DEFINISI
Penyakit menular adalah penyakit infeksi tertentu yang dapat berpindah dari
satu orang ke orang lain, baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Ruang Isolasi adalah ruangan yang digunakan untuk mengisolasi pasien
yang mempunyai kemungkinan menularkan kuman pathogen penyebab infeksi
(transmisi secara kontak, airborne, droplet) atau digunakan untuk melindungi pasien
dengan gangguan kekebalan/immunocompromised.
Pada umumnya, ruang isolasi terbagi menjadi dua jenis, yaitu tekanan udara
negatif (Negative Pressure) dimana tekanan udara di ruang isolasi negatif terhadap
area disekitarnya untuk mencegah penyakit-penyakit yang mudah mengkontaminasi
seperti, tuberculosis, cacar air (varicella), herpes zoster, dan measles (rubella) dan
lain-lain, sedangkan pasien yang memiliki sistem imun yang lemah seperti pada
pasien HIV dan pasien yang mendapat transplantasi sumsum tulang belakang (Bone
Marrow Transplant) dan lain-lain menggunakan ruang isolasi dengan tekanan udara
positif (Positive Pressure) dimana tekanan udara di ruang isolasi positif terhadap area
sekitarnya untuk melindungi pasien dari kontaminasi luar.
Kewaspadaan isolasi adalah gabungan dari dua lapis kewaspadaan, yaitu
lapis pertama Standar Precautions untuk semua pasien. Ini mirip dengan Universal
Precautions, tapi sarung tangan dipakai untuk seluruh daerah lembab pada pasien,
termasuk ekskresi dan
sekresi. Jadi ini merupakan kombinasi antara Universal Precautions dan BSI (Body
Substance Isolations). Dan lapis kedua adalah Transmission-Based Precautions,
ditujukan untuk pasien yang terbukti atau diduga berpenyakit menular atau yang
secara epidemiologis mengidap kuman pathogen, yang memerlukan lebih dari
standar precautions untuk mencegah transmisi silang (Sumber: Pedoman
Pengendalian Infeksi Nosokomial di RumahSakit, DepKes RI 2011).
1
BAB II
RUANG LINGKUP
Ruang isolasi adalah ruangan khusus yang terdapat di rumah sakit yang
merawat pasien dengan kondisi medis tertentu terpisah dari pasien lain ketika mereka
mendapat perawatan medis dengan tujuan mencegah penyebaran penyakit atau
infeksi kepada pasien dan mengurangi risiko terhadap pemberi layanan kesehatan.
Ruang isolasi dibagi jadi 2 jenis :
A. Ruang Isolasi Bertekanan Negatif
Pada ruang isolasi bertekanan negatif udara di dalam ruang isolasi lebih
rendah dibandingkan udara luar. Hal ini mengakibatkan tidak akan ada udara
yang keluar dari ruangan isolasi sehingga udara luar tidak terkontaminasi oleh
udara dari ruang isolasi. Ruang isolasi bertekanan negatif ini digunakan untuk
penyakit-penyakit menular khususnya yang menular melalui udara sehingga
kuman-kuman penyakit tidak akan mengkontaminasi udara luar, misalnya :
tuberculosis, cacar air (varicella), herpes zoster, dan measles (rubella), avian
influensa.
B. Ruang Isolasi Bertekanan Positif
Pada ruang isolasi bertekanan positif udara di dalam ruang isolasi lebih
tinggi dibandingkan udara luar sehingga mennyebabkan terjadi perpindahan
udara dari dalam ke luar ruang isolasi. Hal ini mengakibatkan tidak akan ada
udara luar yang masuk ke ruangan isolasi sehingga udara ruang isolasi tidak
terkontaminasi oleh udara luar. Ruang isolasi bertekanan positif ini digunakan
untuk penyakit-penyakit immunodeficiency seperti HIV/AIDS atau pasien-pasien
transplantasi sumsum tulang, pasien luka bakar luas, post op dengan luka luas.
2
bertanggung jawab melaporkan apabila ada pelanggaran terhadap pedoman ini
dan bertanggungjawab terhadap atasan langsung.
3
BAB III
TATALAKSANA
A. Standar Fasilitas
1. Tempatkan pasien isolasi di ruangan isolasi (single room) dengan
adekuat ventilasi (≥ 12 kali per jam). Ventilasi tersebut menggunakan:
a. Ventilasi mekanik dengan ekshaust fan mendorong udara keluar
gedung, dapat dikombinasi dengan AC dan HEPA (High Eficiency
Particulate Air).
b. Menggunakan mesin tekanan udara,standar tekanan negatif ruang
isolasi: 8-10 Pascal, atau tekanan positif : >10 Pascal.
2. Memiliki ruang antara ( area restricted ), tersedia jenis APD yang
diperlukan sesuai jenis panyakit pasien di tempat yang sudah disediakan di
ruang antara tersebut.
