Anda di halaman 1dari 35

AKTIVITAS ANTIHIPERTENSI DAN PERBAIKAN ELASTISITAS

PEMBULUH DARAH EKSTRAK DAUN PEGAGAN (Centella


asiatica)

PROPOSAL PENELITIAN TUGAS AKHIR

Adinda Rizkia Setiawan


11151090

SEKOLAH TINGGI FARMASI BANDUNG


PROGRAM STUDI STRATA I FARMASI
BANDUNG
2019
AKTIVITAS ANTIHIPERTENSI DAN PERBAIKAN ELASTISITAS
PEMBULUH DARAH EKSTRAK DAUN PEGAGAN (Centella
asiatica)

Proposal Penelitian Tugas Akhir 1

Diajukan untuk memenuhi persyaratan


Tugas Akhir I

Disusun oleh :

ADINDA RIZKIA SETIAWAN


11151090

Bandung, November 2018


Menyetujui

Pembimbing Utama, Pembimbing Serta,

(Dr. Patonah, M.Si., Apt)


(Dr. Yani Mulyani, M.Si., Apt)

ii
Bab I Pendahuluan

I.1. Latar Belakang


Hipertensi adalah penyakit kardiovaskular yang diakibatkan karena
peningkatan tekanan darah arteri dalam jangka waktu yang lama
( Chisholm-Burns et al., 2016; Wells et al., 2015). Hal ini terjadi karena
penumpukan protein pada lapisan otot, sehingga terjadi penurunan
elastisitas pembuluh darah dan meningkatkan resistensi perifer serta
aktivitas simpatik (Nuraini, 2015). Akibatnya, tekanan darah di jantung
mengalami peningkatan, dimana tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg serta
tekanan diastolik ≥ 90 mmHg ketika dalam keadaan istirahat (Wells et al.,
2015).

Hipertensi yang dibiarkan secara terus menerus akan mengakibatkan


disfungsi endotel, seperti : peningkatan sel endotel dalam bentuk radikal
bebas, penurunan produksi Nitric Oxide (NO) melalui efek proinflamasi
pada sel-sel otot polos vaskuler, dan memicu terjadinya stres oksidatif,
sehingga menimbulkan kekakuan pembuluh darah (aterosklerosis) pada
organ otak (mengakibatkan stroke), mata (mengakibatkan retinopati
hipertensif), jantung (mengakibatkan infark miokard, jantung koroner, dan
gagal jantung kongesif), serta ginjal (mengakibatkan gagal ginjal kronis
( Rini, 2015; Wells et al., 2015; Noerhadi, 2008).

Data yang diperoleh dari berbagai studi menyebutkan bahwa penyakit


hipertensi adalah masalah kesehatan masyarakat yang paling utama. Hal ini
disebabkan karena adanya peningkatan jumlah penderita hipertensi setiap
tahunnya. Pada tahun 2011, jumlah penderita hipertensi di dunia sebesar 1
milyar jiwa, 2/3 diantaranya berada di negara berkembang (Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2013;
Organization, 2013).

Sedangkan di Indonesia, data statistik menyatakan jumlah penderita


hipertensi pada umur ≥ 18 tahun sebesar 65 juta jiwa, dimana 5 provinsi
yang paling banyak menderita hipertensi yaitu provinsi Bangka Belitung,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Jawa Barat, dan Gorontalo (Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI,
2013).

Fenomena peningkatan jumlah penderita hipertensi ini diduga akan terus


meningkat sampai pada tahun 2025, dimana prevalensi penderita hipertensi
di dunia diperkirakan sekitar 29% dengan jumlah estimasi penderita
hipertensi sebesar 1,5 milyar jiwa (Organization, 2013).

Tingginya jumlah penderita penyakit hipertensi menunjukkan bahwa


tatalaksana yang ada belum mampu menurunkan angka prevalensi
hipertensi, khususnya di Indonesia. Hal tersebut menjadi peluang untuk
mencari terapi yang efektif sebagai antihipertensi.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan bahan
alam sebagai antihipertensi. Upaya pengobatan dilakukan dengan
menggunakan obat tradisional yang mudah didapat, murah, serta diyakini
relatif sedikit efek samping yang ditimbulkan, sehingga tanaman tradisional
relatif lebih aman dari pada bahan kimiawi atau sintetik yang beredar
dipasaran ( Sopi dan Tallan, 2015; Katno dan Pramono, 2008).
Tanaman tradisional yang berpotensi memiliki aktivitas sebagai
antihipertensi yaitu daun pegagan (Centella asiatica). Bagian daunnya
mengandung senyawa aktif seperti terpenoid (Nisa dan Dewi, 2018; Putra,
Dewi dan Purnomo, 2015), flavonoid (quersetin dan kaempferol) ( Nisa dan
Dewi, 2018; Sutardi, 2016; Fauziah, Dewi dan Wahyuningsih, 2015; Putra,
Dewi dan Purnomo, 2015), triterpenoid (asiaticosida, asam asiatik,
madekasida, dan madekasosida) (Sutardi, 2016), serta glikosida
(brahmosida dan brahminosida) (Sutardi, 2016; Astana, Ardianto dan
Triyono, 2015) yang dapat menurunkan tekanan darah serta memperbaiki
elastisitas pembuluh darah (Nisa dan Dewi, 2018).

Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui


aktivitas antihipertensi ekstrak daun pegagan (Centella asiatica) terhadap
penurunan tekanan darah dan elastisitas pembuluh darah menggunakan
metode non invasif.

I.2. Rumusan Masalah


Apakah pemberian ekstrak daun pegagan (Centella asiatica) dapat
menurunkan tekanan darah dan memperbaiki elastisitas pembuluh darah.

I.3. Tujuan Penelitian


Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak daun pegagan (Centella asiatica)
dalam menurunkan tekanan darah dan memperbaiki elastisitas pembuluh
darah menggunakan metode non invasiv.

