Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peran agama dalam keperawatan adalah topik yang jarang untuk dibahas, padahal

kita tahu hal ini sangat berpengaruh didalam pelayanan, hal ini terbukti dengan

didalam keperawatan kita juga mengenal tentang kebutuhan spiritual (walaupun

tidak benar-benar dapat disamakan dengan agama). Tapi kali ini saya hanya ingin

membagi ide atau pemikiran saya, bukan tentang pemenuhan kebutuhan spiritual,

tetapi yang berhubungan dengan pendidikan agama bagi keperawatan.

Dalam kehidupan profesional, tiap cabang ilmu keperawatan tentu sudah

mempunyai patokan tentang apa yang harus dan tidak boleh dilakukan. Selain itu

juga ada mata kuliah etika keperawatan yang tentu saja diharapkan dapat

menumbuhkan sikap profesional sesuai dengan tuntutan dunia keperawatan, yang

tentu saja diharapkan dengan ini sudah cukup untuk membentuk mahasiswa yang

siap pakai dan terampil dan bahkan bisa dikatakan tindakannya sesuai dengan

tuntutan etika dalam keperawatan yang pengertiannya tidak jauh beda dengan

akhlak. Karena kalau kita berbicara tentang akhlak yang mulia, mengapa

pembentukannya harus dilakukan dibangku kuliah. Bukankah dengan pendidikan

etika keperawatan saja sudah cukup,Karena itu mengapa agama tetap diajarkan

dibangku kuliah.

Agama tetap penting untuk diajarkan, karena untuk menekan)kan aspek tertentu

bagi masyarakat kita peran agama sangat besar, tinggal bagaimana

pemanfaatannya yang perlu dibenahi. Bila mata kuliah agama hanya mengajarkan

agama secara umum saja yang tidak mengena dengan kehidupan profesional,

1
maka menurut saya tidak ada gunanya dan jadinya hanya formalitas mengajarkan

agama, karena tidak mau disebut sebagai institusi yang tidak mengajarkan akhlak

pada mahasiswa.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa guna agama dalam keperawatan Paliatif ?

2. Pengertian Agama yang ada di Indonesia ?

3. Apa Pengertian Keperawatan paliatif dalam masing-masing agama ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui guna agama dalam keperawatan paliatif?

2. Untuk mengerti agama yang ada di Indonesia ?

3. Untuk mengerti keperawatan paliatif dalam masing-masing agama?

2
BAB II

KONSEP

2.1 Konsep Teori

Palliative Care (Perawatan palliative) bertujuan meningkatkan kualitas hidup

pasien dan keluarga mereka dalam menghadapi masalah/penyakit yang

mengancam jiwa, melalui pencegahan, penilaian sempurna dan pengobatan rasa

sakit masalah, fisik, psikososial dan spiritual (Kemenkes RI Nomor 812, 2007).

Fokus perawatan palliative adalah peredaman rasa sakit dan gejala serta stress

akibat penyakit kritis seperti kanker stadium lanjut.

Perawatan palliative dapat dilakukan segera setelah diputuskan terapi yang akan

diterima klien bersifat palliative sampai pasien meninggal. Perawatan ini

mencakup perawatan holistik bagi pasien dan keluarganya, serta pemberian

informasi terkini sehingga mereka dapat mengambil keputusan ketika dihadapkan

pada peristiwa anggota keluarganya akan meninggal. Melalui pengawasan,

keluarga maupun teman terdekat dapat membantu memberikan perawatan

paliative pada penderita.

Perawatan spesialis berlanjut setelah kematian pasien sampai anggota keluarga

yang berduka telah memulai proses pemulihan. Perawatan palliative merupakan

kombinasi unik dukungan di rumah sakit, hospice, day-centre (tempat perawatan

lansia dan orang gangguan jiwa), dan di rumah masing-masing untuk memenuhi

kebutuhan individual pasien dan keluarganya.

Apa Saja Ruang Lingkup Kegiatan Paliative Care

3
Jenis kegiatan perawatan palliative menurut Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia nomor 812/Menkes/sk/VII/2007 tentang kebijakan lingkup

kegiatan perawatan palliative, meliputi :

1. pengelolaan keluhan nyeri,

2. pengelolaan keluhan fisik lain,

3. asuhan keperawatan,

4. dukungan psikologis,

5. dukungan sosial, kultural dan spiritual,

6. dukungan persiapan dan selama masa duka cita (bereavement).

