Anda di halaman 1dari 31

BAB II

PEMBAHASAN
1.1 Definisi Resiko Pasar
Resiko pasar merupakan kondisi yang dialami oleh suatu perusahaan yang disebabkan oleh
perubahan kondisi dan situasi pasar di luar dari kendali perusahaan. Resiko pasar sering disebut
juga resiko menyeluruh, karena sifat umumnya adalah bersifat menyeluruh dan dialami oleh
seluruh perusahaan.
Resiko pasar juga diartikan suatu resiko dari suatu entitas yang mugkin mengalami
kerugian sebagai akibat dari fluktuasi pergerakan harga pasar, karena perubahan harga
(volatilitas), instrument-instrumen pendapatan tetap, instrument-instrumen ekuitas,
komoditas, kurs mata uang, dan kontrak-kontrak di neraca luar terkait. Selain itu, resiko pasar
berasal dari resiko valuta asing umum dan resiko komoditas seluruh bank (yaitu, di bidang
perdagangan dan pembukuan perbankan).
Resiko pasar merupakan hasil dari perubahan harga instrumen ekuitas, komoditas,
surat berharga pendapatan tetap, dan nilai tukar. Komponen utamanya adalah resiko posisi
modal, resiko komoditas, resiko tingkat pengembalian, dan resiko nilai tukar. Masing-masing
komponen resiko mencakup aspek umum dari resiko pasar dan aspek tertentu dari resiko
yang berasal dari struktur portofolio sebuah bank. Selain instrumen standar, resiko pasar juga
berlaku untuk berbagai instrumen derivative, seperti opsi, derivative modal, dan derifatif
mata uang serta tingkat bunga.
Singkatnya, resiko pasar bagi perusahaan muncul dalam bentuk pergerakan harga
yang tidak menguntungkan., seperti hasil (resiko tingkat pengembalian), harga tolok ukur
(resiko tingkat pengembalian), nilai tukar mata uang asing (resiko nilai tukar), dan harga
komoditas serta modal (resiko harga), yang memiliki dampak potensial terhadap keuangan
dari sebuah asset selama masa perjanjian.
Oleh karena itu, komponen-komponen utama dari resiko pasar adalah resiko tingkat
bunga, resiko ekuitas, resiko komoditas, dan resiko mata uang. Setiap komponen resiko yang
mencakup aspek resiko pasar secara umum serta aspek resiko spesifik yang berasal dari
struktur portofolio bank yang spesifik.

1.2 Bentuk-bentuk Resiko Pasar


a. General market risk ( Resiko pasar secara umum )
General market risk ini dialami oleh seluruh perusahaan yang disebabkan oleh suatu
kebijakan yang dilakukan oleh lembaga terkait yang mana mampu memberi pengaruh bagi
seluruh sektor bisnis. Contohnya pada saat bank sentral suatu Negara melakukan kebijakan
tight money policy (kebijakan uang ketat) dengan berbagai instrumennya seperti menaikkan
suku bunga BI rate. Dimana kebijakan menaikkan BI rate ini akan membawa pengaruh secara

1
menyeluruh pada seluruh sektor bisnis yang berhubungan dengan interest rate related
instrument (berbagai instrument yang berhubungan dengan suku bunga). Bahwa salah satu
pihak yang saling urgen dianggap langsung berhubungan dekat dengan interest rate related
instrument adalah perbankan.
Dengan begitu mereka mengambil kredit dan mendepositokan sejumlah uangnya ke
bank. Contoh pada saat BI rate dinaikkan maka suku bunga kredit diperbankan akan
mengikuti kondisi tersebut yaitu turut menaikkan suku bunga kredit, terutama jika perbankan
tersebut menerapkan perhitungan bunga secara sliding rate. Perhitungan berupa kredit secara
sliding rate adalah hitungan pada pembebanan bunga terhadap nilai pokok pinjaman akan
mengalami penurunan dari setiap bulan ke bulan berikutnya, yang mana ini disesuaikan
dengan menurunnya besar nilai dari pokok pinjaman sebagai efek dari adanya pembayaran
cicilan pokok pinjaman yang dilakukan oleh seorang debitur

b. Specific market risk ( Resiko Pasar Secara Spesifik )


Specific market risk adalah suatu bentuk resiko yang hanya dialami secara khusus
pasa satu sektor atau sebagian bisnis saja tanpa bersiar menyeluruh. Contohnya :
Produk yang dijual oleh suatu perusahaan dianggap mengandung bahan yang berbahaya atau
bersifat haram. Misalnya sebuah produk makanan yang mengandung lemak babi haram
hukumnya. Ketika hal itu diekspose oleh media massa baik cetak maupun elektroniik akan
menyebabkan terjadinya penurunan dratis pada penjualan produk perusahaan yang
berpengaruh pada penurunan laba perusahaan.

1.3 Sebab- sebab Yang Menimnulkan Terjadinya Resiko pasar ( Market Risk )
a. Foreign Exchange Risk ( Resiko Gejolak Nilai Tukar Valas )
Foreign Exchange Risk adalah merupakan bagian dari money market (pasar
keuangan). Secara umum dalam ilmu keuangan dikenal dua bentuk pasar yaitu pasar modal
(capital market) dan pasar uang (money market). Kedua bentuk pasar ini pada prinsipnya
saling memiliki keterkaitan satu sama lainnya. Di Negara Indonesia pasar modal berada
dalam pengawasan menteri keuangan dalam hal ini melalui BAPEPAM-LK (Badan
Pengawasan Pasar Modal dam Lembaga Keuangan), sedangkan pasar uang berada di bawah
pengawasan Gubernur Bank Indonesia (BI).
Kedua jenis pasar ini saling membahu bekerjasama dalam usahanya menciptakan
kondisi ekonomi yang kondusif dan dinamis sehingga dengan harapan nantinya akan mampu
untuk ikut mendorong pertumbuhan ekonomi Negara yang bersangkutan secara sistematis.
Independent Bank Indonesia dalam menetapkan berbagai kebijakannya adalah dijamin oleh
pemerintah walapun kita menyadari secara penuh kalau berbagai kebijakan tersebut belum
tentu baik dan tepat.Karena hasil pengalaman menyebutkan tidak seluruh kebijakan yang
dibuat oleh pemerintah merupakan bentuk manifestasi keinginan para pebisnis.Mungkin saja
keputusan tersebut lahir karena sebab–sebab tertentu seperti misalnya tarik ulur politik anatar
berbagai elit politik di dalam begeri atau bahkan tekanan dari dunia internasional yang
menginginkan agar dilakukannya pengkajian terhadap keputusan yang telah dijalankan
selama ini.
b. Interest Rate Risk ( Resiko Gejolak Suku Bunga )
Risiko suku bunga adalah risiko yang di alami akibat dari perubahan suku bunga yang
terjadi di pasaran yang mampu memberi pengauh bagi pendapatan perusahaan.
c. Commodity Position Risk ( Resiko Perubahan Nilai Komoditas )
Commodity position risk (risiko perubahan nilai komoditi) adalah suatu siuasi dan
kondisi dimana terjadinya kerugian akibat perubahan harga barang komoditi di pasar yang