I.4. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakologi Sekolah Tinggi
Farmasi Bandung Jl. Soekarno Hatta No. 754, pada bulan Februari – Juni
2019.
Bab II Tinjauan Pustaka

II.1. Hipertensi
II.1.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah arterial yang abnormal dan berlangsung secara
terus menerus akibat penumpukan protein pada lapisan otot, sehingga
terjadi penurunan elastisitas pembuluh darah dan meningkatkan resistensi
perifer serta aktivitas simpatik ( Chisholm-Burns, M. A et al., 2016;
Nuraini, 2015; Wells et al., 2015).

II.1.2 Jenis dan Etiologi Hipertensi


a. Hipertensi primer

Hipertensi primer merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya,


namun diduga bahwa hipertensi primer ini disebabkan karena pola makan
dan gaya hidup (Ahmad et al., 2018; Chisholm-Burns, M. A et al., 2016).

b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang dapat diidentifikasi
penyebabnya. Penyebab umum hipertensi sekunder yaitu : penyakit ginjal
kronis, hipertensi renovaskular (tekanan darah tinggi akibat penyempitan
arteri yang membawa darah ke ginjal), kelainan hormonal, sleep apnea
(gangguan tidur), serta induksi yang disebabkan oleh obat dan alkohol
(Chisholm-Burns, M. A et al., 2016; Wells et al., 2015).

Sedangkan penyebab lain hipertensi sekunder yaitu pheochromocytoma


(tumor langka pada kelenjar adrenal), sindrom cushing (kumpulan gejala
klinis akibat kelebihan kadar hormon kortisol dalam tubuh), penyakit
hipotiroid (kekurangan hormon tiroid), penyakit hipertiroid (kelebihan
hormon tiroid), penyakit hiperparatiroid (kelebihan hormon paratiroid), dan
penyempitan aorta (Chisholm-Burns, M. A et al., 2016; Wells et al., 2015).

II.1.3 Klasifikasi Hipertensi


Klasifikasi hipertensi menurut Joint National Committee VIII adalah
sebagai berikut ( Bell, K., Twiggs, J., Olin, 2018; American College of
Cardiology/ American Heart Association Task Force on Clinical Practice
Guidelines, 2017; Whelton et al., 2017)

Tabel Sedangkan penyebab lain hipertensi sekunder yaitu


pheochromocytoma (tumor langka pada kelenjar adrenal), sindrom cushing
(kumpulan gejala klinis akibat kelebihan kadar hormon kortisol dalam
tubuh), penyakit hipotiroid (kekurangan hormon tiroid), penyakit hipertiroid
(kelebihan hormon tiroid), penyakit hiperparatiroid (kelebihan hormon
paratiroid), dan penyempitan aorta (Chisholm-Burns, M. A et al., 2016;
Wells et al., 2015)..1 Klasifikasi Hipertensi untuk Usia ≥ 18 Tahun
Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah
Sistolik (mmHg) Diatolik (mmHg)

Normal < 120 < 80

Prehipertensi 120-139 80-89

Stage 1 : Hipertensi 140-159 90-99

Stage 2 : Hipertensi ≥160 ≥ 100


European Society of Hypertension mengelompokkan hipertensi sebagai
berikut (Williams B, et al., 2018):

Tabel Sedangkan penyebab lain hipertensi sekunder yaitu


pheochromocytoma (tumor langka pada kelenjar adrenal), sindrom cushing
(kumpulan gejala klinis akibat kelebihan kadar hormon kortisol dalam
tubuh), penyakit hipotiroid (kekurangan hormon tiroid), penyakit hipertiroid
(kelebihan hormon tiroid), penyakit hiperparatiroid (kelebihan hormon
paratiroid), dan penyempitan aorta (Chisholm-Burns, M. A et al., 2016;
Wells et al., 2015)..2 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut ESH
Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah
Sitolik Diastolik

(mmHg) (mmHg)

Optimal < 120 <80

Normal 120-129 80-84

Normal Tinggi 130-139 85-89

Derajat 1 hipertensi 140-19 90-99

Derajat 2 hipertensi 160-179 100-109

Derajat 3 hipertensi >180 >110

Sistolik hiperensi terisolasi >140 <90

II.1.4 Patofisiologi Hipertensi


Dalam tubuh manusia, mekanisme pengaturan tekanan darah dibagi menjadi
2 yaitu :
1. Mekanisme pengaturan tekanan darah jangka pendek (sistem reaksi
cepat)
Mekanisme ini diatur oleh refleks kardiovaskular melalui sistem saraf
pusat (yang berasal dari atrium dan arteri pulmonalis otot polos), refleks
kemoreseptor (yang menyebabkan vasokontriksi dan vasodilatasi
pembuluh darah), serta respon iskemia (keadaan dimana terjadinya
kekurangan suplai darah ke jaringan atau organ tubuh) yang terjadi pada
beberapa detik sampai beberapa menit ( Nuraini, 2015).

2. Mekanisme pengaturan tekanan darah jangka menengah dan jangka


Spanjang (sistem reaksi lambat)
Mekanisme ini diatur melalui jumlah cairan tubuh yang melibatkan
organ ginjal dengan cara mempertahankan keseimbangan darah secara
langsung atau tidak langsung (Dinata, 2015; Nuraini, 2015).

Mekanisme secara langsung yaitu dengan mengatur volume darah rata-


rata 5 liter/menit, sedangkan mekanisme tidak langsung yaitu dengan
mengatur perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga
interstisial yang dikontrol oleh hormon angiotensin dan vasopresin
(Dinata, 2015; Nuraini, 2015).

Dari 2 mekanisme yang terlibat dalam pengaturan tekanan darah,


mekanisme umum yang sering terjadi yaitu mekanisme pengaturan
tekanan darah jangka menengah dan jangka panjang dengan melibatkan
hormon angiotensin.
Gambar Sedangkan penyebab lain hipertensi sekunder yaitu
pheochromocytoma (tumor langka pada kelenjar adrenal),
sindrom cushing (kumpulan gejala klinis akibat kelebihan
kadar hormon kortisol dalam tubuh), penyakit hipotiroid
(kekurangan hormon tiroid), penyakit hipertiroid (kelebihan
hormon tiroid), penyakit hiperparatiroid (kelebihan hormon
paratiroid), dan penyempitan aorta (Chisholm-Burns, M. A et
al., 2016; Wells et al., 2015)..1 Diagram sistem RAAS yang
terlibat dalam modulasi tekanan darah (Chisholm-Burns, M.
A et al., 2016).