3. Alkohol handrub/Fasilitas cuci tangan diletakkan di ruang antara dan
di dalam kamar pasien
4. Di ruang antara harus tersedia tempat untuk menempatkan APD dan
tersedia tanda APD (Alat Pelindung Diri), tempat sampah yang dapat
dioperasikan oleh kaki (A touch-free bin) yaitu tempat sampah medis atau
infeksius dengan kresek warna kuning. Harus tersedia safety box untuk
pembuangan sampah benda tajam. Tersedia tempat linen kotor dengan
plastik/kresek warna kuning.
5. Peralatan medis non-kritikal (seperti stetoskop, termometer,
tensimeter) tersedia sendiri diperuntukkan untuk pasien isolasi saja. Apabila
tidak dimungkinkan maka peralatan yang akan digunakan kembali wajib
dibersihkan dan didesinfeksi.
6. Perabotan dalam ruang isolasi harus mudah dibersihkan dan tidak
menahan kotoran yang tersembunyi atau kondisi basah, baik di dalam atau di
sekelilingnya
B. Indikasi perawatan pasien isolasi bertekanan negative sebagai berikut:
1. Semua pasien dengan TB Paru, kecuali pada pasien anak atau pasien
dewasa dengan :
BTA negatif (-) dengan lesi luas dan sudah mendapatkan terapi
selama 2 minggu.
4
3. Pasien partus/ inpartu dengan BTA (+) / TB (+)
Jika ruang perawatan dengan kriteria diatas tidak tersedia maka pasien dirujuk ke
rumah sakit lain.
RSUD Kota Madiun belum memiliki ruang isolasi dengan sistem kohorting untuk
penyakit menular karena selalu terkendala pada penuhnya ruang perawatan dan
pembedaan kamar perawatan pada pasien laki-laki dan perempuan.
RSUD Kota Madiun baru memiliki ruang isolasi untuk pasien Tetanus yang
ditempatkan di ruang ICU.
5
5. Tuberkulosis - Sekresi saluran - Melalui udara/ - Isolasi Tekanan
Bila tidak pernah mendapat pernapasan droplet Negatif
terapi TBC atau sudah - Pakai Masker
pernah mendapat terapi TB
kurang dari dua minggu
6
C. Manajemen saat pasien sudah diisolasi
Prinsip dasar yang diterapkan untuk meminimalisasi resiko transmisi silang infeksi :
1. Adanya petugas khusus yang memasuki kamar isolasi, petugas yang merawat
pasien dengan infeksi menular tidak merawat pasien dengan immunokompromise
dan sebaliknya.
2. Petugas memberikan edukasi kepada pasien, pengunjung dan penunggu
pasien.
3. Pengunjung atau penunggu pasien memakai APD yang sesuai, dan mengisi
daftar masuk ruang isolasi.
4. Pintu kamar isolasi harus selalu dalam keadaan tertutup
5. Ruangan harus selalu dalam keadaan bersih. Pembersihan rutin minimal 2 kali
sehari dan pembersihan diakhir masa perawatan harus dilakukan..
6. Tersedia peralatan medis khusus pasien isolasi sampai dengan pasien tersebut
pulang atau tidak membutuhkan ruang isolasi kembali.
7. Tersedia fasilitas mencuci tangan dan alat pelindung diri bagi petugas,
penunggu pasien dan pengunjung.
Semua petugas yang terlibat dalam transportasi pasien harus menggunakan APD yang
sesuai. Demikian pula jika pasien perlu dipindahkan keluar fasilitas pelayanan
7
kesehatan. Semua permukaan yang kontak dengan pasien harus dibersihkan. Jika
pasien dipindahkan menggunakan ambulan, maka sesudahnya ambulan tersebut harus
dibersihkan dengan desinfektan larutan clorin 0,5%.
G. Tindakan-tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi untuk kasus isolasi
Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi dirancang untuk memutus siklus
penularan penyakit dan melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan
masyarakat. Pada tahun 1996, CDC merevisi petunjuk isolasi untuk rumah sakit
(Isolation Precautions) dan terdiri dari dua komponen:
1. Standar Precautions untuk semua pasien. Ini mirip dengan Universal
Precautions, tapi sarung tangan dipakai untuk seluruh daerah lembab pada
pasien, termasuk ekskresi dan sekresi. Jadi ini merupakan kombinasi antara
Universal Precautions dan BSI. Bertujuan untuk mengurangi risiko penularan
mikroorganisme di rumah sakit, baik dari sumber infeksi yang diketahui maupun
yang tidak diketahui dalam sistem pelayanan kesehatan seperti pasien, benda
tercemar, jarum atau spuit yang telah digunakan. Kewaspadaan standar
diterapkan untuk sekreta pernafasan, darah, dan semua cairan tubuh lainnya serta
semua ekskreta (kecuali keringat), kulit yang tidak utuh dan membran mukosa.