2
disebabkan oleh faktor-faktor tertentu, dimana kondisi ini akan semakin parah pada saat
barang komoditi tersebut telah terikat kontrak dalam suatu kontrak perjanjian (commodity
contrack) serta informasi tersebut telah sampai ke pasar.
Adapun pengertian commodity position risk dalam perspektif perbankan Masyhud
Ali mengatakan Commodity position risk adalah risiko terjadinya potensial kerugian bagi
bank sebagai akibat dari perubahan yang memberi pengaruh buruk dari commodity price
terhadap posisi bank yang terkait dengan kontrak komoditas. Lebih jauh Masyud Ali memberi
contoh pada perbankan adalah “dimana kerugian yang diderita oleh investment bank yang
melakukan trading atau commodity derivative product sebagai akibat dari terjadinya volatility
atas harga dari suatu commodity tertentu.
Perbankan adalah lembaga mediasi yang bertugas menjembatani pihak-pihak yang
membutuhkan bantuan dengan tujuan mngefektifikan dan mengefisienkan berbagai urusan.
Dalam konteks ini perbankan bias saja terserat dalam ruang risiko pada saat pihak-pihak
tersbut tidak dapat melaksanakan tugasnya secara efektif.
Jual beli di bursa komoditi sebagai bersifat fluktuatif, naik dan turun terjadi dalam
waktu yang cepat. Kondisi ini sering dijadikan keuntungan oleh pihak spekulan yaitu dengan
cara membeli pada saat harga rendah dan menjual pada saat harga tinggi, dimana jarak ini
dilihat sebagai capital gain yaitu keuntungan yang diperoleh dari selisih harga beli dan harga
jual. Kasus di lapangan sering sekali para spekulan melakukan aksi ambil untung dengan
informasi yang tidak lengkap.Kondisi informasi yang tidak lengkap menciptakan pasar yang
tidak efisien.
Pasar tidak efisien adalah dimana suatu kondisi berbagai informasi tidak dapat
diperoleh dengan mudah dan cepat.Adapun pengertian dari pasar efisien adalah suatu kondisi
dimana informasi tentang semua harga dapat diperoleh secara terbuka dan cepat tanpa ada
hambatan yang khusus.
Contoh Kasus Pada Produk Pertanian Coklat
Dimisalkan disebuah provinsi yang merupakan sentral penghasil coklat disuatu negara.
Bahwa secara rata-rata mampu menghasilkan produksi pada setiap panen sebesar 15.000 Ton.
Dimana diperikirakan pada akhir tahun ini yaitu sekitar 3 bulan lagi pada masa panen jumlah nya
bahkan bisa meningkat mencapai hingga 16.000 ton s.d 17.000 ton. Dengan jumlah tersebut
ditaksir pasaran penjualan coklat akan membludak dan para pedagang akan memperoleh
keuntungan yang besar. Para pedagang besar dengan kepemilikan modal yang besar sudah
melakukan keputusan dengan membeli lebih awal buah coklat tersebut tentunya dengan harga
yang sedikit lebih murah dibandingkan jika membeli pada masa panen, dan kontrak atau
perjanjian jual beli pun ditandatangani. Para petani menyetujuinya dengan berbagai alasan yaitu :
1. Para petani merasa lega karna hasil panennya telah terjual semua.
2. Dengan uang yang diperoleh lebih awal tersebut para petani bisa memngoptimalkan , dengan
mempergunakan uang tersebut untuk menyelesaikan kebutuhan yang mendesak , seperti
membayar biaya sekolah anak , untuk biaya berobat dan seterusnya.

Jika hasil panen dapat dilakukan secara normal maka tentu tidak ada masalah dan keuntungan
yang diperoleh juga sesuai dengan harapan . namun kondisi menjadi berbeda pada saat hasil
panen tidak sesuai harapan, yaitu ternyata hasil panen coklat hanya 2.400 ton atau mengalami
gagal panen sebesar 62% .
Dengan kondisi dan situasi yang terjadi seperti disebabkan oleh serangan hama yang
menyebabkan banyak buah coklat yang rusak dan busuk sehingga tidak dapat panen pada
saatnya. Sementara sipedagang besar tersebut telah membayar dan membuat kontrak dagang
(Trade Contract) dengan para petani coklat serta lebih jauh informasi bahwa akan adanya coklat

3
yang akan beredar dipasaran sebesar 15.000 ton lebih sudah diterima oleh para distributor dan
pedagangan dipasaran. Kondisi ini menyebabkan kerugian pada pihak-pihak tertentu :
1. Pedagang besar dengan kepemilikan modal yang besar menerima kerugian yang besar
karena ia telah mengeluarkan sejumlah uang kontan yang besar dan uang tersebut sangat
sulit untuk bisa ditarik kembali
2. Para petani yang sudah menerima bayaran uang tersebut diwajibkan untuk menggantikan
dengan hitungan beberapa buah coklat yang bisa dipanen dan tidak layak panen, sementara
uang yang diterima tersebut telah dipakai untuk berbagai keperluan.
3. Para pedagang dipasar juga merasa dirugikan karna yang mereka harapkan tidak terpenuhi ,
apalagi jika ada diantara mereka yang telah membayar uang DP (down payment) atau uang
muuka kepada pegadang besar tersebut.
d. Equity Position Risk ( Resiko Perubahan Nilai Saham )
Equity position risk (risiko perubahan kekayaan) adalah suatu kondisi dimana
kekayaan perusahaan (stock and share) mengalami perubahan dari biasanyan sehingga
perubahan tersebut memberi dampak pada keuntungan dan kerugian karyawan.
e. Politic Risk
Stabilitas politik adalah sesuatu sangat pening bagi suatu Negara.Stabilitas politik
menjanjikan terciptanya pembangunan yang berkelanjutan, namun jika pemimpin dan pihak
terkait di suatu Negara tidak mampu menciptakan iklim kondusif dalam bidang politik maka
artinya seluruh pemimpin dan aparatur di Negara tersebut tidak memiliki semangat
kemimpinan.Jika kondisin ini terus terjadi maka yang terjadi adalah krisis kepemimpinan.
Krisis kepemimpinan akan berakibat pada pencarian kepemimpinan di luar lembaga resmi,
yaitu memungkinkan orang-orang yang berasal dari masyarakat atau oposisi akan muncul
sebagai pemimpin dan berusaha mengambil alih kepemimpinan.

Pada prinsipnya pemimpin eksternal tersebut memiliki bangunan konsep dan ideology dan

kadang kala sering ditemui memiliki konsep serta ideologi yang berbeda dengan pemerintah yang

berkuasa. Jika kelompok tersebut lama semakin besar jumlah dan dukungannya maka akibatnya

pemerintah akan kewalahan dalam mengatasi perbedaan ideology dan padangan tersebut.

1.4 Hubungan Foreign Exchange Risk dan Perbankan


Perbankan adalah lembaga mediasi yang menghubungkan mereka yang kelebihan dana

(surplus) dan mereka yang kekurangan dana (deficit). Penempatan posisi ini menyebabkan banyak

pihak menjadikan perbankan sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam ruang lingkup

kerja dan aktivitas bisnis mereka, artinya secara otomatis perbankan terseret dengan sendirinya

untuk masuk ke dalam risiko pasar (market risk).

Kondisi dan situasi terbentuknya market risk terjadi karena disebabkan oleh berbagai faktor

yang berada diluar kendali perusahaan atu perbankan. Faktor-faktor tersebut antara lain seperti

naik dan stabil, perubahan nilai tukar, dan lain sebagainya. Lebih jauh perubahan tersebut telah

mampu mendorong untuk ikut berubahnya beberapa produk perbankan seperti deposito, tabungan

, giro, keputusan kredit, keputusan investasi, dan lain sebagainya.

4
Jika kita mengkaji sebenarnya ada beberapa faktor yang menyebabkan perbankan mengalami

foreign exchange risk tersebut yaitu:

a. Masih lemahnya independensi perbankan dalam mengatasi permasalahan foreign

exchangerisk, baik secara finansial dan non finansial.

b. Masih lemahnya perangkat dan aturan perbankan terutama dalam konsep risk mangament

banking khususnya dalam konteks market risk in banking perspective.

c. Masih sering terjadi keputusan pemberian kredit dalam bentuk mata uang asing namun tidak

memliki dasar analisis yang kuat . sehingga sering pada saat pembayaran cicilan credit

tersebut telah berubah nilainya, dan itu merugikan perbankan. Contohnya pada saat melemah

dan menguatnya nilai suatu mata uang

d. Penerimaan deposito (time doposit) dalam mata uanng asing ternyata malah memberatkan

perbankan . terutama pada saat jumlah uang tersebut yang didepositokan telah mengaalami

kenaikan nilai, dan perbankan berkewajiban untuk melaksanakan kewajiban .

e. Perbankan harus menghindari kebijakan dalam bentuk perlakuan khusus kepada deditor

tertentu.

