namun, sekitar 40 persen wilayah Jakarta berupa dataran
yang permukaan tanahnya berada 1 - 1,5 meter di bawah muka laut pasang.
Secara geologis, seluruh wilayah Jakarta merupakan dataran alluvial, yang materi tanahnya
merupakan endapan hasil pengangkutan aliran permukaan dan air sungai yang mengalir pada
wilayah tersebut. Di samping itu juga, wilayah Jakarta terdiri dari endapan pleistocene yang
terdapat pada kurang lebih 50 meter di bawah permukaan tanah dimana bagian selatan terdiri
atas lapisan alluvial, sedangkan dataran rendah pantai merentang ke bagian pedalaman sekitar 10
kilometer. Di bawahnya terdapat lapisan endapan yang lebih tua yang tidak tampak pada
permukaan tanah karena tertimbun seluruhnya oleh endapan alluvium.
Selain itu Provinsi DKI Jakarta juga memiliki wilayah pesisir yang cukup luas, yaitu sekitar
155,01 km2. Wilayah ini membentang dari timur sampai barat sepanjang kurang lebih 35 km,
dan menjorok ke darat antara 4 sampai dengan 10 km. Wilayah pesisir Jakarta merupakan pantai
beriklim panas dengan rata-rata suhu 28,50C dan rata-rata kelembaban 72 persen.
Berdasarkan letaknya Kota Jakarta termasuk dalam kota delta (delta city) yaitu kota yang
berada pada muara sungai. Kota delta umumnya berada di bawah permukaan laut, dan cukup
rentan terhadap perubahan iklim. Kota delta Jakarta dialiri oleh 13 aliran sungai dan dipengaruhi
oleh air pasang surut. Tiga belas sungai dan dua kanal yang melewati Jakarta sebagian besar
berhulu di daerah Jawa Barat dan bermuara di Teluk Jakarta. Tiga belas sungai tersebut yaitu
Kali Mookervart, Kali Angke, Kali Pesanggrahan, Kali Grogol, Kali Krukut, Kali Baru Barat,
Kali Ciliwung, Kali Cipinang, Kali Sunter, Kali Baru Timur, Kali Buaran, Kali Jati Kramat, dan
Kali Cakung. Sedangkan 2 (dua) kanal besar yang ada yaitu Kanal Banjir Barat dan Kanal Banjir
Timur.

8|MAKALAH SISTEM PERINGATAN DINI BANJIR - 2014


Bencana yang menjadi perhatian khusus bagi Jakarta adalah banjir. Banjir di Jakarta terbagi
menjadi dua, yaitu banjir yang disebabkan oleh meluapnya sungai-sungai karena curah hujan
yang tinggi dan banjir yang terjadi karena kiriman dari daerah hulu, yaitu Bogor. Terjadinya
banjir di Jakarta juga disebabkan oleh sistem drainase yang tidak berfungsi dengan optimal serta
tersumbatnya sungai dan saluran air oleh sampah. Selain itu, dibangunnya hunian pada lahan
basah atau daerah resapan air serta semakin padatnya pembangunan fisik menyebabkan
kemampuan tanah menyerap air menjadi sangat berkurang. Hal lainnya adalah pembangunan
prasarana dan sarana pengendalian banjir yang belum berfungsi maksimal. Banjir juga terjadi
akibat rob yang melanda beberapa wilayah yang berada di pantai utara DKI Jakarta diantaranya
Kamal Muara, Pluit, Penjaringan, Kalibaru, Cilincing dan Marunda.
Jika dilihat historis peristiwa banjir di Jakarta, pada tahun 1980 daerah genangan Jakarta
adalah seluas 7,7 km2, pada tahun 1996 seluas 22,59 km2, pada tahun 2002 adalah seluas 167,88
km2, dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 238,32 km2. Pada tahun 2002 daerah genangan
diperkirakan mencapai sekitar 13 persen dari wilayah DKI Jakarta sedangkan pada banjir tahun
2007 sekitar 45 persen dari wilayah DKI Jakarta. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi banjir di
kemudian hari, telah dipasang 34 unit early warning khususnya untuk sungai yang sering
menjadi tampungan air hujan yaitu di Sungai Sunter, Sungai Cipinang, Sungai Ciliwung, Sungai
Krukut, Sungai Pesanggrahan dan Sungai Angke.
2.3 Sistem Peringatan Dini (Early Warning System)
Sistem Peringatan Dini (Early Warning System) merupakan serangkaian sistem untuk
memberitahukan akan timbulnya kejadian alam, dapat berupa bencana maupun tanda-tanda alam
lainnya. Peringatan dini pada masyarakat atas bencana merupakan tindakan memberikan
informasi dengan bahasa yang mudah dicerna oleh masyarakat. Dalam keadaan kritis, secara
umum peringatan dini yang merupakan penyampaian informasi tersebut diwujudkan dalam
bentuk sirine, kentongan dan lain sebagainya. Namun demikian menyembunyikan sirine
hanyalah bagian dari bentuk penyampaian informasi yang perlu dilakukan karena tidak ada cara
lain yang lebih cepat untuk mengantarkan informasi ke masyarakat. Harapannya adalah agar
masyarakat dapat merespon informasi tersebut dengan cepat dan tepat. Kesigapan dan kecepatan
reaksi masyarakat diperlukan karena waktu yang sempit dari saat dikeluarkannya informasi