Prinsip ini diterapkan pada semua petugas kesehatan dan pasien/orang yang
datang ke rumah sakit RSUD Kota Madiun .
2. Transmission-based Precautions (kewaspadaan berdasarkan cara penularan)
untuk pasien yang terdiagnosa atau dicurigai infeksi yang dapat ditularkan
melalui udara, cairan atau kontak, atau terinfeksi atau terkolonisasi dengan
organism yang epidermis.
a) Airborne Precautions digunakan untuk infeksi yang disebar oleh cairan yang
butirannya lebih kecil dari 5 μm seperti TBC, Avian influenza dan lain-lain.
b) Droplet Precautions digunakan untuk infeksi yang disebarkan melalui butiran
cairan yang lebih besar (> 5 μm) seperti meningitis, influenza dan lain-lain.
c) Contact Precautions dipakai untuk pasien yang diketahui atau dicurigai
terinfeksi dengan organism epidermis seperti penyakit kulit dan lain-lain.
G. Prinsip Pencegahan Penularan Infeksi
Pencegahan penyebaran infeksi memerlukan dihilangkannya satu atau lebih kondisi
yang diperlukan bagi pejamu atau reservoir untuk menularkan penyakit ke pejamu
rentan lainnya dengan cara :
1. Menghambat atau membunuh agen (bakteri, virus, jamur, parasit) dengan
mengaplikasikan antiseptik ke kulit sebelum tindakan /pembedahan.
2. Memblokir cara agen berpindah dari orang yang terinfeksi ke orang lain yang
rentan misalnya dengan mencuci tangan atau memakai antiseptik handrub untuk
membersihkan bakteri atau virus yang didapat pada saat bersentuhan dengan
pasien terinfeksi atau permukaan tercemar.
8
3. Mengupayakan petugas kesehatan untuk diimunisasi atau divaksinasi.
4. Semua orang yang masuk memakai APD yang memadai untuk mencegah
kontak dengan agen infeksi, misalnya sarung tangan rumah tangga untuk petugas
kebersihan dan petugas pembuangan sampah rumah sakit.
PRINSIP PENCEGAHAN PENULARAN PENYAKIT
1. Kewaspadaan Standar (Standar Precautions)
Kewaspadaan standar yang diterapkan di rumah sakit RSUD Kota Madiun meliputi :
a. Cuci tangan
1) Mencuci tangan sesuai SPO cuci tangan.
Tindakan yang paling mudah dan dapat mencegah pencemaran
silang dari orang ke orang atau dari obyek yang tercemar ke orang. Tindakan
mencuci tangan harus dilakukan pada keadaan :
a) Sebelum kontak dengan pasien.
b) Sebelum melakukan prosedur tindakan invasif
c) Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekreta, ekskreta dan barang-
barang yang tercemar bahan infeksius, meskipun menggunakan sarung
tangan.
d) Setelah kontak dengan pasien
e) Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien antara kontak
f) Sebelum dan sesudah memakai APD
Diperlukan mencuci tangan diantara dua tugas atau prosedur yang berbeda
pada pasien yang sama untuk mencegah
kontaminasi silang pada bagian tubuh yang lain
2) Jika tangan tampak kotor gunakan sabun antiseptic di
air mengalir untuk prosedur cuci tangan rutin dan antiseptik berbasis alkohol
digunakan jika tangan tidak tampak kotor.
b. Menggunakan alat perlindungan diri :
1) Sarung tangan bersih non steril :
a) Sarung tangan tidak menggantikan kebutuhan untuk mencuci tangan,
karena sarung tangan mungkin ada pori kecil yang tidak terlihat atau
sobek selama penggunaan atau tangan dapat terkontaminasi pada saat
melepaskan sarung tangan.
b) Petugas kesehatan harus melepas sarung tangan sebelum
meninggalkan ruangan pasien dan segera mencuci tangan atau
menggunakan handrub berbasis alkohol di ruang antara..
c) Pakai sarung tangan bila menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi,
ekskresi, dan barang-barang terkontaminasi. Pakai sarung tangan sebelum
menyentuh lapisan mukosa dan kulit yang luka (non-intact skin). Ganti
sarung tangan diantara dua tugas dan prosedur berbeda pada pasien yang
9
sama setelah menyentuh bagian yang kemungkinan mengandung banyak
mikroorganisme. Lepas sarung tangan tepat saat selesai tugas, sebelum
menyentuh barang dan permukaan lingkungan yang tidak terkontaminasi,
dan sebelum berpindah ke pasien lain, dan cuci tangan segera untuk
mencegah perpindahan mikroorganisme ke pasien lain atau lingkungan.
