Anda di halaman 1dari 6

PEMBINAAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM LINGKUNGAN

PONDOK PESANTREN UNTUK MEMBANGUN PEMUDA BERJIWA


PEMIMPIN

Karya Ini Disusun untuk Mengikuti Lomba Esai Mahasiswa Silatnas Bem
Pesantren 2018

Disusun oleh :

Sintia Ayu Widyawati, 362015711125, 2015

Zahra Hanifa Baharriski, 362015712277, 2015

ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR

NGAWI

2018
Dalam dunia pendidikan telah hangat dan banyak dibicarakan oleh pakar-
pakar pendidikan yaitu mengenai pendidikan karakter. Fakta bahwa karakter
bangsa di era globalisasi ini merosot dengan sangat tajam telah melatar belakangi
munculnya pendidikan berkarakter yang dianggap sebagai suatu media yang paling
jitu dalam mengembangkan potensi anak didik baik berupa ketrampilan maupaun
wawasan.

Karakter merupakan aspek penting dari kualitas SDM karena kualitas


karakter bangsa menentukan kemajuan suatu bangsa. Karakter yang berkualitas
perlu dilatih sejak usia dini, karena usia tersebut merupakan masa kritis bagi
pembentukkan karakter dalam diri sesorang. Menurut Freud kegagalan penanaman
kepribadian yang baik di usia dini akan membentuk pribadi yang bermasalah di
masa dewasanya kelak. Pendidikan disekolah saja tidak cukup, pengaruh
lingkungan dan kehidupan modern yang berkembang saat ini membuat orang tua
dan guru lebih waspada terhadap hal-hal negatif yang bisa merasuki pikiran anak.
Untuk mewujudkan anak yang baik, sholeh dan berhasil dalam kehidupan
masyarakat bukan hanya dibutuhkan kapandaian dan ilmu yang tinggi saja, tetapi
juga harus didorong dengan karakter yang berakhlaqul karimah.

Karakter juga sangat dibutuhkan dalam kepemimpinan atau leadership.


Bagaimana pemimpin berhasil dalam menciptakan karakter yang baik, bukan hanya
dalam segi bermuammalah dengan manusia saja (Hablu minannas) tetapi demikian
kepada Sang-penciptanya (ketauhidan ilahiyah). Seperti yang kita kenal pemimpin
adalah sosok yang sangat berpengaruh dalam membangun hubungan dalam suatu
masyarakat. Maju atau tidaknya masyarakat tergantung bagaimana karakter
pemimpin tersebut, apakah dia mengajak masyarakatnya untuk berbuat amalan
positif atau amalan negatif.

Rusaknya moral anak muda semakin marak, terjadi tawuran antar pelajar,
adanya pergaulan bebas, bahkan pembunuhan yang menjadi hal biasa, Seorang
pemimpin yang berkarakter diktator, tidak bertanggung jawab, tidak memiliki arah
dan tujuan yang konsisten, hanya suka mengumbar janji pada rakyatnya. Ini semua
berkaitan dengan karakter yang dimiliki setiap individu.
Dalam Islam seorang pemimpin akan dikatakan sebagai pemimpin jika dia
berlaku adil, dapat memberikan solusi yang tepat, menetapkan masalah
kontemporer dan hukum dengan didampingi ilmu yang mengantar kepada ijtihad
berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits. Memiliki sifat sabar, bijak, berani, sehat baik
jasmani atau rohani serta kecerdikan menjadi karakter yang mutlak dan harus
dimiliki seorang pemimpin.

Secara alamiah, pemuda memiliki karakter darah muda, bersemangat mulia,


tenaga muda, pikiran muda, kemauan muda, kekuatan muda, seakan-akan dunia
hendak digenggam di tangan. Tidak ada yang ditakuti, tidak ada diherani, tidak ada
dikhawatirkan, tidak ada dipandang berat dan jauh, karena dorongan semangat
mulia yang merasuk kedalam sanubari para pemuda. Ada pepatah arab mengatakan:

ّ
‫إن الفتى من يقول ها أنا ذاوليس الفتى من يقول كان أبى‬

“Pemuda itu yang mengaku : inilah aku. Bukan pemuda yang berkata dialah
bapakku.”

Menurut salah satu Pimpinan Pondok Modern Gontor KH Abdullah Syukri


Zarkasyi, Karakteristik umum sistem Pendidikan pesantren adalah Lembaga
Pendidikan yang berasal dari, dikelola oleh, dan berkiprah untuk masyarakat atau
dapat dikatakan bahwa pesantren adalah model lembaga Pendidikan yang murni
swakelola. Swakelola yang berarti bahwa proses Pendidikan melibatkan para santri
sebagai subjek bukan objek dari Pendidikan. Mereka mendidik diri mereka sendiri
melalui berbagai aktivitas, kreativitas, dan interaksi sosial yang sangat penting
artinya bagi pembinaan jiwa dan karakternya.

Kehidupan di pesantren memiliki konsep pandangan dalam berpendidikan


yaitu semata-mata tidak untuk memperkaya pikiran murid dengan penjelasan-
penjelasan, tetapi untuk memperbaiki moral atau akhlaq, melatih dan meningkatkan
semangat santri, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan
sikap dan tingkahlaku yang jujur dan bermoral, serta menyiapkan para muridnya
untuk belajar bahwa etika agama Islam diatas etika-etika yang lainnya. Bukan untuk
mengejar kepentingan dalam pandangan material saja, tetapi menanamkan kepada
mereka bahwa belajar saat didalam kelas atau diluar kelas mrupakan kewajiban dan
pengabdian kepada Tuhan.