9|MAKALAH SISTEM PERINGATAN DINI BANJIR - 2014


dengan saat (dugaan) datangnya bencana. Kondisi kritis, waktu sempit, bencana besar dan
penyelamatan penduduk merupakan faktor-faktor yang membutuhkan peringatan dini. Semakin
dini informasi yang disampaikan, semakin longgar waktu bagi penduduk untuk meresponnya.
Keluarnya informasi tentang kondisi bahaya merupakan muara dari suatu alur proses analisis
data-data mentah tentang sumber bencana dan sintesis dari berbagai pertimbangan. Ketepatan
informasi hanya dapat dicapai apabila kualitas analisis dan sintesis yang menuju pada keluarnya
informasi mempunyai ketepatan yang tinggi. Dengan demikian dalam hal ini terdapat dua bagian
utama dalam peringatan dini yaitu bagian hulu yang berupa usaha-usaha untuk mengemas data-
data menjadi informasi yang tepat dan menjadi hilir yang berupa usaha agar infomasi cepat
sampai di masyarakat.
Bagi masyarakat Indonesia, sistem peringatan dini dalam menghadapi bencana sangatlah
penting, mengingat secara geologis dan klimatologis wilayah Indonesia termasuk daerah rawan
bencana alam. Dengan ini diharapkan akan dapat dikembangkan upaya-upaya yang tepat untuk
mencegah atau paling tidak mengurangi terjadinya dampak bencana alam bagi masyarakat.
Keterlambatan dalam menangani bencana dapat menimbulkan kerugian yang semakin besar bagi
masyarakat. Dalam siklus manajemen penanggulangan bencana, sistem peringatan dini bencana
alam mutlak sangat diperlukan dalam tahap kesiagaan, sistem peringatan dini untuk setiap jenis
data, metode pendekatan maupun instrumentasinya. Tujuan akhir dari peringatan dini ini adalah
masyarakat dapat tinggal dan beraktivitas dengan aman pada suatu daerah serta tertatanya suatu
kawasan. Untuk mencapai tujuan akhir tersebut maka sebelumnya perlu dicapai beberapa hal
sebagai berikut:
a. Diketahuinya daerah-daerah rawan bencana di Indonesia,
b. Meningkatkannya knowledge, attitude dan practice dari masyarakat dan aparat terhadap
fenomena bencana, gejala-gejala awal dan mitigasinya,
c. Tertatanya suatukawasan dengan mempertimbangkan potensi bencana, dan
d. Secara umum perlu pemahaman terhadap sumberbencana.

10 | M A K A L A H S I S T E M P E R I N G A T A N D I N I B A N J I R - 2014
BAB III
PEMBAHASAN

Early warning system (EWS) atau Sistem Peringatan Dini merupakan sebuah tatanan
penyampaian informasi hasil prediksi terhadap sebuah ancaman kepada masyarakat sebelum
terjadinya sebuah peristiwa yang dapat menimbulkan risiko. EWS bertujuan untuk memberikan
peringatan agar penerima informasi dapat segera siap siaga dan bertindak sesuai kondisi, situasi
dan waktu yang tepat. Prinsip utama dalam EWS adalah memberikan informasi cepat, akurat,
tepat sasaran, mudah diterima, mudah dipahami, terpercaya dan berkelanjutan.
Dalam siklus bencana terdapat tahap mitigasi atau upaya pengurangan dampak negatif
kejadian bencana. Di dalamnya terdapat usaha pemetaan daerah rawan dan pengembangan EWS.
Pada tahap ini, sistem komunikasi melibatkan pemantauan kondisi awal, pembawa
berita/informasi dan penerima (pengguna) informasi. Pemantau awal dalam EWS banjir lebih
didominasi oleh petugas pemantau tinggi muka air di pintu air sungai yang berada di hulu.
Petugas tersebut merupakan bagian pekerjaan dari Dinas Pekerjaan Umum. Selain memantau
tinggi muka air, mereka juga memantau kondisi curah hujan di sekitar daerah tersebut. pembawa
berita atau informasi adalah orang atau institusi yang menyambungkan informasi dari pemantau
ke penerima/pengguna berita, yaitu masyarakat yang rawan banjir. Pembawa informasi tersebut
antara lain terdiri : Crisis Center (Satkorlak PBP), Petugas Posko Bencana (Satlak, Satgas),
Lurah, Satlinmas Kelurahan, Ketua RW/RT, dan Tokoh Masyarakat. Media penyampaian
informasi tersebut dapat menggunakan alat antara lain berupa Handphone (SMS), HT, Telepon,
Fax, Internet dan Video Conference.
EWS dapat dibedakan dalam dua jenis yakni:
1. Otomatis: Sirine, HT, kamera (CCTV). Pemberian EWS yang berteknologi kepada masyarakat
ini harus disertai edukasi dan pemeliharaan dan
2. Kemasyarakatan ; yakni bersifat dirancang sendiri oleh masyarakat.
Komponen dalam EWS adalah:
1. Prediksi : harus dilakukan dengan ketepatan dan diperlukan pengalaman