10
pasien lain atau lingkungan. Gaun terbuat dari bahan kedap air dan digunakan
sesuai indikasi.
4) Penutup kaki atau sepatu harus tertutup untuk memberikan perlindungan
terhadap kulit bila ada kemungkinan terjadi tumpahan atau percikan bahan
infeksius dalam jumlah besar.
d. Kebersihan lingkungan
Ruangan isolasi harus dibersihkan dan didesinfeksi setiap hari,
minimal dua kali sehari atau bilamana perlu meliputi seluruh permukaan,
seperti meja, kaki tempat tidur dan lantai dengan menggunakan Sodium
Hipoklorit 0.1% sebagai desinfektan, contoh tempat tidur, meja pasien, tiang
infus, monitor dan semua barang atau benda yang tersentuh sesuai dengan
SPO.
e. Penanganan linen
Linen kotor ditangani dengan hati-hati dan cermat sesuai SPO supaya
jangan sampai terkena kulit atau membran mukosa. Linen kotor produk dari
ruang isolasi dianggap sebagai linen infeksius dan dimasukkan dalam kantong
plastic warna kuning. Segera mengganti linen yang tercemar/terkena darah
atau percikan cairan tubuh. Tidak merendam dan/atau membilas linen kotor di
wilayah ruang perawatan. Tidak meletakkan linen kotor di lantai dan
mengibaskan linen kotor. Selanjutnya linen kotor dikirim ke unit pencucian
dan ditangani sebagai linen infeksius.
11
f. Pembuangan sampah dan benda tajam
Buang sampah sesuai ketentuan yang berlaku untuk sampah produk
dari ruang isolasi semua dianggap sampah infeksius (semua sampah hasil
kegiatan perawatan dan pengobatan pasien yang kontak langsung dengan
tubuh pasien atau cairan tubuh pasien, seperti NGT, catheter urine, Urin bag,
verband, dll) atau sampah lain dari hasil kegiatan pasien missal : bekas
makanan, minuman dll) dimasukkan ke kantong plastik kuning. Jangan
menutup kembali jarum yang sudah digunakan, bila terpaksa lakukan dengan
teknik satu tangan. Jangan melepas jarum yang telah digunakan dari spuit
sekali pakai. Jangan membengkokkan, menghancurkan atau memanipulasi
jarum dengan tangan. Masukkan sampah benda tajam ke dalam wadah yang
tahan tusukan dan tahan air (safety box).
12
kuman yang sangat mudah menular atau sangat pathogen sehingga perlu upaya
pencegahan tambahan selain kewaspadaan standar yang bertujuan untuk memutus
rantai penyebaran infeksi. Kewaspadaan berbasis transmisi harus dilaksanakan
sebagai tambahan kewaspadaan standar bila penyakit menular selain melalui
darah.
Tiga jenis kewaspadaan berdasarkan penularan adalah sebagai berikut :
a. Kewaspadaan penularan melalui kontak
Kewaspadaan ini untuk mengurangi risiko transmisi organisme patogen
melalui kontak langsung atau tidak langsung. Transmisi kontak langsung dapat
terjadi pada kontak kulit dengan kulit dan berpindahnya organisme selama
kegiatan perawatan pasien atau antar dua pasien. Transmisi kontak tidak langsung
dapat terjadi bila ada kontak seseorang yang rentan dengan obyek tercemar yang
berada di lingkungan pasien.
1) Penempatan Pasien
Tempatkan pasien di kamar tersendiri. Bila tidak tersedia kamar
tersendiri, tempatkan pasien dalam kamar bersama dengan pasien yang
terinfeksi aktif dengan mikroorganisme yang sama tetapi tidak boleh dengan
pasien dengan infeksi yang berbeda. Bila tidak tersedia kamar tersendiri dan
penggabungan dengan pasien lain tidak diinginkan, pertimbangan sifat
epidemiologis mikroorganisme dan populasi pasien saat menempatkan pasien.
Disarankan untuk berkonsultasi dengan petugas pengendalian infeksi
sebelum menempatkan pasien.
2) Sarung tangan dan Cuci Tangan
Sebagai tambahan dari pemakaian sarung tangan seperti yang
digariskan dalam Standar Precautions, pakailah sarung tangan saat memasuki
kamar (sarung tangan bersih tidak perlu sarung tangan steril). Selama merawat
pasien, ganti sarung tangan setelah menyentuh bahan-bahan terinfeksi yang
kira-kira mengandung mikroorganisme dengan konsentrasi tinggi (faeces dan
drainase luka). Lepas sarung tangan sebelum meningggalkan lingkungan
pasien dan segera mencuci tangan. Setelah melepas sarung tangan dan cuci
tangan, jangan menyentuh permukaan lingkungan yang mungkin
terkontaminasi atau barang-barang dalam kamar pasien untuk mencegah
perpindahan mikroorganisme ke pasien lain atau lingkungan. Petugas gizi
harus mencuci tangan setelah menangani peralatan makan pasien.
