Anda di halaman 1dari 6

1.

Case study
PT. Surveyor Indonesia
PT. Surveyor Indonesia adalah salah satu BUMN di Indonesia yang bergerak dalam
bidang jasa survey, inspeksi, konsultasi dan jasa terkait yang mencakup berbagai sektor
termasuk minyak dan gas, pertambangan, pengolahan, telekomunikasi, perbankan dan
pemerintahan. Perusahaan ini memiliki 6 (enam) kantor cabang yang tersebar di seluruh
Indonesia dengan menyediakan pelayanan baik di pasar dalam negeri maupun luar negeri.
PT. Surveyor Indonesia memiliki 5 (lima) Strategic Business Unit (SBU) yang difungsikan
sebagai profit center perusahaan. Salah satunya adalah SBU Industri Pertambangan dan
Energi. Kegiatan SBU ini difokuskan untuk mencari pengguna jasa (klien) di industri minyak
dan gas bumi dan industri pertambangan. Jasa yang ditawarkan oleh SBU ini adalah jasa
survey, inspeksi dan konsultasi.
PT Surveyor Indonesia (PTSI) merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara di
Indonesia yang didirikan pada tanggal 1 Agustus 1991. Sebelum adanya PTSI, pemeriksaan
barang impor yang masuk ke Indonesia dilakukan oleh Bea Cukai untuk menetapkan
besarnya bea masuk yang harus dibayar importir. Namun pemeriksaan oleh Bea Cukai
mendapat keluhan dari para importir karena pemeriksaan yang dilakukan menghabiskan
waktu yang lama, tidak profesional, dan biaya yang tinggi. Keluhan-keluhan inilah yang
menjadi hambatan bagi para importir. Sebagai upaya mengatasi keluhan-keluhan tersebut,
pemerintah membentuk PTSI untuk melakukan Pre-Shipment Inspection (PSI) yang
bertujuan membantu Bea Cukai selama pengembangan Electronic Data Interchange (EDI).
EDI adalah alat untuk memonitor barang-barang di dalam kontainer dengan waktu dan biaya
yang lebih efisien, yang diperlukan Bea Cukai dalam melakukan pemeriksaan barangbarang
impor.
Pre-Shipment Inspection yang dijalankan oleh PTSI merupakan kegiatan inspeksi
barang-barang impor di negeri asal sebelum barang tersebut dikirimkan ke Indonesia,
sehingga saat barang-barang tersebut sampai ke Indonesia Bea Cukai cukup memeriksa
laporan PTSI dan menetapkan bea masuk. Proses ini terbukti lebih efektif dan efisien
dibandingkan proses selanjutnya
Setelah pengembangan EDI selesai dan siap dioperasikan, Bea Cukai meminta
kepada pemerintah untuk menghapus kegiatan PSI dan meminta dikembalikannya fungsi
pemeriksaan barang impor serta menutup PTSI karena jasanya sudah tidak diperlukan lagi.
Namun, Direktur Utama PTSI saat itu meminta kepada Menteri Keuangan untuk tidak
menutup PTSI. Pemerintah mengabulkan permintaan tersebut, dengan syarat PTSI mencari
aktivitas bisnis selain PSI. Akhirnya PTSI memilih bidang usaha survey, inspeksi, dan
konsultansi. Jasa yang ditawarkan oleh PTSI antara lain:
a. Melakukan jasa-jasa pemeriksaaan pra-pengapalan dan jasa-jasa yang berhubungan
dan menunjang pemeriksaan pra-pengapalan.
b. Melakukan kegiatan surveyor yang meliputi kegiatan pengawasan, pemeriksaan,
pengendalian dan pengkajian yang berkaitan atas kualitas, kuantitas, kondisi komoditi
atau objek usaha dalam upaya menentukan harga dan nilai secara independen.
c. Melakukan jasa manajemen mutu dan lingkungan, jasa konsultasi bisnis dan
perdagangan dan jasa pelatihan.
d. Melakukan kegiatan lain yang disetujui oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
dan tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
PT Surveyor Indonesia menyatakan bahwa sumber daya manusia (SDM) adalah aset
utama perusahaan untuk mencapai citacita perusahaan. Oleh karena itu, pembinaan SDM
senantiasa menjadi perhatian utamasetiap pimpinan unit kerja. Motivasi dan profesionalisme
dibentuk melalui iklim kerja yang menarik, tugas-tugas yang menantang, pelatihan yang
berkesinambungan serta sistem imbalan yang sesuai dengan kinerja dan prestasi karyawan.