11 | M A K A L A H S I S T E M P E R I N G A T A N D I N I B A N J I R - 2014
2. Interpretasi : menerjemahkan hasil pengamatan
3. Respon dan pengambilan keputusan: siapa yang akan bertanggungjawab untuk mengambil
keputusan karena keputusan tersebut akan mempengaruhi dampak.
Dalam makalah ini dibahas studi kasus mengenai Early Warning System terhadap bencana
banjir di daerah Jakarta.
3.1 Sistem Peringatan Dini Banjir di Jakarta
Pemprov DKI turut berupaya mempersiapkan masyarakat dalam menghadapi bencana banjir
pada tiap musim hujan. Telah dipersiapkan teknologi dan metode penanganan banjir yang lebih
canggih di Crisis Center Satuan Koordinasi Pelaksana Penanganan Banjir dan Pengungsi (CC
Satkorlak PBP), yakni dengan pemasangan EWS, yang merupakan sistem peringatan dini
terhadap bencana banjir melalui short message service (SMS) hingga ke tingkat RT atau RW,
yang terintegrasi dengan CC Satkorlak PB. CC Satkorlak PB inilah yang memegang peranan
dalam penanganan banjir di Jakarta. Petugas diberikan kemampuan merespons informasi dan
meneruskan laporan itu ke petugas Satuan Koordinasi (Satlak) Kotamadya serta kabupaten.
EWS dilakukan dengan pencatatan data curah hujan dan pengukuran ketinggian air sungai
yang dilakukan secara manual maupun otomatis. Data radar telah dimanfaatkan untuk peringatan
dini banjir, dengan melihat sebaran awan, volume awan, jumlah potensi uap air dari awan,
prediksi intensitas dan tebal hujan, kecepatan angin, arah angin dan sebagainya. Pemerintah
melalui Satkorlak PBP Propinsi DKI Jakarta telah memanfaatkan informasi pintu air sebagai
salah satu informasi peringatan dini banjir selain prakiraan cuaca dari BMG. Informasi
ketinggian pintu air dan prakiraan cuaca menjadi EWS yang ada di Satkorlak. Berikut ini adalah
diagram alir sistem peringatan dini banjir di Jakarta :

12 | M A K A L A H S I S T E M P E R I N G A T A N D I N I B A N J I R - 2014
Gambar 3.1 Sistem peringatan dini banjir di Jakarta

Namun pada penerapannya sistem tersebut perlu pembenahan terutama pada aliran
informasi. EWS mempunyai prinsip kecepatan dan keakuratan informasi. Jika oleh suatu sebab
kelambatan penyampaian informasi ini tidak sampai ke pengguna atau penerima terakhir yaitu
masyarakat, maka masyarakat tidak siap siaga mengantisipasi datangnya ancaman banjir. Jika
hal ini terjadi maka korban tidak terelakkan. Oleh karena itu pentingnya kecepatan aliran
informasi penting untuk dibenahi.
Keakuratan informasi terletak pada hasil pengukuran oleh stasiun pengamatan di pintu air.
Telah tersedia klasifikasi tingkat siaga yang ditetapkan oleh SATKORLAK berdasarkan
ketinggian muka air pada pintu air. Namun ada beberapa klasifikasi yang perlu dirubah setelah
dicek di lapangan. Seperti pintu air Cipinang Hulu yang Peil (Papan Ukurnya) tidak lebih dari
200 cm, padahal pada tingkat Siaga 1 ketinggian air dapat mencapai 250 cm. Juga perbedaan
versi ketinggian status normal (Siaga IV) dari SATKORLAK dan status Normal versi PU.
Berdasarkan data Pengendalian Banjir Dinas PU DKI Jakarta, informasi dari petugas
pemantau ketinggian air di hulu menempati poisisi yang sangat penting. Saat ini ada tujuh lokasi
13 | M A K A L A H S I S T E M P E R I N G A T A N D I N I B A N J I R - 2014
pengamatan mukaair (peil schall) yang turut membantu pemberitahuan bila terjadi luapan air
besar di daerah hulu yaitu, Peil Schall Ciledug di daerah aliran sungai (DAS) Kali Angke, Peil
Schall Sawangan di DAS Kali Pesanggrahan, Peil Schall Ciganjur di DAS Kali Krukut, Peil
Schall Katulampa dan Peil Schall Depok di DAS Kali Ciliwung, Peil Schall Cimanggis di DAS
Kali Cipinang dan Peil Schall Pondok Rangon di DAS Kali Sunter.
Tujuh lokasi pengamatan muka air atau Peil Schall terhubung langsung dengan satu pompa,
satu saringan sampah, dan 10 pintu air. Informasi ketinggian air yang dikirimkan dari peil schall
ke seluruh pintu air, akan menghidupkan alat peringatan dini ke-24 daerah berpotensi banjir.
Sehingga masyarakat yang tinggal di lokasi tersebut dapat segera mengungsi sebelum banjir tiba.
EWS dapat dilakukan secara efektif oleh penduduk, bila sistem itu mudah dimengerti dan
dipahami. Manfaatnya pun bisa lebih optimal jika masyarakat memiliki pengetahuan tentang
kebencanaan dengan baik.
Di wilayah yang rawan bencana banjir, seperti Jakarta, EWS merupakan bagian terpenting
dalam proses penanganan bencana. Dengan penerapan yang baik dan benar akan dapat
melindungi dan menyelamatkan warga dari ancaman bencana. Masyarakat dapat melakukan
berbagai upaya penyelamatan jiwa dan harta bendanya. EWS adalah kunci menuju pengurangan
risiko yang efektif. Akan menjadi efektif jika melibatkan secara aktif masyarakat, dapat
dipahami serta menjangkau seluruh lapisan masyarakat, serta harus diikuti dengan sistem
penanganan penyelamatan yang sistematis. Tim siaga bencana, kesiapan sarana evakuasi, tempat
hunian sementara, penyediaan kebutuhan-kebutuhan dasar maupun pengelolaan pengungsian
yang melibatkan masyarakat.
EWS memiliki aplikasi dan permasalahan yang berbeda-beda. Sebagai contoh : EWS
Kelurahan Kampung Melayu di dapat dari Pintu Air Katulampa. Kelurahan CBU melalui
Cipinang Hulu dan Kelurahan Penjaringan melalui pintu air pasar ikan dan muara baru serta
informasi dari BMKG.
Salah satu permasalahan EWS yang harus dihadapi kelurahan CBU tetapi tidak dihadapi
oleh Kelurahan Kampung melayu adalah sebagai berikut :
1.Sarana dan prasarana Pintu air Cipinang Hulu tidak memadai. Hal ini disebabkan oleh alat
pengukur ketinggian air terbuat dari papan, menjadikannya tidak kokoh, dibuat dengan karya