Perawatan palliative dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan, dan kunjungan

/rawat. Perawatan palliative dapat dilaksanakan melalui pendekatan sebagai

berikut, :

a. Menyediakan bantuan untuk rasa sakit dan gejala lain yang menganggu klien.

b. Menegaskan hidup dan menganggap mati sebagai proses yang normal

c. Tidak bermaksud untuk mempercepat atau menunda kematian

d. Mengintegrasikan aspek-aspek psikologis dan spiritual perawatan pasien

e. Meredakan nyeri dan gejala fisik lain yang mengganggu

f. Aspek medikolegal dalam Palliative Care

g. Masalah medikolegal lainnya pada perawatan pasien palliative

4
Tim Perawatan palliative bekerja berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh

Pimpinan Rumah Sakit, termasuk pada saat melakukan perawatan di rumah pasien.

Tindakan yang bersifat medis harus dikerjakan oleh tenaga medis, tetapi dengan

pertimbangan yang memperhatikan keselamatan pasien tindakan-tindakan tertentu

dapat didelegasikan kepada tenaga kesehatan non medis yang terlatih.Komunikasi

antara pelaksana dengan pembuat kebijakan harus dipelihara (Kepmenkes RI

Nomor: 812, 2007)

2.2 Prinsip-prinsip Paliative Care

Pelaksanaan palliative care tetap harus memperhatikan kode etik profesi, hak dan

kewajiban perawat dan pasien terutama menghormati atau menghargai martabat

dan harga diri dari pasien dan keluarga serta pemberian dukungan untuk caregiver,

karena masa-masa terminal merupakan masa yang sensitif untuk pasien dan

keluarganya.

Palliative care merupakan accses yang competent dan compassionnet,

pengembangan secara professional dan soisial support sangat perlu dengan

pengembangan melalui penelitian dan pendidikan (Ferrell, & Coyle, 2007: 52)

2.3 Layanan Palliative Care Pada Cancer

Pain Management : sekitar seperempat dari pasien yang menderita kanker stadium

lanjut mengalami rasa sakit yang luar biasa. Rasa sakit ini sering sulit untuk

dikendalikan. Kadangkala pengobatan yang bertujuan untuk meredam rasa sakit

bisa menyebabkan banyak efek samping. Tim spesialis hadir untuk membantu dan

menangani bagaimana caranya untuk mengurangi rasa sakit akibat kanker, serta

membantu meminimalisir efek samping akibat obat-obatan.

5
Discharge & Home Care Planning : pasien dengan kanker stadium lanjut akan

menjadi sangat lemah dan membutuhkan perhatian lebih dari yang biasanya di

rumah. Tim spesialis dapat mengevaluasi kondisi pasien serta menentukan

perawatan serta peralatan apa saja yang akan dibutuhkan pasien di rumah. Mereka

juga akan menghubungkan layanan-layanan yang diperlukan untuk memberikan

perawatan serta peralatan di rumah.

Advance Care Planning (ACP) adalah sebuah konsep baru yang mulai populer di

Amerika Serikat dan Australia. Tim spesialis dapat membantu pasien untuk

merencanakan dan mendokumentasikan keinginan pasien akan pengobatan

medisnya, dan menunjuk seseorang yang dapat menggantikan pasien dalam

mengambil keputusan di masa yang akan datang.

End-of-life Care : Pasien dengan kanker stadium lanjut bisa menderita beragam

gejala pada masa masa akhir hidupnya. Gejala-gejala ini bisa membuat pasien

beserta anggota keluarga merasa tertekan. Tim spesialis dapat membantu dalam

mengatasi gejala-gejala ini sehingga pasien merasa lebih nyaman di tempat ia

dirawat.

Paliative Care Plan : Paliative Care Plan dapat dilaksanakan dengan partnership

antara pasien, keluarga, orang tua, teman sebaya dan petugas kesehatan yang

professional, suport fisik, emosinal, pycososial, dan spiritual khususnya.

Melibatkan pasien dalam kebutuhan memahami gambaran dan kondisi penyakit

terminalnya secara bertahap, tepat dan sesuai. Menyediakan diagnostik atau

kebutuhan intervensi terapeutik guna memperhatikan/memikirkan konteks tujuan

dan pengaharapan dari pasien dan keluarga (Doyle, Hanks and Macdonald, 2003:

42)

6
2.4 Peran Spiritual Dalam Paliative Care

Beberapa tahun terakhir, telah terjadi peningkatan dramatis dalam agama dan

keyakinan spiritual sebagai sumber kekuatan dan dukungan dalam penyakit fisik

yang serius. Profesional kesehatan yang memberikan perawatan medis menyadari

pentingnya memenuhi 'kebutuhan spiritual dan keagamaan' pasien (Woodruff ,

2004)