Mekanisme ini diawali dengan munculnya faktor resiko seperti : umur,


riwayat keluarga, sindrom metabolik, diabetes mellitus, dislipidemia,
obesitas, mikroalbuminuria, merokok, dan stress yang menyebabkan
peningkatan resistensi vaskular (Chisholm-Burns, M. A et al., 2016).

Sehingga terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, yang menyebabkan ginjal


merangsang pengeluaran enzim renin yang disimpan di sel juxtaglomerular
ginjal untuk mengubah Angiotensinogen (substrat renin) menjadi
Angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif) (Chisholm-Burns, M. A et al.,
2016).
Kemudian Angiotensin I ini akan diubah oleh enzim Angiotensin
Converting Enzym (merupakan dipeptidil karboksipeptidase yang membagi
histidil-leusin dari Angiotensin I inaktif) menjadi Angiotensin II ( Nuraini,
2015).

Angiotensin II inilah yang menyebabkan terjadinya vasokontriksi arteriolar,


sehingga terjadi peningkatkan resistensi perifer dan peningkatan tekanan
darah. Selain itu, Angiotensin II juga dapat menstimulasi korteks adrenal,
sehingga memicu pelepasan aldosteron, memicu peningkatkan reabsorpsi
ion natrium di ginjal, dan memicu peningkatan reabsorpsi air (muncul rasa
haus dan memicu pengeluaran vasopresin), sehingga terjadi peningkatan
tekanan darah . (Chisholm-Burns, M. A et al., 2016).

Peningkatan tekanan darah yang terjadi secara terus menerus akan


mengakibatkan disfungsi endotel, seperti : peningkatan sel endotel dalam
bentuk radikal bebas, penurunan produksi Nitric Oxide (NO) melalui efek
proinflamasi pada sel-sel otot polos vaskuler, dan memicu terjadinya stres
oksidatif, sehingga menimbulkan kekakuan pembuluh darah pada organ
otak (mengakibatkan stroke), mata (mengakibatkan retinopati hipertensif),
jantung (mengakibatkan infark miokard, jantung koroner, dan gagal jantung
kongesif), serta ginjal (mengakibatkan gagal ginjal kronis) (Rini, 2015;
Wells et al., 2015; Noerhadi, 2008).

II.1.5 Diagnosis Hipertensi


Diagnosis hipertensi dilihat melalui anemnesis pasien, seperti (Chisholm-
Burns, M. A et al., 2016; Wells et al., 2015) :
1. Keluhan pasien
Bertujuan untuk mengetahui gejala yang muncul seperti : sakit kepala,
berkeringat, takikardia, dan hipotensi apabila mengalami
phaeochromocytoma; dan muncul gejala seperti peningkatan berat
badan, poliuria, edema, ketidakteraturan menstruasi, dan timbul jerawat
apabila mengalami sindrom cushing.
2. Pemeriksaan funduskopi
Bertujuan untuk mengetahui penyempitan arteriolar, perdarahan pada
retina, dan edema.
3. Pemeriksaan cardiopulmonary
Bertujuan untuk mengetahui irama denyut jantung, hipertrofi ventrikel
kiri, penyakit jantung koroner, dan gagal jantung.
4. Pemeriksaan perifer vaskular
Bertujuan untuk mengetahui bunyi pada aorta atau abdomen, kondisi
vena yang mengalami pembengkakan, ada tidaknya denyut perifer, dan
edema.

Selain pemeriksaan fisik, penderita hipertensi juga perlu dilakukan tes


laboratorium, seperti :

1. Blood urea nitrogen / kreatinin serum.


2. Kadar glukosa darah puasa.
3. Elektrolit serum (natrium dan kalium).
4. Perkiraan laju filtrasi glomerular.

Pada penderita hipertensi sekunder, perlu dilakukan tes laboratorium


tambahan, seperti :

1. Plasma norepinefrin dan kadar metanfrin urin untuk pheochromocytoma.


2. Konsentrasi plasma dan aldosteron di urin untuk aldosteron primer.
3. Aktivitas renin plasma.
4. Tes captopril.
5. Angiografi arteri ginjal untuk renovaskular.

II.1.6 Target Terapi Hipertensi


Target terapi dari hipertensi adalah mencegah atau menurunkan terjadinya
kardioserebrovaskular (penyakit infark miokard dan stroke) serta gagal
ginjal melalui pengendalian dan penurunan tekanan darah, mengurangi
resiko komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular, serta menurunkan
angka kematian (Tedjasukmana, 2012), dengan cara memenuhi kriteria
sebagai berikut (Kaur, 2014; Alberti et al., 2009) :

Tabel Sedangkan penyebab lain hipertensi sekunder yaitu


pheochromocytoma (tumor langka pada kelenjar adrenal), sindrom cushing
(kumpulan gejala klinis akibat kelebihan kadar hormon kortisol dalam
tubuh), penyakit hipotiroid (kekurangan hormon tiroid), penyakit hipertiroid
(kelebihan hormon tiroid), penyakit hiperparatiroid (kelebihan hormon
paratiroid), dan penyempitan aorta (Chisholm-Burns, M. A et al., 2016;
Wells et al., 2015)..3 Kriteria Sindrom Metabolik
Indeks Biokimia Jenis Parameter
Kelamin

Lingkar pinggang Pria Lebih besar dari 35 inci.

Lebih besar dari 31 inci.

Wanita

Kolesterol HDL Pria Lebih kecil dari 50 mg/dL.


Lebih kecil dari 40 mg/dL.

Wanita

Trigliserida Pria dan Lebih besar dari atau sama


wanita dengan 150 mg/dL.

Glukosa darah puasa Pria dan Lebih besar dari atau sama
wanita dengan 100 mg/dL.