14 | M A K A L A H S I S T E M P E R I N G A T A N D I N I B A N J I R - 2014
tangan menjadikan keterbacaannya tidak selalu maksimal serta mekanisme kerja tutup buka
pintu air tidak lagi berfungsi maksimal dikarenakan faktor karat dan kurangnya perawatan.
Akibatnya, Pintu Air tak berfungsi maksimal, kerentanan warga terhadap banjir menjadi
sangat tinggi,
2. Sampah yang kerapkali mempengaruhi ketinggian dan percepatan tingkat ketinggian air, dan
3. Adanya kerancuan mekanisme penyampaian informasi. Petugas pintu air hanya bertugas
memperhatikan ketinggian air dari meterannya saja dan melaporkannya ke Dinas PU Propinsi
Jakarta. Kemudian Dinas terkait akan menyampaikan pada masyarakat. Hanya saja, yang
terjadi adalah adanya aliran informasi yang tumpang tindih dari dan ke masyarakat yang
kemudian menimbulkan persepsi yang berbeda. Kerancuan mekanisme ini disebabkan para
pihak tidak mengerti mekanisme yang berlaku. Akibatnya, persiapan dan kesiapsiagaan
terhadap bencana di masyarakat menjadi ricuh.
3.2 Pengembangan Sistem Peringatan Dini Banjir dalam program DRR ACF MONIKA
Mulai tahun 2007, Action Contre la Faim (ACF) telah mengembangkan Sistem peringatan
dini banjir bersama masyarakat di tiga kelurahan yakni di Kampung Melayu, Cipinang Besar
Utara dan Penjaringan. Peralatan EWS yang dibangun di antaranya adalah sirine, signboard,
alarm/sensor air dan Monika. Monika adalah Alat Monitor Informasi Ketinggian Air. Alat ini
dipasang di Bendungan Katulampa pada April 2008 untuk mengetahui seberapa tinggi air di
bendungan Katulampa sehingga warga bisa lebih cepat mengantisipasi banjir.
Dibuat oleh Bapak Witjaksono dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT),
Monika ini system kerjanya melibatkan pemasangan sensor air di bendungan. Sensor ini
berwarna biru, untuk mengetahui level siaga (siaga empat hingga siaga satu). Informasi akan
masuk ke komputer yang akan mengirimkan signal ke kelurahan, satlinmas dan media massa.
Pihak Kelurahan dan media massa dapat mengirimkan nomor HP yang akan disimpan pada data
base Monika. Mereka selanjutnya akan mendapatkan informasi mengenai ketinggian air secara
otomatis.
Monika dapat mendeteksi ketinggian permukaan air secara otomatis. Pada saat permukaan
air mencapai ketinggian 100 cm maka alat Monika akan mengirim SMS secara otomatis ke
nomor telepon seluler petugas kelurahan di Jakarta yang disimpan di database mesin penjawab.

