oleh:
Refina Nur Astrityawati, S.Kep
NIM 182311101010
LEMBAR PENGESAHAN
Jember, ...............................2018
TIM PEMBIMBING
Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………….i
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………..ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….iii
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengkajian
B. Problem List
C. Rumusan Diagnosa Keperawatan
D. Perencanaan /Nursing Care Plan
E. Catatan Keperawatan/ Nursing Note
F. Catatan
4
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi Mobilisasi
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah,
dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi
diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan,
memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi
diri (Pradana, 2016). Latihan mobilisasi atau rehabilitasi juga bertujuan untuk
memperbaiki fungsi neurologis melalui terapi fisik dan tehnik-tehnik lain. Mobilisasi
dan rehabilitasi dini di tempat tidur merupakan suatu program rehabilitasi. Tujuannya
adalah untuk mencegah terjadinya kekakuan (kontraktur) dan kemunduran
pemecahan kekakuan (dekondisioning), mengoptimalkan pengobatan sehubungan
masalah medis dan menyediakan bantuan psikologis pasien dan keluarganya
(Pradana, 2016). Pemenuhan kebutuhan aktivitas dan latihan biasanya menyangkut
tentang kemampuan untuk mobilisasi secara mandiri. Aktivitas fisik yang kurang
memadai dapat menyebabkan berbagai gangguan pada sistem musculoskeletal seperti
atrofi otot, sendi menjadi kaku dan juga menyebabkan ketidakefektifan fungsi organ
internal lainnya (Potter & Perry, 2006).
Menurut Mubarak 2008 jenis mobilisasi sebagai berikut:
1. Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh
dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran
sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunteer dan
sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
2. Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan
batasan jelas dan tidak mam.pu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh
gangguan saraf motorik dan sesnsorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai
pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pada pasien
paraplegi dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena
5
kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi
dua jenis, yaitu:
a. Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh trauma reversibel pada system musculoskeletal, contohnya
adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
b. Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh
rusaknya system saraf yang reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia
karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomilitis karena
terganggunya system saraf motorik dan sensorik.
3. Rentang Gerak dalam mobilisasi
Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
a. Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya
perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
b. Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien
menggerakkan kakinya.
c. Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas
yang diperlukan
B. Epidemiologi
Pemecahan protein, klien kehilangan massa tubuh yang tidak berlemak. Massa
otot berkurang tidak stabil untuk mempertahankan aktivitas tanpa meningkatnya
kelemahan. Jika mobilisasi terus terjadi dan klien tidak melakukan latihan,
kehilangan massa otot akan terus terjadi (Asmadi, 2008). Kelemahan otot juga terjadi
6
karena imobilisasi, dan imobilisasi lama sering menyebabkan atrofi angguran, dimana
atrofi angguran (disuse atrophy) adalah respon yang dapat diobservasi terhadap
penyakit dan menurunnya aktifitas kehidupan sehari-hari. Dan imobilisasi kehilangan
daya tahan, menurunnya massa dan kekuatan otot, dan instabilitas sendi
menyebabkan klien beresiko mengalami cedera. Selain itu pasien yang tirah baring
tanpa melakukan mobilisasi akan mengakibatkan munculnya dekubitus ( Setyawan
2008 dalam Yetiyana 2013).
C. Etiologi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan
otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Menurut Mubarak (2008) faktor
yang mempengaruhi mobilisasi sebagai berikut:
1. Gaya Hidup
Masing-masing individu mempunyai gaya hisup sendiri yang berbeda-beda.
Hal ini juga dapat bergantung pada tingkat pendidikannya. Semakin tinggi tingkat
pendidikan individu maka perilakunya akan dapat meningkatkan kesehatannya.
Apabila pengetahuan tinggi tentunya akan diikuti pengetahuan tentang mobilitas dan
akan senantiasa melakukan mobilitas dengan cara yang sehat.
2. Ketidakmampuan
Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang untuk melakukan
aktivitas hidup sehari-hari. Ketidakmampuan dibagi menjadi dua yaitu primer dan
sekunder. Primer disebabkan oleh penyakit atau trauma (cedera medula spenalis atau
paralisis). Sedangkan sekunder terjadi akibat (kelemahan otot dan tirah baring.