Sebuah pendekatan kasih sayang akan meningkatkan kemungkinan pemulihan

atau perbaikan. Dalam contoh terburuk, ia menawarkan kenyamanan dan

persiapan untuk individu melalui proses traumatis penyakit terakhir sebelum

kematian (Doyle, Hanks and Macdonald, 2003 :101). Studi pasien dengan

penyakit kronis atau terminal telah menunjukkan kejadian insiden tinggi depresi

dan gangguan mental lainnya. Dimensi lain menunjukkan bahwa tingkat depresi

sebanding dengan tingkat keparahan penyakit dan hilangnya fungsi tambahan.

Sumber depresi adalah sekitar isu yang berkaitan dengan spiritualitas dan agama.

Pasien di bawah perawatan palliative dan dalam keadaan seperti itu sering

mempunyai keprihatinan rohani yang berkaitan dengan kondisi mereka dan

mendekati kematian (Ferrell & Coyle, 2007: 848).

Spiritual dan keprihatinan keagamaan dengan pasien biasanya bersinggungan

dengan isu sehari-hari penyakit yang tidak dapat disembuhkan, dengan orang tua

dan mereka yang menghadapi kematian yang akan datang. Kekhawatiran

semacam itu telah diamati, bahkan pada pasien yang telah dirawat di rumah sakit

dengan penyakit serius non-terminal (Ferrell & Coyle, 2007: 52). Studi lain telah

menunjukkan bahwa persentase yang tinggi dari pasien di atas usia 60 tahun

menemukan hiburan dalam ketekunan bergama yang memberi mereka kekuatan

dan kemampuan untuk mengatasi kehidupan, sampai batas tertentu. Kekhawatiran

7
di saat sakit parah mengasumsikan berbagai bentuk seperti hubungan seseorang

dengan Allah, takut akan neraka dan perasaan ditinggalkan oleh komunitas

keagamaan mereka. Sering menghormati dan memvalidasi individu pada

dorongan agama dan keyakinan adalah setengah perjuangan ke arah menyiapkan

mereka pada sebuah kematian yang baik (Ferrell & Coyle, 2007: 1171 8).

Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan

pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari

kehidupan. Banyak agama memiliki narasi, simbol, dan sejarah suci yang

dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup dan / atau menjelaskan asal usul

kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat

manusia, orang memperoleh moralitas, etika, hukum agama atau gaya hidup yang

disukai. Menurut beberapa perkiraan, ada sekitar 4.200 agama di dunia.

Banyak agama yang mungkin telah mengorganisir perilaku, kependetaan, definisi

tentang apa yang merupakan kepatuhan atau keanggotaan, tempat-tempat suci, dan

kitab suci. Praktik agama juga dapat mencakup ritual, khotbah, peringatan atau

pemujaan tuhan, dewa atau dewi, pengorbanan, festival, pesta, trance, inisiasi, jasa

penguburan, layanan pernikahan, meditasi, doa, musik, seni, tari, masyarakat

layanan atau aspek lain dari budaya manusia. Agama juga mungkin mengandung

mitologi.

Kata agama kadang-kadang digunakan bergantian dengan iman, sistem

kepercayaan atau kadang-kadang mengatur tugas; Namun, dalam kata-kata Émile

Durkheim, agama berbeda dari keyakinan pribadi dalam bahwa itu adalah "sesuatu

yang nyata sosial" Émile Durkheim juga mengatakan bahwa agama adalah suatu

sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan

dengan hal yang suci. Sebuah jajak pendapat global 2012 melaporkan bahwa 59%

8
dari populasi dunia adalah beragama, dan 36% tidak beragama, termasuk 13%

yang ateis, dengan penurunan 9 persen pada keyakinan agama dari tahun 2005.

Rata-rata, wanita lebih religius daripada laki-laki. Beberapa orang mengikuti

beberapa agama atau beberapa prinsip-prinsip agama pada saat yang sama,

terlepas dari apakah atau tidak prinsip-prinsip agama mereka mengikuti tradisional

yang memungkinkan untuk terjadi unsur sinkretisme.

Berdasarkan definisi yang dikutip dari Kamus besar Indonesia, Agama adalah

sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan

Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia

dan manusia serta lingkungannya. Agama yang diakui di Indonesia ada 6 yakni

Agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Kong Hu Cu.