15 | M A K A L A H S I S T E M P E R I N G A T A N D I N I B A N J I R - 2014
Ketika SMS masuk diharapkan petugas kelurahan di Jakarta, akan memberikan informasi kepada
warganya untuk senantiasa waspada akan datangnya banjir. Di Kelurahan Kampung Melayu,
lurah, ketua RW dan RT, ketua Karang Taruna, Ketua PKK dan beberapa tokoh masyarakat
adalah mereka yang telah terdaftar menerima SMS dari Monika.
Alat ini dapat dipasang di semua pintu air yang sungai-sungai yang mengalir ke Jakarta, dan
dapat memberikan informasi kepada seluruh penduduk Jakarta karena SMS (baik yang otomatis
maupun yang dengan permintaan) akan terkirim ke pemancar radio, pemancar televisi,
Kecamatan, Kelurahan dan bisa diakses oleh seluruh warga Jakarta melalui telepon seluler.
Penggunaan alat ini dapat membantu menyelamatkan nyawa, harta benda dan mengurangi risiko
yang diakibatkan oleh banjir. Dengan cepatnya informasi mengenai ketinggian air, waktu bersiap
siaga menjadi lebih besar. Hal ini juga memberikan kesempatan bagi pemerintah daerah untuk
dapat mempersiapkan alat-alat penyelamatan, seperti perahu karet, makanan, air bersih,
pelampung, jas hujan dan lain-lain.
Sayangnya, pemasangan I MONIKA tidak berfungsi lama. Penyebab utama adalah karena
peralatan yang mendukung server di pintu air Katulampa mengalami kerusakan akibat tersambar
petir. Kejadian ini mengkorfirmasikan bahwa penggunaan alat ini memerlukan biaya
operasional, pengawasan dan perawatan. Ketika itu, pihak-pihak yang terkait dengan
pemanfaatan Monika belum siap untuk menjalankan sistem ini. ACF sendiri telah berupaya
menghubungkan dengan pihak pemerintah melalui instansi terkait untuk mendukung
keberlanjutan sistem Monika, namun belum ada kesepahaman tentang peran dan fungsi yang
harus dijalankan untuk menjaga keberlanjutannya. Hal ini seharusnya memacu semua pihak
untuk berkolaborasi bersama untuk mencari solusinya.
Sampai saat ini, peralatan EWS banjir telah dipasang dan dioperasikan oleh Satlinmas di
Kelurahan Kampung Melayu, CBU dan Penjaringan dengan rincian sebagai berikut:
1. Kampung Melayu : 5 signboard, 2 sirine, 2 alarm/sensor air,
2. Kelurahan CBU : 7 signboard, 3 sirine, 3 alarm/sensor air, dan
3. Kelurahan Penjaringan : 5 signboard dan 3 sirine.
Selain itu, juga terdapat beberapa sarana pendukung seperti berikut :
1. Pengeras Suara

16 | M A K A L A H S I S T E M P E R I N G A T A N D I N I B A N J I R - 2014
Selain EWS, sarana pengeras suara juga dioperasikan sebagai penunjang sistem untuk
menyampaikan himbauan dan pengumuman kepada warga.
2. Workshop
Dalam rangka optimalisasi penerapan sistem peringatan dini banjir, ACF memfasilitasi
beberapa kegiatan bersama masyarakat diantaranya :
a. Workshop Penyusunan Prosedur Tetap EWS Kelurahan Cipinang Besar diselenggarakan
pada tanggal 12 – 13 Desember 2007, bertempat di BUPERTA Cibubur. Pembuatan
Modelling EWS yang merupakan kajian yang dibuat berdasarkan data-data pengukuran
baik itu dari ketinggian muka air, curah hujan harian, maupun ketinggian pasang-surut.
Dari sistem modelling diperoleh beberapa kesimpulan yang dapat dijadikan masukan
untuk penentuan tingkat siaga dan wilayah yang terpengaruh oleh tingkat siaga.
Workshop tersebut bertujuan :
1) Meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bahaya,
2) banjir dengan membenahi sistem peringatan dini yang ada,
3) Membuat suatu pedoman atau langkah-langkah sistematis dalam,
4) mengantisipasi datangnya bahaya banjir, dan
5) Menentukan srategi dalam pengambilan keputusan kegiatan peringatan dini banjir.
b. Workshop EWS Kelurahan Kampung Melayu diselenggarakan pada 4 Februari 2008,
dihadiri oleh 33 orang, bertempat di Hotel Alia Matraman. Sebagai fasilitator adalah
bapak Heru Joko Santoso dari Satkorlak PBP DKI Jakarta, yang menghasilkan modul
prosedur tetap (Protap) EWS Kampung Melayu. Dengan workshop tersebut masyarakat
di kelurahan tersebut berhasil menyusun Protap dan mencoba mengimplementasikannya
dalam simulasi banjir.
c. Workshop EWS di Kelurahan Penjaringan diselenggarakan pada 5-6 Februari 2008
bertempat di bumi perkemahan Wiladatika, Cibubur. Diikuti oleh 20 orang, dalam
workshop ini dihasilkan Prosedur Tetap Modul EWS Penjaringan.
3. Sosialisasi SOP/Prosedur Tetap Sistem Peringatan Dini Banjir di 3 Kelurahan
a. Sosialisasi SOP atau prosedur tetap EWS di Kelurahan Cipinang Besar Utara
diselenggarakan pada tanggal 5 Maret 2008 bertempat di kantor Kelurahan Cipinang