Pelaksanaan prinsip-prinsip manajemen dan ekonomi perusahaan yang sehat merupakan ciri
perusahaan yang senantiasa mengutamakan kepuasan pelanggan dengan layanan dan solusi
terbaik. Sebagai perusahaan terkemuka di bidangnya, perusahaan ini juga selalu berwawasan
lingkungan serta berperan secara aktif sebagai pelaku pembangunan untuk mewujudkan cita-
cita bangsa dan negara Indonesia.
Strategic Business Unit Industri Pertambangan dan Energi (SBU IPE) terbentuk pada
tanggal 8 Februari 2006 berdasarkan Keputusan Direksi PT Surveyor Indonesia No.001/PDR-
CSR/HRD/II/2006 tentang Penyempurnaan Struktur Organisasi Perusahaan Tahun 2006. SBU
IPE ini dibentuk untuk menggantikan SBU IJU (Infrastruktur dan Jasa Umum) yang dibubarkan
dengan tujuan untuk lebih memfokuskan pasar. Hal ini dikarenakan SBU IJU tidak memiliki
pangsa pasar yang jelas, dengan kata lain SBU ini melayani pasar yang belum atau tidak dapat
tersentuh oleh SBU-SBU yang lain yang ada di PTSI. Fokus pasar dari SBU IPE ini adalah
bidang minyak dan gas bumi serta pertambangan. Walaupun sudah ada SBU Pertambangan
Energi I (SBU PE I) dan SBU 10 Pertambangan Energi II (SBU PE II), namun direksi PTSI
melihat masih adanya pangsa pasar di bidang pertambangan, minyak dan gas bumi yang
belum tersentuh oleh kedua SBU tersebut. SBU PE I dan PE II sama-sama memfokuskan
pasarnya di Direktorat Jendral MIGAS, perbedaannya hanya pada cara mendapatkan pekerjaan
di DirJen MIGAS tersebut. SBU PE I mendapatkan pekerjaan melalui tender terbuka melalui
persaingan, sedangkan SBU PE II mendapatkan langsung pekerjaan tanpa melalui tender. Hal
inilah yang membuat masih adanya pangsa pasar di bidang migas yaitu di KKKS dan
BPMIGAS, maka SBU IPE untuk mengambil peluang kedua pasar tersebut. Selain pangsa
pasar di bidang migas, SBU IPE diharapkan juga mampu untuk mengambil peluang pasar di
bidang pertambangan.
SBU IPE dipimpin oleh seorang Kepala SBU . Berdasarkan Akte Nomor 51 tanggal 31
Desemeber 2008 tentang Tugas, Wewenang dan Kuasa Kepala SBU Industri Pertambangan
dan Energi maka tugas utama Kepala SBU adalah melakukan kegiatan pengelolaan
menyangkut perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pemantauan dan pengendalian
kegiatan usaha agar dipastikan sejalan dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
Dalam menjalankan unit ini, Kepala SBU dibantu 3 orang manajer, yaitu Manajer Pemasaran
dan Operasional I, Manajer Pemasaran dan Operasional II, dan Manajer Dukungan Usaha
Manajer Pemasaran dan Operasional I lebih difokuskan untuk melakukan kegiatan pemasaran
dalam kegiatan sehari-hari walaupun dia juga dapat melakukan kegiatan operasional,
sebaliknya Manajer Pemasaran dan Operasional II lebih difokuskan melakukan
kegiatan operasional walaupun mereka juga harus melakukan kegiatan pemasaran.
Masingmasing Manajer ini memiliki staf yang membantu mereka dalam menjalankan fungsinya
baik itu pemasaran maupun operasional. Manajer Dukungan Usaha memimpin bagian
akuntansi dan keuangan, logistik serta SDM. Selain ketiga Manajer tersebut, terdapat pula 3
(Tiga) orang Senior Account Executive yang bertanggung jawab langsung pelaporan
kegiatannya pada kepala SBU. Senior Account Executive ini juga dapat bertindak sebagai
seorang marketing ataupun sebagai seorang Project Manager.
2. Case Analysis

Pengendalian tindakan berkaitan dengan segala sesuatu yang menjamin bahwa setiap
karyawan melakukan atau tidak melakukan kegiatan yang menguntungkan atau tidak
menguntungkan perusahaan. Pengendalian tindakan yang telah diterapkan oleh SBU IPE
adalah sebagai berikut.
