BAB - 1
PENDAHULUAN
tumbuh sebesar 8,55 persen, 8,53 persen, dan 7,97 persen. Hal tersebut
menunjukkan jika pertumbuhan industri manufaktur masih didorong oleh
industri yang berbasis konsumsi dalam negeri. Terdapat tiga subsektor yang
memiliki pertumbuhan negative, yaitu industri karet (-9,36 persen), industri
pengolahan lainnya (-2,34 persen) dan industri tekstil (-0,73 persen). Industri
tekstil Indonesia merupakan salah satu industri yang mengandalkan pasar
ekspor, sehingga belum pulihnya kondisi ekonomi dunia masih menjadi
penyebab pertumbuhan yang negatif. Selain itu, Indonesia tidak memiliki
perjanjian perdagangan bebas dengan negara maju, seperti yang dilakukan oleh
Vietnam dan Bangladesh, sehingga membuat produk tekstil Indonesia kalah
dengan produk tekstil dari negara tersebut.
Nilai ekspor produk industri pada Triwulan III 2016 mencapai USD 26,1
miliar. Jumlah tersebut menurun sebesar 0,9 persen dibandingkan Triwulan III
pada tahun 2015 (YoY). Penurunan ekspor tersebut sejalan dengan masih belum
membaiknya kondisi perekonomian dan perdagangan dunia. Menurut laporan
yang dirilis oleh Bank Indonesia, perlambatan ekspor yang dialami oleh sektor
manufaktur merupakan yang paling kecil dibandingkan dengan sektor pertanian
dan pertambangan. Produk kimia, logam dasar, dan semen menjadi produk
manufaktur yang mengalami pertumbuhan yang positif diantara produk
manufaktur lainnya dengan nilai ekspor masing-masing USD842 juta, USD1,9
milyar, dan USD24,3 juta dan pertumbuhan sebesar 17, 7,3, dan 17,5 persen.
Pemerintah pusat telah mengembangkan suatu konsep percepatan
pembangunan di Indonesia yang disebut MP3EI (Master Plan Percepatan
Pembangunan Ekonomi Indonesia), yang secara umum bertujuan untuk
mendorong peningkatan nilai tambah Sektor-sektor unggulan ekonomi,
pembangunan infrastruktur dan energy serta pembangunan SDM dan IPTEK di
Indonesia. Dimana strategi dalam program jangka pendek akan dilakukan
sejumlah perbaikan iklim investasi melalui Debottlenecking, regulasi, pemberian
Insentif maupun percepatan pembangunan Infrastruktur yang di butuhkan oleh
para pelaku ekonomi. Di dalam MP3EI ini telah ditetapkan 8 Program utama, dan
22 Kegiatan Ekonomi Utama, selain itu juga telah ditetapkan 6 Koridor Ekonomi
sebagai Pusat-pusat Pertumbuhan yang diharapkan dapat mendorong
Perkembangan Ekonomi di seluruh wilayah Nusantara. Salah satu diantara
keenam koridor Ekonomi di maksud adalah Koridor Ekonomi Sulawesi. Dengan
baik yang dilakukan oleh para pemangku kepentingan tingkat nasional, provinsi,
maupun kabupaten dan kota di Kota Bitung dan sekitarnya yaitu Kabupaten
Minahasa Utara, Kabupaten Minahasa dan Kota Manado serta daerah lainnya di
Sulawesi Utara, yang relevan dengan usaha pengembangan agroindustri dan
industri pertambangan, yang juga meningkatkan daya saing terutama dalam
memasok pasar produk olahan komoditi agro untuk pemenuhan kebutuhan
pangan rakyat Indonesia.
Tujuan penyusunan Review Master Plan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Bitung 2.000 Ha adalah untuk:
a. Melakukan kajian dan analisis ulang dan menyusun ulang rencana induk
(master plan) KEK Bitung terhadap produk Master Plan KEK Bitung terdahulu
dan dokumen-dokumen perencanaan terkait KEK Bitung lainnya;
b. Merumuskan pengaturan rencana struktur ruang, rencana penggunaan lahan
zona inti dan zona pendukung, rencana jaringan dan distribusi sarana dan
prasarana, rencana identitas kawasan, rencana intensitas bangunan dan
rencana penyebaran fasilitas dan utilitas umum;
c. Menata KEK Bitung yang produktif, aman, lancar, nyaman dan ekologis secara
berkelanjutan, untuk mendukung industri dan perdagangan yang berbasis
pada usaha agro dan pertambangan.