17 | M A K A L A H S I S T E M P E R I N G A T A N D I N I B A N J I R - 2014
Besar Utara dan dihadiri oleh 76 orang dari unsur Satlinmas, staf Kelurahan, Dewan
Kelurahan, RW, RT, Karang Taruna, PKK, Kali Arus dan para tokoh masyarakat di
Cipinang Besar Utara. Sosialisasi berlangsung dengan baik sesuai dengan rencana dan
materi penjelasan mengenai isi prosedur tetap EWS dapat diterima semua stakeholder di
kelurahan.
b. Sosialisasi Prosedur Tetap EWS di Kelurahan Penjaringan diselenggarakan pada 6 Maret
2008, dengan dihadiri oleh 40 orang dari unsur Kelurahan, Dewan Kelurahan, PKK,
Karang Taruna, RW, RT, Tim Marlina dan para tokoh masyarakat di Penjaringan. Acara
yang terselenggara atas kerjasama Satlinmas Penjaringan dan ACF tersebut bertempat di
kantor Kelurahan Penjaringan. Dalam workshop tersebut dijelaskan mengenai prosedur
tetap EWS, aktor, peran
yang harus dilakukan serta tanggungjawabnya.
c. Sosialisasi Prosedur Tetap EWS Kelurahan Kampung Melayu dilakukan pada 6 Maret
2008, bertempat di kantor kelurahan dengan dihadiri oleh 26 orang yang
terdiri dari ketua RW, Ketua RT, Karang Taruna, PKK, Dewan Kelurahan, Satlinmas dan
FKP Pubers. Metode sosialisasi yang dilakukan adalah dengan cara diskusi. Selama
berlangsungnya sosialisasi, para perwakilan dari masyarakat menyepakati isi dari
prosedur tetap tersebut. Dari kegiatan-kegiatan
di atas akhirnya dihasilkan Panduan berupa Prosedur Tetap yang dapat dipakai
untuk kegiatan antisipasi datangnya bahaya banjir (Protap EWS). Protap ini merupakan
dokumen resmi berisikan suatu tindakan-tindakan atau langkah-langkah sistematis yang
disepakati bersama antara instansi atau kelompok terkait mengenai tanggung jawab
masing-masing dalam suatu kegiatan yang terpadu. ProTap EWS berisikan tentang
langkah-langkah dalam hal penyebaran informasi EWS dan juga respon setelah informasi
tersebut diperoleh. Beberapa rekomendasi yang dihasilkan dalam FGD tersebut adalah:
1. Penambahan alat atau daya jangkau sirine di wilayah RW yang rentan.
2. Tindak lanjut sosialisasi EWS kepada masyarakat di tingkat RT-RW
3. Peningkatan kapasitas SDM di tim EWS
4. Perlunya dilakukan simulasi secara reguler.

18 | M A K A L A H S I S T E M P E R I N G A T A N D I N I B A N J I R - 2014
Membangun Kesepahaman Skema Peringatan Dini Banjir bersama Masyarakat Peringatan
dini merupakan sebuah elemen dasar dari kegiatan pengurangan risiko banjir. Peringatan dini
banjir mencakup tindakan memberikan informasi dengan bahasa yang mudah dicerna dan
dipahami oleh masyarakat awam. Penguatan dan penyebarluasan skema atau jejaring peringatan
dini banjir kepada semua unsur masyarakat di tingkat kelurahan menjadi suatu kebutuhan
penting, hal inilah yang melatarbelakangi rangkaian kegiatan pertemuan dan sosialisasi yang
menyepakati skema peringatan dini ancaman banjir dilakukan di tiga kelurahan (Cipinang
BesarUtara, Kampung Melayu dan Penjaringan). Kegiatan ini merupakan sebuah kebutuhan hasil
rekomendasi FGD anggota SATLINMAS/STPB pada tanggal 4 Juni 2009 untuk meningkatkan
efektifitas sistem peringatan dini banjir.
Sosialiasi jejaring informasi peringatan dini dilakukan oleh relawan dari
SATLINMAS/STPB di masing-masing kelurahan. Dalam proses pelaksanaannya relawan
dituntut mampu memfasilitasi masyarakat dan menjaring ide-ide serta merumuskannya dalam
satu kesepakatan bersama. Sebelum terjun ke masyarakat, sebuah pelatihan sehari pada tanggal
20 Oktober 2009 telah diberikan kepada relawan untuk meningkatkan kemampuan dalam hal
teknik fasilitasi, pengetahuan EWS dan pengorganisasian masyarakat. Para relawan
bertanggungjawab di wilayah kelurahannya masing-masing yang meliputi Kelurahan CBU,
Kampung Melayu dan Penjaringan. Sementara pelaksanaan kegiatan telah dilakukan dimulai
pada tanggal 25 Oktober – 9 November 2009 dibagi menjadi tiga tahap, tahap I pertemuan besar
di tingkat kelurahan, tahap II dilakukan diskusi kelompok terarah di RW-RW yang rentan banjir,
dan tahap III pertemuan besar untuk menghasilkan kesepakatan akhir skema peringatan dini
banjir. Tahapan ini pada kenyataannya disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi di masing-
masing kelurahan.
Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun dari para relawan di tiga kelurahan bahwa
secara umum pelaksanaan kegiatan sosialisasi sistem peringatan dini di tiga Kelurahan mendapat
sambutan hangat dari masyarakat. Warga menjadi tahu bagaimana alur peringatan dini banjir
bekerja yang menjangkau semua lapisan masyarakat. Di samping itu ruang lingkup ancaman
banjir di masing-masing kelurahan yang karakteristiknya berbeda juga menjadi poin penting
yang didiskusikan bersama warga masyarakat. Peran dan fungsi SATLINMAS/STPB di masing-