Tekanan darah Pria dan Lebih besar dari atau sama


wanita dengan 130/85 mmHg.

Selain kriteria diatas, penting untuk mempertimbangkan karakteristik


khusus bagi setiap pasien guna meningkatkan kualitas hidup pasien. Oleh
karena itu, perlu diperhatikan target tekanan darah pada masing-masing
kondisi pasien, seperti berikut (Chisholm-Burns, M. A Schwinghammer et
al., 2016) :

Tabel Sedangkan penyebab lain hipertensi sekunder yaitu


pheochromocytoma (tumor langka pada kelenjar adrenal), sindrom cushing
(kumpulan gejala klinis akibat kelebihan kadar hormon kortisol dalam
tubuh), penyakit hipotiroid (kekurangan hormon tiroid), penyakit hipertiroid
(kelebihan hormon tiroid), penyakit hiperparatiroid (kelebihan hormon
paratiroid), dan penyempitan aorta (Chisholm-Burns, M. A et al., 2016;
Wells et al., 2015)..4 Goal Tekanan Darah
ESH/ESC 2013 James et al. JAMA 2013
Tanpa komplikasi <140/90 mmHg ≥ 60 tahun

<150/90 mmHg

< 60 tahun atau ≥ 18 tahun

<140/90 mmHg

Pasien dengan diabetes <140/85 mmHg ≥ 18 tahun


atau CKD
<140/90 mmHg

Lansia (≥ 80 tahun) 140/90 mmHg -


sampai 150/90
mmHg
II.1.7 Pengobatan Hipertensi (Chisholm-Burns, M. A et al., 2016)

Golongan Obat Nama Obat Mekanisme Kerja Efek Samping


ACE Inhibitor Kaptopril Menghambat ACE yang memerantarai Batuk kering,
pembentukan Angiotensin I menjadi hiperkalemia,
Angiotensin II sebagai vasokontriktor poten, insufisiensi ginjal,
sehingga terjadi penurunan sistem saraf angioedema
simpatis, penurunan resistensi vaskular
perifer, penurunan aldosteron, penurunan
retensi air dan Na+, peningkatan otot polos
vaskular, serta peningkatan bradikinin,
sehingga terjadi penurunan tekanan darah.
Penghambat Propanolol c. Menurunkan frekuensi denyut jantung, Hipoglikemia,
adrenoreseptor beta sehingga dapat menurunkan curah hiperkalemia, dan
(antagonis β2) jantung, dan akhirnya dapat menurunkan hiperlipidemia
tekanan darah.
d. Menghambat renin, sehingga menurunkan
pembentukan angiotensin II, yang
mengakibatkan penurunan aldosteron,
penurunan retensi air dan Na+, penurunan
volume darah, penurunan curah jantung,
dan penurunan tekanan darah.
Penghambat Prazosin Menurunkan resistensi vaskular perifer dan Pusing, palpitasi,
adrenoreseptor alfa menurunkan tekanan darah arteri dengan cara ortostatik, dan
(antagonis α-1) menyebabkan relaksasi otot polos arteri dan hipotensi
vena.
Angiotensin II Losartan Menghambat aktivitas Angiotensin II, Hiperkalemia,
Antagonis sehingga terjadi penurunan sistem saraf defisiensi fungsi
simpatis, peningkatan otot polos vaskular, ginjal, angioedema,
peningkatan bradikinin, penurunan aldosteron, hipotensi.
penurunan retensi air dan Na+, sehingga terjadi
penurunan tekanan darah.
Penghambat kanal Amlodipin Menghambat saluran Ca2+ dalam sel, sehingga Hiperplasia
Ca2+ terjadi penurunan jumlah Ca2+ diluar sel, yang gingival dan
menyebabkan vasodilatasi dan kontraksi otot takikardia refleks.
jantung.
Vasodilator Isosorbid dinitrat, Menyebabkan relaksasi otot polos vaskular Edema,
minoxidil, sehingga dapat menurunkan resistensi dan hipertrikosis
hidralazin tekanan darah. (minoxidil),
takikardia, sindrom
seperti lupus
(hidralazin).
Diuretik Thiazid Menurunkan tekanan darah dengan cara Hipokalemia dan
(hidroklorotiazid) meningkatkan asupan Na+ dan ekskresi air, ketidakseimbangan
sehingga menurunkan volume darah, elektrolit lainnya.
menurunkan curah jantung, dan menurunkan
resistensi perifer. Efek negatif pada
glukosa
dan lipid.

Loop diuretik Menghambat transport bersamaan antara Na+/ Hipokalemia dan


(furosemid) K+/ Cl-, sehingga menyebabkan retensi air, ketidakseimbangan
Na+, dan Cl-. elektrolit lainnya.

Diuretik hemat Amilorid dan triamteren (menghambat Hiperkalemia dan


kalium (amilorid, pengangkut epitel Na+ pada tubulus distal dan ginekomastia
triamteren, tubulus koligens)
spironolakton,
dan eplerenon) Spironolakton dan eplerenon (Menurunkan
volume darah, meningkatkan sekresi urin dan
mengatasi kekurangan K+ dan Na+ akibat
diuretik lain, serta menurunkan remodelling
jantung yang terjadi pada gagal jantung.
II.2. Arterial Stifness
II.2.1 Definisi Kekakuan Arteri
Kekakuan arteri adalah penebalan dan hilangnya elastisitas dinding arteri
yang ditandai dengan obstruktif pada dinding arteri dan penumpukan plak di
suatu organ (Fleenor dan Berrones, 2015).

II.2.2 Patofisiologi Kekakuan Arteri


Fungsi utama dari sistem arteri adalah menyediakan oksigen dan darah kaya
nutrisi ke berbagai jaringan dan organ tubuh untuk menyangga darah yang
keluar dari jantung, sehingga dapat meningkatkan aliran darah secara terus
menerus di kapiler (Fleenor dan Berrones, 2015).