1.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Gejolak Harga di Pasar


Menurut Masyhud Ali ada 6 (enam) faktor yang mempengaruhi terjadinya gejolak harga di pasar

yaitu :

a. Faktor fundamental ekonomi

b. Terjadinya peristiwa besar dalam ekonomi dan politik

c. Campur tangannya financial authorities

d. Perimbangan kekuatan permintaan dan penawaran

e. Likuiditas pasar

f. Suburnya kegiatan arbitrage

1.6 Gejola Harga Pasar dan Faktor Faktor Penyebabnya

1. Faktor Faktor Fundamental Ekonomi


Faktor yang paling berpengaruh dari perspektif jangka panjang terhadap market price

ini meliputi unsur unsur yang sekaligus mencerminkan performance perekonomian negara.

Sebagai contoh , tingkat nilai tukar mata uang antar negara dipengaruhi oleh perkembangan

5
perbandingan relatif antara tingkat inflasi dan kinerja riil perekonomian antar negara

tersebut. Perbandingan kemajuan perekonomian itu juga ditunjukkan oleh beberapa

indikator lain, seperti : pertumbuhan ekonomi , perkuatan cadangan dipisah dan lain lain.

Fakotr faktor inilah yang dalam suatu sistem perekonomian yang beda dan terbuka, pada

gilirannya berpengaruh terhadap ekspetasi masyarakat antar perbandingan tingkat dan gejola

nilai tukar mata uang terhadap mata uang lainnya mendorong tumbughnya kegiatan

currency swap. Pengaruh perkembangan indikatorr indikator perekonomian tersebut dalam

jangka panjang berpengaruh pula terhadap pertumbuhan luas pasar dan gejola harga atas

keempat market instruments tersebut .

2 . Terjadinya Peristiwa Besar Dalam Ekonomi dan Politik


Peristiwa Peristiwa istimewa yang terkait dengan bidang ekonomi dan politik ( plus

juga perisitiwa terjadinya bencana alam ) dapat memberi pengaruh yang dramatis dalam

jangka pendek terhadap market prices . meskipun beberapa diantara pengaruhnya itu terbaatas

hanya pada market prices tertentu saja , bukan tidak mungkin bahwa pengaruh peristiwa

peristiwa itu meluas hingga melintasi batas antar negara pula.

Sebagai contoh, devaluasi atas nilai tukar baht oleh pemerintah Thailand pada bulan Juli

1997 telah memicu terjadinya krisis moneter disejumlah negara Asia, termasuk Indonesia

.devaluasi itu pada gilirannya telah menyebabkan jatuhnya nilai tukar mata uang negara

negara asia dan rontoknya indeks harga saham gabungan dibursa kawasan.

Bagi Indonesia , krisis moneter ini telah menyababkan terjadinya gejolak politik dan sosial

yang meluas yang menyebabkan recovery atas perekonomian nasional yang memakan waktu

yang lebih dari 5 tahun .

Perkembangan yang sama terjadi pula ketika sejumlah daerah pantai sebagian negara asia

itu ditimpa bencana gempa dan gelombang pasang tsunami pada bulan Desember 2004.

3. Campur Tangannya Finansial Authorities

Intervensi atau campur tangan yang dilakukan oleh penguasa moneter atau keuangan

disuatu negara pada dasarnya dapat dianggap sebagai penghentian atas berlakunya

mekanisme pasar bebas. Mekanisme yang merupakan pertarungan antara kekuatan-kekuatan

dipasar bebas inilah yang seharusnya menentukan pembentukan harga yang terjadi pada

berbagai market instrumen itu. Namun, dengan adanya official intervention tersebut

6
terbentuklah pengaruh kuat yang mendadak dalam jangka pendek terhadap harga dari market

instrumen itu. Langkah ini dapat memberi pengaruh positif dalam jangka panjang seperti

diinginkan bila intervensi ini kemudian diikuti dan ditunjang oleh perubahan kebijakan

ekonomi yang konsisten.

Sebagai contoh, lima kali devaluasi rupiah tehadap USD yang dilakukan oleh

pemerintah Orde Baru di Indonesia sepanjang lebih dari 32 tahun memerintah ternyata tidak

diikuti oleh upaya perbaikan fundamental perekonomian secara efektif, konsisten

danberkelanjutan. Akibatnya krisis moneter tahun 1997 telah menyebabkan nilai tukar rupiah

telah terkoreksi kembali secara tajam dan indeks harga saham gabungan pun jatuh seanjlok-

anjloknya. Pada gilirannya hal tersebut telah menyebabkan terjadinya krisis perbankan

sebagai dunia usaha mengalami kesulitan yang parah, bahkan menjadi bangkrut.

4. Perimbangan Kekuatan Permintaan dan Penawaran


Kekuatan-kekuatan pemerintahan dan penawaran yang terbentuk dalam pasar untuk

jangka pendek secara otomatis akan menentukan harga atas berbagai market instrumen itu.

Namun harga pasar tersebut baru efektif terbentuk setelah mengetahui kekuatan-kekuatan

yang terjadi dalam pasar tersebut.

5. Likuiditas Pasar
Dinegara-nrgara yamg kegiatan pasar modalnya masih dalam tahap pengembangan,

seberapa likuidnya suatu market instrument terutama ditentukan oleh adakah untuk market

instrumen itu telah terbentuk secondary market yang berkelanjutan. Aspek likuiditas inilah

yang memiliki pengaruh besar pada market prices. Market yang diklasifikasikan memiliki

likuiditas yang tinggi pada umumnya dicerminkan oleh beberapa ciri, yaitu sebagai berikut:

a. Terdapat sejumlah besar market makers yang sekaligus juga mendukung tingginya

volume bisnis yang dicakup dalam pasar ini.

b. Dengan banyaknya market marker, tingginya aktivitas trading serta transaksi maupun

mereka yang terlibat kegiatan dealing tersebut, spreads bagi para dealers menjadi sangat

rendah. Hal itu tentunya tergantung pada keuntungan yang dapat dinikmati dan biaya

yang harus dipukulnya. Ciri-ciri itu bertolak belakang dengan market yang tidak likuid

yang biasanya dengan spread yanf lebih lebar, namun dengan trading yang kurang aktif.

6. Suburnya Kegiatan Arbitrage

7
Dalam pasar uang, setiap saat akan selalu terdapat perbedaan nilai tukar suatu mata

uang, meskipun hanya berlangsung dalam rentang waktu yang sangat singkat, yaitu pada saat

yang sama, namun pada pasar atau tempat yang berbeda.

Dipasar uang itu, kegiatan arbitrage ini dapat juga dilakukan dengan melibatkan lebih

dari dua mata uang yang diperdagangkan, yaitu dengan memanfaatkan cross-rate diantara

mata uang yang ditarnsaksikan itu.