Pada era Order Baru, Agama yang diakui oleh Pemerintah Indonesia hanya 5

yakni Agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Buddha. Tetapi setelah era

reformasi, berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 6/2000, pemerintah

mencabut larangan atas agama, kepercayaan dan adat istiadat Tionghoa. Keppres

No.6/2000 yang dikeluarkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid ini kemudian

diperkuat dengan Surat Keputusan (SK) Menteri Agama Republik Indonesia

Nomor MA/12/2006 yang menyatakan bahwa pemerintah mengakui keberadaan

agama Kong Hu Cu di Indonesia.

9
BAB III

KRITISI JURNAL

3.1 Judul Jurnal

I. KONTRIBUSI KONSELING ISLAM DALAM MEWUJUDKAN

PALLIATIVE CARE BAGI PASIEN HIV/AIDS DI RUMAH SAKIT

ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG (Ema Hidayanti, Siti Hikmah

Universitas, Wening Wihartati, Maya Rini Handayani, 2016 )

II. Dakwah Terhadap Pasien: Telaah Terhadap Model Dakwah Melalui sistem

layanan Bimbingan Rohani islam di Rumah sakit (Agus Riyadi, 2014)

3.2 Metode jurnal pertama

1. Menggunakan Metode Counselling, konseling Islam yang dilakukan

diarahkan pada peningkatan pengetahuan, pemahaman dan pengamalan

pada pasien HIV/AIDS terhadap ajaran Islam, seperti mengakui

kesalahan (taubatan nasuha), mendekatkan diri pada Allah, tekun salat,

dan menjalani kehidupan selanjutnya dengan lebih bermakna. Proses

ini mampu mengantarkan pasien mendapatkan kondisi psikologis

positif, dan pada perkembangannya mampu meningkatkan imunitas

tubuh dengan meningkatnya jumlah CD4. Dengan demikian pada

akhirnya dapat dilihat bahwa konseling Islam mampu meningkatkan

kualitas hidup pasien terutama dalam menangani masalah psiko-

sosiospiritual pasien. Peningkatan kualitas hidup pasien inilah yang

berarti terwujudnya palliative care.

2. Hasil penelitian, Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan

dapat disimpulkan bahwa praktik konseling Islam berkontribusi

10
sebagai salah satu cara untuk mewujudkan tujuan palliative care yaitu

meningkatkan kuliatas hidup pasien HIV/AIDS dan keluarganya,

dengan memberikan solusi atas problem psikologis, sosial dan spiritual

pasien HIV/AIDS dan keluarganya.

3.3 Metode jurnal kedua

1. Menggunakan Metode Dakwah, Bimbingan rohani terhadap pasien di

rumah sakit selain untuk memberikan motivasi, pelaksanaan bimbingan

rohani tersebut juga sekaligus sebagai sarana dakwah Islam. Hal

tersebut secara teoritik merupakan ajakan kepada orang-orang

(individu, kelompok, masyarakat, bangsa) ke jalan Allah (Qs. al-Nahl:

125) atau untuk berbuat kebaikan dan menghindari keburukan (Qs. Ali

Imran: 104) (Kuntowijoyo, 1994: 229). Dakwah terhadap pasien di

rumah sakit seperti ini tentu memiliki cara (manhaj) dan pendekatan

berbeda dengan dakwah kepada mad’u yang terbilang “normal”. Jika

terhadap mad’u yang terbilang “normal” bisa diterapkan metode

ceramah, maka kurang tepat bila diterapkan untuk pasien. Cara

berdakwah yang tepat untuk orang sakit adalah dengan cara atau

pendekatan yang memungkinkan dirinya mendapatkan motivasi,

hiburan, dukungan, sugesti, empati dan berbagai hal yang menyangkut

aspek kejiwaan (Basit, 2006: 141).

2. Hasil Penelitian, formulasi layanan ideal bimbingan dan konseling

Islam bagi pasien semestinya diterapkan. Bukan sekedar berupa

pemberian layanan doa, nasehat, atau bimbingan ibadah saja, tetapi

juga disertai layanan konseling yang difokuskan untuk membantu

pasien menemukan core problem yang dialami serta membantunya

11
terlepas dari core problem-nya tersebut. Semua proses kegiatan layanan

seperti itu harus pula tercatat dan teradministrasi dengan rapi dan baik,

sehingga pelaksanaannya pun dapat dipertanggungjawabkan baik

secara profesional maupun ilmiah.

3.4 Pembahasan Kelompok

Berdasarkan Pembahasan dari Kelompok kami Agama merupakan kepercayaan

individu yang menjadi landasan dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat serta

mempercayai adanya Tuhan sebagai pencipta alam semesta.