3) Gaun Pelindung
Sebagai tambahan dari pemakaian gaun yang digariskan dalam
Standar Precautions, pakailah gaun (bersih dan tidak perlu steril) saat
memasuki kamar pasien bila kira-kira pakaian anda akan bersentuhan dengan
13
pasien, permukaan lingkungan, atau barang-barang dalam kamar pasien, atau
bila pasien menderita inkotinensia atau diare, ileostomi, kolostomi, atau
drainase luka yang tidak tertutup perban. Lepas gaun sebelum meninggalkan
lingkungan pasien. Setelah melepas gaun, pastikan pakaian tidak menyentuh
permukaan lingkungan yang
mungkin terkontaminasi, untuk mencegah perpindahan mikroorganisme ke
pasien lain atau lingkungan.
4) Pemindahan Pasien
Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar yang khusus
tersedia untuknya hanya untuk hal yang sangat penting saja. Bila memang
dibutuhkanpemindahan dan transportasi, pastikan kewaspadaan tetap terjaga
untuk meminimalkan kemungkinan penyebaran mikroorganisme ke pasien
lain dan kontaminasi permukaan lingkungan dan peralatan.
14
1) Penempatan Pasien
Tempatkan pasien di kamar tersendiri. Bila tidak tersedia, tempatkan pasien
dalam kamar bersama dengan pasien yang terinfeksi aktif dengan
mikroorganisme yang sama tetapi tidak boleh dengan pasien dengan infeksi
yang berbeda (metode cohort). Bila tidak tersedia kamar tersendiri dan tidak
ingin menggabungkan dengan pasien lain, maka pisahkanlah dengan jarak
sedikitnya 2 meter dengan pasien lainnya dan pengunjung. Tidak dibutuhkan
penanganan udara dan ventilasi yang khusus, dan pintu harus ditutup.
2) Masker
Sebagai tambahan standard precautions, gunakan masker bila bekerja dalam
jarak kurang dari 2m dari pasien. Akan lebih praktis jika memakai masker
diharuskan sejak seseorang memasuki ruangan pasien. Pasien hanya
diperbolehkan meninggalkan ruangan hanya jika sangat perlu, dan harus
memakai masker.
3) Pemindahan pasien
Batasi pemindahan dan transportasi pasien dari kamar yang khusus tersedia
untuknya hanya untuk hal yang sangat penting saja. Bila memang dibutuhkan
pemindahan dan transportasi, memberitahukan kepada ruang yang akan dituju
hindari penyebaran droplet dengan memakaikan masker bedah pada pasien, bila
memungkinkan.
1) Penempatan Pasien
Tempatkan pasien di kamar tersendiri yang memiliki syarat sebagai berikut:
a) Bertekanan udara negatif dibandingkan dengan ruangan sekitarnya dan
tekanan negative termonitor.
b) Minimal 6-12 pergantian udara per jam
15
c) Memiliki saluran pengeluaran udara ke lingkungan yang memadai atau
memiliki sistem penyaringan udara yang efisien sebelum udara di sirkulasi ke
ruangan lain.
d) Pintu harus selalu tertutup dan pasien tersebut ada di dalamnya. Bila
tidak tersedia kamar tersendiri, tempatkan pasien bersama dengan pasien lain
yang terinfeksi aktif dengan mikroorganisme yang sama, kecuali bila ada
rekomendasi lain. Dilarang menempatkannya dengan pasien dengan jenis
infeksi lain. Bila tidak tersedia kamar tersendiri dan perawatan gabung tidak
diinginkan, konsultasikan dengan petugas pengendalian infeksi sebelum
menempatkan pasien.
e) Berikan tanda gambar masker di depan pintu sebagai tanda pasien
infeksi yang dapat menular melalui udara/droplet
H. Pemulangan Pasien
1) Upaya pencegahan infeksi harus tetap dilakukan sampai batas waktu masa
penularan
2) Bila dipulangkan sebelum masa isolasi berakhir, pasien yang dicurigai terkena
penyakit menular melalui udara/airborne harus diisolasi di dalam rumah selama
pasien tersebut mengalami gejala sampai batas waktu penularan atau sampai
diagnosis alternative dibuat atau hasil uji diagnosa menunjukkan bahwa pasien
tidak terinfeksi dengan penyakit tersebut. Keluarga harus diajarkan cara menjaga
kebersihan diri, pencegahan dan pengendalian infeksi serta perlindungan diri.
16
3) Sebelum pemulangan pasien, pasein dan keluarganya harus diajarkan tentang
tindakan pencegahan yang perlu dilakukan, sesuai dengan cara penularan
penyakit menular yang diderita pasien.