Pada kondisi fisiologis yang sehat, gelombang tekanan nadi berjalan


menyusuri aorta dan sebagian direfleksikan kembali ke jantung, sedangkan
gelombang yang tersisa akan ditransmisikan ke sistem peredaran darah
kecil, sehingga akan meningkatkan aliran darah pulsatil yang rendah dalam
jaringan (Fleenor dan Berrones, 2015).

Ketika aorta mengalami kekakuan karena penuaan, gelombang tekanan nadi


bergerak menuju aorta dengan kecepatan yang meningkat dan proporsi yang
lebih besar dari gelombang yang ditransmisikan ke sistem peredaran darah
kecil (Fleenor dan Berrones, 2015).

Peningkatan gelombang yang ditransmisikan ini akan menghasilkan aliran


darah pulsatil yang lebih besar pada jaringan, sehingga menyebabkan
kerusakan pada pembuluh darah kecil, terjadinya hipertensi dan iskemia
miokardial serta dapat menyebabkan kerusakan organ pada jantung, otak,
dan ginjal (Fleenor dan Berrones, 2015).

II.3. Metode Pengujian Aktivitas Antihipertensi


Untuk melakukan pengujian aktivitas antihipertensi, pengukuran tekanan
darah dapat dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan metode langsung
(invasive) dan metode tidak langsung (non invasive)

2. Metode Langsung (invasive)

3. Metode Tidak Langsung (non-invasif)

Penderita hipertensi dapat mengalami perubahan dalam arteri,


sehingga menyebabkan kekakuan aorta terkait usia, dan sebagian besar
karena perubahan fungsional serta struktural dalam arteri. Perubahan arteri
ini menghasilkan perubahan volume dan tekanan yang dapat digunakan
untuk menilai kekakuan arteri (Fleenor dan Berrones, 2015).

Menilai kekakuan arteri bisa dilakukan dengan cara mengukur perubahan


volume (ΔV) dan tekanan (ΔP) selama siklus jantung. Selain itu, bisa juga
menggunakan modulus elastisitas tambahan (Einc) yang kemudian dapat
digunakan untuk menghitung Pulse Wave Velocity (PWV) dengan cara:

PWV = √ (E inc • h / 2 r ρ)

dimana h adalah ketebalan dinding pembuluh darah, r adalah jari-jari


bejana, dan ρ adalah densitas darah.
Dengan demikian, kekakuan yang berkaitan dengan usia akan
meningkatkan PWV yang dapat dinilai dengan mudah di seluruh arteri
(Fleenor dan Berrones, 2015).

II.4. Tinjauan Umum Tanaman

II.4.1 Morfologi Tanaman Pegagan (Centella asiatica)


Pegagan (Centella asiatica) merupakan tanaman herba tahunan yang
tumbuh di daerah tropis dan subtropis (Gray et al., 2018; Kristina dkk.,
2009). Tanaman ini memproduksi stolon, sehingga tumbuh dengan cara
merambat menutupi tanah dan menyebar (Gray et al., 2018).

Pegagan memiliki tinggi sekitar 5,39 cm – 13,3 cm yang dilengkapi dengan


bagian tanaman seperti: akar, batang, daun, bunga, dan buah. Akarnya
berwarna putih yang disertai rimpang pendek dan stolon yang merambat
dengan panjang 10-80 cm yang tumbuh di setiap ruas (Kristina dkk., 2009).

Batang tanaman pegagan memiliki tekstur yang lunak dan beruas. Pada
tdiap ruas batang, tumbuh akar dan daun disertai tangkai daun dengan
panjang sekitar 5-15 cm (Kristina dkk., 2009).

Daun pegagan berwarna hijau dengan permukaan dan punggung daun yang
licin. Memiliki bentuk sekop atau seperti bentuk ginjal, dengan tepi daun
yang melengkung ke atas dan bergerigi dengan panjang sekitar 2-6 cm dan
lebar sekitar 1,5-5 cm (Singh et al., 2010). Jumlah daun pegagan tiap
tanaman berbeda-beda, apabila pada tanaman induk jumlah daunnya
berkisar 5-8. Sedangkan pada tanaman anakan, jumlah daunnya berkisar 2–
5 ( Kristina dkk., 2009; Bermawie dan Purwiyanti, 2008).
Bunga tanaman pegagan berbentuk payung yang terletak di kepala bunga
(umbel), masing-masing kepala bunga (umbel) terdiri dari 3-4 bunga
berwarna merah muda atau putih (Singh et al., 2010; Winarto W. P, dkk.,
2003).

Buahnya berdinding tebal, berbentuk bulat dan panjang, serta memiliki kulit
keras yang tumbuh di sepanjang musim (Singh et al., 2010; Winarto., 2003).

II.4.2 Klasifikasi Tanaman Pegagan (Centella asiatica)

Gambar Sedangkan penyebab lain hipertensi sekunder yaitu


pheochromocytoma (tumor langka pada kelenjar adrenal), sindrom cushing
(kumpulan gejala klinis akibat kelebihan kadar hormon kortisol dalam
tubuh), penyakit hipotiroid (kekurangan hormon tiroid), penyakit hipertiroid
(kelebihan hormon tiroid), penyakit hiperparatiroid (kelebihan hormon
paratiroid), dan penyempitan aorta (Chisholm-Burns, M. A et al., 2016;
Wells et al., 2015)..2 Tanaman Pegagan (Centella asiatica)

(Tripathi et al., 2015)

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Famili : Apiaceae (Umbelifera)
Genus : Centella
Spesies : Centella asiatica
( Israt, 2017; Brinkhaus et al., 2000).
II.4.3 Nama Tanaman Pegagan (Centella asiatica)
Tabel Sedangkan penyebab lain hipertensi sekunder yaitu
pheochromocytoma (tumor langka pada kelenjar adrenal), sindrom cushing
(kumpulan gejala klinis akibat kelebihan kadar hormon kortisol dalam
tubuh), penyakit hipotiroid (kekurangan hormon tiroid), penyakit hipertiroid
(kelebihan hormon tiroid), penyakit hiperparatiroid (kelebihan hormon
paratiroid), dan penyempitan aorta (Chisholm-Burns, M. A et al., 2016;
Wells et al., 2015)..5 Nama Tanaman Pegagan di Berbagai Negara
(Centella asiatica)

Negara Nama Referensi

Indonesia Sumatra (kaki kuda). (Gray et al.,


2018;
Jawa (kaki kuda, Brinkhaus et
pegagan, antanan al., 2000).
gede, gagan-gagan,
gang-gagan, kerok
batok, panegowan,
rendeng, calingan
rambat, kos
tekosan).