1.7 Cara Penyelesaian Permasalahan Resiko Pasar

Cara memperlakukan risiko:


 Dihindari, apabila risiko tersebut masih dalam pertimbangan untuk diambil,
misalnya karena tidak masuk kategori risiko yang diinginkan perusahaan atau
karena kemungkinan jauh lebi besar dibandingkan keuntungan yang lebih
besar.
 Diterima dan dipertahankan, apabila risiko berada pada tingkat yang paling
ekonomis.
 Dinaikkan, diturunkan atau dihilangkan, apabila risiko yang ada dapat
dikendalikan dengan tata kelola yang baik, atau melalui pengoprasian exit
strategy.
 Dikurangi, misalnya dengan mendiversifikasi portofolio yang ada, atau
membagi risiko dengan pihak lain.
 Dipagari, apabila risiko dapat dilindungi secara atificial, misalnya risiko
dinetralisir sampai batas tertentu dengan instrumen derivatif.
Strategi Aktivitas Perdagangan
Suatu bank melakukan kegiatan perdagangan jual dan beli instrument keuangan
atas nama bank. Tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk memperoleh keuntungan dari
pergerakan yang sesuai dengan keinginan dari harga pasar yang dicerminkan oleh nilai dari
instrument itu sendiri. Kegiatan ini juga berarti bahwa bank menghadapi risiko dalam hal
terjadi penurunan nilai instrument keuangan.
Bank dapat menggunakan satu dari tiga strategi perdagangan bagi setiap produk yang mereka
perdagangkan. Ketiga strategi tersebut adalah:
1. Matchbook Strategy
Merupakan strategi dengan risiko pasar yang sangat kecil. Strategi ini melakukan
pencocokan seluruh posisi yang diterima dari nasabah secara cepat dengan posisi yang

8
berlawanan secara internal atau yang sama persis terhadap bank lain. Risiko pasar yang
terjadi hanya pada saat selang waktu antara transaksi dengan satu nasabah dengan nasabah
lain atau satu nasabah dengan bank lain. Pada strategi ini bank hanya melakukan fungsi
intermediasi antar pembeli dan penjual instrument. ,melalui strategi ini bank memperoleh
keuntungan dari margin antara jual dan beli.
2. Manage Position
3. Market Maker

1.7 Metode perhitungan Resiko Pasar

Pemenuhan kewajiban penyediaan modal minimum dengan memperhitungkan risiko pasar


dapat dilakukan dengan 2 (dua) metode, yaitu ;

a. Metode standar (Standardized Model)

Metode standar menggunakan pendekatan ”building block approach” dimana risiko


spesifik dan risiko umum dihitung secara terpisah dan kemudian dijumlahkan untuk
menentukan beban modal untuk risiko pasar. Untuk risiko nilai tukar dalam metode standar
ini, langkah perhitungan yang dilakukan adalah :

 Memetakan seluruh posisi long dan short dari masing – masing valuta dan emas yang
telah dikonversi ke valuta lokal
 Melakukan off-setting posisi long dan short untuk masing – masing valuta
 Menjumlahkan seluruh posisi long dan seluruh posisi short antar valuta secara
terpisah. Selanjutnya nilai absolute yang lebih besar antara posisi long dan posisi
short dijumlahkan dengan nilai absolute posisi emas.
 Hasil penjumlahan di atas merupakan net eksposure posisi valuta asing dan
selanjutnya dikalikan 8% sehingga diperoleh jumlah tambahan modal (capital charge)
untuk mengcover risiko nilai tukar
 Dalam penerapannya, metode standar ini memiliki kelemahan yaitu ;
 Tidak memperhitungkan korelasi risiko, sehingga diversifikasi portofolio yang
dilakukan bank tidak mempengaruhi besarnya capital charge
 Penetapan capital charge sebesar 8% untuk mencover risiko hanya merupakan
simplifikasi, tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya.

9
 Tidak memberikan insentif pada bank yang mampu menerapkan metode pengukuran
risiko dengan baik.

b. Metode Internal (Internal Model)

Sebagai alternatif dalam perhitungan risiko pasar, bank dapat menggunakan model
internal, penggunaan model internal ini dimaksudkan untuk memberi keleluasaan bagi Bank
untuk menggunakan metode pengukuran risiko yang dikembangkan dari model-model
pengelolaan risiko internal (Internal Risk Management Models), namun penggunaan model
internal ini harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Bank Indonesia sebagai otoritas
pengawas sebelum dipergunakan dalam perhitungan CAR.

Dalam penggunaan model internal, bank bank wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan
oleh otoritas pengawas sebagai berikut ;

PERSYARATAN UMUM

1. Manajemen risiko Bank secara keseluruhan dibangun dengan baik dan


diimplementasikan dengan integritas. Manajemen risiko tergolong baik apabila
berdasarkan hasil penilaian Bank Indonesia, sistem pengendalian risiko (risk control
system) agregat memperoleh predikat paling kurang “dapat diandalkan” (acceptable).
Penilaian terhadap integritas manajemen risiko didasarkan antara lain pada kecukupan
dan efektivitas teknologi sistem informasi yang mendukung penerapan manajemen
risiko
2. Bank mempunyai jumlah pegawai yang cukup yang memiliki kemampuan untuk
memahami dan/atau menggunakan Model Internal, paling kurang yang berada di unit
yang melakukan aktivitas perdagangan (trading unit), Unit Pengendalian Risiko
Pasar, dan Satuan Kerja Audit Intern (SKAI).
3. Model Internal yang dibangun terbukti memiliki akurasi yang tinggi untuk mengukur
risiko
4. Bank secara berkala telah melakukan proses stress testing

10
Persyaratan Kualitatif

1. Bank harus memiliki manajemen risiko pasar yang baik dan diimplementasikan dengan
integritas

2. Bank harus memiliki sistem pengendalian risiko (risk control system) untuk risiko pasar
yang sangat memadai

3. Penilaian terhadap integritas penerapan manajemen Risiko Pasar didasarkan antara lain pada
kecukupan dan efektivitas teknologi sistem informasi yang digunakan, khususnya dalam
mendukung penggunaan Model Internal untuk pengukuran Risiko Pasar. Penilaian tersebut
antara lain mencakup:

 Seluruh sistem informasi yang digunakan untuk proses pengukuran Risiko Pasar, yang
antara lain termasuk sistem feeder, sistem pengukuran Risiko Pasar (termasuk sistem
dagregasi risiko), sistem back testing (termasuk sistem yang dapat menghasilkan data
kerugian dalam laporan laba rugi), sistem stress testing, sistem yang dapat menjamin
integritas, kelengkapan, keamanan, penyimpanan, dan rekonsiliasi data
 Pengembangan sistem (system development), pengendalian dan dokumentasi terhadap
perubahan sistem, sistem pengamanan dan jejak audit (audit trail), prosedur kontijensi,
serta kecukupan jaringan
 Penggunaan pendekatan dan aplikasi statistik yang terkait dengan proses pengembangan
model pengukuran Risiko Pasar; dan
 Proses yang dilakukan untuk menguji keakuratan hasil pengukuran Risiko Pasar.

Persyaratan Kuantitatif

1. Bank wajib menghitung Value at Risk (VaR) setiap hari, baik dalam rangka perhitungan
KPMM maupun pelaksanaan back testing.

2. Pengukuran VaR didasarkan pada tingkat kepercayaan sebesar 99% (sembilan puluh
sembilan persen) yang bersifat satu sisi (one-tail). Dalam rangka perhitungan KPMM, VaR
harus menggunakan pergerakan harga instan yang ekuivalen dengan pergerakan harga dalam

11
rentang waktu 10 (sepuluh) hari kerja mengingat pada umumnya suatu eksposur dimiliki
Bank minimal selama 10 (sepuluh) hari kerja. Jika Bank menggunakan pergerakan harga
secara harian, Bank dapat mengkonversi hasil pengukuran VaR ke dalam skala waktu 10
(sepuluh) hari kerja antara lain dengan cara mengalikan dengan akar dari waktu (square root
of time) atau dengan metode lain.

3. Pengukuran VaR harus menggunakan data selama paling kurang 250 (dua ratus lima puluh)
hari kerja. Bagi Bank yang menggunakan metode pembobotan (weighting scheme) atau
metode lainnya terhadap data periode observasi historis untuk pengukuran VaR, maka
periode rata-rata tertimbang untuk setiap observasi paling kurang 125 (seratus dua puluh
lima) hari kerja. Bank Indonesia dapat meminta Bank menggunakan periode observasi yang
lebih pendek, jika berdasarkan penilaian Bank Indonesia terjadi peningkatan yang signifikan
atas volatilitas harga dari portofolio Bank.