19 | M A K A L A H S I S T E M P E R I N G A T A N D I N I B A N J I R - 2014
masing kelurahan juga tak luput dari pertanyaan kritis warga, hal ini tentu akan menegaskan
eksistensi, komitmen dan keberlanjutan organisasi tersebut di tingkat kelurahan. Sedangkan bagi
para relawan sendiri proses kegiatan ini telah banyak memberikan pembelajaran baik itu bagi
individu maupun bagi organisasi SATLINMAS/STPB. ‘Bekal teknik fasililitasi dan
pengorganisasian kegiatan dalam pelatihan relawan sangat membantu kami dalam kegiatan
sosialisasi EWS kepada masyarakat’, ungkap Darwis di Penjaringan, salah seorang relawan dari
Kelurahan Penjaringan. Selain itu dengan dilakukannya sosialisasi EWS ini, peran SATLINMAS
PBP dalam penanggulangan bencana di Penjaringan semakin dikenal oleh masyarakat.
Selanjutnya, Pak Idris, relawan dari CBU, menyampaikan bahwa pada awalnya susah sekali
memberikan pemahaman kepada warga tentang cara-cara penanggulangan bencana yang
mencakup EWS, namun dengan kesabaran menggunakan berbagai cara dan ilustrasi, sedikit
demi sedikit masyarakat bisa mengerti apa yang harus diperbuat sebelum, saat dan sesudah banjir
terjadi.
Hal penting lain mengemuka dalam forum diskusi yang disampaikan warga Kampung
Melayu tentang perlunya komitmen dari individu yang masuk dalam skema peringatan dini agar
bergerak cepat dalam menyebarluaskan informasi yang menjangkau seluas-luasnya warga
masyarakat di sekitarnya. Hasil akhir dari proses kegiatan ini merupakan skema/jejaring
peringatan dini banjir yang disepakati warga dan seluruh stakeholder di tingkat kelurahan.
Skema ini kemudian akan dicetak dan disebarluaskan kepada warga agar pemahaman
masyarakat terhadap hal ini semakin meningkat dan dapat menjangkau warga lebih banyak lagi.
Pembelajaran dari proses pengembangan EWS Banjir bersama masyarakat EWS yang
efektif harus bisa dipahami oleh masyarakat hingga kemudian dapat tertanam kesadaran yang
kuat untuk menjadikannya sebagai kebutuhan bersama. EWS yang dibuat bersama masyarakat
merupakan hal yang realistis dan dapat dipercaya, karena masyarakatlah yang lebih mengetahui
karateristik wilayah serta kebutuhannya. Oleh karenanya, masyarakat perlu didorong untuk terus
terlibat aktif dan bertanggungjawab dalam penerapan EWS termasuk dalam pemeliharaanya.
Sosialisasi EWS kepada masyarakat dan pihak-pihak yang terkait juga sangat penting, agar
warga dapat memahami informasi bencana yang datang dan segera bisa mengantisipasi dampak
yang ditimbulkan. Dengan sosialisasi tersebut, warga tidak akan merasa ditakut-takuti,