4) Pembersihan dan desinfeksi ruangan yang benar perlu dilakukan setelah
pemulangan pasien.
17
bertanggungjawab untuk membersihkan area lingkungan kamar sedangkan
perawat bertanggungjawab membersihkan alat-alat medis. Gorden harus
dilepaskan dan dikirim ke laundry sebagai linen infeksius, sebelum proses
pembersihan dilakukan. Semua area dibersihkan dengan menggunakan lap
khusus infeksius, perhatikan pembersihan pada area permukaan, area yang
sering disentuh, seperti pegangan pintu, tombol nurse call, tombol lampu, area
toilet, tempat tidur, mattress, meja pasien,dll. Semua peralatan yang
digunakan untuk membersihkan ruang isolasi harus tersendiri, tidak boleh
bercampur dengan alat pembersihan ruang non isolasi.
18
terapi nebulizer, dll. Masker harus dilepas dan dibuang waktu keluar dari
ruangan pasien.
g) Sediakan perlengkapan satu set untuk masing-masing pasien.
Perlengkapan tidak boleh dipakai bersama (kecuali kalau didesinfeksi secara
baik). Termasuk ini adalah thermometer digital (probe), manometer, stetoskop,
kursi roda, dll. Setelah pasien pulang semua peralatan harus didesinfeksi.
h) Petugas rumah tangga ditugaskan untuk membersihkan semua
permukaan datar dekat pasien dengan desinfektan larutan klorin 0,5%.
Minimal pembersihan ini meliputi palang tempat tidur, meja overbed, lantai
dan permukaan elektronik, alat terapi respirasi dan barang-barang lain yang
kontak langsung dengan pasien. Kain lap yang dipakai untuk satu pasien tidak
boleh dipakai untuk ruang dan peralatan pasien lain. Kain tersebut setelah
dipakai harus dibuang di tempat sampah infeksius.
M. OUTBREAKS
Apabila terjadi peningkatan arus pasien dengan penyakit menular dan
ruang isolasi yang diperlukan penuh maka beberapa orang pasien yang
terinfeksi atau terkolonisasi dengan organisme penyakit yang sama tsb, dapat
ditempatkan di ruangan yang sama dan dirawat oleh perawat yang dibatasi
merawat pasien tsb untuk menghindari resiko transmisi silang
mikroorganisme. Hal ini dikenal sebagai metode kohort. Selain itu, penting
agar ruangan tersebut memiliki pintu yang bisa ditutupi untuk memisahkan
pasien isolasi dari pasien lainnya.
b. Wajib memakai dan melepas Alat Pelindung Diri (APD) sesuai dengan
tindakan yang akan dilakukan di ruang antara.
19
f. Edukasi kebersihan tangan kepada keluarga sebelum dan sesudah dari
ruangan.
j. Petugas yang merawat pasien adalah perawat yang sudah bekerja lebih
dari 6 bulan dan sudah mendapatkan pelatihan perawatan pasien isolasi.
3. Pasien
20
A. Overview MRSA
Kolonisasi di anterior nasal, saluran napas, luka terbuka, iv line, folley
catheter, dan kulit. Umumnya infeksi MRSA pada individu sehat adalah tanpa
gejala, dan dapat terjadi dalam hitungan minggu hingga tahun. Pasien dengan
penurunan kekebalan tubuh, dapat menjadi rentan terhadap infeksi sekunder
ini. MRSA dapat menyerang paru/pneumonia MRSA yang serangannya mirip
flu burung, mengenai darah penderita/sepsis dan menyebabkan kematian.
D. Pencegahan MRSA
1. Universal Precaution
a) Hand Hygiene
b) 6 Langkah Hand Hygiene sesuai 5 Moment of Hand Hygiene
d) Pemakaian Alat Pelindung Diri sesuai kemungkinan paparan
2. Minimalisasi Kontak dan Penempatan Pasien
a) Semua pengunjung diminimalkan kontak dengan pasien
b) Sama dengan petugas wajib mencuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien
3. Pembersihan ruangan dan alat medis
a) MRSA dapat bertahan di benda seperti lantai, tempat tidur, dan alat-
alat mandi, sehingga ruangan mesti dibersihkan dengan desinfektans.
b) Perhatikan pembersihan rutin minimal 2 kali sehari. Dan pada perabot
ruangan dan alat medis.
21
E. Persiapan Ruang Isolasi untuk kasus penyakit menular (MRSA)
1. Siapkan ruang isolasi tanpa tekanan (isolasi kontak)
2. Pasang sign APD: sarung tangan sebagai informasi bagi setiap petugas
kesehatan dan penunjang yang masuk ke ruangan pasien
3. Siapkan checklist petugas, pengunjung dan keluarga yang kontak
dengan pasien isolasi di ruang antara
4. Siapkan APD: sarung tangan dan apron di ruang antara
5. Siapkan tempat sampah infeksius dan safety box di ruang antara dan
bak dengan kresek kuning untuk untuk linen pasien dan untuk APD.
