OLEH
Disusun oleh :
FETTY HARYANI, S. Kep : 04064881820001
Mengetahui,
Pembimbing/CI Lapangan
A. Topik
Terapi Modalitas : Tertawa
B. Latar Belakang
Terapi tertawa dapat dikenal dan dipakai bukan tanpa perjalanan panjang. Berbagai
penelitian telah dilakukan baik di dalam maupun di luar negeri. Metode tertawa sebagai
pengobatan mulai di pakai di India pada awal tahun 1990-an oleh sebuah kelompok
spiritual untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Pada awal tahun 1974 barulah
mulai dilakukan penelitian secara ilmiah mengenai efektifitas tertawa sebagai metode
terapi penyembuhan penyakit. Negara pertama yang melakukannya adalah Inggris, yang
kemudian diikuti oleh Amerika Serikat, Kanada, India dan Mesir. Dari berbagai penelitian
tersebut disimpulkan bahwa tertawa memang dapat membantu meringankan bahkan
menyembuhkan beberapa penyakit, yang tentunya jika dilakukan dengan metode yang
benar (Parrish & Quinn, 1999).
Di Indonesia sendiri, terapi tertawa baru mencuat sekitar tahun 1998. Sejak saat itu,
terapi ini terus dipakai dan dimodifikasi sehingga bukan hanya dapat meringankan penyakit
tetapi juga untuk kebugaran.
Tertawa adalah terapi yang diyakini mampu membangkitkan semangat hidup, sekalipun
dalam kondisi krisis. Tertawa terbukti pula menyehatkan karena meningkatkan hormon
endofrin dan menurunkan stress. Tertawa adalah kemampuan yang hanya dimiliki
manusia. Tak ada makhluk lain yang bisa tertawa terbahak-bahak, kecuali dalam film
kartun. Terapi tertawa itu sama khasiatnya dengan meditasi, sehingga sering disebut
sebagai yoga tawa. Terapi ini juga meningkatkan kekebalan tubuh agar terhindar infeksi,
alergi dan kanker. Selain itu, dapat menurunkan tekanan darah tinggi, mencegah serta
mengendalikan penyakit jantung, memperbaiki sirkulasi darah, meningkatkan pasokan
oksigen ke seluruh tubuh dan otak. Juga menghilangkan rasa sakit, mempercepat
penyembuhan penyakit serta menangkal stres. "Terapi tertawa membuat hidup lebih sehat,
tenang dan nyaman. Selain itu, terapi ini mampu menggetarkan otak pada frekuensi
gelombang alfa (Simanungkalit & Pasaribu, 2007).
Tawa adalah penangkal stress yang paling baik, murah, mudah, salah satu cara terbaik
untuk mengendorkan otot, memperlebar pembuluh darah dan mengirim lebih banyak darah
hingga ke ujung-ujung dan ke semua otot di seluruh tubuh. Satu putaran tawa yang bagus
juga mengurangi tingkat hormon stress, bisa dikatakan tawa adalah sebentuk meditasi
dinamis dan relaksasi (Kataria 2004). Adapun Jenis-jenis terapi tertawa menurut Kataria
(2004) adalah sebagai berikut :
1. Terapi tertawa menarik nafas dalam
Sesi dimulai ketika peserta menarik nafas dalam melalui hidung dan sekaligus
mengangkat tangan keatas mengarah kelangit. Pernafasan dilakukan berirama sesuai
gerakan tangan dan peserta menghirup udara sebanyak mungkin ke dalam paru-paru,
kemudian menahannya sekitar 4-5 detik. Selanjutnya, nafas secara perlahan dan
berirama dihembuskan dengan menurunkan tangan kembali ke posisi normal. Peserta
bisa bernafas melalui hidung atau lebih baik melalui mulut sambil mengerutkan bibir,
seolah sedang bersiul. Cara ini sesuai dengan pernafasan dalam yoga, dimana
hembusan nafas diperpanjang hampir dua kali lipat lama tarikan nafas.
2. Terapi tertawa sapaan
Kembali sesuai aba-aba koordinator, para peserta saling mendekat dan menyapa
satu sama lain dengan gerakan tertentu, sambil tertawa dengan nada menengah dan
tetap menjaga kontak mata ketika bergerak berkeliling dan bertemu orang yang
berbeda. Orang bisa berjabat tangan dan memandang mata orang yang disapa sambil
tertawa pelan (cara menyapa ala barat). Cara menyapa ala India adalah dengan
mengatupkan kedua tangan (tawa Namaste). Adap dengan mendekatkan satu tangan
ke wajah (cara orang muslim saling menyapa) atau peserta bisa membungkuk sebatas
pinggang dan tertawa sembari memandang mata orang yang disapanya (cara Jepang).
3. Terapi tertawa bersemangat
Setelah latihan Ho-Ho Ha-Ha-Ha, jenis tawa yang pertama adalah tawa
bersemangat. Untuk mengawali semua jenis tawa, koordinator memberikan aba-aba
1,2,3 dan setiap peserta mulai tertawa secara bersamaan. Cara ini membentuk irama
yang bagus dan dampaknya jauh lebih baik dari pada jika para peserta tertawa pada
saat yang berbeda. Dalam tawa bersemangat, orang tertawa sambil mengangkat tangan
ke atas dan tertawa penuh semangat. Peserta tidak terus-menerus selama tawa
bersemangat. Angkat tangan ke atas selama beberapa saat lalu turunkan dan angkat
lagi. Di akhir tawa bersemangat, koordinator mulai bertepuk tangan dan mendaraskan
Ho-Ho Ha-Ha-Ha sebanyak lima sampai enam kali. Hal ini menandai berakhirnya jenis
tertawa tertentu, yang diikuti dengan dua tarikan nafas dalam.
4. Terapi tertawa bersenandung dengan bibir tertutup
Dalam jenis tawa ini, bibir di katupkan dan peserta berusaha tertawa saat
mengeluarkan suara senandung hmmmmm… yang bergema di seluruh kepala. Peserta
dapat terus saling pandang, mereka bisa saling berjabat tangan atau melakukan gerakan
apapun yang bersipat main-main.
5. Terapi tertawa memaafkan atau meminta maaf
Tawa ini adalah jika anda bertengkar dengan seseorang, anda harus minta maaf.
Betapa pentingnya mengatakan maaf. Dalam tawa meminta maaf, para peserta
memegang kedua cuping telinga, dengan menyilang lengan dan kemudian berlutut lalu
tertawa.
6. Terapi tertawa dari hati kehati (tawa keakraban)
Tawa ini di lakukan terakhir setelah semua jenis tawa di lakukan. Di sini semua
peserta saling mendekat dan berpegangan tangan serta tertawa dengan tatapan penuh
bela rasa. Mereka dapat saling berjabat tangan atau memeluk saat tertawa jika merasa
hal itu pantas di lakukan. Tawa ini juga di kenang sebagai tawa keakraban.
C. Tujuan
1. Klien memahami pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk mencegah
munculnya halusinasi
2. Klien dapat bercakap-cakap dengan orang lain untuk mencegah halusinasi.
Memperhatikan
dan menjawab
salam
g. Setting Tempat
F Co
A
A
A
L
Keterangan :
L : Leader
Co : Co Leader
F : Fasilitator
O : Observer
K : Klien
A : Anggota keluarga lain
Petunjuk:
Klien duduk melingkar bersama perawat
h. Pengorganisasian
Leader : Lusy Permata Indah, S. Kep
Co Leader : Fetty Haryani, S. Kep
Fasilitator : Sartika Dewi Angraini, S. Kep
Liananda Indri Putri, S.Kep
Observer : Rima Trices Ramadhona, S. Kep
Petunjuk Uraian Tugas Tim Terapi
a. Leader :
Mengkoordinasikan seluruh kegiatan
Memimpin jalannya terapi kelompok
Memimpin diskusi.
b. Co – Leader :
Membantu leader mengkoordinasikan seluruh kegiatan
Mengingatkan leader jika ada kegiatan yang menyimpang
Membantu memimpin jalannya kegiatan
Menggantikan leader jika terhalang tugas
c. Observer :
Mengamati semua proses kegiatan yang berkaitan dengan waktu, tempat dan
jalannya acara
Melaporkan hasil pengamatan pada leader dan semua anggota kelompok
dengan evaluasi kelompok.
d. Fasilitator :
Memotivasi peserta dalam aktifitas kelompok
Memotivasi anggota kelompok dalam ekspresi perasaan setelah kegiatan
Mengatur posisi kelompok dalam lingkungan kegiatan
Membimbing kelompok selama permainan diskusi
Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan
Bertanggung jawab terhadap program antisipasi masalah
F. Kriteria Hasil
1. Evaluasi struktur :
a. Lingkungan tenang dan memungkinkan klien berkonsentrasi
b. Posisi tempat menggunakan kursi
c. Peserta sepakat untuk memulai kegiatan
d. Alat yang digunakan dalam kondisi baik
e. Terapis berperan sesuai peran masing-masing
2. Evaluasi Proses :
a. Leader dapat mengkoordinasikan kegiatan dari awal hingga akhir
b. Leader memimpin acara
c. Co-leader membantu mengkoordinasikan kegiatan
d. Fasilitator memotivasi dan bertanggung jawab terhadap masalah perserta
kelompok
e. Observer mengamati dan melaporkan hasil pengamatan kepada kelompok yang
berfungsi sebagai evaluasi kinerja kelompok
f. Peserta mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir
3. Evaluasi Akhir
Diharapkan 75% dari kelompok mampu :
a. Klien mampu berkomunikasi dengan perawat
b. Klien mampu menerapkan teknik berkenalan dengan orang lain
c. Klien mampu mempraktikan ulang teknik berkomunikasi dengan orang lain
Simanungkalit Dr. Bona & Pasaribu Drs. Bien. (2007). Terapi Tawa. Jakarta: Papas Sinar
Sinanti.
Kataria, M. (2004). Laugh For No Reason (Terapi Tawa). Jakarta: PT GramediaPustaka
Utama
Parrish Monique M & Quinn Patricia (1999). Laughing your way to peace of mind: How a little
humor helps caregivers survive. New York: Vol. 27, Edisi 2; pg. 203. Clinical Social
Work Journal