Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah pencemaran air yang ada di Indonesia setiap tahun semakin
meningkat. Pencemaran air adalah peristiwa masuknya zat-zat atau komponen yang
lainnya yang menyebabkan kualitas air terganggu bahkan menurun. Pencemaran air
bersumber dari beberapa hal yaitu limbah pertanian, limbah rumah tangga, limbah
industry dan penangkapan ikan yang tidak dilakukan dengan semestinya. Akibat
dari pencemaran air merusak ekosistem yang di dalam maupun di luar kehidupan
air terganggu. Pencemaran air juga dapat berdampak bagi kehidupan manusia yang
tidak pernah luput dari penggunaan air. Namun pencemaran air dapat diatasi dengan
berbagai cara baik dari diri sendiri maupun dari instansi pemerintahan.
Kelapa sawit adalah salah satu komoditi andalan Indonesia yang
perkembangannya demikian pesat. Selain produksi minyak kelapa sawit yang
tinggi, produk samping atau limbah pabrik kelapa sawit juga tinggi. Propinsi Riau
merupakan daerah penghasil CPO terbesar di Indonesia yaitu dengan produksi 3,3
juta ton pertahun atau hampir 30 persen dari total produksi sawit Indonesia. Dengan
angka produksi sebesar ini maka CPO parit yang dihasilkan adalah 0.1065 juta ton
atau 106,5 ribu ton.
Kasus pencemaran air akibat limbah CPO sudah banyak terjadi, selain itu
minyak CPO nya sendiri jugak berpotensi menimbulkan pencemran air. Kasus
tumpahnya minyak CPO seringkali terjadi di perairan daerah – daerah yang
memiliki pabrik pengolahan CPO. Selain dari dari pabrik CPO langsung,
tumpahnya minyak CPO juga terjadi di perairan dimana tempat pindah muatnya
CPO ke maupun dari tangki pabrik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu pencemaran air?
2. Bagaimana parameter dan pengujian pencemaran air?
3. Bagaimana pencemaran lingkungan akibat limbah CPO (Crude Palm Oil) ?
4. Apa saja permasalahan pencemaran air akibat dari CPO yang terjadi di Riau?
5. Apa saja upaya penanggulangan dalam mengatasi pencemaran air akibat
CPO?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui apa itu pencemaran air
2. Untuk mengetahui pencemaran air yang terjadi akibat industri
3. Untuk mengetahui pencemaran air diakibatkan limbah CPO
4. Untuk mengetahui masalah – masalah pencemaran air akibat CPO yang
terjadi di Riau
5. Untuk mengetahui upaya – upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi
pencemaran air akibat CPO
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pencemaran Air
Air memegang peranan penting di dalam kehidupan manusia dan juga
makhluk hidup lainnya. Oleh Manusia air dipergunakan untuk minum, memasak,
mencuci dan mandi. Di samping itu air juga banyak diperlukan untuk mengairi
sawah, ladang, industri, dan masih banyak lagi. Pencemaran air adalah peristiwa
masuknya zat, energi, unsur, atau komponen lainnya kedalam air sehingga
menyebabkan kualitas air terganggu. Kualitas air yang terganggu ditandai dengan
perubahan bau, rasa, dan warna.
Tindakan manusia dalam pemenuhan kegiatan sehari-hari, secara tidak
sengaja telah menambah jumlah bahan anorganik pada perairan dan mencemari air.
Misalnya, pembuangan detergen ke perairan dapat berakibat buruk terhadap
organisme yang ada di perairan. Pemupukan tanah persawahan atau ladang dengan
pupuk buatan, kemudian masuk ke perairan akan menyebabkan pertumbuhan
tumbuhan air yang tidak terkendali yang disebut eutrofikasi atau blooming.
Beberapa jenis tumbuhan seperti alga, paku air, dan eceng gondok akan tumbuh
subur dan menutupi permukaan perairan sehingga cahaya matahari tidak menembus
sampai dasar perairan. Akibatnya, tumbuhan yang ada di bawah permukaan tidak
dapat berfotosintesis sehingga kadar oksigen yang terlarut di dalam air menjadi
berkurang. Bahan-bahan kimia lain, seperti pestisida atau DDT (Dikloro Difenil
Trikloroetana) yang sering digunakan oleh petani untuk memberantas hama
tanaman juga dapat berakibat buruk terhadap tanaman dan organisme lainnya.
Apabila di dalam ekosistem perairan terjadi pencemaran DDT atau pestisida, akan
terjadi aliran DDT.
Pencemaran air adalah kontaminasi tempat penampungan air (misalnya
danau, sungai, lautan, akuifer dan air tanah). Polusi air terjadi ketika polutan
dibuang langsung atau tidak langsung ke perairan tanpa penanganan cukup untuk
menghilangkan senyawa berbahaya. Pencemaran air mempengaruhi tanaman dan
organisme yang hidup di sekitar air. Dalam hampir semua kasus efeknya merusak
tidak hanya untuk spesies individu dan populasi, tetapi juga untuk masyarakat
biologis alami.
Pencemaran air merupakan masalah global utama yang membutuhkan
evaluasi dan revisi kebijakan sumber daya air pada semua tingkat (internasional
sampai ke akuifer individu dan sumur). Masalah ini telah menjadi penyebab utama
kematian dan penyakit di dunia, menyumbang kematian lebih dari 14.000 orang
setiap hari. Diperkirakan 700 juta orang India tidak memiliki akses ke toilet yang
tepat, dan 1.000 anak-anak India meninggal karena penyakit diare setiap hari.
Sekitar 90% dari kota-kota Cina menderita dari beberapa tingkat pencemaran air,
dan hampir 500 juta orang tidak memiliki akses terhadap air minum yang aman.
Selain masalah-masalah akut pencemaran air di negara berkembang, negara maju
juga terus berjuang mengatasi masalah polusi. Dalam laporan nasional yang paling
baru pada kualitas air di Amerika Serikat, 45 persen aliran air, 47 persen dari danau,
dan 32 persen dari teluk dan muara diklasifikasikan tercemar. Air biasanya disebut
sebagai tercemar ketika terganggu oleh kontaminan antropogenik dan tidak
memungkinkan untuk penggunaan oleh manusia misalnya untuk air minum, dan /
atau mengalami pergeseran ditandai dalam kemampuannya untuk mendukung
komunitas-komunitas pendukung biotik, seperti ikan. Fenomena alam seperti
gunung berapi, algae blooms, badai, dan gempa bumi juga menyebabkan perubahan
besar dalam kualitas air dan status ekologi air.
Kontaminan tertentu menyebabkan pencemaran dalam air, mencakup
spektrum yang luas dari bahan kimia, patogen, dan perubahan fisik atau sensorik
seperti suhu tinggi dan perubahan warna. Sementara beberapa bahan kimia
mungkin timbul secara alami (missalnya kalsium, natrium, besi, mangan, dll)
konsentrasi suatu zat biasanya dijadikan tolok ukur dalam menentukan apakah
suatu zat merupakan komponen alami dari air, ataukah merupakan kontaminan.
Konsentrasi suatu zat yang melebihi rata-rata cukup untuk mengklasifikasi bahwa
air tersebut sudah tercemar.