3. Tingkat energi
Individu dalam melakukan mobilitas akan membutuhkan sebuah energi.
Individu yang sedang sakit akan mempunyai tingkat mobilitas yang lebih sedikit
dibandingkan dengan individu yang sehat.
4. Usia
Usia berpengaruh pada kemampuan seseorang dalam melakukan mobilisasi.
Pada lansia, kemampuan aktifitas dan mobilisasi menurun sejalan dengan penuaan.
5. Proses dari suatu penyakit
7
Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrk. Postur dan
gerakan otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung
pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari
kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktivitas dari otot yang berlawanan,
sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan
otot yang seimbang (Handiyani, 2013).
Stroke terjadi karena otak mengalami infrak selebri. Infrak serebri merupakan
kejadian kurangnya suplai darah pada area otak. Suplai darah ini dapat berubah pada
gangguan local (thrombus, emboli, pendarahan, dan spasme vascular). Okulasi pada
pembuluh darah selebri oleh embolus mengakibatkan edema dan nekrosis diikuti
thrombosis. Thrombus mengakibatkan iskemia jaringan otak pada area yang disuplai
oleh pembuluh darah bersangkutan serta edema dan kongesti di sekitar area
(Muttaqin, 2008). Apabila aliran darah ke tiap bagian otak terhambat karena thrombus
atau emboli, maka jaringan otak akan mengalami kekurangan oksigen. Gangguan
peredaran darah ke otak akan menimbulkan gangguan pada metabolisme sel-sel
neuron. Ini mengakibatkan sel-sel neuron tidak dapat menyimpan glikogen sehingga
kebutuhan dari glukosa dan oksigen di dapat dari arteri-arteri yang menuju ke otak
(Batticaca, 2008).
Clinical Pathway:
Aterosklerosis,
Kekakuan pada sendi hiperkoagulasi, dan Arteritis.
F. Penatalaksanaan
Menurut Perry & Potter, 2006 penetalaksanaan:
1) Penatalaksana Umum
a) Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga, dan
pramuwerdha.
b) Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama,
pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah
ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
sendiri, semampu pasien.
10
Cara ini dilakukan untuk memperbaiki gangguan psikologis yaitu dengan cara
berbagi perasaan dengan pasien, membantu pasien untuk mengekspresikan
kecemasannya, memberikan dukungan moril, dan lain-lain.
2) Diagnosa
a. Intoleransi aktivitas
Definisi: ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk
mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari – hari yang
harus atau yang ingin dilakukan
• Batasan karakteristik
1) Dispnea setelah beraktivitas
2) Keletihan
3) Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
4) Perubahan EKG seperti aritmia, abnormalitas
5) Respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas
6) Respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
No
TUJUAN INTERVENSI
DX
1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 Peningkatan latihan : latihan
jam, klien toleran terhadap aktivitas, dengan kriteria kekuatan
hasil: 1. Berikan informasi mengenai
jenis latihan yang bisa
Toleransi terhadap aktivitas dilakukan
2. Modifikasi gerakan dan
N Tujuan
Indikator Awal metode dalam
o 1 2 3 4 5
mengaplikasikan resistensi
1. Saturasi 3 √ untuk pasien yang harus
oksigen ketika berada di kursi roda atau
beraktivitas tempat tidur
2. Kekuatan 4 √ 3. Bantu mengembangkan
tubuh bagian program latihan kekuatan
atas yang sesuai dengan tingkat
3. Kekuatan 2 √ kebugaran otot, hambatan
tubuh bagian muskuloskeletal seperti
bawah ROM, miring kanan dan kiri;
4. Spesifikkan tingkat resistensi,
jumlah pengulangan, jumlah
16
Terapi Oksigen
1. Kaji RR dan
iramapernafasan klien
2. Pertahankan kepatenan jalan
nafas
3. Siapkan peralatan oksigen
dan berikan melalui sistem
humidifier
4. Sediakan oksigen ketika
pasien dipindahkan
2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 Peningkatan latihan
jam, klien dapat pergerakan sendi dengan kriteria 1. Gali hambatan dalam
hasil : melakukan aktivitas;
2. Dukung klien untuk memulai
Pergerakan dan melanjutkan latihan
sepeti ROM, miring kanan
N Aw Tujuan
Indikator dan kiri;
o al 1 2 3 4 5
3. Dampingi klien pada saat
17
H. Daftar Pustaka
Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba
Medika.