Berdasarkan Jurnal yang telah kami baca dapat kami tarik kesimpulan bahwa pada

jurnal pertama yang menggunakan metode counselling pada pasien terminal

berfokuskan di counselling saja seperti peningkatan pengetahuan, pemahaman dan

pengamalan pasien terminal terhadap ajaran Islam, seperti mengakui kesalahan

(taubatan nasuha), mendekatkan diri pada Allah, tekun salat, dan menjalani

kehidupan selanjutnya dengan lebih bermakna serta dukungan dari keluarga. Dari

Jurnal kedua yang menggunakan metode dakwah lebih jelas arah perjalanan dalam

penyampaian dahwahnya seperti adanya tahapan awal dapat disebut sebagai tahap

eksplorasi, tahap pertengahan dan akhir.

3.5 Pustaka Jurnal

1. Hidayanti Erna, dkk. 2016.” KONTRIBUSI KONSELING ISLAM DALAM

MEWUJUDKAN PALLIATIVE CARE BAGI PASIEN HIV/AIDS DI

RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG”. Vol. 19 No. 1,

April 2016. Hlm. 113-132. Semarang.

12
2. Riyadi Agus, 2014.” Dakwah TeRhaDaP Pasien: Telaah Terhadap Model

Dakwah Melalui sistem layanan Bimbingan Rohani islam di Rumah sakit”.

Vol. 5, No. 2, Desember 2014.Semarang.

13
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan : Keperawatan Paliatif tidak hanya berfokuskan kepada keperawatan

pengelolaan keluhan nyeri, pengelolaan keluhan fisik lain, maupun pemberian

intervensi pada asuhan keperawatan, dukungan psikologis, dukungan social saja tetapi

kita tahu fungsi perawat sebelumya yaitu salah satunya adalah holistic care pada

keperawatan palliative yaitu kultural dan spiritual, serta dukungan persiapan dan

selama masa duka cita (bereavement). Berdasarka penelitian-penelitian yang sudah ada

ternyata peran aspek agama dalam keperawatan paliative sangatlah penting dilihat dari

psikologis pasien yang memerlukan dukungan dalam menghadapi penyakitnya. Banyak

penelitian juga mengatakan terapi yang menggunakan keagamaan seperti ceramah,

dakwah, siraman rohani, membaca doa-doa, berserah diri kepada Tuhan TYE cukup

membantu pada pasien palliative dalam mengurangi rasa cemas, ataupun nyeri yang di

alami.

Saran : Kami menyarankan bahwa kegiatan terapi menggunakan metode holistic

keagamaan atau mendekatkan kepada Tuhan sangatlah berdampak positif bagi kualitas

hidup pada pasien terminal, karena dengan rasa bersyukur, pasrah, menyadari bahwa

kehidupan ini tidaklah semua abadi pastilah semua mahluk hidup akan wafat pada

akhirnya. Akan lebih meringankan beban bagi pasien terminal baik secara psikologis

dan fisiknya siap menerima keadaanya sampai dengan akhir hayatnya.

Dengan ini kelompok kami telah menyelesaikan tugas perkuliahan tentang aspek agama

pada keperawatan palliative, saran dan kritik senantiasa sangat kami butuhkan dalam

menyempurnakan makalah ini, untuk itu kami mohon maaf jika ada kurang berkenanya

baik dari penulisan kalimat, kata yang kurang dimengerti. Terimakasih.

14
Daftar Pustaka

https://id.wikipedia.org/wiki/Agama

http://www.syauqiya.com/2015/03/peran-perawat-dalam-paliative-

care.htmlhttp://ilmupengetahuanumum.com/agama-agama-di-indonesia/

Hidayanti Erna, dkk. 2016.” KONTRIBUSI KONSELING ISLAM DALAM

MEWUJUDKAN PALLIATIVE CARE BAGI PASIEN HIV/AIDS DI RUMAH

SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG”. Vol. 19 No. 1, April 2016. Hlm.

113-132. Semarang. http://e-journal.stain-pekalongan.ac.id/index.php/Religia/article/view/662

Riyadi Agus, 2014.” Dakwah TeRhaDaP Pasien: Telaah Terhadap Model

Dakwah Melalui sistem layanan Bimbingan Rohani islam di Rumah sakit”. Vol. 5, No.

2, Desember 2014.Semarang. http://ejournal.wiraraja.ac.id/index.php/JIK/article/view/119

15

Anda mungkin juga menyukai