Kandungan zat-zat yang mengurangi kadar oksigen mungkin berasal dari
bahan-bahan alami, seperti materi tanaman (misalnya daun dan rumput) atau bahan
kimia buatan manusia. Bahan alami dan antropogenik lainnya dapat menyebabkan
kekeruhan yang menghambat cahaya dan mengganggu pertumbuhan tanaman, serta
mengganggu sistem kerja insang dari beberapa spesies ikan. Banyak zat kimia
adalah beracun. Mikroorganisme patogen dapat menghasilkan penyakit yang
menular melalui air dan dapat menjangkiti manusia ataupun hewan. Perubahan
kimia fisik air meliputi keasaman (perubahan pH), konduktivitas listrik, suhu, dan
eutrofikasi. Eutrofikasi adalah peningkatan konsentrasi nutrisi kimia dalam
ekosistem. Tergantung pada tingkat keparahannya eutrofikasi berefek negatif
terhadap lingkungan seperti anoksia (berkurangnya oksigen) dan pengurangan
kualitas air. Eutrofikasi mempengaruhi populasi ikan dan hewan lainnya.
Beberapa kontaminan penyebab pencemaran air adalah:
1. Mikroorganisme patogen
Bakteri coliform merupakan bakteri yang umum digunakan sebagai bakteri
indicator adanya pencemaran air, meskipun Bakteri coliform bukan merupakan
penyebab sebenarnya dari penyakit. Mikroorganisme lain yang kadang-kadang
ditemukan di permukaan air dan menyebabkan masalah kesehatan manusia
meliputi: Burkholderia pseudomallei, Cryptosporidium parvum, Giardia lamblia,
Salmonella, Novovirus dan virus lainnya serta beberapa jenis Cacing parasit.
2. Kontaminan kimia
Kontaminan kimia bisa termasuk termasuk zat organik dan anorganik.
Polutan air organik meliputi: Deterjen, By Product desinfektan, limbah pengolahan
makanan yang dapat mencakup zat-zat lemak dan minyak, Insektisida dan
herbisida, sejumlah besar organohalides dan senyawa kimia lainnya, Minyak
hidrokarbon, termasuk bahan bakar (bensin, solar, bahan bakar jet, dan minyak
bakar) dan pelumas (oli motor), dan produk sampingan pembakaran bahan bakar,
serpihan dari kegiatan penebangan pohon dan semak, senyawa volatil organik
(VOC) seperti pelarut industri dari penyimpanan yang tidak tepat., bifenil
Polychlorinated (PCB), Trichloroethylene, Perklorat, Berbagai senyawa kimia yang
ditemukan dalam produk kebersihan pribadi dan produk kosmetik.
Polutan air anorganik meliputi: Limbah industri (terutama sulfur dioksida),
Amonia dari limbah pengolahan makanan, Limbah kimia sebagai produk
sampingan industry, Pupuk yang mengandung nutrisi – nitrat dan fosfat, Logam
berat dari kendaraan bermotor, sedimen dari buangan lokasi konstruksi,
penebangan, dan situs pembukaan lahan. Item makroskopik kasat mata yang
disebut “floatables” atau sampah laut saat ditemui di laut lepas, dapat mencakup
item seperti: Sampah (misalnya kertas, plastik, atau makanan sampah) dibuang oleh
orang-orang di tanah, bersama dengan disengaja atau pembuangan sampah, yang
dicuci oleh curah hujan ke saluran badai dan akhirnya dibuang ke air permukaan.
Sementara jika ditinjau dari asal polutan dan sumber pencemarannya, pencemaran
air dapat dibedakan antara lain:
1. Limbah Pertanian
Limbah pertanian dapat mengandung polutan insektisida atau pupuk organik.
Insektisida dapat mematikan biota sungai. Jika biota sungai tidak mati kemudian
dimakan hewan atau manusia, orang yang memakannya akan keracunan. Untuk
mencegahnya, upayakan agar memilih insektisida yang berspektrum sempit
(khusus membunuh hewan sasaran) serta bersifat biodegradabel (dapat terurai oleh
mikroba) dan melakukan penyemprotan sesuai dengan aturan. Jangan membuang
sisa obet ke sungai. Sedangkan pupuk organik yang larut dalam air dapat
menyuburkan lingkungan air (eutrofikasi). Karena air kaya nutrisi, ganggang dan
tumbuhan air tumbuh subur (blooming). Hal yang demikian akan mengancam
kelestarian bendungan. bemdungan akan cepat dangkal dan biota air akan mati
karenanya.
2. Limbah Rumah Tangga
Limbah rumah tangga yang cair merupakan sumber pencemaran air. Dari
limbah rumah tangga cair dapat dijumpai berbagai bahan organik (misal sisa sayur,
ikan, nasi, minyak, lemek, air buangan manusia) yang terbawa air got/parit,
kemudian ikut aliran sungai. Adapula bahan-bahan anorganik seperti plastik,
alumunium, dan botol yang hanyut terbawa arus air. Sampah bertimbun,
menyumbat saluran air, dan mengakibatkan banjir. Bahan pencemar lain dari
limbah rumah tangga adalah pencemar biologis berupa bibit penyakit, bakteri, dan
jamur. Bahan organik yang larut dalam air akan mengalami penguraian dan
pembusukan. Akibatnya kadar oksigen dalam air turun dratis sehingga biota air
akan mati. Jika pencemaran bahan organik meningkat, kita dapat menemui cacing
Tubifex berwarna kemerahan bergerombol. Cacing ini merupakan petunjuk
biologis (bioindikator) parahnya pencemaran oleh bahan organik dari limbah
pemukiman. Di kota-kota, air got berwarna kehitaman dan mengeluarkan bau yang
menyengat. Di dalam air got yang demikian tidak ada organisme hidup kecuali
bakteri dan jamur. Dibandingkan dengan limbah industri, limbah rumah tangga di
daerah perkotaan di Indonesia mencapai 60% dari seluruh limbah yang ada.
3. Limbah Industri
Adanya sebagian industri yang membuang limbahnya ke air. Macam polutan
yang dihasilkan tergantung pada jenis industri. Mungkin berupa polutan organik
(berbau busuk), polutan anorganik (berbuaih, berwarna), atau mungkin berupa
polutan yang mengandung asam belerang (berbau busuk), atau berupa suhu (air
menjadi panas). Pemerintah menetapkan tata aturan untuk mengendalikan
pencemara air oleh limbah industri. Misalnya, limbah industri harus diolah terlebih
dahulu sebelum dibuang ke sungai agar tidak terjadi pencemaran. Di laut, sering
terjadi kebocoran tangker minyak karena bertabrakan dengan kapal lain atau
karang. Minyak yang ada di dalam kapal tumpah menggenangi lautan dalam jarak
ratusan kilometer. Ikan, terumbu karang, burung laut, dan hewan-hewan laut
banyak yang mati karenanya. Untuk mengatasinya, polutan dibatasi dengan pipa
mengapung agar tidak tersebar, kemudian permukaan polutan ditaburi dengan zat
yang dapat menguraikan minyak.
4. Penangkapan Ikan Menggunakan racun
Beberapa penduduk dan nelayan ada yang menggunakan tuba (racun dari
tumbuhan atau potas (racun) untuk menangkap ikan tangkapan, melainkan juga
semua biota air. Racun tersebut tidak hanya hewan-hewan dewasa, tetapi juga
hewan-hewan yang masih kecil. Dengan demikian racun yang disebarkan akan
memusnahkan jenis makluk hidup yang ada didalamnya. Kegiatan penangkapan
ikan dengan cara tersebut mengakibatkan pencemaran di lingkungan perairan dan
menurunkan sumber daya perairan.
2.2 Parameter dan Pengujian Pencemaran Air
Pencemaran air dapat dianalisis melalui beberapa kategori metode: fisik,
kimia dan biologi. Sebagian besar melibatkan pengumpulan sampel, diikuti oleh tes
analitis khusus. Beberapa metode dapat dilakukan langsung di tempat, tanpa
pengambilan sampel, seperti suhu. Instansi pemerintah dan organisasi penelitian
telah telah diatur, divalidasi metode pengujian analitis standarnya untuk
memfasilitasi komparabilitas hasil dari peristiwa pengujian yang berbeda.
Sampling air untuk pengujian fisik atau kimia dapat dilakukan dengan
beberapa metode, tergantung pada keakuratan yang dibutuhkan dan karakteristik
kontaminan. Banyak kejadian kontaminasi yang tajam dibatasi dalam waktu, paling
sering dalam hubungan dengan peristiwa hujan. Untuk alasan ini pengambilan
sampel sering tidak sepenuhnya representatif untuk diukur tingkat kontaminannya.
Para ilmuwan dalam mengumpulkan jenis data biasanya menggunakan perangkat
auto-sampler yang memompa air baik pada waktu tertentu atau debit tertentu.
Sampling untuk pengujian biologis melibatkan pengumpulan tumbuhan dan / atau
hewan dari sekitar air permukaan yang diuji. Tergantung pada jenis penilaian,
organisme dapat diidentifikasi untuk biosurveys atau mereka dapat dibedah untuk
uji biologis dalam penentuan toksisitas. Adapun macam pengujian yang mungkin
dilakukan dalam penentuan pencemaran air antara lain:
1. Pengujian kimia
Sampel air dapat diperiksa menggunakan prinsip-prinsip kimia analitik.
Banyak metode pengujian yang diterbitkan tersedia untuk senyawa organik dan
anorganik. Parameternya berupa:
A. DO (Dissolved Oxygen)
Yang dimaksud dengan DO adalah oksigen terlarut yang terkandung di dalam
air, berasal dari udara dan hasil proses fotosintesis tumbuhan air. Oksigen
diperlukan oleh semua mahluk yang hidup di air seperti ikan, udang, kerang dan
hewan lainnya termasuk mikroorganisme seperti bakteri. Agar ikan dapat hidup, air
harus mengandung oksigen paling sedikit 5 mg/ liter atau 5 ppm (part per million).
Apabila kadar oksigen kurang dari 5 ppm, ikan akan mati, tetapi bakteri yang
kebutuhan oksigen terlarutnya lebih rendah dari 5 ppm akan berkembang.
B. BOD (Biochemical Oxygent Demand)
BOD adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global
proses mikrobiologis yang benar -benar terjadi dalam air. Pemeriksaan BOD
diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan dan untuk
mendesain sistem pengolahan secara biologis. Dengan tes BOD kita akan
mengetahui kebutuhan oksigen biokima yang menunjukkan jumlah oksigen yang
digunakan dalam reaksi oksidasi oleh bakteri. Sehingga makin banyak bahan
organik dalam air, makin besar B.O.D nya sedangkan D.O akan makin rendah. Air
yang bersih adalah yang B.O.D nya kurang dari 1 mg/l atau 1ppm, jika B.O.D nya
di atas 4 ppm, air dikatakan tercemar.
C. COD (Chemical Oxygent Demand)
COD adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi
zat-zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K2,Cr2,O7
digunakan sebagai sumber oksigen. Pengujian COD pada air limbah memiliki
beberapa keunggulan dibandingkan pengujian BOD yaitu : Sanggup menguji air
limbah industri yang beracun yang tidak dapat diuji dengan BOD karena bakteri
akan mati dan waktu pengujian yang lebih singkat, kurang lebih hanya 3 jam
D. TSS (Total suspended Solid)
TSS adalah jumlah berat dalam mg/liter kering lumpur yang ada dalam
limbah setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron.
Air alam mengandung zat padat terlarut yang berasal dari mineral dan garam-garam
yang terlarut ketika air mengalir di bawah atau di permukaan tanah. Apabila air
dicemari oleh limbah yang berasal dari industri, pertambangan dan pertanian,
kandungan zat padat tersebut akan meningkat. Jumlah zat padat terlarut ini dapat
digunakan sebagai indikator terjadinya pencemaran air. Selain jumlah, jenis zat
pencemar juga menentukan tingkat pencemaran dan juga berguna untuk penentuan
efisiensi unit pengolahan air .
E. pH
pH adalah derajat keasaman suatu zat. pH normal adalah 6-8. Tujuan metode
pengujian ini untuk memperoleh drajat keasaman (pH) dalam air dan air limbah
dengan menggunakan alat pH meter
F. Total organik karbon (TOC) , Total Carbon (TC), Inorganic Carbon (IC)
TOC adalah jumlah karbon yang terikat dalam suatu senyawa organik dan
sering digunakan sebagai indikator tidak spesifik dari kualitas air atau kebersihan
peralatan pabrik. Total Carbon (TC) – semua karbon dalam sample, Total Inorganic
Carbon (TIC) – sering disebut sebagai karbon anorganik (IC), karbonat, bikarbonat,
dan terlarut karbon dioksida (CO 2); suatu material yang berasal dari sumber non-
hidup. Dalam menganalisa TOC, TC, dan IC kita bisa menggunakan TOC analyzer.
G. Parameter Logam
Spektroskopi penyerapan atom adalah teknik untuk menentukan konsentrasi
elemen logam tertentu dalam sampel. Teknik ini dapat digunakan untuk
menganalisa konsentrasi lebih dari 70 jenis logam yang berbeda dalam suatu
larutan. beberapa logam yang berbahaya diantaranya : Hg (merkuri) , Ar (arsen),
Cd (kadmium), Pb (timbal)
2. Parameter Fisika
Perubahan yang ditimbulkan parameter fisika dalam air limbah yaitu:
padatan, kekeruhan, bau, temperatur, daya hantar listrik dan warna. Padatan terdiri
dari bahan padat organik maupun anorganik yang larut, mengendap maupun
suspensi. Akibat lain dari padatan ini menimbulkan tumbuhnya tanaman air tertentu
dan dapat menjadi racun bagi makhluk lain.Pengukuran daya hantar listrik ini untuk
melihat keseimbangan kimiawi dalam air dan pengaruhnya terhadap kehidupan
biota.Warna timbul akibat suatu bahan terlarut atau tersuspensi dalam air, di
samping adanya bahan pewarna tertentu yang kemungkinan mengandung logam
berat. Bau disebabkan karena adanya campuran dari nitrogen, fospor, protein,
sulfur, amoniak, hidrogen sulfida, carbon disulfida dan zat organik lain.Temperatur
air limbah akan mempengaruhi kecepatan reaksi kimia serta tata kehidupan dalam
air. Perubahan suhu memperlihatkan aktivitas kimiawi biologis pada benda padat
dan gas dalam air.
3. Parameter Biologi;
Parameter biologi meliputi ada atau tidaknya pencemaran secara biologi
berupa mikroorganisme, misalnya, bakteri coli, virus, bentos, dan plankton. jenis-
jenis mikroorganisme di air yang tercemar seperti : Escherichia coli,
Entamoeba coli, dan Salmonella thyposa.

2.3 Pencemaran Lingkungan Akibat limbah CPO


Dalam beberapa tahun terakhir bisnis dan investasi pengembangan
perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah terjadi booming. Permintaan atas
minyak nabati dan penyediaan untuk biofuel telah mendorong peningkatan
permintaan minyak nabati yang bersumber dari Crude Palm Oil (CPO). Hal ini
disebabkan tanaman kelapa sawit memiliki potensi menghasilkan minyak sekitar 7
ton / hektar bila dibandingkan dengan kedelai yang hanya 3 ton / hektar. Indonesia
memiliki potensi pengembangan perkebunan kelapa sawit yang sangat besar karena
memiliki cadangan lahan yang cukup luas, ketersediaan tenaga kerja, dan
kesesuaian agroklimat.
Luas perkebunan kelapa sawit Indonesia pada tahun 2007 sekitar 6,8 juta
hektar yang terdiri dari sekitar 60% diusahakan oleh perkebunan besar dan sisanya
sekitar 40% diusahakan oleh perkebunan rakyat. Luas perkebunan kelapa sawit
diprediksi akan meningkat menjadi 10 juta hektar pada 5 tahun mendatang.
Mengingat pengembangan kelapa sawit tidak hanya dikembangkan di wilayah
Indonesia bagian barat saja, tetapi telah menjangkau wilayah Indonesia bagian
timur.
Pengembangan perkebunan kelapa sawit memiliki dampak positif dan
dampak negatif. Dampak positif yang ditimbulkan antara lain adalah meningkatkan
pendapatan masyarakat, meningkatkan penerimaan devisa negara, memperluas
lapangan pekerjaan, meningkatkan produktivitas, dan daya saing, serta memenuhi
kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam negeri. Selain dampak positif
ternyata juga memberikan dampak negatif. Secara ekologis sistem monokultur pada
perkebunan kelapa sawit telah merubah ekosistem hutan, hilangnya
keanekaragaman hayati dan ekosistem hutan hujan tropis, serta plasma nutfah,
sejumlah spesies tumbuhan dan hewan. Selain itu juga mengakibatkan hilangnya
sejumlah sumber air, sehingga memicu kekeringan, peningkatan suhu, dan gas
rumah kaca yang mendorong terjadinya bencana alam. Secara sosial juga sering
menimbulkan terjadinya konflik antara perusahaan dengan masyarakat sekitar baik
yang disebabkan oleh konflik kepemilikan lahan atau karena limbah yang
dihasilkan oleh industri kelapa sawit. Limbah yang dihasilkan oleh industri kelapa
sawit merupakan salah satu bencana yang mengintip, jika pengelolaan limbah tidak
dilakukan secara baik dan profesional, mengingat industri kelapa sawit merupakan
industri yang sarat dengan residu hasil pengolahan.
Didalam proses pembuatan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil : CPO)
melalui Tandan Buah Segar (TBS) maka akan dihasilkan berbagai macam air
buangan/limbah. Pada proses pemanasan dan sterilisasi, TBS diolah secara
sterilisasi uap dengan tekanan uap 2.5-3.0 kg/cm2, suhu 135140°C selama 90-100
menit. Pertama dihasilkan air limbah drain (kondesat) dari setiap proses memakai
sterilizer di proses ini. Pada proses ekstraksi berikutnya, CPO diperas dengan
memasukkan bahan baku ke dalam screw press. Pada proses ini, adakalanya air
yang mengandung minyak merembes keluar dari berbagai fasilitas. Pada proses
purifikasi CPO ditambahkan air pemanas bersuhu 90°C, lalu CPO dimurnikan
dengan mengekstrak zat pengotor di dalam CPO ke sisi lapisan air pemanas.
Dari proses ini, kandungan minyak yang ada di dalam air limbah panas
berkisar 1%. Setelah itu, minyak yang telah dikumpulkan melalui pengutip minyak
dikembalikan ke proses purifikasi, dan dikumpulkan sebagai CPO. Air limbah yang
dihasilkan dan proses pemisahan minyak dan air masih mengandung minyak,
karena itu selain dari kandungan minyak terpisah mengapung pada tangki adjusting,
kandungan padatan juga akan mengendap. Air limbah yang kandungan minyaknya
telah dipisahkan dialirkan ke proses pengolahan air limbah. Terdapat beberapa
macam air limbah yang dihasilkan di Pabrik Kelapa Sawit (PKS), antara lain air
limbah yang dihasilkan dan proses pembuatan CPO, air limbah yang mengalir
bersama air hujan yang dihasilkan di lokasi penempatan TBS di dalam pabrik, air
limbah yang merembes keluar ke lantai di dalam pabrik dari fasilitas produksi, pipa
dan lain - lain (termasuk yang tercampur dengan air hujan), air limbah dan fasilitas
utiliti seperti boiler dan lain – lain, air limbah umum dari kantor dan lainnya. Pada
pabrik yang umum, semua air limbah ini dijadikan dalam satu penampungan lalu
diolah.
Limbah cair yang dihasilkan berupa Palm Oil Mill Effluent (POME) air
buangan kondensat (8-12 %) air hasil pengolahan (13-23 %). Bahkan saat ini
limbah cair hasil pengolahan kelapa sawit di Indonesia mencapai 28,7 juta ton
limbah / tahun. Ketersediaan limbah itu merupakan potensi yang sangat besar jika
dikelola dan dimanfaatkan dengan baik. Namun sebaliknya akan menimbulkan
bencana bagi lingkungan dan manusia jika pengelolaannya tidak dilakukan dengan
baik dan profesional. Limbah cair kelapa sawit mengadung konsentrasi bahan
organik yang relatif tinggi dan secara alamiah dapat mengalami penguraian oleh
mikroorganisme menjadi senyawa yang lebih sederhana.
Limbah cair kelapa sawit umumnya berwarna kecoklatan dan mengandung
padatan terlarut dan tersuspensi berupa koloid serta residu minyak dengan
kandungan biological oxygen demand (BOD) yang tinggi. Bila limbah cair ini
dibuang ke perairan akan berpotensi mencemari lingkungan karena akan
mengurangi biota dan mikroorganisme perairan dan dapat menyebabkan keracunan,
sehingga harus diolah sebelum dibuang. Standar baku mutu lingkungan limbah
yang dihasilkan pabrik CPO adalah pH 6 – 9, BOD 250 ppm, COD 500 ppm, TSS
(total suspended solid) 300 ppm, NH3 – N 20 ppm, dan oil grease 30 ppm (Naibaho,
1996). Limbah cair yang ditampung pada kolam-kolam terbuka akan melepaskan
gas metan (CH4) dan CO2 yang menaikkan emisi penyebab efek rumah kaca yang
sangat berbahaya bagi lingkungan. Selain itu gas metan tersebut juga menimbulkan
bau yang tidak sedap.
Limbah padat yang dihasilkan oleh industri pengolahan kelapa sawit terdiri
atas tandan kosong kelapa sawit (20-23 %), serat (10-12 %), dan tempurung /
cangkang (7-9 %). Berikut ini adalah komposisi bahan organik serat dan tandan
kosong kelapa sawit. Limbah padat yang dihasilkan oleh industri kelapa sawit di
Indonesia mencapai 15,20 juta ton limbah / tahun. Limbah padat berupa cangkang,
tandan kosong, serat, pelepah, dan batang sawit mengandung 45 % selulose dan 26
% hemiselulose. Limbah-limbah ini akan menghasilkan bau yang tidak sedap.
Limbah gas yang dihasilkan industri kelapa sawit dapat berupa gas hasil
pembakaran serat dan cangkang untuk pembangkit energi serta gas metan dan CO2
yang dihasilkan oleh kolam-kolam pengolahan limbah cair. Limbah gas ini akan
menyebabkan meningkatnya kadar CO2 dan mengakibatkan polusi udara.

2.4 Permasalahan Pencemaran Air akibat CPO yang Terjadi di Riau


Minyak sawit kasar (CPO) merupakan salah satu jenis trigliserida yang
banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan metil ester. Sifat fisik trigliserida
ditentukan oleh proporsi dan struktur kimia asam lemak yang membentuknya.
Minyak sawit mentah juga mengandung asam lemak dengan rantai karbon C14-
C20. Pencemaran minyak di laut dapat membahayakan ekosistem laut. Pencemaran
minyak berpengaruh besar terhadap penurunan penetrasi cahaya matahari karena
perairan tertutup oleh lapisan minyak pada permukaan perairan. Minyak cenderung
mengapung akibat berat jenis lemak yang lebih ringan. Kondisi ini akan
menurunkan proses fotosintesis pada zona euphotic yang selanjutnya dapat
mengganggu sistem rantai makanan. Lapisan minyak juga menghalangi pertukaran
gas dari atmosfer dan mengurangi kelarutan oksigen sehingga pasokan oksigen
terlarut dapat menurun dan mengganggu metabolisme organisme dalam air.
Perairan Dumai, Riau termasuk kategori rentan terhadap tumpahan minyak.
Hal ini disebabkan oleh banyaknya aktifitas industri di wilayah tersebut, terutama
industri crude palm oil (CPO). Banyaknya aktifitas industri CPO diperkirakan dapat
memberikan pengaruh yang besar terhadap masuknya bahan pencemar seperti CPO
ke Perairan, baik melalui proses loading, kebocoran pipa dan kelalaian operasional,
sehingga pada akhirnya mengakibatkan terjadinya pencemaran CPO yang
berbahaya pada lingkungan dan pada biota yang ada di dalamnya. Kegiatan yang
terus menerus menyebabkan terjadinya tekanan terhadap ekologis perairan di Selat
Rupat yang telah menurunkan kualitas perairan sebagai akibat dari adanya
peningkatan masukan limbah. Pesisir Kota Dumai, Perairan Selat Rupat Propinsi
Riau, telah berkembang pesat sebagai wilayah perindustrian, perdagangan,
pertanian dan pelayaran. Tekanan ekologis perairan di Selat Rupat telah nampak
dari penurunan kualitas perairan pesisir, sebagai akibat dari adanya peningkatan
masukan limbah. Salah satu sumber limbah tersebut berasal dari limbah pengolahan
minyak sawit kasar (CPO). Beberapa kejadian tumpahan CPO dalam beberapa
tahun terakhir terjadi di sekitar Perairan Dumai, Riau yaitu tumpahan CPO pada
tanggal 29 Agustus 2009 di Perairan Laut Dumai, di Perairan Sungai Dumai,
tanggal 10 Agustus 2010, kemudian pada 30 November 2012, pada 19 Januari 2013
dan September 2014 merupakan kasus terbaru tumpahan CPO, dimana terjadinya
tumpahan CPO diakibatkan oleh patahnya empat tanki uji coba dengan kapasitas
3000 ton CPO tiap tanki.
Menurut Qadeer dan Rehan (2002) degradasi minyak dapat dilakukan dengan
bantuan mikroorganisme yang ada pada air laut. Namun jumlah dan kemampuan
mikroorganisme pengurai minyak sangat terbatas karena kemampuannya
dipengaruhi beberapa faktor seperti jenis mikroba, konsentrasi minyak dan kondisi
lingkungan. Endapan molekul minyak berukuran besar di dasar perairan dapat
mengganggu aktifitas serta merusak kehidupan bentos dan daerah pemijahan ikan
(spawning ground) dan meningkatkan pencemaran organik yang diindikasikan oleh
terjadinya peningkatan nilai BOD dan COD. Fadil (2011) menyatakan bahwa
semakin tinggi kadar pencemar pada perairan, tingkat konsumsi oksigen pada
perairan juga akan semakin meningkat. Namun kondisi tersebut tidak selalu
berjalan seperti itu mengingat pada satu titik ikan dan biota air lainnya akan mati
akibat CPO yang terlalu banyak. Selain hal tersebut keberadaan CPO pada perairan
dapat mengganggu bahkan mematikan biota air pada fase larva seperti halnya larva
udang windu.
Perairan Dumai merupakan perairan yang semi tertutup dan di wilayah ini
dalam waktu 24 jam terjadi dua kali pasang dan dua kali surut. Tipe pasang surut
tersebut termasuk ke dalam tipe pasangsurut campuran condong ke harian ganda.
Pada umumnya polutan minyak di Perairan Dumai hanya mengalami pergerakan
bolak-balik tanpa mampu keluar mencapai laut lepas (Selat Malaka). Minyak CPO
yang menutupi permukaan akan menghalangi penetrasi sinar matahari ke dalam air.
Selain itu, lapisan minyak juga dapat mengurangi konsentrasi oksigen terlarut
dalam air karena fiksasi oksigen bebas menjadi terhambat. Semakin tinggi
konsentrasi limbah organik dalam perairan maka semakin menurunkan difusi
oksigen terlarut dan semakin meningkat kadar amonia. Akibatnya, terjadi
ketidakseimbangan rantai makanan di dalam air.
Konsentrasi CPO yang terdapat pada air dan sedimen di Perairan Pesisir
Dumai sangat kecil, sehingga masih sangat jauh dengan nilai LC-50 pada waktu 48
jam pemaparan yaitu 7.50 x 103 g/l. Mudahnya CPO terdegradasi disebabkan CPO
merupakan senyawa yang mengandung asam lemak jenuh dalam jumlah cukup
banyak. Kerusakan dapat terjadi sebagai akibat proses hidrolisa, terutama banyak
terjadi pada minyak atau lemak yang mengandung asam lemak jenuh dalam jumlah
cukup banyak seperti pada minyak nabati yang mengandung asam laurat,
sedangkan bau yang tengik ditimbulkan oleh asam lemak bebas yang terbentuk
selama proses hidrolisa. Proses hidrolisa pada minyak atau lemak umumnya
disebabkan oleh aktifitas enzim dan mikroba. Proses hidrolisa dapat dipercepat
dengan kondisi kelembaban, kadar air serta temperatur tinggi. Proses hidrolisa pada
minyak dan lemak akan menghasilkan ketengikan hidrolitik, sehingga terjadi
pembebasan asam-asam lemak yang mempengaruhi rasa dari minyak tersebut.
Enzim yang dapat menimbulkan ketengikan hidrolitik adalah enzim lipase.
Ketengikan pada minyak dan lemak nabati terjadi karena berkurangnya kandungan
vitamin E (tocopherol) yang dapat berfungsi sebagai anti oksidan.
CPO merupakan senyawa mudah didegradasi, karena memiliki rantai alifatik
lurus, umumnya tersusun dari asam lemak jenuh dan memiliki rantai yang panjang,
sedangkan minyak bumi umumnya memiliki rantai aromatik, memiliki rantai
pendek dan umumnya tersusun dari asam lemak tak jenuh. Kemampuan bakteri
mendegradasi hidrokarbon minyak berbeda-beda. Panjang rantai optimum untuk
didegradasi antara 10-20 rantai karbon. Hidrokarbon dengan panjang rantai kurang
dari sembilan sulit didegradasi, karena senyawa ini bersifat toksik tetapi beberapa
bakteri tertentu (methanotrop) dapat mendegradasinya. Beberapa hasil percobaan
menunjukkan bahwa: (i) hidrokarbon alifatik umumnya mudah didegradasi
daripada aromatik, (ii) hidrokarbon alifatik rantai lurus umumnya lebih mudah
terdegradasi daripada rantai cabang. Introduksi cabang ke molekul hidrokarbon
menghambat proses biodegradasi, (iii) hidrokarbon jenuh lebih mudah terdegradasi
daripada yang tidak jenuh. Adanya ikatan dobel atau tripel antar karbon
menghambat proses biodegradasi dan (iv) hidrokarbon alifatik rantai panjang lebih
mudah didegradasi daripada rantai pendek. Tingkat kemudahan minyak didegradasi
oleh bakteri tergantung kepada struktur dan bobot molekulnya. Secara umum
kemampuan biodegradasi naik dengan kenaikan panjang rantai; sedangkan naftenik
dan aromatik lebih sulit terdegradasi. Terkait hal tersebut maka, pada dasarnya CPO
merupakan senyawa yang mudah mengalami degradasi oleh bakteri, namun dalam
jumlah banyak lebih dari 400x103 mg/l mengakibatkan terjadi kematian yang
sangat cepat pada organisme yang hidup didalamnya.
Konsentrasi CPO di Kawasan Pesisir Dumai Provinsi Riau belum
membahayakan biota yang hidup di dalamnya. Larva udang windu uji (skala
laboratorium) yang terpapar CPO dengan konsentrasi 4-400x103 mg/l hingga enam
jam tidak mengakibatkan kematian, namun lama pemaparan mulai 12 jam pada
konsentrasi 8x103 mg/liter bersifat akut pada larva udang windu.
Permasalahan lain yang terjadi yaitu mengenai pembuangan limbah cair CPO
yang diduga dilakukan oleh sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan
minyak kelapa sawit yaitu PT. Nagamas Palmoil Lestari di Kota Dumai, Riau.
Perusahaan PT. Nagamas sebelumnya juga ketahuan melubernya minyak kelaut Dumai
dan kebakaran pabrik industri refinery hingga memakan korban luka. Hal yang
ironisnya lagi, belum tuntas masalah itu, perusahaan ketahuan publik membuang
limbah pada malam hari di kawasan PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I Cabang
Dumai, dengan jumlah yang tidak bisa diperkirakan. Atas kejadian itu wakil rakyat ikut
angkat bicara dan meminta ketegasan Pemerintah Kota Dumai untuk menindak
perusahaan tersebut sesuai undang-undang lingkungan hidup.
Bila membuang limbah sembarangan dengan sengaja serta berpotensi
mencemari lingkungan, pelaku akan terjerat sanksi berat sesuai UU No. 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kemudian didalam
Undang-undang ini diatur semua perihal tentang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Makanya, untuk menumbuhkan efek jera bagi para penghasil limbah
yang tidak bisa mengolah limbahnya dengan baik, mereka akan diberikan sanksi berat.
Dalam Undang-undang tersebut diatur setiap orang yang dengan sengaja melakukan
perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara, baku mutu air, dan
baku mutu air laut atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 10 tahun, dengan denda
minimal Rp. 3 Miliar dan maksimal Rp. 10 Miliar. Bila mengakibatkan orang luka dan
atau membahayakan kesehatan manusia, dipidana paling singkat 4 tahun dan paling
lama 12 tahun. Dendanya minimal Rp 4 miliar dan maksimal Rp 12 miliar. Sanksi yang
paling berat, jika limbah itu menyebabkan kematian. Ancaman pidananya minimal 5
tahun dan maksimal 15 tahun. Sedangkan dendanya minimal Rp 5 miliar dan maksimal
Rp 15 miliar.
Dalam pasal 4 UU Perikanan Republik Indonesia salah satu butirnya mengatakan
bahwa dalam melaksanakan pengelolaan sumber daya ikan Menteri menetapkan
ketentuan-keteentuan mengenai antara lain pencegahan kerusaskan rehabilitasi, dan
peningkatan sumberdaya ikan serta lingkungannya. Pasal 7 juga mengatakan bahwa
setiap organisasi atau Badan Hukum dilarang melakukan perbuatan yang
mengakibatkan kerusakan sumber daya ikan dan lingkungannya. disebutkan ketentuan
pidana dalam pasal 22 UU Perikanan RI, “Barang siapa di dalam wilayah perikanan RI
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf a dan b melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) dan pasal 7 dengan pidana penjara selama-lamanya
10 ahun dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.100.000.000, (seratus juta rupiah)”.
Musibah limbah PT Nagamas yang terjadi berdampak rusaknya lingkungan sehingga
diperlukan pemulihan beberapa puluh tahun lagi sedangkan ganti rugi yang diberikan
tidak sebanding dengan kerugian dan kerusakan yang ditimbulkan. Banyak perusahaan
penghasil industri berat mungkin lebih memilih memangkas biaya pengolahan limbah
yang puluhan juta rupiah dengan membuang saja limbahnya ke perairan saja, karena
dengan demikian biaya yang akan dikeluarkan hanya sedikit. Dampak yang akan
terjadi adalah kasus-kasus pencemaran limbah, penyelesaian hukumnya tidak pernah
tuntas dan salah satu pihak masih ada yang dirugikan.

2.5 Upaya Penanggulangan Pencemaran Air


Penanggulangan dan usaha pemecahan masing-masing masalah tentu harus
berbeda. Sebagai contoh misalnya:
1. Usaha reboisasi atau penghijauan serta pengelolaan daerah air sungai (DAS)
untuk mengurangi intensitas dan volume erosi.
2. Pembatasan penangkapan dengan berbagai cara (musim penangkapan, mata
jaring, jenis alat-alat penangkapan tertentu dan lain-lain).
3. Pengaturan dan pembatasan bahan-bahan pembuangan industri dengan
segala sanksinya bagi masalah pencemaran laut dan wilayah pesisir pantai.
4. Memonitor segala perubahan komposisi biotik dan abiotik dan ekosistem
laut yang menunjukkan telah terjadinya pencemaran, kerusakan, dan
gangguan.
Selain cara penanggulangan yang telah disebutkan di atas, kita juga dapat
melakukan penanggulangan lain seperti di bawah ini:
1. Menjaga kelangsungan ketersediaan air dengan tidak merusak atau
mengeksploitasi sumber mata air agar tidak tercemar.
2. Tidak membuang sampah ke sungai. Hal ini dapat dikarenakan tidak adanya
fasilitas pembuangan sampah yang layak dan mencukupi terutama di kota-
kota besar. Sering kita melihat penumpukan sampah di daerah-daerah yang
bukan merupakan tempat pembuangan sampah.
3. Menciptakan tempat pembuangan sampah yang cukup dan memadai. Hal
ini mutlak dilakukan agar sistem pembuangan sampah dapat berjalan
dengan baik dan lancar. Sampah menjadi kontribusi tertinggi dalam
pencemaran air. Jika masalah sampah dapat segera teratasi maka
pencemaran air pun juga akan teratasi dengan cepat.
4. Mengurangi intensitas limbah rumah tangga.
5. Melakukan penyaringan limbah pabrik sehingga yang nantinya bersatu
dengan air sungai bukanlah limbah jahat perusak ekosistem. Hal ini telah
diregulasi oleh pemerintah. Ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam
mengatasi pencemaran ini. namun komitmen seluruh perusahaan
penyumbang limbah ini juga sangat dibutuhkan agar semua pihak dapat
turut menjaga kelestarian lingkungan yang ada.
6. Pembuatan sanitasi yang benar dan bersih agar sumber-sumber air bersih
lainnya tidak tercemar.
Sedangkan untuk menyikapi pencemaran air, dapat dilakukan beberapa cara
sebagai berikut:
1. Program pengendalian pencemaran dan pengrusakan lingkungan
2. Mengurangi beban pencemaran badan air oleh indutri dan domestik.
3. Mengurangi beban emisi dari kendaraan bermotor dan industri.
Program rehabilitasi dan konservasi SDA dan lingkungan hidup
1. Mengoptimalkan pelaksanaan rehabilitasi lahan kritis.
2. Menanggulangi kerusakan lahan bekas pertambangan, TPA, dan bencana.
3. Meningkatkan konservasi air bawah tanah.
4. Rehabilitasi dan konservasi keanekaragaman hayati.
Untuk menekan dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran air ini kita dapat
melakukan usaha pencegahan pencemaran air. usaha pencegahan pencemaran air
ini bukan merupakan proses yang sederhana, tetapi melibatkan berbagai faktor
sebagai berikut:
1. Air limbah yang akan dibuang ke perairan harus diolah lebih dahulu
sehingga memenuhi standar air limbah yang telah ditetapkan pemerintah.
2. Menggunakan bahan yang dapat mencegah dan menyerap minyak yang
tumpah di perairan.
3. Tidak membuang air limbah rumah tangga langsung ke dalam perairan. Hal
ini untuk mencegah pencemaran air oleh bakteri.
4. Limbah radioaktif harus diproses dahulu agar tidak mengandung bahaya
radiasi dan barulah dibuang di perairan.
5. Mengeluarkan atau menguraikan deterjen atau bahan kimia lain dengan
menggunakan aktifitas mikroba tertentu sebelum dibuang ke dalam perairan
umum.
6. Semua ketentuan di atas bila tidak dapat dipenuhi dapat dikenakan sanksi.
Banyak cara yang dilakukan pemerintah untuk menangani pencemaran air
bersih ini. namun semua itu tidak ada artinya bila kita sendiri sebagai masyarakat
tidak mendukung teciptanya lingkungan yang bersih dan nyaman. Semua itu
tergantung pada kesadaran kita masing-masing untuk menjaga lingkungan. Kita
dapat menanamkan sikap cinta lingkungan sejak dini di lingkungan keluarga.
misalnya saja melakukan kerja bakti membersihkan rumah sebulan sekali,
mencontohkan langsung kepada anak bahwa kita harus membuang sampah di
tempatnya, jangan menggunakan air lebih dari kebutuhan, mengajarkan kepada
anak untuk menanam tanaman di sekitar rumah.
Selain itu kita juga dapat membuat daerah resapan air di sekitar rumah dengan cara
membuat lubang-lubang kecil di sekitar rumah yang kemudian di isi dengan sampah
organik seperti daun-daun kering sehingga nantinya akan menjadi kompos dan
dapat menambah unsur hara di dalam tanah. Selain itu juga dapat meningkatkan
aktivitas organisme yang ada di dalam tanah seperti cacing untuk membuat ruang
resapan air. Dengan begitu air yang tertampung akan semakin banyak dan
diharapkan kualitas air akan bertambah. Tindakan yang nyata akan lebih berguna
daripada hanya ceramah tanpa diimbangi dengan perbuatan.
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam penangannan tumpahan
minyak (oil spill) di laut adalah dengan cara melokalisasi tumpahan minyak
menggunakan pelampung pembatas (oil booms), yang kemudian akan ditransfer
dengan perangkat pemompa (oil skimmers) ke sebuah fasilitas penerima
"reservoar" baik dalam bentuk tangki ataupun balon. Langkah penanggulangan ini
akan sangat efektif apabila dilakukan di perairan yang memiliki hidrodinamika air
yang rendah (arus, pasang-surut, ombak, dll) dan cuaca yang tidak ekstrem.
Beberapa teknik penanggulangan tumpahan minyak diantaranya in-situ burning,
penyisihan secara mekanis, bioremediasi, penggunaan sorbent dan penggunaan
bahan kimia dispersan. Setiap teknik ini memiliki laju penyisihan minyak berbeda
dan hanya efektif pada kondisi tertentu.
a. In-situ burning adalah pembakaran minyak pada permukaan air sehingga mampu
mengatasi kesulitan pemompaan minyak dari permukaan laut, penyimpanan dan
pewadahan minyak serta air laut yang terasosiasi, yang dijumpai dalam teknik
penyisihan secara fisik. Cara ini membutuhkan ketersediaan booms (pembatas
untuk mencegah penyebaran minyak) atau barrier yang tahan api. Beberapa
kendala dari cara ini adalah pada peristiwa tumpahan besar yang memunculkan
kesulitan untuk mengumpulkan minyak dan mempertahankan pada ketebalan
yang cukup untuk dibakar serta evaporasi pada komponen minyak yang mudah
terbakar. Sisi lain, residu pembakara yang tenggelam di dasar laut akan
memberikan efek buruk bagi ekologi. Juga, kemungkinan penyebaran api yang
tidak terkontrol.
b. Cara kedua yaitu penyisihan minyak secara mekanis melalui dua tahap yaitu
melokalisir tumpahan dengan menggunakan booms dan melakukan pemindahan
minyak ke dalam wadah dengan menggunakan peralatan mekanis yang disebut
skimmer. Upaya ini terhitung sulit dan mahal meskipun disebut sebagai
pemecahan ideal terutama untuk mereduksi minyak pada area sensitif, seperti
pantai dan daerah yang sulit dibersihkan dan pada jam-jam awal tumpahan.
Sayangnya, keberadaan angin, arus dan gelombang mengakibatkan cara ini
menemui banyak kendala.
c. Cara ketiga adalah bioremediasi yaitu mempercepat proses yang terjadi secara
alami, misalkan dengan menambahkan nutrien, sehingga terjadi konversi
sejumlah komponen menjadi produk yang kurang berbahaya seperti CO2 , air
dan biomass. Selain memiliki dampak lingkunga kecil, cara ini bisa mengurangi
dampak tumpahan secara signifikan. Sayangnya, cara ini hanya bisa diterapkan
pada pantai jenis tertentu, seperti pantai berpasir dan berkerikil, dan tidak efektif
untuk diterapkan di lautan.
d. Cara keempat dengan menggunakan sorbent yang bisa menyisihkan minyak
melalui mekanisme adsorpsi (penempelan minyak pada permukaan sorbent) dan
absorpsi (penyerapan minyak ke dalam sorbent). Sorbent ini berfungsi
mengubah fasa minyak dari cair menjadi padat sehingga mudah dikumpulkan
dan disisihkan. Sorbent harus memiliki karakteristik hidrofobik,oleofobik dan
mudah disebarkan di permukaan minyak, diambil kembali dan digunakan ulang.
Ada 3 jenis sorbent yaitu organik alami (kapas, jerami, rumput kering, serbuk
gergaji), anorganik alami (lempung, vermiculite, pasir) dan sintetis (busa
poliuretan, polietilen, polipropilen dan serat nilon).
e. Cara kelima dengan menggunakan dispersan kimiawi yaitu dengan memecah
lapisan minyak menjadi tetesan kecil (droplet) sehingga mengurangi
kemungkinan terperangkapnya hewan ke dalam tumpahan. Dispersan kimiawi
adalah bahan kimia dengan zat aktif yang disebut surfaktan (berasal dari kata :
surfactants = surface-active agents atau zat aktif permukaan).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pencemaran air adalah peristiwa masuknya zat, energi, unsur, atau komponen
lainnya kedalam air sehingga menyebabkan kualitas air terganggu. Kualitas air
yang terganggu ditandai dengan perubahan bau, rasa, dan warna. Banyaknya
aktifitas industri CPO diperkirakan dapat memberikan pengaruh yang besar
terhadap masuknya bahan pencemar seperti CPO ke Perairan, baik melalui proses
loading, kebocoran pipa dan kelalaian operasional, sehingga pada akhirnya
mengakibatkan terjadinya pencemaran CPO yang berbahaya pada lingkungan dan
pada biota yang ada di dalamnya. Masalah pembuangan limbah cair kelapa sawit
ke laut oleh PT. Nagamas yang terjadi di Dumai tentunya memiliki dampak buruk
bagi perairan di Dumai terutama untuk biota – biota laut. Selain itu pencemaran
akibat tumpahnya CPO ke perairan Dumai juga ikut menimbulkan pencemaran,
walaupun dalam penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi CPO yang tercemar
belum membahayakan biota yang didalamnya. Dengan hal ini diperlukan upaya
pencegahan pencemaran lingkungan akibat industri yaitu dengan strategi
penanganan, antara lain preventif, kuratif, rehabilitatif, promosi. Kata kunci yang
diperlukan dalam pengelolaan limbah adalah meminimalkan limbah, analisis daur
hidup, teknologi ramah lingkungan.

3.2 Saran
Pencemaran air akibat CPO harusnya bisa diminimalisir. Pemerintah
seharusnya memberi sanksi yang sesuai dengan tindakan – tindakan industri yang
merusak lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Siti, dkk. 2009. Penggunaan Teknologi Membran pada Pengelolaan Air
Limbah Industri Kelapa Sawit. http://uwityangyono.wordpress.com/2009/10/
10/117/#more-117. Diakses tanggal 9 September 2018.

Djajadiningrat, Surna T dan Famiola, Melia. 2004. Kawasan Industri Berwawasan


Lingkungan. Bandung; Penerbit Rekayasa Sains.

Fadil MS. 2011. Kajian Beberapa Aspek Parameter Fisika Kimia Air dan Aspek
Fisiologis Ikan yang Ditemukan pada Aliran Buangan Pabrik Karet di Sungai
Batang Arau. Artikel Ilmiah. Program Pasca Sarjana: Universitas Andalas.
Padang.

Naibaho, Ponten M., 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit, Medan: Pusat
Penelitian Kelapa Sawit.

Nufus, Hayatun. 2016. Potensi Pencemaran Minyak Sawit Kasar (Cpo) di Perairan
Dumai dan Toksisitas Akut Terhadap Organisme. IPB. Bogor

Qadeer R, Rehan AH. 2002. A study of the adsorption of phenol by activated


carbon from aqueous solutions. Turk J Chem. 26: 357 – 361.

Anda mungkin juga menyukai