4. Bank wajib melakukan pengkinian terhadap data yang digunakan untuk pengukuran Risiko
Pasar yaitu:

 Secara harian terhadap seluruh data volatilitas; dan


 Paling kurang setiap triwulan untuk data lainnya seperti matriks korelasi.
 Selain itu Bank wajib menilai kembali data tersebut setiap kali terjadi
perubahan harga pasar secara signifikan.

5. Dalam pengukuran VaR, Bank melakukan agregasi risiko dengan menerapkan:

 Faktor korelasi (correlation effect), apabila Bank dapat membuktikan secara empiris
terdapat korelasi antar faktor dan/atau kategori risiko;
 Pendekatan square root of the sum of the squares, apabila Bank dapat membuktikan
secara empiris bahwa tidak terdapat korelasi antar faktor atau kategori risiko (korelasi
sama dengan 0); dan/ atau
 Pendekatan simple aggregation, apabila Bank tidak memiliki sistem pengukuran
korelasi yang baik yang secara empiris dapat membuktikan terdapat korelasi antar
faktor dan/atau kategori risiko.
 Korelasi antar faktor risiko dalam suatu kategori risiko misalnya korelasi suku bunga
1 bulan dan 3 bulan, serta korelasi antar kategori risiko misalnya korelasi suku bunga
dan nilai tukar.

12
6. Model Internal yang digunakan harus memperhitungkan secara akurat setiap risiko yang
terkait dengan posisi option dalam setiap kategori risiko. Model Internal Bank yang
digunakan dalam pengukuran risiko harga option wajib memenuhi persyaratan berikut:

 Memperhitungkan karakteristik harga option yang bersifat tidak linear (non-linear price
characteristics), misalnya risiko Gamma
 Dapat mengukur risiko berdasarkan pergerakan harga dalam 10 (sepuluh) hari kerja
terhadap posisi option atau posisi yang memiliki karakteristik seperti option; dan
 Sistem pengukuran risiko pasar harus memperhitungkan faktor risiko yang dapat
menangkap volatilitas suku bunga dan harga yang mendasari posisi option, yaitu risiko
vega

Bank yang memiliki portofolio option yang relatif besar dan/atau kompleks harus
dapat melakukan estimasi volatilitas yang terinci berdasarkan berbagai periode jangka waktu.
Dalam hal bank belum dapat menggunakan Model Internal untuk melakukan pengukuran
risiko harga option tersebut, Bank dapat menggunakan Pendekatan Analisis Skenario yang
merupakan salah satu pendekatan perhitungan risiko harga option dalam Metode Standar.

7. Pada prinsipnya setiap kategori risiko harus dinilai menggunakan satu pendekatan, yaitu
Metode Standar atau Model Internal, sehingga Bank yang menggunakan Model Internal
wajib menggunakan Model tersebut untuk mengukur risiko atas seluruh instrumen keuangan
yang terekspos pada risiko dalam kategori yang sama.

Namun, pengecualian yang bersifat sementara waktu dapat diberikan untuk posisi dalam
instrumen keuangan yang kompleks seperti risiko harga option maupun risiko yang timbul
dari berbagai posisi yang tidak dapat tercakup dalam Model Internal, misalnya posisi di
lokasi terpencil, posisi dalam mata uang asing minor, posisi pada jenis usaha yang tidak
signifikan, atau posisi pada Perusahaan Anak. Risiko-risiko yang timbul dari posisi tersebut
dapat diukur menggunakan Metode Standar.

8. Dalam hal Bank menggunakan Model Internal, Bank hanya dapat menggunakan satu jenis
Model (Variance-Covariance, Historical Simulations, atau Monte Carlo Simulations) dalam
perhitungan Risiko Pasar kecuali risiko harga option atau risiko dari instrumen yang bersifat
non-linear yang dapat menggunakan model yang berbeda.

9. Bank yang menggunakan Model Internal juga wajib menghitung beban modal untuk
mengantisipasi Risiko Spesifik atas posisi instrumen keuangan yang terekspos Risiko Suku

13
Bunga (misalnya surat berharga) dan instrumen keuangan yang terekspos Risiko Ekuitas
(misalnya saham). Perhitungan Risiko Spesifik dilakukan menggunakan Metode Standar
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai penggunaan
metode standar dalam perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum dengan
memperhitungkan risiko pasar.

C. Metode VAR

Salah satu metode yang banyak diterima dan diaplikasikan saat ini adalah apa yang

dikenal dengan metode Value At Risk (VaR). Value At Risk pada saat ini dapat dianggap

sebagai metode standar di dalam mengukur Risiko Pasar (Market Risk). Value at Risk ini

pertama kali dipergunakan oleh JP. Morgan pada tahun 1994 dalam rangka menyediakan

laporan singkat setiap hari setelah selesai operasional bank. Laporan tersebut tentang

proyeksi maksimum kerugian atas seluruh posisi yang ada dan diserahkan pada jam 4.15

setiap hari sehingga laporan dimaksud lebih dikenal dengan ”4.15 report”.

Pendekatan VaR ini pada akhirnya diakui oleh BCBS dalam perhitungan CAR untuk

risiko pasar yang dimuat dalam ”Amandement to Basel Accord to Incorporate Market

Risk” pada tahun 1996.

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang konsep Value at Risk ini berikut

beberapa pengertian / definisi antara lain dari Phillippe Jorion dalam bukunya Value at Risk (

2001 : 22) mendefinisikan Value at Risk adalah ”summerize the worst loss ove a target

horizon with a given level of confidence”

Menurut Wikipedia (www.Wikipedia.com) Value at Risk or Var is measure used to

estimate how the value of an asset or of a portfolio of assets could decrease over a certain

time period ( usually over 1 day or 10 days) under usual conditions. VaR has three

parameters : the time horizon (holding period), the confidence level at which we plan to make

14
the estimate, and the unit of the currency which will be used to denominate the value at risk.

The typical holding period is 1 day.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Value at Risk (VaR) adalah potensi

kerugian dari eksposur yang dimiliki dalam waktu 1 hari dengan tingkat kepercayaan tertentu

D. Metode Perhitungan Value at Risk

Ada beberapa jenis model dalam perhitungan VaR, masing – masing model memiliki

seperangkat asumsinya sendiri. Model – modal yang digunakan yaitu ;

 Variance covariance (VCV), mengasumsikan risk factor return selalu didistribusikan

secara normal dan bahwa perubahan nilai portofolio is lineary dependent on all risk

factor returns.

 Historical simulation, mengasumsikan bahwa return dari asset pada masa yang akan

datang akan memiliki distribusi yang sama seperti mereka memiliki masa lalu

(historical market data).

 Montecarlo simulation, dimana future asset return are more or less randomly

cumulated dan untuk menghitung volatility dan correlation digunakan historical data

untuk mensimulasikan harga dimasa yang akan datang.