Sulawesi (pagaga,
tungke-tungke).

Bali (papaiduh,
pepiduh, piduh).

Flores (puhe beta,


kaki kuta, tete karo,
tete kadho).
Malaysia Talapetraka. (Gray et al.,
2018;
Maulidiani et
al., 2014).

Thailand Bau-bog. (Gray et al.,


2018).

Myanmar Minkhuabin. (Gray et al.,


2018).

Jepang Tsubo-kusa. (Gray et al.,


2018;
Brinkhaus et
al., 2000).

China Tungchian, luei gong (Gray et al.,


gen, ji xue cao. 2018).

Arab Artaniyal-hindi, (Gray et al.,


zarnab. 2018).

Spanyol Sombrerito, hierba (Gray et al.,


de clavo. 2018).

Inggris Indian Pennywort, (Gray et al.,


asiatic pennywort, 2018;
marsh pennywort, Brinkhaus et
pennyweed, al., 2000)
sheeprot, indian
water navelwort.

Perancis Hydrocotyle (Gray et al.,


asiatique, e´cuelle 2018;
d’eau. Brinkhaus et
al., 2000)

Jerman Indischer (Gray et al.,


wassernabel, 2018;
asiatisches Brinkhaus et
sumpfpfennigkraut. al., 2000).

India Sankrit (brahmi, (Gray et al.,


mandukaparni, 2018).
cheka parni).

Hindi (khulakudi,
brahmamanduki).

Nepal Kholachagya. (Gray et al.,


2018).

Sri Lanka Gotu kola, (Gray et al.,


hingolukola. 2018).

II.4.4 Komponen Fitokimia dan Aktivitas Farmakologi Tanaman


Pegagan (Centella asiatica)
Daun pegagan (Centella asiatica) mengandung senyawa aktif seperti
terpenoid, flavonoid, triterpenoid, alkaloid, dan glikosida ( Nisa dan Dewi,
2018; Sutardi, 2016; Fauziah, Dewi dan Wahyuningsih, 2015; Putra, Dewi
dan Purnomo, 2015).

Terpenoid memiliki aktivitas sebagai vasodilator dan sebagai diuretik,


sehingga dapat menurunkan tekanan darah ( Nisa dan Dewi, 2018; Putra,
Dewi dan Purnomo, 2015).

Flavonoid (quersetin dan kaempferol) berfungsi untuk mengaktivasi


produksi nitrit oksida oleh superoksida, mereduksi stress oksidatif,
mencegah kerusakan glomerulus, menurunkan kadar ureum dan kreatinin
dalam plasma, meningkatkan tekanan darah dengan cara menghambat
Angiotensin Converting Enzym (ACE) sehingga tidak dapat membentuk
Angiotensin II, dan sebagai vasodilator dengan cara menghambat kontriksi
pembuluh darah yang diinduksi oleh penurunan endothelin-1 dan ion
kalsium (Fauziah, Dewi dan Wahyuningsih, 2015; Putra, Dewi dan
Purnomo, 2015; Nisa dan Dewi, 2018).

Triterpenoid (asiaticosida, asam asiatik, madekasida, dan madekasosida)


berfungsi untuk memperlancar peredaran darah menuju otak, memberikan
efek yang menenangkan, menguatkan sel-sel kulit, merangsang sel darah
dan sistem imun, serta sebagai antibiotik alami (Sutardi, 2016).
Alkaloid memiliki aktivitas sebagai antihipertensi (Putra D. S. A, dkk.
2015). Glikosida (brahmosida dan brahminosida) memiliki aktivitas sebagai
diuretik dan sedatif, karena brahmosida dapat mengeluarkan nitrit oksida,
sehingga aorta dan vena mengalami relaksasi yang menyebabkan aliran
darah menjadi lancar ( Sutardi, 2016; Astana, Ardianto dan Triyono, 2015).

II.4.5 Metode Ekstraksi Tanaman Pegagan (Centella asiatica)


Kualitas ekstrak tanaman pegagan (Centella asiatica) sangat dipengaruhi
oleh metode ekstraksi dan jenis pelarut yang digunakan. Maka dari itu,
sangat penting untuk memilih metode ekstraksi yang efektif dan selektif
bagi senyawa bioaktif yang terkandung dalam daun pegagan.

Metode ekstraksi yang biasa digunakan pada daun pegagan adalah metode
fluida superkritis, sonikasi, maserasi, dan sokletasi. Pemilihan metode
ekstraksi yang tepat, dapat dipertimbangkan melalui kelebihan dan
kekurangan masing-masing metode. Berikut adalah kelebihan dan
kekurangan dari metode ekstraksi daun pegagan:
Tabel Sedangkan penyebab lain hipertensi sekunder yaitu
pheochromocytoma (tumor langka pada kelenjar adrenal), sindrom cushing
(kumpulan gejala klinis akibat kelebihan kadar hormon kortisol dalam
tubuh), penyakit hipotiroid (kekurangan hormon tiroid), penyakit hipertiroid
(kelebihan hormon tiroid), penyakit hiperparatiroid (kelebihan hormon
paratiroid), dan penyempitan aorta (Chisholm-Burns, M. A et al., 2016;
Wells et al., 2015)..6 Kelebihan dan Kekurangan Metode Ekstraksi
Tanaman Pegagan (Centella asiatica)
Kelebihan Kekurangan

Metode fluida superkritis


(Sondari et al., 2016; Joshi, 2015; Kim et al., 2009)

Memberikan hasil ekstrak yang lebih Menggunakan tekanan


tinggi. yang besar, sehingga
membutuhkan biaya
kompresi.

