1 Makalah Pencegahan Tindak Pidana Korup
1 Makalah Pencegahan Tindak Pidana Korup
I. PENDAHULUAN
1
Materi disampaikan dalam Seminar Nasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia bekerja sama
dengan Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (INKINDO) tentang “Permasalahan Hukum Pada
Pelaksanaan Kontrak Jasa Konsultasi dan Pencegahan Korupsi di Lingkungan Instansi
Pemerintah”, yang diselenggarakan di Balai Sidang Djokosoetono Gedung F Lantai 2 FH-UI Depok,
Selasa 22 Juni 2010.
2
Jaksa Satuan Tugas Khusus, pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung RI
Jakarta.
Langkah awal dan mendasar untuk menghadapi dan memberantas
segala bentuk korupsi adalah dengan memperkuat landasan hukum yang
salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang
dirubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diharapkan dapat
mendukung pembentukan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi,
kolusi dan nepotisme, dan diperlukan pula kesamaan visi, misi dan
persepsi aparatur penegak hukum dalam penanggulangannya. Kesamaan
visi, misi dan persepsi tersebut harus sejalan dengan tuntutan hati nurani
rakyat yang menghendaki terwujudnya penyelengara negara yang mampu
menjalankan tugas dan fungsinya secara efektif, efisien, bebas dari
korupsi.
A. Pengertian Korupsi.
3
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni Bandung, Cetakan Keempat, 1996, hlm. 115.
4
Black, Henry Campbell, Black’s Law Dictionary, Edisi VI, West Publishing, St. Paul Minesota, 1990.
Dalam pengertian lain, korupsi dapat pula dilihat sebagai
perilaku tidak mematuhi prinsip, artinya dalam pengambilan
keputusan di bidang ekonomi, baik dilakukan oleh perorangan di
sektor swasta maupun pejabat publik, menyimpang dari aturan
yang berlaku.5 Hakekat korupsi berdasarkan hasil penelitian World
Bank adalah ”An Abuse Of Public Power For Private Gains” 6,
penyalahgunaan kewenangan / kekuasaan untuk kepentingan
pribadi.
5
Vito Tanzi, Corruption, Governmental Activities, and Markets, IMF Working Paper, Agustus 1994.
6
World Bank, World Development Report – The State in Changing World, Washington, DC, World Bank,
1997.
5. Kelompok delik pemalsuan. (sebagaimana diatur dalam Pasal
9 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tidak Pidana
Korupsi).
6. Kelompok delik yang berkaitan dengan pemborongan,
leveransir dan rekanan. (sebagaimana diatur dalam Pasal 7
ayat (1) dan ayat (2), Pasal 12 huruf g dan huruf i Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).
Jika kita mengamati lebih jauh dari setiap kasus yang mencuat ke
permukaan melalui media massa, dimana pada akhir-akhir ini kasus
tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia seringkali terkait dengan
pengadaan barang dan jada yang dananya berasal dari APBN, APBD atau
Badan Hukum Milik Negara. Para pelakunya merupakan orang-orang
yang memiliki kekuasaan atau yang memiliki kewenangan. Atas
kenyataan ini, pada umumnya korupsi karena adanya penggunaan
kekuasaan dan wewenang publik yang menyimpang untuk kepentingan
pribadi atau golongan tertentu.
1. Pengadaaan jasa.
2. Penyaluran dana Bantuan Operasional.
3. Perbaikan sarana dan prasarana.
4. Harga/nilai kontrak terlalu tinggi (mark up dalam pengadaan
barang dan jasa).
5. Penetapan pemenag lelang tidak sesuai ketentuan yang
berindikasi suap atau ditetapkan oleh pengurus atau pengawas
pada bagian pengadaan barang dan jasa Badan Hukum Milik
Negara.
6. Pembayaran fiktif.
7. Pemalsuan surat/dokumen sebagai sarana penyimpangan
penggunaan anggaran Badan Hukum Milik Negara.
8. Manipulasi penggunaan barang/dana.
9. Manipulasi biaya pembebasan tanah.
10. Realisasi pekerjaan tidak sesuai kontrak yang merugikan Badan
Hukum Milik Negara.
11. Penggelapan uang
12. Manipulasi gaji pegawai.
13. Pungutan tidak sah.
14. Penyalahgunaan biaya perjalanan dinas.
15. Penyalahgunaan wewenang.
1. Perencanaan Pengadaan;
2. Pembentukan Panitia Lelang;
3. Prakualifikasi Perusahaan;
4. Penyusunan Dokumen Lelang;
5. Pengumuman Lelang;
6. Pengambilan Dokumen Lelang;
7. Penentuan Harga Perkirakan Sendiri;
8. Penjelasan Lelang;
9. Penyerahan Penawaran Harga dan Pembukaan Penawaran;
10. Evaluasi Penawaran;
11. Pengumuman Calon Pemenang;
12. Sanggahan Peserta Lelang;
13. Penunjukan Pemenang Lelang;
14. Penandatanganan Kontrak Perjanjian;
15. Penyerahan Barang/Jasa kepada User.
Unsur ”memperkaya diri atau orang lain atau suatu korporasi” (vide
Pasal 2 ayat (1) UU no. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001) dan
unsur ”dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi ” (vide Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo.UU No. 20 Tahun
2001), merupakan unsur yang besifat alternatif sehingga tiak perlu pelaku
tindak pidana korupsi harus menikmati sendiri uang hasil tindak pidana
korupsi, cukup si pelaku memperkaya orang lain atau menguntungkan
orang lain. Secara teoritis, unsur ”memperkaya diri” diartikan bertambah
kekayaannya atau pelaku berpola hidup mewah tanpa hak di dalam
menikmati hasil korupsinya dalam kehidupan sehari-harinya, tetapi dalam
praktek setiap tindakan dari subyek hukum yang menimbulkan keugian
negara, nbaik itu karena tanda tangan, pemindahan buku, mengambil,
menyerahkan, menyimpan diluar prosedur yang berlaku, maka perbuatan
tersebut dapat dipandang sebagai perbuatan memperkaya diri.
Sedangkan unsur ”menguntungkan diri atau orang lain atau suatu
korporasi”, artinya pelaku memperoleh fasilitas atau kemudahan sebagai
akibat dari perbuatan menyalahgunakan wewenang atau prosedur.
Selain penyuapan aktif dan pasif tersebut yang lazim juga terjadi
terkait dengan praktek korupsi adalah penggelapan dan pemerasan.
Larangan yang terkait dengan tindak pidana korupsi jenis ini adalah
perbuatan menggelapkan uang atau surat berharga yang menjadi
tanggungjawab jabatannya atau membiarkan uang atau surat berharga
tersebut diambil atau digelapkan orang lain.
Kebijakan Keuangan Bagi Pejabat Pemerintah Daerah/DPRD dan BUMD, yang diselenggarakan oleh
Pusat Studi Investasi dan Keuangan bekerjasama dengan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan,
tanggal l2 dan 19 Agustus 2006, di Hotel Oasis Amir Lt.3,Jl. Senen Raya Kav.135-137 Jakarta Pusat.
Pernah juga disampaikan dalam Workshop : ”SANKSI HUKUM PEJABAT PEMDA,DPRD DAN
BUMN/BUMD” atas Hasil Audit Investigasi Terhadap Kebocoran Negara/Daerah Dalam Tipikor, yang
diselenggarakan oleh Pusat Pelatihan Keuangan dan Pemerintahan dengan Sekolah Tinggi Akutansi
Negara, tanggal 4 Agustus 2006,di Hotel Ibis, Kemayoran, Jakarta Pusat,hal.7-8.
DAFTAR PUSTAKA
Ann Elliot, Kimberly, Corruption and The Global Economy, terjemahan Yayasan
Obor Indonesia, Jakarta, Edisi Pertama, 1999.
Black, Henry Campbell, Black’s Law Dictionary, Edisi VI, West Publishing, St.
Paul Minesota 1990.
Lamintang, P.A.F, at al, Hukum Pidana Indonesia, Sinar Bau, Bandung cet. Ke-
III, 1990.
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni Bandung, Cetakan Keempat, 1996.
Keppres No. 80 Tahun 2003 jo. Perpres No. 85 Tahun 2006 tentang Pedoman
pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.