1. Jenis – Jenis VaR


a. Asset Tunggal
Perhitungan VaR asset tunggal dapat dilakukan dengan :

Atau dengan persamaan :


VaR = V0. σ. α (2.5)

15
Dimana :
V0 = Eksposur / Posisi
σ = Volatilitas
α = Conf. factor
Dengan memperhitungkan holding period (t), persamaan di atas menjadi :

VaR = V0. σ. α. (2.6)


VaR Portofolio
Perhitungan VaR portofolio hampir sama dengan perhitungan VaR asset tunggal.
Tetapi untuk VaR portofolio volatilitas yang dipergunakan adalah volatilitas
portofolio (σp). Volatilitas portofolio ditentukan oleh masing – masing asset,
bobot masing – masing asset dan korelasi antara asset. Persamaan untuk
menghitung volatilitas portofolio yang terdiri dari 2 asset (Asset a dan asset b)
adalah sebagai berikut :
σp = Xa2 σa2 + Xb2 σb2 + 2 Xa Xb σab (2.7)

Dimana :

Xa = Proporsi asset a
Xb = Proporsi asset b
σa2 = Varians return asset a
σb2 = Varians return asset b

σab = kovarians return asset a dan asset b

Sedangkan untuk menghitung varian portoloio yang terdiri dari N asset, dapat
dipergunakan persamaan sebagai berikut :

Sumber : Handsout mata kuliah Analisa Investasi dan Manajemen


Risiko 2007 ( 2.8)
Dimana :
X = Proporsi asset porotofolio
σi2 = Varians return asset i
σij = Kovarians return asset i dan asset j

N = Jumlah asset portofolio

16
Keunggulan dan Kelemahan VaR
Michel Crouhy, Dan Galay dan Robert Mark dalam bukunya Risk
management hal195 – 196 yang diterjemahkan secara bebas oleh penulis
menyatakan kelebihan dari VaR adalah ;
a. VaR mengukur risiko secara konsisten dan terintegrasi dari instrumen dan
asset yang dimiliki.
b. VaR memperhitungkan korelasi dari berbagai faktor risiko. Jika dua risiko
saling berlawanan (Off-set), maka VaR akan memberitahukan bahwa risiko
keseluruhan relatif kecil. Untuk kondisi yang berlawanan jika satu risiko
meningkatkan risiko yang lain, VaR akan memperhitungkan dan menghasilkan
estimasi risiko yang lebih besar. Dengan kata lain VaR dalam mengukur risiko
sejalan dengan teori portofolio.
c. VaR mengukur risiko secara menyeluruh, satu angka yang dihubungkan
terhadap maksimum kerugian yang mungkin terjadi dengan tingkat kejadian
tertentu dan satu angka ini dengan mudah diterjemahkan dalam perhitungan
kebutuhan modal
d. Risiko yang dihadapi oleh binis dapat dimonitoring, dengan menggunakan
batasan – batasan yang ditetapkan oleh VaR. Batasan ini dapat digunakan untuk
meyakinkan setiap individu untuk mengambil risiko lebih dari yang dijinkan. VaR
memungkinkan seseorang manajer untuk mendeteksi unit mana yang memiliki
risiko yang paling tinggi, dan juga mengidentifikasikan jenis – jenis risiko yang
dihadapi oleh bank.
e. VaR menyajikan pengukuran risiko yang dapat dipahami, sehingga manajer
dapat memutuskan apakah merasa nyaman dengan tingkat risiko yang diambil.

f. VaR memungkinkan perusahaan untuk menilai keuntungan dari diversifikasi


portofolio sejalan dengan kegiatan usaha tetapi tetap dapat melakukan bisnis lainnya.
VaR juga memungkinkan manajer untuk mengukur volatility pendapatan harian dari
berbagai kegiatan usaha yang dilakukan.

g. VaR menjadi alat pelaporan internal dan eksternal yang dihasilkan secara
harian untuk kebutuhan para manajer masing – masing lini bisnis dan sedangkan

17
seacra keseluruhan bagi perusahaan VaR merupakan alat komunikasi dengan
badan pegawas (regulator) dan menjadi dasar untuk perhitungan modal.
Kelemahan VaR
1. VaR ditujukan pada kondisi normal market environment sehingga tidak
dapat menangkap ”event-risk” dari execeptional market circimtance
2. VaR didasarkan pada posisi end-of-day sehingga tidak dapat menghitung
risiko intra-day-trading
3. Masa depan tidak selalu dapat diperkirakan berdasarkan kejadian masa lalu.

E. Perhitungan Volatilitas

Pembuatan model VaR yang efektif tergantung pada model perhitungan volatilitas

yang digunakan. Dalam market risk, volatilitas merupakan maksikum penyimpangan / deviasi

perubahan harga dalam rentang waktu tertentu dan tingkat kepercayaan tertentu. Metode

yang secara luas dipergunakan untuk memperkirakan volatilitas imbal hasil / return dimasa

yang akan datang adalah berdasarkan perkiraan volatility pada masa lalu. Andrea Resty dan

Andrea Sironi dalam bukunya Risk Management and Share Holder Value in Banking

(2007:163) menyatakan bahwa cara mengukur volatilitas dikelompokan dalam 2 kategori

utama yaitu :

 Model yang menggunakan volatilitas dan korelasi data historical untuk memperkirakan

volatilitas dan korelasi di masa yang akan datang yang dikenal sebagai “simple moving

average”, dalam pendekatan ini volatilitas dan korelasi dianggap sebagai parameter yang

konstan.

 Model yang berbasiskan estimasi volatilitas termasuk harga option, dalam model ini nilai

historical dipergunakan secara langsung karena volatilitas saat ini merupakan hasil

volatilitas sebelumnya (“Exponential Moving Average”).

F. Deviasi Standar

18
Dalam pengukuran volatilitas simple moving average menggunakan deviasi

standar normal, deviasi standar adalah akar dari jarak rata – rata simpangan dari

perubahan harga terhadap rata – ratanya.

G. Exponential Moving Average (EMA)

Dalam pengukuran exponential moving average, metode yang dipergunakan

diantaranya adalah Exponential Weighted Moving Average(EWMA), metode EWMA

ini pada dasarnya melakukan estimasi volatilitas dengan menganggap data baru mempunyai

bobot yang lebih besar dalam menentukan volatilitas selain itu pendekatan EWMA

menghasilkan suatu volatilitas return yang tidak konstan sepanjang waktu.

Model EWMA tergantung pada decay factor / factor peluruh (). Parameter ini

menentukan bobot relatif dari observasi prosentase perubahan nilai instrumen portofolio dan

jumlah data efektif yang dipergunakan dalam mengestimasi volatilitas.

Penentuan nilai decay factor () dilakukan dengan kriteria Root Mean Square Error

(RMSE) dan Mean Square Error (MSE), dengan demikian antara nilai variabel random

dengan volatilitasnya memiliki nilai yang paling kecil. Adapun persamaan yang

dipergunakan adalah :

21, t/t-1 + (1-) r21,t

Dimana :

 = Estimasi volatilitas

 = Decay factor

r = Return

Sedangkan perhitungan kovarian menggunakan persamaan :

19
212, t+1/t = 212, t/t-1 + (1-) r1t . r 2t

Dimana :

212, t+1/t = Kovarian asset 1 dan asset 2

 = Decay factor

r1t = Return asset 1 pada saat t

r2t = Return asset 2 pada saat t

H. Korelasi

Faktor penting lainnya dalam perhitungan VaR adalah korelasi, korelasi dapat diartikan

sebagai hubungan tingkat return dari asset, adapun penafsiran dari korelasi dinyatakan dalam

koefisien korelasi anatara 1 dan -1, yaitu ;

 Korelasi 1 menunjukan perubahan harga mempunyai korelasi sempurna dan selalu

berubah ke arah yang sama Sehingga diversifikasi asset tidak mengurangi risiko.

 Korelasi 0 berarti tidak ada korelasi antara perubahan harga dari dua asset, atau dengan

kata lain dua asset tersebut independent satu dengan yang lainnya sehingga diversifikasi

asset dapat mengurangi banyak risiko.

20
 Korelasi -1 berarti bahwa perubahan harga dari satu asset akan selalu berlawanan dari

aset yang lainnya sehingga diversifikasi asset dapat mengurangi banyak risiko bahkan

mendekati nol.

Adapun persamaan dasar untuk menghitung korelasi adalah sebagai berikut :

σab

ρab = ___

σa σb

Dimana :

ρab = Korelasi antara return a dan return b

σab = Kovarian antara return a dan return b

σa dan σb = Deviasi standar return a dan return b

Holding Period

Holding period diartikan sebagai estimasi waktu untuk melepas suatu posisi eksposure /
portofolio yang dimiliki, terdapat beberapa faktor penentu holding period yaitu ;

 Kondisi pasar, apakah normal atau fluktuatif


 Tingkat likuiditas dari eksposure yang dimiliki
 Nilai portofolio yang dipegang
 Struktur pengambilan keputusan

21
Di Industri perbankan pada umumnya holding period adalah 1 (satu) hari, satu hari
holding period merupakan basis perhitungan VaR, sesuai dengan pengertian VaR di atas,
VaR merupakan potensi kerugian pada portofolio pada 24 jam mendatang.