Dapat dilakukan pada suhu rendah, Membutuhkan peralatan


sehingga senyawa bioaktif tidak mudah ekstrasi yang tahan
rusak/ terurai. terhadap tekanan yang
tinggi.

Memberikan waktu yang lebih efisien.

Membutuhkan energi yang lebih sedikit.

Memiliki kemurnian dan kelarutan yang


tinggi.

Metode Sonikasi
(Febriyanti, Iswarin dan Digjayanti, 2016; Sondari et al., 2016; Majid
dan Nayik, 2015).

Dapat dilakukan pada suhu rendah (40˚C), Memberikan hasil ekstrak


sehingga senyawa bioaktif tidak mudah yang lebih sedikit
rusak/ terurai. dibanding metode fluida
superkritis.

Memberikan waktu yang lebih efisien. Membutuhkan energi yang


lebih banyak.

Pelarut lebih cepat masuk ke dalam sel Dapat membentuk radikal


simplisia daun pegagan karena karena bekerja pada suhu
menggunakan gelombang ultrasonik. kritis.

Gelombang ultrasonik tidak beracun, aman


dan ramah lingkungan.

Membutuhkan biaya yang lebih rendah.

Metode Maserasi
(Puspitasari dan Proyogo, 2017; Zulfajri, M dan Mutakkin, 2017;
Sondari et al., 2016).

Dapat digunakan untuk tanaman yang Memberikan hasil ekstrak


tidak tahan pemanasan. yang lebih sedikit
dibanding metode fluida
superkritis dan metode
sonikasi.

Peralatan dan prosedur yang dilakukan Membutuhkan waktu yang


sederhana. relatif lama.

Dapat dilakukan pada suhu rendah Membutuhkan pelarut


sehingga senyawa bioaktif tidak mudah yang sangat banyak.
rusak/ terurai.

Endapan hasil ekstrak


mengandung sisa pelarut
organik yang beracun.

Metode sokletasi
(Puspitasari dan Proyogo, 2017; Sondari et al., 2016)
Menggunakan pelarut yang lebih Memberikan hasil ekstrak
sedikit. yang lebih sedikit dibanding
metode fluida superkritis,
metode sonikasi, dan metode
maserasi.

Memberikan waktu yang lebih efisien. Pelarut tidak langsung masuk


kedalam sel simplisia daun
pegagan.