Sasaran kegiatan penyusunan Review Master Plan Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK) Bitung 2.000 Ha adalah:
a. Tersusunnya Masterplan KEK Bitung, dengan substansi utamanya adalah
zonasi, blok plan, rencana intensitas bangunan, rencana jaringan sarana dan
prasarana serta panduan pengaturan ruang dan bangunannya, serta
pentahapan pembangunannya, sesuai dengan perkembangan kawasan yang
ada;
b. Tersusunnya business plan baik agrobisnis, dan agroindustri dalam suatu
kawasan KEK Bitung yang terpadu dalam aspek simpul transportasi laut,
transportasi udara, dan transportasi darat termasuk kereta api, pelabuhan,
terminal truk, peti kemas, dan pergudangan;
c. Tersusunya pengembangan wilayah KEK Bitung, sesuai regulasi yang ada
berdasarkan pengembangan wilayah seluas + 2.000 Ha;
d. Tersusunnya Indikasi Program;
e. Review Masterplan KEK Bitung yang berisi site plan terskala.
1.3. PERMASALAHAN
Permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan penyusunan Review Master
Plan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung 2.000 Ha adalah:
a. Produk Master Plan KEK Bitung pertama dengan luas 92,96 Ha dan Master
Plan KEK Bitung Tahap II dengan luas 534 Ha telah lama disusun dan tidak
sesuai dengan perkembangan kegiatan industri, perdagangan dan
perkembangan kawasan lokasi rencana KEK yang terjadi saat ini..
b. Belum terintegrasinya jaringan transportasi darat, laut dan udara sebagai
tulang punggung pengembangan KEK Bitung 2.000 Ha.
c. Belum adanya business plan sektor utama berupa industri pengolahan
perikanan, industri pengolahan kelapa dan industri farmasi yang terpadu
dengan transportasi laut, transportasi udara, dan transportasi darat termasuk
kereta api, pelabuhan, terminal truk, peti kemas, dan pergudangan.
11. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan
Kawasan Ekonomi Khusus;
12. Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 2014 tentang Kawasan Ekonomi Khusus
Bitung;
13. Peraturan Pemerintah Nomor 96 tahun 2015 tentang Fasilitas dan
Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus;
14. Peraturan Pemerintah Nomor 142 tahun 2015 tentang Kawasan Industri;
15. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 Tentang Kebijakan Industri
Nasional;
16. Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2010 tentang Dewan Nasional dan
Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus;
17. Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan
Presiden No. 33 Tahun 2010 tentang Dewan Nasional dan Dewan Kawasan
Kawasan Ekonomi Khusus;
18. Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Kebijakan
Pembangunan Sistem Logistik Nasional;
19. Keputusan Presiden Nomor 08 Tahun 2010 tentang Dewan Nasional Kawasan
Ekonomi Khusus;
20. Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2015 tentang Dewan Kawasan
Kawasan Ekonomi Khusus Provinsi Sulawesi Utara;
21. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 40/PRT/M/2007 tentang
Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai;
22. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomot 07 tahun 2011
tentang Pedoman Pengusulan Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus;
23. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomot 08 tahun 2011
tentang Pedoman Evaluasi Usulan Pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus;
24. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomot 10 tahun 2016
tentang Bidang Usaha yang merupakan Kegiatan Utama di Kawasan Ekonomi
Khusus;
25. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17/PERMEN-KP/2013
tentang Perizinan Reklamasi Di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil;
26. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Utara Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014 – 2034;
27. Peraturan Daerah Kota Bitung Nomor 11 Tahun 2013 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Bitung Tahun 2013 – 2033;
28. Peraturan Daerah Kabupaten Minahasa Utara Nomor 1 Tahun 2013 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Minahasa Utara Tahun 2013 – 2033.
29. Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2013 Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil Kota Bitung 2013-2014.
Gambar 1.1. Ruang Lingkup Wilayah Studi Review Master Plan KEK Bitung 2.000 Ha
Lingkup aspek fisik dan non fisik yang dibahas di dalam studi meliputi:
1) Aspek Non Fisik sebagai berikut:
a) Business plan;
BAB I PENDAHULUAN
Memuat latar belakang, maksud dan tujuan, sasaran, dasar hukum dan
lingkup kegiatan.
BAB IV ANALISA
Melakukan analisa kelayakan daya dukung dan daya tampung KEK
Bitung, analisa ekonomi dan kelembagaan kawasan.