2.1 Pengendalian Tindakan (Action Control)
2.1.1 Pembatasan Perilaku (Behavioral Constraint)
2.1.1.1 Pembatasan fisik (Physical Constraints)
Batasan fisik yang terdapat di dalam perusahaan berupa, semua fasilitas
komputer karyawan memiliki password yang hanya diketahui oleh karyawan
bersangkutan, sehingga ada keterbatasan untuk dapat saling mengakses data
komputer. Hal ini bertujuan agar informasi penting dapat terjaga dengan baik
selain itu terdapat pemisahan ruangan untuk masing-masing unit kerja.
Pemisahan ini bertujuan untuk memberikan kenyamanan kepada karyawan dari
masing-masing unit sehingga pekerjaan yang dilakukannya tidak terganggu oleh
pekerjaan karyawan dari unit lain. Jenis kontrol lain yang diterapkan oleh
perusahaan adalah penggunaan mesin absen yang menggunakan sidik jari
tiaptiap karyawan. Ketika karyawan masuk maupun pulang mereka harus
mengabsen dengan cara meletakkan sidik jari pada mesin absen tersebut.
Mesin absen ini merupakan salah satu hal yang digunakan oleh perusahaan
untuk mengevaluasi kedisiplinan karyawan dan kinerja karyawan.
2.1.1.2 Pembatasan Administratif (Administrative Constraints)
Pemberlakukan batasan administrasi pada perusahaan terlihat jelas dengan
adanya prosedur kerja dan batasan wewenang masing-masing karyawan.
Batasan wewenang pengeluaran kas yang dimiliki oleh SBU IPE adalah kepala
unit memiliki wewenang untuk mengotorisasi pengeluaran kas dengan limit
sebesar 10 Juta Rupiah. Sepuluh hingga Seratus Juta rupiah wewenang
pengesahan kas dipegang oleh direktur operasi. Sedangkan pengeluaran kas
lebih dari 100 Juta rupiah memerlukan pengesahan dari Direktur Utama.
2.1.2 Tinjauan Pratindakan (Preaction Review)
Tinjauan pra tindakan yang dilakukan di SBU IPE terdapat tindakan pemeriksaan
rencana kerja individu yang dikontrol guna mengetahui apakah patut untuk disetujui,
perlu dimodifikasi atau harus dibuat lebih teliti lagi sebelum mendapatkan persetujuan
akhir. Tinjauan ini dapat dilakukan dalam bentuk formal maupun informal, dan ketat
atau tidaknya tergantung kepada intensitas terjadinya tinjauan ini dilakukan. Namun,
untuk pengendalian manajemen risiko pada SBU IPE kurang berjalan dengan efektif.
Kondisi yang ada saat ini terdapat beberapa proyek yang dimenangkan dari proses
tender tidak dilakukan analisis risiko yang sebenarnya hal ini terdapat dalam SOP
perusahaan. SOP yang seharusnya dijalankan tersebut diawali dengan pembuatan
proposal saat unit kerja akan mengikuti tender, kemudian proposal ini dilanjutkan ke
unit manajemen risiko untuk dianalisa risiko-risiko yang mungkin terjadi apabila proyek
tersebut dijalankan untuk dilaporkan ke direktur untuk diputuskan apakan akan
dilanjutkan untuk mengikuti tender atau tidak. Langkah perbaikan yang perlu
diperhatikan dalam permasalahan ini adalah perlu adanya sosialisasi pentingnya
analisis risiko saat keikutsertaan dalam suatu tender agar apabila tender
dimenangkan, proses pengerjaan proyek bisa berjalan lebih efektif dan efisien.
2.1.3 Pertanggungjawaban Tindakan (Action Accountability)
Bentuk pertanggungjawaban atas tindakan yang dilakukan karyawan SBU IPE adalah:
 Membuat laporan mingguan oleh manajer proyek tentang perkembangan
proyeknya kepada kepala SBU
 b) Membuat laporan bulanan tentang laporan keuangan (neraca proyek) oleh
manajer proyek kepada kepala SBU dan manajer dukungan usaha.
Apabila terdapat penyimpangan dari kebijakan yang telah ditetapkan perusahaan,
maka kepala SBU dapat langsung memberikan hukuman dalam bentuk teguran atau
sanksi lain.
2.1.4 Pencadangan (Redudancy)
Pencadangan yang diterapkan oleh manajemen SBU IPE adalah dengan
mengharuskan bahwa setiap pekerjaan tidak boleh tergantung kepada satu karyawan
tertentu saja. Oleh karena itu manajemen telah menyediakan lebih dari satu karyawan
untuk menangani tugas tertentu dalam perusahaan. Sehingga, apabila terdapat
karyawan yang berhalangan hadir, maka ada karyawan lain yang mampu
menggantikan tugasnya. Selain itu, dalam melaksanakan tugas sehari-harinya,
karyawan didukung oleh teknologi informasi yang telah disediakan oleh perusahaan.
Sehingga dapat memudahkan karyawan dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari.
2.2 Pengendalian Hasil (Result Control)
Manajemen telah membuat target baik secara personal karyawan, target Divisi, target
SBU maupun target Coorporate (perusahaan) secara keseluruhan. Biaya operasional dan
sistematika jalannya target tersebut tertuang dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan
(RKAP). Penilaian kinerja aktual perusahaan dilakukan dengan membuat Key Performance
Indicator (KPI). Hasil dari pengawasan proyek dan penilaian kinerja ini akan menentukan
langkah strategis selanjutnya yang akan diambil perusahaan dan juga menjadi dasar dalam
menentukan kompensasi dan remunerasi karyawan.
SBU IPE memiliki target pendapatan dan keuntungan yang dievaluasi setiap 4 (empat)
bulan sekali. Laporan keuangan kuartal SBU IPE ini dijadikan salah satu alat untuk
memonitor hasil kinerja aktual untuk dibandingkan dengan anggaran kerja SBU IPE dan
juga untuk dibandingkan dengan profit antar SBU. Evaluasi laporan keuangan ini juga
sebagai dasar untuk merevisi target pendapatan dan keuntungan masing-masing SBU serta
menentukan juga sebagai dasar pemberian insentif atau bonus bagi para karyawan yang
terkait dengan pekerjaan tersebut.
2.3 Pengendalian Personal (Personnel Control)
Pengendalian personal yang diterapkan oleh manajemen SBU IPE adalah sebagai
berikut.
2.3.1 Selection and Placement
Prosedur penerimaan dan penempatan karyawan pada SBU IPE adalah sebagai
berikut:
 Adanya permintaan kebutuhan karyawan dari salah satu manajer kepada bagian
sumber daya manusia
 Bagian Sumberdaya Manusia mengadakan pengumuman lowongan pada media
massa, untuk kemudian akan diperiksa kelengkapan dan keabsahan berkasberkas
pelamar yang masuk.
 Proses seleksi selanjutnya adalah tes wawancara dengan manajer yang
mengajukan permintaan kebutuhan karyawan bersangkutan dan wawancara
dengan manajer dukungan usaha.
 Tanda tangan perjanjian kerjasama, dengan masa percobaan selama 3 (Tiga)
bulan.
3.3.1 Training
SBU IPE melakukan program pendidikan dan pelatihan bagi masing-masing karyawan
minimal dua kali dalam setahun. Dalam hal ini perusahaan akan memberikan
beberapa brosur-brosur pelatihan untuk diikuti oleh karyawan. Pelatihan yang
dimaksud adalah pelatihan terkait untuk peningkatan kompetensi.
2.4 Pengendalian Budaya (Cultural Control)
Pengendalian budaya pada SBU IPE terdapat pada beberapa hal dari poin di bawah
ini:
 Penerapan kode etik yang harus dipatuhi oleh karyawan (Code of Conduct)
Berupa dokumen tertulis yang berisi pernyataan formal dan tertulis yang berlaku
dalam perusahaan yang mencantumkan nilai-nilai inti perusahaan dan komitmen
kepada stakeholders, dan tata cara perusahaan yang diinginkan oleh manajemen.
Code of conduct perusahaan tertuang dalam sebuah pernyataan yang disebut
Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
 Group based reward
Dalam hal pemberian penghargaan, perusahaan memberikan bonus atau insentif
kepada karyawan berdasarkan pencapaian target pendapatan unit kerja dan
prestasi masing-masing karyawan. Dalam pemberian bonus tersebut antar
karyawan tidak mengetahui besarnya bonus masing-masing sehingga mereka
menganggap bonus yang diberikan sama rata.
 Transfer antar organisasi perusahaan (Intraorganizational transfer)
Pengendalian yang dilakukan dalam bentuk ini adalah perotasian atau pemutasian
karyawan dari satu pekerjaan tertentu ke pekerjaan lainnya dalam perusahaan.
Namun demikian, perotasian atau pemutasian saat ini belum secara efektif
dilakukan oleh manajemen.