Dilakukan pada suhu tinggi,


sehingga dapat
merusak/menguraikan
senyawa bioaktif daun
pegagan.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Y. K. et al. (2018) ‘Assessment of Vitamin D Status In Patients
With Essential Hypertension’, 72(July), pp. 4434–4438.
Alberti, K. G. M. M. et al. (2009) ‘Harmonizing The Metabolic Syndrome:
A Joint Interim Statement of The International Diabetes Federation
Task Force on Epidemiology and Prevention; National Heart, Lung,
and Blood Institute; American Heart Association; World Heart
Federation; International’, Circulation, 120(16), pp. 1640–1645. doi:
10.1161/CIRCULATIONAHA.109.192644.
American College of Cardiology/ American Heart Association Task Force
on Clinical Practice Guidelines (2017) ‘2017 Guideline for the
Prevention, Detection, Evaluation and Management of High Blood
Pressure in Adults’. doi:
10.1161/HYP.0000000000000065/-/DC1.The.
Astana, W., Ardianto, D. dan Triyono, A. (2015) ‘Studi Klinik Efek Ramuan
Jamu untuk Insomnia terhadap Fungsi Ginjal Pasien Klinik Hortus
Medicus’, Jurnal Farmasi Sains dan Terapan, 2 (1)(11), pp. 46–49.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
(2013) Riset Kesehatan Dasar 2013, Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. doi: 10.1007/s13398-014-0173-7.2.
Bell, K., Twiggs, J., Olin, B. R. (2018) ‘Hypertension: The Silent Killer:
Updated JNC8 Guideline Recommendations Associate Clinical
Professor of Pharmacy Practice, Drug Information and Learning
Resource Center’. doi: 0178-0000-15-104-H01-P.
Bermawie, N. dan Purwiyanti, S. (2008) ‘Keragaan Sifat Morfologi, Hasil
dan Mutu Plasma Nutfah Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban.)’,
Bul. littro, XIX(1), pp. 1–17.
Brinkhaus, B. et al. (2000) ‘Chemical, Pharmacological and Clinical Profile
of The East Asian Medical Plant Centella asiatica’, Phytomedicine,
7(5), pp. 427–448. doi: 10.1016/S0944-7113(00)80065-3.
Chisholm-Burns, M. A. et al. (2016) Pharmacotherapy Principle &
Practice Fourth Edition. 9 th. Inggris: McGraw-Hill Education
Companies.
Dinata, W. W. (2015) ‘Menurunkan Tekanan Darah Pada Lansia Melalui
Senam Yoga’, Jurnal Olahraga Prestasi, 11(2), pp. 77–90.
Fauziah, I., Dewi, A. R. dan Wahyuningsih, D. (2015) ‘Efek Kombinasi
Ekstrak Pegagan (Centella Asiatica), Gandarusa (Justicia
Gendarussa), Dan Alang-Alang (Imperata Cylindrica) Terhadap
Kadar Ureum-Kreatinin Serum Tikus Hipertensi’, Jurnal
Kedokteran Komunitas, 3(1), pp. 269–276.
Febriyanti, A. F., Iswarin, S. J. dan Digjayanti, T. (2016) ‘Perbandingan
Kadar Asiatikosida Dalam Ekstrak Etanol 70% Pegagan (Centella
asiatica) (L.)Urban) Dengan Metode Ekstraksi Maserasi dan
Sonikasi Secara LC-MS’, 4(2), pp. 50–57.
Fleenor, B. S. dan Berrones, A. J. (2015) Arterial Stiffness : Implications
and Interventions. Springer Briefs In Physiology.
Gray, N. E. et al. (2018) ‘Centella asiatica: Phytochemistry and
Mechanisms of Neuroprotection and Cognitive Enhancement’,
Phytochemistry Reviews. Springer Netherlands, 17(1), pp. 161–194.
doi: 10.1007/s11101-017-9528-y.
Israt, J. F. (2017) ‘Ethnobotanical Survey on Joypurhat Sadar region of
Joypurhat District of Bangladesh’.
Joshi, Y. (2015) ‘Seminar Report on Supercritical Fluids and Its
Applications’, pp. 1–43.
Katno dan Pramono, S. (2008) ‘Tingkat Manfaat, Keamanan dan Efektifitas
Tanaman Obat dan Obat Tradisional’, Balai Penelitian Tanaman
Obat Tawangmangu. doi: 10.1038/296008a0.
Kaur, J. (2014) ‘A Comprehensive Review on Metabolic Syndrome’,
Cardiology Research and Practice. Hindawi Publishing Corporation,
pp. 1–20. doi: 10.1155/2014/943162.
Kim, W. J. et al. (2009) ‘Extraction of Bioactive Components From
Centella asiatica Using Subcritical Water’, Journal of Supercritical
Fluids, 48(3), pp. 211–216. doi: 10.1016/j.supflu.2008.11.007.
Kristina, N. N. et al. (2009) ‘Analisis Fitokimia dan Penampilan Polapita
Protein Tanaman Pegagan (Centella asiatica) Hasil Konservasi In
Vitro’, Bul Littro, 20(1), pp. 11–20.
Majid, I. dan Nayik, G. A. (2015) ‘Ultrasonication and Food Technology: A
review. Food Science And Technology’, Food Science And
Technology. Cogent, 1, pp. 1–11. doi: 10.4172/2155-9600.1000384.
Maulidiani et al. (2014) ‘Chemical Characterization and Antioxidant
Activity of Three Medicinal Apiaceae Spesies’, Industrial Crops and
Products. Elsevier B.V., 55, pp. 238–247. doi:
10.1016/j.indcrop.2014.02.013.
Nisa, U. dan Dewi, T. F. (2018) ‘Kombinasi Salam, Pegagan, Alang-alang,
dan Pala Terhadap Fungsi Kardiovaskular Pasien Hipertensi
Esensial’, Buletin Penelitian Kesehatan, 46(1), pp. 61–68.
Noerhadi, M. (2008) ‘Hipertensi Dan Pengaruhnya Terhadap Organ-Organ
Tubuh’, Medikora, IV(2), pp. 1–18.
Nuraini, B. (2015) ‘Risk Factors of Hypertension’, Jurnal Majority, 4(5),
pp. 10–19. Available at:
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/60
2/606.
Organization, W. H. (2013) ‘A Global Brief on Hypertension’, (9), pp. 10–
11. doi: 10.1136/bmj.1.4815.882-a.
Puspitasari, A. D. dan Proyogo, L. S. (2017) ‘Perbandingan Metode
Ekstraksi Maserasi dan Sokletasi Terhadap Kadar Fenolik Total
Ekstrak Etanol Daun Kersen (Muntingia calabura)’, Jurnal Ilmiah
Cendekia Eksakta, 2, pp. 1–8.
Putra, D. S. A., Dewi, A. R. dan Purnomo, Y. (2015) ‘Perbandingan Infusa
dan Dekokta Kombinasi Centella asiatica , Jucticia gendarussa ,
Imperata cylindrica terhadap Tekanan Darah Tikus Model
Hipertensi’, Jurnal Kedokteran Komunitas, 3(1), pp. 15–20.
Rini, S. (2015) ‘Sindrom Metabolik’, J Majority, 4(4), pp. 88–93. doi:
10.1073/pnas.95.3.861.
Singh, S. et al. (2010) ‘Centella asiatica (L.) : A Plant With Immense
Medicinal Potential But Threatened’, International Journal of
Pharmaceutical Sciences Review and Research, 4(2), pp. 9–17. doi:
10.1016/j.bandc.2009.07.010.
Sondari, D. et al. (2016) ‘Studi Awal Pengaruh Metode Ekstraksi Terhadap
Rendemen dan Kadar Asiaticoside dari Centella asiatica (L.) Urb’,
Jurnal Sains Materi Indonesia, 17(3), pp. 124–130.
Sopi, I. I. P. B. dan Tallan, M. M. (2015) ‘Kajian Beberapa Tumbuhan Obat
Yang Digunakan Dalam Pengobatan Malaria Secara Tradisional’,
Spirakel, 7(2), pp. 28–37.
Sutardi, S. (2016) ‘Kandungan Bahan Aktif Tanaman Pegagan Dan
Khasiatnya Untuk Meningkatkan Sistem Imun Tubuh’, Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 35(3), pp. 121–130. doi:
10.21082/jp3.v35n3.2016.p121-130.
Tedjasukmana, P. (2012) ‘Tata Laksana Hipertensi’, Journal CDK, 39(4),
pp. 251–255. doi: www.kalbemed.com/Portals/6/06_192Tata
%20Laksana%20Hipertensi.pdf.
Tripathi, G. et al. (2015) ‘Ethnopharmacological Importance of Centella
asiatica With Special Reference to Neuroprotective Activity’, Asian
Journal of Pharmacology and Toxicology, 3(10), pp. 49–53.
Wells, B. G. et al. (2015) Pharmacotherapy Handbook. Ninth Edition.
Inggris: McGraw-Hill Education Companies.
Whelton et al. (2017) 2017 Guideline for the Prevention, Detection,
Evaluation, and Management of High Blood Pressure in Adults A
Report of the American College of Cardiology / American Heart
Association T, Journal of American College of Cardiology. doi:
10.1161/HYP.0000000000000065/-/DC1.The.
Winarto, W. P., Surbakti, M., 2003. Khasiat dan Manfaat Pegagan :
Tanaman Penambah Daya Ingat. Jakarta : Agromedia Pustaka.
Zulfajri, M, Z. dan Mutakkin (2017) ‘Metode Ekstraksi Antosianin dari
Kulit Buah (Syzygium cumini(L.)) Skeels Sebagai Indikator Alami
Asam Basa’, 1, pp. 547–553.

Anda mungkin juga menyukai