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Persafan. Salemba Medika: Jakarta.
Handiyani, H. 2013. Mobilisasi dan Imobilisasi. http://staff.ui.ac.id [Diakses
pada 4 September 2018]
19
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
NIM : 182311101010
Tempat Pengkajian : Ruang Anggrek Rumah Sakit Tingkat III Baladika Husada
Jember
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
I. Identitas Klien
Nama : Ny. A No. RM : 07-82-50
Umur : 52 tahun Pekerjaan :IRT
Jenis Kelamin : Perempuan Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam Tanggal MRS :4-9-2018
Jam : 09.05
Pendidikan : SLTA Tanggal Pengkajian : 4-9-2018
Jam : 11.30
2. Keluhan Utama:
Pasien mengatakan “Perut saya sakit karena diare dan juga mual muntah”
5 kali dalam sehari. Diberi oabat untuk mengehntikan diare yang dibeli di
warung namun tidak mempan. Feses pasien berlendir dan ada bercak
kemerahan pada tanggal 4 September pukul 05.00 dan pasien kesakitan
dibagian perut yang menjalar, sehingga keluarga membawa pasien ke UGD
Rumah Sakit DKT.
Genogram :
22
2. Pola nutrisi/ metabolik (ABCD) (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)
Antropometry
BB: 54 kg TB: 154 cm BBI: 48,6 kg IMT: 25,2 kg/m
Interprestasi : Indeks massa tubuh pasien tergolong berat badan
lebih
Biomedical sign
Hb: 14,5 urea: 38,8 creatinin: 0,56 BSS: 296,0
Interpretasi : biomedical sign dalam batas normal
Clinical Sign :
Kulit sedikit kering, bersih, kuku bersih, mukosa kering, mulut bersih, lidah tidak
kotor, gusi bersih tidak ada perdarahan.
Interpretasi: tidak ada riwayat alergi makanan, pola makan sebelumya tidak
teratur, susunan makan seimbang, ada mual muntah.
3. Pola eliminasi
Input Cairan :
Minum = 600cc Injeksi = 46 cc
Infus = 1500 cc/24jam
Air Metabolisme = 5cc/KgBB/hari
= 5 x 54
= 270 cc
(Minum+Infus+Air metabolisme) = 600cc + 1500cc + 270cc
= 2173 cc
Output Cairan :
Urine = 550cc BAB = 200cc x 5 = 1000cc
IWL = 15 x BB/Kg Hari
= 15 x 54
= 810
(Urine+IWL) = 550 + 810+1000
= 2260
Interpretasi :
Intake cairan – output cairan = 2173 – 2260
= -87
Aktivitas harian
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan minum √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas ditempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi/ ROM √
Status Skor ADL : Ketergantungan Ringan
- Fungsi Kardiovaskuler : Irama jantung regular, tidak nyeri dada, JVP normal
Inspeksi = Bentuk hidung simetris, tidak ada serumen/secret, tidak ada cuping
hidung, tidak ada peradangan
Palpasi = Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan
- Mulut
Mukosa bibir kering, warna bibir tidak sianosis, tidak ada benjolan, gigi, lidah dan
gusi bersih, tidak ada peradangan maupun pembesaran tonsil
- Leher
Bentuk leher simetris, tida ada benjolan, tidak ada tekanan vena jugularis, tidak ada
pembesaran kelenjar thyroid dan juga tidak ada kaku kuduk
- Dada
a. Inspeksi : dada simetris, bentuk dada normal, pergerakan dinding dada normal,
tidak ada retraksi otot bantu pernafasan, tidak ada jejas maupun benjolan, ictus