6. Edukasi keluarga dan pasien mengenai MRSA dan tindakan
pencegahan yang harus dilakukan: cuci tangan setiap masuk dan keluar kamar
pasien
7. Petugas wajib menerapkan standar precaution pada pasien
8. Linen pasien dikategorikan linen infeksius
F. Pengobatan MRSA
1. Vancomycin (dari bakteri di tanah yang ditemukan di India dan
Indonesia)
2. Teicoplanin /antibitika glycopeptide (targocid)
3. Mei 2006 peneliti Merck Pharmaceuticals mempublikasikan natural
antibiotik yaitu Platensimycin, yang dinyatakan berhasil melawan MRSA.
4. Linezolid (Zyvox) yang diproduksi di Inggris secara iv dan tablet juga
terbaru
5. Mupirocin antiotika yang dipergunakan untuk kulit dan nasal
(Bactroban)
Namun saat ini pun telah dilaporkan beberapa kuman MRSA telah resisten
terhadap vancomycin dan teicoplanin sehingga menjadi sebuah perhatian
G. Peran Perawat
Peran perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial tentu saja paling
penting, dimana rata-rata setiap harinya 7 – 8 jam perawat melakukan kontak
pershift perhari dengan pasien. Katakanlah 1/2 jam kerja tersebut (4 jam) adalah
waktu efektif kontak dengan pasien, maka akan menjadi sumber utama
terpapar/exposure infeksi nosokomial termasuk MRSA.
22
I. Area yang dilakukan swab screening/kriteria specimen
Hidung dan pangkal paha di-swab dengan menggunakan teknik sekali swa.
Lakukan dengan lembut swab pada anterior nares di kedua lubang hidung dengan
melakukan 3 kali putaran di ke-2 lubang hidung. Lakukan hal yang sama pada area
pangkal paha. Gunakan steril swab yang berbeda pada:
1. Luka
2. Area lain, contohnya eczematous skin lesions
3. Sputum, jika pasien memiliki produksi sputum yang produktif
4. Umbilicus pada semua neonates
K. Apa yang dilakukan bila pasien yang terdiagnosa MRSA tidak dapat
diisolasi
Pasien yang sudah MRSA (+) harus diisolasi setiap saat hal tersebut
dimungkinkan. Saat hal tersebut tidak dimungkinkan, maka pasien dirujuk ke
rumah sakit lain.
23
1. Mupiricin Sensitive MRSA
a) Mupiricin digunakan pada anterior nares / lubang hidung selama 5 hari
b) Mandi dengan sabun Chlorhexidine 4% selama 5 hari. Perhatikan
pembersihan diarea axillaris, lipat paha, ketiak, dan area-area yang
kemungkinan lembab (Kulit harus lembab/basah dengan air dahulu sebelum
memakai sabun chlorhexidine).
c) Keramas dengan chlorhexidine 4% dan bersihkan, setiap kali mandi
selama 5 hari. (Contoh: Apabila mandi 2 kali sehari, maka keramas 2 kali pula
selama 5 hari). Gunakan shampoo yang biasa dipakai setelah menggunakan
chlorhexidine tersebut.
d) Linen tempat tidur wajib diganti tiap hari pada out-patient, sedangkan
pada in-patient dapat diganti paling tidak hari ke 5 dan hari ke-10 selama
terapi.
e) Apabila pasien mengalami eczema, dermatitis, atau kondisi lainnya
dapat dikonsulkan de dokter kulit.
2. Mupirocin Resistant MRSA
a) 10 hari penggunaan Neomycin (Naseptin) 4 kali selama sehari pada
ke-2 lubang hidung.
b) 5 Hari mandi chlorhexidine 4% menggunakan liquid shoap. Perhatikan
pembersihan di area axillaris, lipat paha, ketiak, dan area-area yang
kemungkinan lembab (Kulit harus lembab/basah dengan air dahulu sebelum
memakai sabun chlorhexidine).
c) Rambut harus dibersihkan dengan Chlorhexidine, paling tidak 3 kali
selama 5 hari, jika memungkinkan. Gunakan shampoo yang biasa dipakai
setelah menggunakanchlorhexidine tersebut.
d) Linen tempat tidur wajib diganti tiap hari.
24
Pasien dapat dilakukan discharge dengan pengobatan yang dapat diteruskan di
rumah. Pasien disarankan tentang berapa lama dia harus menjalani regimen, dan
harus disarankan untuk kembali kepada DPJP-nya untuk dilakukan re-screening.
