“ PERKEMBANGAN KOGNITIF “
Makalah ini dibuat untuk melengkapi salah satu tugas pada matakuliah
psikologi perkembangan
DISUSUN OLEH :
ATHIYYAH : 170901002
FAKULTAS PSIKOLOGI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan
kelancaran dalam penyusunan tugas mata kuliah ”Psikologi Perkembangan”.
Shalawat dan salam semoga selalu tersampaikan kepada Nabi agung, Muhammad
SAW semoga kita tergolong umatnya dan mendapatkan syafaatnya amin.
Dalam tugas mata kuliah ini kami akan membahas tentang “perkembangan
kognitif” dengan harapan semoga dapat memberikan sedikit wawasan kepada kita
semua .
Selanjutnya apabila dalam tugas ini terdapat kesalahan dari susunan kalimat
maupun dalam penulisan, kami mohon maaf dan selalu terbuka menerima masukan,
kritikan serta mengharapkan saran dari rekan-rekan semua khususnya kepada dosen
pengampu yaitu ibu Hayail Umrah, M.Si. Tentunya kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna perbaikan tugas selanjutnya. Kesempurnaan hanya milik Allah
SWT semata.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang
telah turut serta melancarkan tersusunnya tugas mata kuliah ini, mudah-mudahan ini
semua bisa menjadi suatu amal shaleh bagi penyusun maupun pembaca.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................................3
Perkembangan kognitif...............................................................................................4
Perubahan kualitatif dan kualitatif............................................................................5
KESIMPULAN..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................19
A. PERKEMBANGAN KOGNITIF
Perkembangan dalam diri manusia terjadi sejak dari dalam kandungan hingga
akhir hayat. Perkembangan kognitif merupakan salah satu hal yang harus terjadi
selama manusia hidup. Pemberian rangsangan sejak dini sangat dibutuhkan bagi
manusia agar perkembangan kognitifnya dapat berlangsung secara optimal. Kognitif
berkaitan erat dengan proses berpikir.
Perkembangan pikiran yang terjadi dalam diri anak antara lain ketika
anak belajar untuk mengenal dan memahami orang baru, belajar mengenai sesuatu
yang ada dilingkungan sekitarnya, belajar tentang kemampuan-kemampuan baru,
belajar untuk dapat mengingat sesuatu yang kemudian dapat dihubungkan dengan
pengetahuan baru yang ia peroleh. Sepanjang perkembangan pikiran terjadi pada anak
membuat anak menjadi semakin cerdas dan dewasa dalam pemikirannya.
Pertumbuhan yaitu:
a).Bagian pribadi material yang kuantitatif
Perkembangan yaitu:
a).Bagian pribadi fungsional yang kualitatif.
b). terus berkembang selama hidup, kualitatif , jiwa,berubah atau belu ada
sebelumnya.
b .perkembangan
telah dikemukakan di dalam uraian terdahulu tentang pertumbuhan, bahwa
bertumbuh itu tidak sama dengan berkembang. Bagian pribadi yang material serta
kuantitatif mengalami pertumbuhan, sedangkan bagian pribadi fungsional yang
kualitatif mengalami perkembangan. Perkembangan merupakan suatu perubahan, dan
perubahan ini juga tidak bersifat kuantitatif, melainkan kualitatif. Perkembangan
tidak ditekankan pada segi material, melainkan pada segi fungsional. Dari urain ini,
perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan kulitatif dari pada fungsi-fungsi.
Perubahan suatu fungsi adalah disebabkan oleh adanya proses pertumbuhan
material yang memungkinkan adanya fungsi itu. Dan disamping itu disebabkan oleh
karena perubahan tingkah laku hasil belajar. Dengan demikian kita boleh
merumuskan pengertian perkembangan pribadi sebagai pribadi sebagai perubahan
kulitatif dari setiap fungsi kepribadian akibat dari pertumbuhan dan belajar.
1. Fungsi perhatian.
2. Fungsi pengamatan.
3. Fungsi tanggapan.
4. Fungsi ingatan.
5. Fungsi fantasi.
Setiap fungsi yang disebutkan. Baik yang jasmaniah maupun yang kejiwaan,
dapat mengalami perubahan, perubahan pada fungsi-fungsi tersebut tidak secara
kuantitatif, melainkan lebih berdifat kualitatif. Perubahan yang kualitatif tidak dapat
dikatakan sebagai pertumbuhan,melainkan sebagai perkembangan. Oleh karena
perkembangan menyangkut berbagai fungsi, baik jasmaniah maupun rohaniah, maka
akan salah apabila kita beranggapan bahwa perkembangan adalah semata-mata
sebagai perubahan atau proses psikologis.
Sebenarnya istilah pertumbuhan dan perkembangan ada kesamaannya, yaitu
setidak tidaknya kedua istilah tersebut menunjukkan adanya proses tertentu dan
terjadi perubahan-perubahn menuju ke depan (taraf yang lebih tinggi). Serta tidak
dapat begitu saja diulang kembali. Bahkan ada yang lebih senang menggunakan
istilah pertumbuhan (growth) saja, untuk lebih menunjukan bahwa seseorang akan
selalu bertambah dalam berbagai macam kemampuan (diferensiasi) dan akhirnya
sampai pada tingkatan yang lebih tinggi yakni suatu kemampuan yang terintegrasi.
Adapun istilah perkembangan adalah suatu proses perubahan yang lebih dapat
mencerminkan sifat-sifat yang mengenai gejala psikologis yang tampak. Hal ini
sengaja dipakai sebagaimana dikehendaki oleh Herbert Sorenson dalam psychology in
education, dan juga Prof. Dr. F.J Monks, dan kawan-kawan dalam (psikologi
perkembangan).
Teori perkembangan kognitif piaget adalah salah satu teori yang menjelaskan
bagaimana anak beradaptasi dengan dan menginterpretasikan objek dan kejadian-
kejadian disekitarnya. Bagaimana anak mempelajari ciri-ciri dan fungsi dari objek-
objek, seperti mainan, perabot, dan makanan, serta objek-objek social seperti diri,
orang tua dan teman.
Pada pandangan piaget (1952), kemampuan atau perkembangan kognitif
adalah hasil dari hubungan perkembangan otak dan system nervous dan pengalaman-
pengalaman yang membantu individu untuk beradaptasi dengan lingkungannya.
Piaget (1964) berpendapat, karena manusia secara genetik sama dan
mempunyai pengalaman yang hampir sama, mereka dapat diharapkan untuk sungguh-
sungguh memperlihatkan keseragaman dalam perkembangan kognitif mereka.
Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode utama yang
berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:
1. Periode sensorimotorik (usia 0–2 tahun)
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan
untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks
bawaan tersebut. Periode sensorimotorik adalah periode pertama dari empat periode.
Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan
pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:
a. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu
dan berhubungan terutama dengan refleks.
b. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat
bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
c. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai
sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan
dan pemaknaan.
d. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan
sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek
sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari
sudut berbeda (permanensi objek).
e. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai
delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru
untuk mencapai tujuan.
f. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan
awal kreativitas anak.
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia
enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang
memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
a. Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk,
atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat
mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
b. Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi
serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain,
termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda
lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan
logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan
berperasaan).
c. Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu
permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan
lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding
cangkir kecil yang tinggi.
d. Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat
diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan
cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4,
jumlah sebelumnya.
e. Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda
adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau
benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran
dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain
yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi
cangkir lain.
f. Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari
sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara
yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti
menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian
Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke
ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan
tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa
boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
Egosentrisme itu tidak hanya terjadi pada tahap perkembangan masa kanak-
kanak. Ada yang disebut dengan egosentrisme remaja yang muncul di usia 11 atau 12
tahun yaitu pada periode transisi menuju ke dalam tahap operasional formal
perkembangan kognitif dari Piaget. Pada remaja awal, berkembang pemikiran mentah
dan imatur secara sosial yang didasarkan pada pemahaman yang tidak murni
mengenai diri dan orang lain dimana remaja memiliki fokus diri yang kuat dan
perasaan kepentingan diri serta salah memaknai pemikiran orang lain mengenai diri
remaja itu sendiri (Elkind dalam Harvey, 2012).
Egosentrisme ini berbentuk imaginary audience (penonton khayalan)
dan personal fable (dongeng pribadi).
Penonton khayalan (imaginary audience) ialah keyakinan remaja bahwa
orang lain memperhatikan dirinya sebagaimana halnya dengan dirinya sendiri (Elkind
dalam Beyth-Marom, Austin, Fischhoff, Palmgren, and Jacobs-Quadrel,
1993). Gejala dari imaginary audience ini adalah mencakup berbagai perilaku untuk
mendapatkan perhatian seperti keinginan agar kehadirannya diperhatikan, semua
aktivitasnya disadari oleh orang lain dan menjadi pusat perhatian. Remaja merasa
bahwa mereka berada di atas “panggung” dan beranggapan bahwa merekalah
pemeran utamanya, sementara orang lain adalah penontonnya. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa gejala imaginary audience lebih merupakan produk dari
pikiran atau hanya ada dalam pikiran remaja, dan bukan yang sebenarnya terjadi.
Dongeng pribadi (personal fable) merupakan akibat wajar dari imaginary
audience. Dengan remaja berpikir bahwa dirinya sebagai pusat perhatian orang lain
membuatnya percaya bahwa perhatian orang tersebut adalah karena dirinya spesial
dan unik. Personal fable dicirikan oleh ketidakmampuan untuk membayangkan
bahwa diri (the self) bisa saja sama dengan orang lain, dan menghasilkan perasaan ke-
diri-an yang ekstrim (extreme individuation) (Greene, Walters, Rubin, &
Hale,1996). Personal fable merupakan perasaan unik dari seorang remaja bahwa
tidak seorangpun dapat mengerti bagaimana perasaan mereka sebenarnya. Bahkan
mendorong perilaku merusak diri (self-destructive) oleh remaja yang berpikir bahwa
diri mereka secara magis terlindung dari bahaya, misalnya perilaku beresiko seperti
tawuran, seks bebas, terlibat geng remaja, begal, dan lain-lain.
Pada proses perkembangannya, biasanya egosentrisme mulai berkurang di
usia 16 atau 17 tahun, atau bisa jadi di usia 15 tahun sudah berkurang. Secara umum
egosentrisme memiliki hubungan terbalik dengan usia, artinya semakin bertambahnya
usia maka egosentrisme akan semakin berkurang. Karena semakin tumbuh remaja
menuju tahap dewasa, otomatis pemikirannya juga berubah, sehingga egosentrisme
ini hilang sendiri pada perkembangan tahap dewasa (Elkind dalam Greene, Rubin,
Hale, dan Walters, 1996).
Kepribadian adalah sesuatu yang abstrak untuk dapat dilihat secara kasat
mata. Kepribadian merupakan suatu konstruksi sosial yang dibuat oleh manusia guna
memahami manusia. Kepribadian adalah kumpulan dari sifat-sifat relatif permanen
pada manusia yang muncul pada saat tertentu secara konsisten. Kepribadian ini
adalah suatu topeng dari watak yang dimiliki manusia, fungsinya untuk dapat
menutupi wajah aslinya dari orang lain. Terdapat perbedaan antara watak dan
kepribadian, watak merupakan sekumpulan sifat yang tidak mungkin diubah dan
berasal dari bawaan sejak lahir, sedangkan kepribadian itu sama dengan watak tapi
yang membedakan yaitu sifat-sifatnya bisa diubah karena hanya bersifat relative
permanen. Kepribadian dimunculkan secara berbeda-beda dalam berbagai situasi dan
merupakan suatu individual differences. Begitu pula dengan remaja yang sedang
dalam perjalanan menuju dewasa dalam berhubungan dengan orang lain. Perlu
diketahui bahwa setiap manusia itu mempunyai kepribadian semenjak lahir dan
otentik/khas. Kepribadian ini contohnya yaitu bagaimana kita berbicara dengan orang
lain, cara bergaul, berpakaian, duduk, berperilaku, dan lainnya. Pada masa remaja
terdapat suatu dorongan untuk dapat berdiri sendiri dan originalitas. Ini dikarenakan
adanya suatu kognisi pada remaja yang mengarahkan untuk harus berbeda dari
pencitraan anak-anak dan dewasa. Maksud dari berdiri sendiri yaitu berusaha untuk
bertindak tanpa bantuan orang tua. Karena tidak ingin dicap sebagai anak mami dan
ingin bebas dari belenggu orang tua. Sikap ini mendorong remaja untuk memisahkan
diri dari orang tua dan menuju ke arah teman-teman sebaya. Hasil dari pergaulan
dengan teman sebaya menghasilkan suatu kelompok dengan pengkonformitasan
kelompok antar sesama anggotanya. Baik itu berupa perilaku, sikap, dan cara
pandang tentang kehidupan. Sebaliknya originalitas ini adalah salah suatu upaya
remaja untuk membentuk kepribadian yang berbeda dari orang lain menurut
keinginannya. Bukan seperti Erikson yang mengatakan bahwa pada masa remaja
terjadi kebingungan identitas. Remaja sudah mempunyai kepribadian dan yang terjadi
yaitu upaya untuk dapat membentuk sesuai dengan originalitasnya. Seperti dalam
tinjauan Debesse (1936) yang mengatakan bahwa remaja sebetulnya menonjolkan apa
yang membedakan dirinya dari orang dewasa, yaitu originalitasnya dan bukan
identitasnya. Dan perlu diingat bahwa remaja itu mempunyai kecenderungan untuk
memberikan kesan lain daripada yang lain (anak-anak dan dewasa).
DAFTAR PUSTAKA
https://yogapermanawijaya.wordpress.com/2014/10/26/teori-perkembangan-kognitif-jean-
piaget/
https://gudangjurnalpsikologi.wordpress.com/2015/03/06/egosentrisme-remaja/
http://sunuwijianto.blogspot.com/2010/05/bab-i-pendahuluan-semua-oang-dewasa.html