Confidence Level

Confidence level merupakan peluang terjadinya kerugian melebihi nilai maksimum yang
ditetapkan, confidence level yang umum digunakan di industri perbankan adalah 90%, 95%,
97,5% dan 99%. Sebagai contoh volatilitas harian USD/IDR pada confidence level 90%
adalah 2,3%, hal ini berarti terdapat 90% kemungkinan kurs USD/IDR dalam sehari akan
bergerak naik atau turun tidak lebih dari 2,3% dan hanya 10% kemungkinan kurs USD/IDR
akan bergerak naik atau turun melebihi 2,3%. Dalam perhitungan VaR pemilihan besarnya
confidence level tergantung pada tujuan yang ingin dicapai, untuk confidence level yang
rendah digunakan untuk melakukan validasi, confidence level yang sedang digunakan untuk
akuntansi dan keperluan perbandingan sedangkan confidence level yang tinggi digunakan
untuk perhitungan kecukupan persyaratan modal. Sebagai contoh JP. Morgan menggunakan
95% dan Bank for Internastional Settelement (BIS) menggunakan 99%.

Validasi

VaR adalah suatu metode dalam manajemen risiko untuk memprediksi risiko, oleh karena itu
kehandalannya tergantung pada penggunaannya. Untuk itu perlu diadakan pengujian untuk
mengetahui keakuratannya.

Philippe Jorion (2001:129) menyatakan ”Backtesting is a formal statistical framework that


consist of verifying that actual losses are in line with projected losses. This involves
systematically comparing the history of VaR forecast with their associated portfolio returns.”

Bank yang melakukan perhitungan pemenuhan kecukupan modal dengan memperhitungkan


risiko pasar menggunakan model internal wajib melakukan penilaian terhadap kualitas dan
akurasi sistem pengukuran VaR melalui proses back testing. back testing merupakan alat
bantu untuk mengkaji ulang sehingga dapat diketahui keakuratan model internal yang
digunakan tetapi bukan merupakan satu – satunya alat untuk melakukan validasi model
internal.

22
Kerangka Back Testing

Proses back testing bertujuan untuk:

a. Mengukur tingkat keakuratan dan keandalan Model Internal

b. Mengukur jumlah frekuensi penyimpangan yang terjadi karena data kerugian dalam laporan
laba rugi (trading outcomes) lebih besar dibandingkan hasil pengukuran VaR;

c. Menilai kecukupan modal Bank untuk mengantisipasi potensi kerugian yang timbul dari
aktivitas trading; dan/atau

d. Menilai teknik/model valuasi, khususnya jika harga pasar tidak tersedia sehingga Bank
menggunakan teknik/model valuasi dalam menetapkan nilai wajar suatu posisi.

Proses back testing mencakup pengujian dan pengukuran terhadap penyimpangan dalam
250 (dua ratus lima puluh) hari kerja.

Proses back testing menganalisis apakah hasil pengukuran VaR berdasarkan tingkat
kepercayaan sebesar 99% (sembilan puluh sembilan persen) telah mencakup 99% (sembilan
puluh sembilan persen) dari data kerugian dalam laporan laba rugi.

Proses back testing dilakukan dengan membandingkan data kerugian dalam laporan laba
rugi harian dan hasil pengukuran VaR harian berdasarkan 1 (satu) hari periode kepemilikan.

Bank wajib melakukan proses back testing baik dengan menggunakan data kerugian
dalam laporan laba rugi aktual maupun laba rugi hipotesis. Penggabungan kedua pendekatan
tersebut dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai hubungan antara hasil
pengukuran VaR dan laba rugi.

Yang dimaksud dengan laporan laba rugi aktual adalah laporan laba rugi harian yang
timbul dari aktivitas trading yang masuk dalam cakupan model VaR. Laporan laba rugi
aktual dapat dikalkulasi dengan :

- Mengeluarkan beberapa komponen dari laporan laba rugi, yaitu pendapatan fees dan komisi,
pendapatan bunga bersih, dan keuntungan dari transaksi baru yang dilakukan sepanjang hari;
dan

- Memperhitungkan penyesuaian valuasi (valuation adjustments) terhadap suatu posisi atau


portofolio.

23
Yang dimaksud dengan laporan laba rugi hipotesis adalah laporan laba rugi yang timbul
dari perubahan nilai posisi atau portofolio yang disebabkan perubahan faktor pasar dimana
posisi dan komposisi portofolio diasumsikan tidak mengalami perubahan pada akhir hari.

Dalam menetapkan Faktor Tambahan sesuai dengan Tabel Hasil Back Testing, Bank
wajib menggunakan hasil back testing terhadap Model Internal dengan menggunakan data
kerugian dalam laporan laba rugi hipotesis.

Bank wajib memiliki prosedur dan dokumentasi yang terkait dengan penentuan data
kerugian dalam laporan laba rugi aktual dan hipotesis yang digunakan dalam proses back
testing. Dokumentasi tersebut setidaknya harus memuat pendekatan untuk mengkalkulasi
data kerugian dalam laporan laba rugi tersebut.

Bank wajib memiliki unit kerja yang melakukan fungsi pemantauan dan distribusi data
laporan laba rugi harian yang terkait dengan penggunaan Model Internal dan proses back
testing. Unit kerja yang melakukan fungsi tersebut harus independen dari trading unit, pihak
yang melakukan valuasi, pihak yang melakukan validasi Model Internal, dan pihak yang
melakukan pengembangan Model Internal.

Kupiec Test

Validasi model untuk mengetahui sejauh mana penyimpangan yang terjadi masih dapat
ditolerir tanpa mengurangi keakuratan model adalah metode Kupiec test. Metode Kupiec Test
menggunakan 2 metode pendekatan yaitu :

1. Time Until First Failure (TUFF)

Metode ini mengukur akurasi model berdasarkan time until first failure, adalah variabel
random yang menggambarkan jumlah hari sampai first failure dan probabilitas failure yang
terjadi dinyatakan dengan p. Adapun rumus probabilitas observasi sampai dengan terjadinya
first failure pada hari ke V adalah sebagai berikut :

Prob ( =V)=p(1-p)v-1 (2.9)

Dimana :

V = Time until first failure (TUFF)

24
= Jumlah hari sampai terjadinya first failure (random variabel)

p = probability dari failure yang terjadi

Kupiec menyatakan bahwa mempunyai distribusi geometric dengan expected value 1/p.
Sebagai contoh, jika p = 0,02 maka waktu rata – rata sampai terjadinya first failure adalah
1/0,02 = 50. Metode ini akan menguji apakah jumlah hari sebenarnya sampai terjadi first

failure ( ) secara statistik beberda dengan null hipotesis. Kupiec menerapkan Neyman-
Person lemma untuk mendapatkan log likelihood ratio (LR). Dengan p = p* (null hipotesis),

(asumsi = N) dan nilai p*, maka nilai LR dapat diperoleh dengan persamaan sebagai
berikut :

LR(N,p*) = -2 Log[p*(1-p*)n-1]+ 2 log (2.10)

Dimana :

p* = probabilitas terjadinya failure dibawah null hipotesis

dengan pengujian tersebut, proporsi failure memiliki distribusi chi square dengan degree of
freedom = 1

2. Total Number of Failure (TnoF)

Kupiec juga menyarankan menggunakan Total Number of Failure (TnoF) untuk menguji
akurasi model khususnya apabila hasil TUFF tidak menolak hasil null hipotesis. Probabilitas
terjadinya N failure dinyatakan dengan jumlah observasi sebanyak T mengikuti proses
binomial yang dapat dijelaskan dengan persamaan sebagai berikut :