20 | M A K A L A H S I S T E M P E R I N G A T A N D I N I B A N J I R - 2014
melainkan ditekankan kewaspadaannya. Pemahaman masyarakat bahwa wilayahnya rawan
banjir, sehingga menjadi penting pengetahuan tentang kesiapsiagaan bencana juga harus terus
ditingkatkan. Masyarakat harus disiapkan menghadapi banjir dan meminimalisasi risiko dan
dampaknya. Dengan adanya EWS sangat membantu warga untuk lebih cepat mengantisipasi
ancaman banjir. Di wilayah yang rentan banjir seperti DKI Jakarta, EWS merupakan salah satu
solusi wajib dalam mengurangi dampak banjir. EWS yang telah diajarkan, harus terus diterapkan
dan selalu mengakomodasikan informasi yang diberikan.
Dari proses pengembangan EWS banjir di atas, pada akhirnya yang diperlukan adalah
kemauan dan keseriusan masyarakat dan pemerintah dalam meminimalisasi risiko banjir dalam
setiap kebijakan dan praktek pengelolaan sumberdaya. Hal tersebut baru bisa diwujudkan apabila
masyarakat dan pemerintah memahamiprinsip dan tujuan penerapan sistem peringatan dini. Oleh
karena itu, upaya strategis penguatan kapasitas masyarakat serta membangun kerjasama antar
semua pihak dalam meminimalkan dampak/risiko banjir masih perlu dilakukan secara
berkesinambungan.
Keberhasilan perencanaan program EWS terletak pada perencanaan yang dilakukan bersama
masyarakat. Sudah semustinya kebutuhan akan EWS juga berdasarkan kebutuhan dari
masyarakatsehingga program menjadi efektif memenuhi kebutuhan bukan menciptakan
pemenuhan dari penciptaan kebutuhan. Pelaksanaan program pun dapat akan menjadi sangat
efektif. Alat-alat yang diusulkan untuk sistem peringatan dini juga berdasarkan kebutuhan dan
partisipasi masyarakat sehingga mereka bisa menggunakan dengan mudah dan tidak terlalu
menelan biaya.
Pembelajaran pada kekurangan pekaan pada kebutuhan masyarakat terjadi pada instalasi
monika I. Akibatnya, sistem MONIKA sulit dimengerti dan masyarakat tidak memiliki kapasitas
dalam mengoperasikannya. Pelajaran yang bisa diambil dari kegiatan ini adalah jangan pernah
meninggalkan masyarakat didalam perencanaan kegiatan apapun karena mereka yang tahu
kebutuhan mereka dan mereka yang tahu lokasi mereka. Arifan lokal harus menjadi
pertimbangan dalam pengurangan risiko bencana.
Penjajakan program penting dilakukan sebelum pengimplementasian tujuan utama adalah
untuk mengerti ragam konteks permasalahan mulai dari kebutuhan, kondisi sampai pengharapan

21 | M A K A L A H S I S T E M P E R I N G A T A N D I N I B A N J I R - 2014
komunitas yang didampingi. Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan kegiatan menjadi
sangat penting karena dari merekalah kebutuhan sebenarnya dapat teridentifikasikan. Perlu juga
dicatat bahwa kearifan lokal sangatlah penting untuk tidak diabaikan. Identifikasi bersama
terhadap sistem peringatan dini seringkali menghasilkan pemilihan alat yang sesuai tidak harus
selalu canggih. Melainkan, alat sederhana yang mudah dioperasikan dan terjangkau biaya
operasionalnya akan menjadi sangat efektif.

22 | M A K A L A H S I S T E M P E R I N G A T A N D I N I B A N J I R - 2014
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Jakarta merupakan kota endemik banjir, tetapi infrastruktur yang di bangun sudah sangat
besar sehingga tidak mungkin untuk di tinggalkan. Namun, masalah banjir sudah menjadi
momok yang harus di hadapi warga Jakarta setiap tahunnya dikala masuk musim penghujan.
Maka dari itu, di bangunlah sistem peringatan dini yang menjadi pengingat bagi seluruh
warga Jakarta ketika akan terjadi banjir. Sistem peringatan dini ini, dapat berdampak sangat
baik bagi warga Jakarta. Karena sistem peringatan dini dapat meminimalisir dampak buruk
pasca terjadinya bencana banjir
4.2 Saran
Diharapkan sistem peringatan dini di Jakarta makin baik untuk mengurangi korban, baik
secara fisik dan mental tiap tahun di musim hujan.

23 | M A K A L A H S I S T E M P E R I N G A T A N D I N I B A N J I R - 2014
Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Malang. 2010. Penduduk Akhir Tahun 2010
Kabupaten Malang. Malang : BPS Kabupaten Malang.
Moleong Lexy J, METODOLOGI PENELITIAN KUALITATIF, Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, cetakan ke-26, 2009.
Dewey, John. 2004. Democracy and Education. The Free Press. Hlm. 1–4. ISBN 0-684-83631-9.
Direktorat Pendidikan Masyarakat, Dirjen Pendidikan Luar Sekolah, Departemen Pendidikan
Nasional. 2006. Pedoman Pelaksanaan : Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan
Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara.
Jakarta.
Djudju Sudjana. 2006. Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
H.B. Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif Dasar Teori dan Terapannya dalam
Penelitian. Surakarta : UNS Press.
Hadari Nawawi. 2005. Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan
(dengan Ilustrasi di Bidang Pendidikan). Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
J. Salusu. 1998. Pengembangan Keputusan Strategik untuk Organisasi Publik dan Organisasi
Non Profit. Jakarta : PT. Gramedia.
Moh. Nazir. 1988. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia
Sugiyono, METODE PENELITIAN KUANTITATIF KUALITATIF DAN R&D, Bandung :
CV Alfabeta, cetakan ke-8, 2009.

24 | M A K A L A H S I S T E M P E R I N G A T A N D I N I B A N J I R - 2014

Anda mungkin juga menyukai