Lingkungan dalam pondok pesantren baik diasrama, kelas, atau dalam


kegiatan ekstrakurikuler menjadi salah satu dari banyaknya faktor yang
berpengaruh dalam membentuk karakter akhlaq seorang santri. Siap atau tidaknya
seorang santri pasti dituntut untuk siap dalam menjalankan segala tugas yang
diberikan. Dari sini langkah demi langkah santri akan terlatih, dari awal yang
dipaksa, terpaksa dan akhirnya terbiasa. Karakter santri dalam membangun pemuda
berjiwa pemimpin dalam pondok pesantren timbul dari kemandirian, mental yang
kuat, usaha keras, berfikir keras, dan do’a yang keras, terlepas dari itu semua
kembali kepada diri santri.

Pembinaan karakter santri terbentuk karena berbagai metode yang


diterapkan kepada santrinya, yaitu seperti :

1. Metode keteladanan

Secara psikologis, manusia sangat memerlukan keteladanan untuk


mengembangkan sifat-sifat dan potensinya. Pendidikan perilaku melalui
keteladanan adalah pendidikan dengan cara memberikan contoh-contoh kongrit
bagi para santri. Dalam pesantren, pemberian contoh keteladanan sangat ditekankan
khususnya sifat uswah hasanah kyai dan ustadz bagi para santrinya.

2. Metode latihan dan pembiasaan

Mendidik dengan cara memberikan latihan-latihan terhadap norma-norma


kemudian membiasakan santri untuk melakukannya. Dalam pendidikan dipesantren
metode ini basanya akan diterapkan pada ibadah amaliah, seperti sholat berjama’ah,
kesopanan terhadap kyai dan ustadz, pergaulan sesama santri dan sejenisnya.
Semua hal ini akan menjadi akhlaq yang terpatri dalam diri dan tidak terpisahkan
dengan jiwanya.

3. Mendidik melalui ibrah (mengambil pelajaran)

Secara sederhana, ibrah berarti merenungkan dan memikirkan, dalam arti


umum biasanya dimaknakan dengan mengambil pelajaran dari setiap peristiwa.
Abd Rahman al-Nahlawi, seorang tokoh pendidikan asal Timur Tengah,
mendefinisikan ibrah dengan suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia
untuk mengetahui intisari suatu perkara yang disaksikan, diperhatikan,
diinduksikan, diukur dan diputuskan secara nalar, sehingga kesimpulannya dengan
mempengaruhi hati untuk tunduk kepadanya, lalu mendorongnya kepada perilaku
yang sesuai. Dengan adanya pembelajatan ibrah santri dapat memiliki bekal untuk
di masa depannya.

4. Mendidik melalui mau’idzoh (nasehat)

Metode mau’idzoh adalah nasehat peringatan atas kebaikan dan kebenaran


dengan jalan apa yang dapat menyentuh hati dan membangkitkannya untuk
mengamalkan. Metode mau’idzoh, harus mengandung tiga unsur, yakni: a) uraian
tentang kebaikan dan kebenaran yang harus dilakukan oleh seseorang, dalam hal
ini santri, misalnya tentang sopan santun, perintah berjamaah maupun dalam
beramal. b) motivasi dalam melakukan kebaikan. c) peringatan tentang dosa atau
bahaya yang bakal muncul dari adanya larangan bagi dirinya sendiri maupun orang
lain.

5. Mendidik melalui kedisiplinan

Dalam ilmu pendidikan, kedisiplinan dikenal sebagai cara menjaga


kelangsungan kegiatan pendidikan. Metode ini identik dengan pemberian hukuman
atau sanksi. Tujuannya untuk menumbuhkan kesadaran santri bahwa apa yang
dilakukan tersebut tidak benar, sehingga ia tidak mengulanginya lagi.

Pembentukan lewat kedislipinan ini memerlukan ketegasan dan


kebijaksanaan. Ketegasan mengharuskan seorang pendidik memberikan sanksi bagi
pelanggar, sementara kebijaksanaan mengharuskan sang pendidik berbuat adil dan
arif dalam memberikan sanksi, tidak membawa emosi atau dorongan lain.

6. Mendidik dengan kemandirian

Kemandirian tingkah laku adalah kemampuan santri untuk mengambil dan


melaksanakan keputusan secara bebas. Terkait dengan kemandirian santri harus
mampu, berani dalam mengambil keputusan dan melaksanakan keputusan secara
mandiri. Misalnya dalam pengelolaan keuangan, perencanaan belanja, perencanaan
aktivitas rutin dan sebagainya. Hal ini tidak lepas dari kehidupan mereka yang tidak
tinggal bersama orangtua dan tuntutan pesantren yang menginginkan santri-santri
dapat hidup dengan berdikari.

Karakter pemuda berjiwa pemimpin akan melekat dalam diri santri dengan
memiliki prinsip yaitu mundzirul qoum, tidak fanatik dengan suatu partai, selalu
berusaha dan tidak pernah putus asa, ini merupakan hal terpenting yang telah
diajarkan pesantren untuk santrinya. Sehingga ketika santri terjun dalam kehidupan
bermasyarakat, mereka tidak terkejut atau canggung dengan keadaan yang ada.
Kedisplinan, kemandirian, persaudaraan, keikhlasan dalam menuntut ilmu, serta
ketaatan kepada pemimpin merupakan sistem pendidikan pondok yang paling tepat
bagi santri untuk menciptakan pemuda yang paham akan sifat kepemimpinan
berlandaskan Al-Qur’an dan Hadist.

Anda mungkin juga menyukai