Binomial(T,N)=(1-p)T-NpN (2.11)

Dimana :

T = Total observasi

N = Total failure

p = probability terjadinya failure

25
Dengan menggunakan prosedur yang sama dengan TUFF test, uji statistik LR dengan null
hipotesis adalah p = p* dapat dijelaskan dengan persamaan sebagai berikut :

LR(N,p*) = -2 Log[(1-p*)T-N(p*)N]+ 2 log (2.12)

Dimana :

p* = Probability terjadinya failure di bawah null hipotesis

Interpretasi Hasil Back Testing

Pendekatan yang digunakan (3 Zona)

Bank Indonesia menetapkan kerangka interpretasi terhadap hasil back testing yang
mencakup berbagai kemungkinan respon yang bergantung pada indikasi yang dihasilkan
proses back testing tersebut. Respon tersebut diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) zonayang
dibedakan dengan warna.

a. Zona Hijau berkaitan dengan hasil back testing yang mengindikasikan tidak adanya
permasalahan dalam kualitas dan akurasi Model Internal Bank.

b. Zona Kuning meliputi hasil back testing yang dapat menimbulkan keraguan terhadap
kualitas Model Internal namun belum ada kesimpulan yang pasti.

c. Zona Merah meliputi hasil back testing yang hampir pasti mengindikasikan terdapat
permasalahan dalam Model Internal yang digunakan Bank.

Tabel dibawah menggambarkan batasan zona dan respon Bank Indonesia untuk setiap hasil
back testing berdasarkan observasi 250 (dua ratus lima puluh) hari kerja. Jika hasil back
testing menunjukkan kelemahan dalam Model Internal, maka Bank Indonesia dapat
menetapkan Faktor Tambahan sebagaimana pada tabel berikut :

Tabel 3.1.

Zona Penalty Factor

Jumlah Frekuensi
Penyimpangan Selama

26
Zona Observasi 250 hari kerja Faktor

Tambahan

Hijau 0 0,0

1 0,0

2 0,0

3 0,0

4 0,0

Kuning 5 0,40

6 0,50

7 0,65

8 0,75

9 0,85

Merah 10 lebih 1,00

Zona Hijau

a. Mencakup frekuensi penyimpangan dalam kisaran 0 (nol) sampai dengan 4 (empat).

b. Dengan pertimbangan bahwa hasil pengukuran VaR telah mencakup 99% (sembilan puluh
sembilan persen) dari data kerugian dalam laporan laba rugi, maka toleransi terhadap
penyimpangan yang mungkin dihasilkan adalah sampai dengan 4 (empat) kali penyimpangan
dalam observasi 250 (dua ratus lima puluh) hari kerja. Hasil back testing yang masuk dalam
zona

ini dinilai tidak terlalu mengkhawatirkan. Dalam kondisi demikian, Bank Indonesia dapat
mengenakan Faktor Tambahan sebesar 0 (nol) terhadap hasil pengukuran VaR.

27
Zona Kuning

a. Mencakup frekuensi penyimpangan dalam kisaran 5 (lima)

b. Sampai dengan 9 (sembilan).

c. Bank Indonesia dapat mengenakan Faktor Tambahan terhadap hasil back testing yang
masuk dalam zona ini, kecuali Bank membuktikan bahwa Model Internal yang digunakan
secara fundamental baik dan penyimpangan yang terjadi bersifat sementara.

d. Faktor-faktor yang secara umum dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan dapat dibagi
dalam 4 (empat) kategori, yaitu:

(1) Integritas dari Model Internal tidak sempurna. Contoh yang mencerminkan masalah
integritas antara lain :

(a) Model Internal tidak dapat menangkap faktor risiko dari berbagai posisi, misalnya posisi di
kantor cabang luar negeri tidak dilaporkan secara akurat;

(b) Volatilitas dan/atau korelasi dalam Model Internal dihitung secara tidak tepat, misalnya
sistem menghitung volatilitas harian berdasarkan data 280 (dua ratus delapan puluh) hari
kerja yang seharusnya adalah 250 (dua ratus lima puluh) hari kerja.

(2) Model Internal tidak akurat.

Contoh yang mencerminkan rendahnya kualitas dan akurasi Model internal antara lain
ketidakmampuan menilai risiko dari beberapa instrumen secara tepat, misalnya karena
kurangnya jumlah segmen jangka waktu (maturity buckets) atau diabaikannya pengukuran
spread risk.

(3) Data dalam laporan laba rugi sepanjang hari tidak berkualitas baik. Rendahnya kualitas
data dalam laporan laba rugi sepanjang hari dapat menyebabkan penyimpangan, misalnya
terdapat perubahan posisi yang besar atau terjadi peristiwa yang tidak biasa yang
mempengaruhi pendapatan Bank.

(4) Faktor yang tidak menguntungkan atau kondisi pasar yang bergerak kearah yang tidak
diantisipasi Model Internal. Penyebab terjadinya penyimpangan antara lain:

(a) Pasar bergerak lebih dari yang diprediksi oleh Model Internal, sehingga volatilitas yang
terjadi lebih besar dari yang diharapkan

28
(b) Pasar tidak bergerak sebagaimana diharapkan sehingga korelasi yang terjadi berbeda secara
signifikan dari yang diasumsikan dalam model;

(c) Terjadi peristiwa dengan tingkat probabilitas yang rendah.

(d) Pertimbangan lainnya adalah sejauhmana data kerugian dalam laporan laba rugi
menyimpang dari hasil pengukuran VaR. Jika diasumsikan hal-hal lain tidak berubah, maka
jumlah kerugian dalam laporan laba rugi yang jauh berbeda dengan hasil pengukuran VaR
perlu mendapat perhatian yang lebih besar.

(e) Berbagai informasi yang dapat disampaikan Bank untuk mendukung penjelasan atas
terjadinya penyimpangan antara lain:

Hasil back testing yang mencakup posisi sub portofolio atau posisi berdasarkan faktor
risiko atau kategori produk;

Hasil back testing dengan tingkat kepercayaan selain 99% (sembilan puluh sembilan
persen);

Hasil pengujian statistik lainnya.

(f) Selain mengenakan Faktor Tambahan, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan
pengawasan terhadap penyimpangan yang masuk dalam zona ini, antara lain mewajibkan
Bank untuk segera menyempurnakan Model Internal tersebut.

Zona Merah

1. Mencakup frekuensi penyimpangan sebanyak 10 (sepuluh) atau lebih.

2. Hasil back testing yang masuk dalam zona ini langsung mengarah pada anggapan bahwa
terdapat masalah dalam Model Internal yang digunakan Bank.

3. Apabila hasil back testing masuk dalam Zona Merah, Bank diminta segera menyampaikan
informasi mengenai penyimpangan disertai penjelasan mengenai penyebab penyimpangan
tersebut dan rencana tindak lanjut yang dilakukan.

4. Bank Indonesia secara serta merta mengenakan Faktor Tambahan terhadap hasil back
testing yang masuk dalam zona ini.

29
5. Selain itu, Bank Indonesia melakukan tindakan pengawasan terhadap penyimpangan yang
masuk dalam zona ini, antara lain:

(1) Mewajibkan Bank untuk segera menyempurnakan Model Internal tersebut;

(2) Tidak memberikan persetujuan atau membatalkan persetujuan penggunaan Model Internal jika
terdapat permasalahan yang kompleks yang berkaitan dengan integritas Model Internal
tersebut.

Setelah diketahui jumlah beban atas risiko pasar melalui perhitungan nilai VaR, maka
kemudian dikonversikan ke dalam Risk Weghted Asset (RWA), dengan pertimbangan bahwa
kewajiban penyediaan modal untuk risiko pasar harus memenuhi capital charge 8%, dengan
persamaan :

RWA = Capital charge risiko pasar x 12.5

30
BAB III

PENUTUP

31

Anda mungkin juga menyukai