 Pengaturan fisik (Physical Arrangement)
Pengendalian lain adalah adanya pengaturan tata letak (lay out) ruang kerja.
Pengaturan seperti ini diharapkan dapat menciptakan kondisi kerja yang nyaman
dan mendukung pergerakan sistematika prosedur kerja yang efektif dan efisien.
Pengaturan sosial yang diterapkan di SBU IPE seperti cara berpakaian yakni
adanya pakaian seragam standar untuk para karyawan proyek. Hal ini bertujuan
untuk menunjukkan identitas perusahaan dan juga untuk keselamatan kerja
karyawan.
 Tone at the top
Hal yang paling penting untuk mendukung implementasi strategi perusahaan
dengan mencipatakan budaya kerja yang sesuai dengan visi, misi dan nilai-nilai inti
perusahaan. Hal ini dapat terwujud apabila ada komitmen kuat dari manajemen
puncak melalui contoh-contoh perilaku yang sesuai dengan budaya yang
diinginkan oleh perusahaan. Perilaku manajemen puncak inilah yang akan ditiru
dan menjadi panutan tingkah laku para karyawan dalam bekerja seperti masuk
kerja tepat waktu, inisiatif, komunikatif dan berusaha meningkatkan kompetensi
serta keahlian.

Secara umum, sistem pengendalian manajemen yang diterapkan SBU IPE dapat
disimpulkan sebagai berikut:
 Penerapan pengendalian tindakan dilakukan secara ketat untuk fungsi sumberdaya
manusia terkait dengan upaya peningkatan profesionalitas dan kompetensi dalam
pengerjaan suatu proyek. Namun demikian masih terdapat kekurangan yaitu
pengendalian pratindakan belum sepenuhnya diterapkan. Hal ini terlihat dengan tidak
dilakukannya analisis risiko pada beberapa proyek yang dimenangkan dalam tender di
mana sebenarnya hal ini terdapat dalam SOP perusahaan. SOP yang seharusnya
dijalankan tersebut diawali dengan pembuatan proposal saat unit kerja akan mengikuti
tender, kemudian proposal ini dilanjutkan ke unit manajemen risiko untuk dianalisa
risiko-risiko yang mungkin terjadi apabila proyek tersebut dijalankan untuk dilaporkan
ke direktur untuk diputuskan apakan akan dilanjutkan untuk mengikuti tender atau
tidak.
 Penerapan pengendalian hasil dilakukan secara ketat dengan upaya pencapaian
target pendapatan dan keuntungan yang sudah ditetapkan.
 Penerapan pengendalian personal dilakukan secara ketat untuk proses seleksi
karyawan.
 Untuk pengendalian budaya yang diterapkan secara ketat adalah mengenai kode etik
dan adanya perjanjian kerja bersama. Akan tetapi, perotasian atau pemutasian
pegawai saat ini belum secara efektif dilakukan oleh manajemen.

CONCLUSSION

A. Secara umum, SBU IPE PT Surveyor Indonesia telah menerapkan pengendalian


tindakan dalam sistem pengendalian manajemennya. Namun demikian, masih
terdapat kekurangan yaitu pengendalian pratindakan belum sepenuhnya diterapkan.
Hal ini terlihat dengan tidak dilakukannya analisis risiko pada beberapa proyek yang
dimenangkan dalam tender di mana sebenarnya hal ini terdapat dalam SOP
perusahaan. SOP yang seharusnya dijalankan tersebut diawali dengan pembuatan
proposal saat unit kerja akan mengikuti tender, kemudian proposal ini dilanjutkan ke
unit manajemen risiko untuk dianalisa risiko-risiko yang mungkin terjadi apabila proyek
tersebut dijalankan untuk dilaporkan ke direktur untuk diputuskan apakan akan
dilanjutkan untuk mengikuti tender atau tidak.
B. SBU IPE PT Surveyor Indonesia secara umum telah mampu mengimplementasikan
Result Control secara memadai pada setiap aktivitas perusahaan.
C. Pengendalian hasil juga telah dilakukan dengan memadai dengan upaya pencapaian
target pendapatan dan keuntungan yang sudah ditetapkan.
D. Sedangkan pengendalian budaya juga telah diterapkan secara ketat mengenai kode
etik dan adanya perjanjian kerja bersama. Akan tetapi, perotasian atau pemutasian
pegawai saat ini belum secara efektif dilakukan oleh manajemen.

Anda mungkin juga menyukai