cordis tidak terlihat
b. Palpasi : tidak ada benjolan maupun krepitasi
c. Perkusi : suara paru sonor dan suara jantung pekak
d. Auskultasi : irama teratur, suara nafas vesikuler, tidak ada suara tambahan
- Abdomen
a. Inspeksi : gerakan dinding perut simetris, umbilicus bersih, tidak ada jejas
maupun benjolan dan perut membesar (distensi)
b. Auskultasi : Peningkatan peristaltic
c. Perkusi : tidak ada tanda pembesaran organ, hipertimpani dan perut kembung
d. Palpasi : tidak ada nyeri tekan
- Ekstremitas
Ekstremitas atas : tangan kiri terpasang infus dan tidak ada edema
Ekstremitas bawah : kedua kaki bergerak bebas dan tidak ada edema
V. Terapi
Infus : Asering 20 tpm -> 1500ml/24jam
N Hari, Diagnosa
NOC NIC Paraf
o tanggal Keperawatan
1. Rabu, 5 Diare Setelah dilakukan Manajemen Refin
Septembe berhubungan tindakan asuhan Diare a
1. Tentukan
r 2018 dengan defekasi keperawatan
riwayat
feses cair >5x selama 3x24 jam
diare
dalam 24 jam yang diharapkan 2. Ajari pasien
ditandai dengan hasilnya : cara
1. Hasil TTV Pengetahuan :Diet penggunaa
a. TD : yang disarankan n obat
90/60 (1802, NOC 354) antidiare
1. Diet yang
mmHg secara tepat
b. N : dianjurkan 3. Evaluasi
2. Manfaat diet
88x/m 3. Tujuan diet kandungan
nt 4. Makanan yang nutrisi dari
c. RR : diperbolehkan makanan
21x/m dalam diet yang sudah
5. Makanan yang
nt di
2. Lemas tidak
konsumsi
3. Adanya diperbolehkan
sebelumnya
dorongan dalam diet 4. Berikan
Tingkat
untuk makanan
Kenyamanan (2109,
defekasi dalam porsi
NOC 576)
4. Nyeri 1. Tidak ada nyeri kecil dan
abdomen 2. Tidak ada lebih sering
cemas berlebih 5. Anjurkan
3. Dapat pasien
beristirahat menghinda
Keseimbangan
ri makanan
cairan (0601, NOC
pedas dan
192)
1. Tekanan darah yang
normal menimbulk
2. Keseimbangan an gas
intake dan dalam
output dalam perut
24 jam 6. Timbang
32
darah nadi
normal adekuat)
2. Keseimbangan 4. Monitor
banyak ologi
4. Kehilangan (relaksasi,
berat badan distraksi,
5. Nyeri lambung
terapi
musik)
3. Timbang
berat badan
secara
teratur
4. Lakukan
34
kebersihan
mulut
5. Dorong
pola makan
dengan
porsi
sedikit
6. Diet tinggi
karbohdirat
dan rendak
lemak
7. Kolaborasi
pemberian
terapi
IMPLEMENTASI
HARI,
NO
NO TANGGAL, IMPLEMENTASI EVALUASI FORMATIF PARAF
DX
JAM
1 1 Rabu, 5 Refina
September
2018 1. Melakukan 1. Pasien mengatakan
10.00
pengkajian diare diare udah lebih dari
10.30
2. Mengajari pasien
5x dalam sehari
12.00 cara penggunaan 2. Klien kooperatif dan
obat antidiare secara mau minum obat
12.30
tepat sesuai anjuran
12.30 3. Memberikan makan 3. Klien mengatakan
dalam porsi kecil dan akan mencoba makan
13.00
sering sedikit tapi sering
4. Menganjurkan pasien 4. Klien kooperatif dan
35
HARI,
NO
NO TANGGAL SOAP PARAF
DX
JAM
1 Rabu, 5 1 S : Klien mengatakan perut masih sakit Refina
september karena diare, diare lebih dari 5x sehari,
2018 feses lendir cair
O : TD : 90/60 mmHg
N : 88x/mnt
RR : 21x/mnt
2 Keadaan umum masih lemas
A : masalah diare belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi