Anda di halaman 1dari 4

TUGAS REFLEKSI DIRI II

Nama : Sonia Veronika Angelina


NIM : I1011181016

Nama saya adalah Sonia Veronika Angelina, atau biasanya dipanggil Sonia. Saya adalah anak
sulung dari dua bersaudara. Saya merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran di salah satu
universitas ternama di Pulau Kalimantan, yaitu Universitas Tanjungpura. Sejak kecil, saya
bercita-cita untuk menjadi seorang dokter. Kedua orang tua saya pun sangat mendukung saya
untuk menjadi seorang dokter. Entah kenapa, bagi saya profesi seorang dokter adalah profesi
yang sangat menakjubkan. Dokter itu ibaratkan malaikat tanpa sayap. Seorang dokter dapat
menyelamatkan nyawa seseorang, tentu saja dengan izin-Nya. Dokter juga merupakan suatu
profesi yang sangat mulia bagi saya karena saya melihat dokter adalah perpanjangan tangan
Tuhan untuk mengadakan mukjizat di tengah-tengah dunia ini.

Namun, tiba-tiba saya merasa bimbang untuk mengambil studi kedokteran ketika saya berada
di tingkat akhir Sekoah Menengah Atas (SMA). Setelah saya pikirkan beberapa saat, saya
merasa bahwa akan sangat sulit untuk menjadi seorang dokter dibandingkan dengan profesi
lain. Mulai dari masa studi yang panjang, biaya yang mahal dan studi kedokteran terkenal
dengan pembelajaran yang sangat sulit, dan banyak track record mengenai mahasiswa-
mahasiswa kedokteran yang di drop out. Setelah mengikuti beberapa seminar yang diadakan
oleh sekolah kedinasan dan beberapa perguruan tinggi ternama serta mendengar saran dari
orang-orang terdekat, saya pun berpikir untuk masuk sekolah kedinasan yang namanya sedang
“naik daun” akhir-akhir, yakni PKN STAN. Menurut orang-orang, zaman sekarang lebih bagus
jika kita masuk sekolah kedinasan dibandingkan universitas karena di sekolah kedinasan, selain
biaya kuliah gratis, kita juga langsung mendapat pekerjaan dan menjadi PNS setelah lulus,
tidak seperti lulusan universitas yang harus mencari-cari pekerjaan lagi setelah tamat.

Tibalah hari pengumuman kuota SNMPTN di tingkat sekolah dan saya pun menjadi satu di
antara 150 orang dari sekolah saya yang dapat mengikuti SNMPTN. Saya pun kembali
merenungi cita-cita saya untuk menjadi seorang dokter selama ini. Saya berdoa, bertukar
pikiran dengan orangtua, guru, dan teman-teman saya, serta mencari informasi-informasi lebih
mengenai Fakultas Kedokteran. Akhirnya, saya pun mengambil program studi Kedokteran di
Universitas Tanjungpura sebagai pilihan pertama saya di SNMPTN. Setelah penantian selama
kurang lebih sebulan, hasil SNMPTN pun diumumkan. Setelah memasukkan username dan
password di laman pengumuman SNMPTN, warna hijau pun terpampang di layar smartphone
saya, saya LULUS! Saat itulah saya berpikir bahwa Tuhan punya rencana untuk saya di
Fakultas Kedokteran ini.

Ketika saya menginjakkan kaki di Fakultas Kedokteran UNTAN, banyak hal-hal baru yang
saya temui dan pelajari. Dimulai dari ketika matrikulasi, kami seluruh mahasiswa baru,
khususnya saya sendiri, belajar materi-materi pengantar seperti statistika, Problem Based
Learning (PBL), penelusuran literatur, metode pembelajaran di universitas serta komunikasi
dan profesionalisme dokter. Namun, saya merasa belum ada perubahan signifikan antara sistem
belajar di SMA dan di Perguruan Tinggi selama 5 hari matrikulasi.

Walaupun demikian, ada satu hal yang menarik perhatian dan membuat saya gelisah, yakni
metode pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning/PBL) berupa diskusi
kelompok (DK). Saya tidak pernah membayangkan bahwa metode pembelajaran kami
diajarkan dengan cara berdiskusi secara kelompok dan melakukan pleno setelah masalah sudah
terpecahkan. Selama ini yang ada di pikiran saya adalah kuliah kedokteran itu hanya sekedar
mendengarkan penjelasan dosen di kelas, praktikum, ujian tertulis, dll. Hal itu (DK) membuat
saya down dan pesimis dengan apa yang akan saya hadapi selama berkuliah di FK. Saya
merupakan tipe orang yang pemalu bila bertemu dengan orang-orang baru ataupun orang-orang
yang tidak begitu dekat dengan saya. Selama bersekolah baik di bangku SD, SMP maupun
SMA, saya merupakan murid yang tidak aktif di kelas. Saya malu untuk sekedar bertanya
kepada guru di kelas dan memilih untuk mencari sendiri hal yang tidak saya mengerti itu.
Selama ini saya juga lebih senang untuk bekerja mandiri karena terkadang saya merasa bahwa
saya dapat lebih berkonsentrasi jika bekerja sendirian dan waktu yang diperlukan untuk belajar
sendiri lebih sedikit dibandingkan dengan belajar secara berkelompok. Itulah yang membuat
saya semakin pesimis dengan metode diskusi kelompok yang tentunya memerlukan keaktifan
dan kerjasama antaranggota kelompok.

Setelah matrikulasi dan PMB, kami pun menikmati libur yang cukup panjang sekitar 2 minggu-
an. Akhirnya, tibalah hari pertama berkuliah. Hari pertama dimulai dengan kuliah pengantar
modul. Pada jam terakhir, kami ditugaskan untuk melakukan tugas baca mengenai “Student’s
Roles in PBL”. Dengan suasana yang canggung bersama anggota kelompok yang baru saja
saya kenal, saya cenderung diam dan pasif dalam kegiatan tersebut. Selanjutnya, pada hari
kedua perkuliahan diadakanlah praktikum mengenai PBL. Di sana kami disuruh membuat
mind-mapping secara berkelompok dan akan diawasi oleh 2 orang teman dari kelompok lain
selaku pengamat. Setelah waktu praktik selesai, saya merasa cukup puas dengan hasil kerja
kelompok kami. Namun, ketika mendengar komentar dari teman yang menjadi pengamat
kelompok kami, saya merasa “tertohok”. Bagaimana tidak, mereka berkata bahwa saya dan
beberapa anggota kelompok saya belum aktif dalam praktikum tersebut. Awalnya saya merasa
tidak terima dikatakan tidak aktif karena jujur saja, mulai dari pemilihan topik, mencari
informasi, memberi ide-ide, hingga menghias mind-mapping, banyak yang dilakukan oleh saya
secara pribadi. Saya merasa bahwa telah memberikan banyak kontribusi bagi kelompok saya
sewaktu praktikum tersebut. Setelah mengintrospeksi diri dan mengingat-ingat apa yang saya
lakukan selama praktikum, ternyata saya sadar bahwa saya hanya berdiskusi dengan teman di
sebelah saya dan tidak ikut berdiskusi secara utuh dengan seluruh anggota kelompok. Saya
seperti hanya “berada” di dalam sebuah kelompok namun tidak bekerja secara berkelompok.

Selain itu, saya juga memiliki sifat yang suka menunda-nunda pekerjaan. Saya sering
mengerjakan tugas ataupun belajar untuk ulangan menjelang deadline sehingga tugas-tugas
saya sering menumpuk di akhir padahal saya punya banyak waktu sebelumnya yang malah
saya pergunakan untuk hal-hal yang tidak penting seperti marathon nonton drama korea. Jam
tidur saya pun sangat terganggu oleh karena kebiasaan buruk saya itu. Saya yakin saya tidak
akan survive di FK ini jika sifat-sifat lama saya yang kurang bagus tersebut masih saya
pertahankan. Saya sudah bertransisi dari seorang siswa menjadi seorang mahasiswa. Hal itu
menandakan bahwa sikap dan pemikiran saya juga harus bertransisi dari yang belum dewasa
ke arah yang lebih dewasa.

Sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran UNTAN, saya tentu membutuhkan bantuan dosen-
dosen terutama dosen pembimbing yang bukan hanya mengajarkan ilmu kedokteran,
melainkan dapat memberikan kritik dan masukan yang membangun untuk membantu saya
untuk survive dan berhasil di lingkungan FK ini. Selain itu, saya juga membutuhkan dukungan
dari keluarga terutama orang tua, mulai dari bantuan materi, moral, dsb. Saya juga
membutuhkan bantuan teman-teman seperjuangan saya serta kakak-kakak tingkat untuk
mengatasi hal-hal yang sulit dan kurang saya pahami selama kegiatan perkuliahan.
Walaupun saya merasa masih belum menemukan jati diri saya yang sesungguhnya dan belum
mendapat gambaran bahwa kelak saya akan menjadi dokter yang seperti apa dan bagaimana,
yang pasti saya ingin menjadi seorang dokter yang dapat berguna dan dapat menjadi
perpanjangan tangan Tuhan di tengah-tengah masyarakat. Melihat kondisi kesehatan rakyat
Indonesia yang masih memprihatinkan juga membuat saya berkeinginan untuk
menyumbangkan kontribusi saya sebagai tenaga medis di masa mendatang. Untuk saat ini, saya
akan mulai menetapkan target-target apa saja yang akan saya capai selama masa perkuliahan
ini, yaitu :
 Pertama, saya ingin memperbaiki kebiasaan saya yang malas dan suka menunda-nunda
pekerjaan. Saya akan belajar memprioritaskan hal-hal yang penting daripada melakukan
hal-hal yang tidak penting seperti melakukan hobi saya mulai dari menonton drama
Korea, mendengarkan musik Korea, bermain gadget, dsb. Saya akan belajar
mendahulukan kepentingan perkuliahan dan melakukan hobi saya ketika mempunyai
waktu luang.
 Kedua, saya akan memperbaiki kemampuan bahasa Inggris saya mulai saat ini. Saya
sudah mengambil kursus bahasa Inggris minggu depan. Harapan ke depan saya adalah
mampu berbahasa Inggris dengan percaya diri dan dapat lulus tes TOEFL dengan skor
memuaskan.
 Ketiga, saya akan belajar memberanikan diri untuk berbicara dan memberikan pendapat
di depan forum untuk mengasah kemampuan komunikasi saya yang saya rasa masih
rendah.
 Keempat, saya akan mulai berlatih untuk berpikir kritis agar dapat terbiasa dalam
menghadapi masalah-masalah baik masalah yang diberikan melalui pemicu maupun
masalah klinis yang akan saya temui nanti ketika saya sudah berhadapan dengan pasien.
 Kelima, saya juga ingin lulus tepat waktu dengan nilai yang baik sehingga saya tidak
terus-menerus membebani orangtua saya baik secara finansial maupun mental dan dapat
membanggakan serta membahagiakan orang tua dan keluarga saya.

Demikianlah refleksi mengenai diri saya. Mohon maaf apabila terdapat hal-hal yang kurang
berkenan dari tulisan saya ini. Atas perhatian dokter saya ucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya.

Anda mungkin juga menyukai