4. Follow-up dekolonisasi pada Inpatient
Inpatient harus dilakukan re-screening 48 jam setelah menyelesaikan
regimendekolonisasi, kecuali mereka mendapat antibiotik terapi. Apabila pasien
akan dilakukan dis-continue isolasi, maka harus berkoordinasi dengan KPPI-RS.
25
5. ODC pasien
Pasien ODC tidak perlu dilakukan re-screening oleh RS. Jika pasien diduga
mengalami MRSA, terapi yang diperlukan pada luka post op harus didiskusikan
dengan dokter Mikrobiologi.
26
f) Petugasf akan diberikan advice sheet dan diperbolehkan untuk
melakukan konsultasi
3. Follow-up MRSA
a) Screening ulang harus dilakukan 48 jam setelah petugas
menyelesaikan regimen dekolonisasi dan setiap minggu selama 3 kali set
dinyatakan negatif
b) Jika post-protocol swabs adalah MRSA (+), terapi harus dilakukan
selama 5 hari selanjutnya.
c) Sistematik treatment pada petugas dengan MRSA (+) kronis akan
dilakukan dibawah pembimbingan dokter Mikrobiologi, Komite PPI dan
Komite K3RS.
4. Petugas Dekolonisasi Treatment MSSA (+)
a) Petugas wajib melakukan hand hygiene sesuai 5 Moment of Hand
Hygiene (Sebelum kontak dengan Pasien, sebelum melakukan tindakan
aseptik, sesudah kontak dengan darah dan cairan tubuh pasien, sesudah
kontak dengan pasien, sesudah kontak dengan lingkungan pasien)
b) Petugas harus menjaga hygiene perorangan
c) Petugas akan diberikan advice sheet dan diperbolehkan untuk
melakukan konsultasi
5. Screening MRSA bersifat confidential sehingga wajib dirahasiakan dan
menjadi tanggungjawab baik pihak KPPI-RS, K3RS, kepala bidang
pelayanan, kepala ruang , pj shift, perawat pelaksana, dan individu yang
bersangkutan untuk menjaga kerahasiaan informasi tersebut. Kepatuhan
petugas untuk melakukan screening juga diperlukan untuk melindungi
pasien dari infeksi silang MRSA yang seharusnya bisa dicegah dan
diminimalkan sejak awal. RS harus berorientasi pada patient safety.
Kedisplinan petugas melakukan screening segera diperlukan untuk
mempercepat proses koordinasi dengan pihak terkait seperti K3RS, KPPI dan
SDM.
6. Hal-hal yang menjadi perhatian:
a) Petugas wajib melakukan screening dan re-screening 1x24 jam setelah
informasi disampaikan/sesuai jadwal yang sudah ditetapkan. Apabila
petugas melakukan screening di luar jadwal yang ditetapkan wajib
menjelaskan alasannya secara tertulis serta ditandatangani koordinator dan
supervisor divisi terkait.
b) Screening dilakukan bekerjasama antara KPPI-RS, K3RS, SDM dan
Laboratorium. Unit terkait wajib menyerahkan nama-nama petugas yang
kontak melalui KPPI-RS maksimal 2 jam setelah informasi screening
disampaikan agar segera dapat di followup dan tidak boleh memasukkan
nama tambahan di luar koordinasi KPPI-RS. Hal ini dilakukan untuk
menciptakan lingkungan kerja yang safety.
27
c) Pengertian petugas yang kontak adalah petugas yang menangani
pasien tersebut, petugas yang memegang pasien, petugas yang melakukan
tindakan pada pasien tersebut.
28
BAB IV
DOKUMENTASI
1. Formulir Edukasi
Berisi tentang kegiatan edukasi kepada pasien dan keluarga terkait penyakit,
rencana pengobatan dan perawatan, administrasi, tata tertib dan lain-lain
2. Catatan keperawatan
Segala tindakan keperawatan dan perkembangan pasien ditulis disini disertai
evaluasi tiap waktu yang dicantumkan dalam asuhan keperawatan
3. Formulir daftar petugas yang masuk ruang isolasi
Berisi daftar semua orang yang masuk di ruang isolasi baik : perawat, cleaning
servis, tim apotik, tim gizi, tim rehab medik, dokter. Tujuannya adalah untuk
identifikasi orang yang kemungkinan tertular penyakit pasien sehingga mudah
dilacak.
4. Formulir daftar orang yang masuk ruang isolasi
Berisi daftar semua orang baik keluarga penunggu pasien, pengunjung.
Tujuannya adalah untuk identifikasi orang yang kemungkinan tertular penyakit
pasien sehingga mudah dilacak.
5. Cek list pembersihan ruang isolasi
Jadwal jam, peralatan dan tandatangan petugas yang melakukan pembersihan.
29
DAFTAR PUSTAKA
30