Angina Pektoris Stabil
Angina Pektoris Stabil
Angina pektoris (AP) adalah rasa nyeri yang timbul karena iskemia miokardium.
Biasanya mempunyai karakteristik tertentu:
Gradiasi beratnya nyeri dada telah dibuat oleh Canadian Cardiovascular Society
sebagai berikut:
Kelas I. Aktivitas sehari-hari seperti jalan kaki, berkebun, naik tangga 1-2 lantai
dan lain-lainnya tidak menimbulkaan nyeri dada. Neyri dada baru timbul pada
latihan yang berat, beeerjalan cepat serta terburu-buru waktu kerja atau
bepergian.
Kelas II. Aktivitas sehari-hari agak terbatas, misalnya AP timbul biel melakukan
aktivitas lebih berat dari biasanya, seperti jalan kaki 2 blok, anik tangga lebih dari
1 lantai atau terburu-buru, berjalan menanjak atau melawan angina dan lain-lain.
Kelas III. Aktivitas sehari-hari terbatas. AP timbul bila berjalan 1-2 blok, naik
tangga 1 lantai dengan kecepatan biasa.
Kelas IV. AP timbul pada waktu istirahat. Hampir semua aktivitas dapat
menimbulkan angina, termasuk mandi, manyapu dan lain-lain.
Nyeri dada yang mempunyai ciri- ciri iskemik miokardium yang lengkap, sehingga tidak
meraguakan lagi untuk diagnosis, disebut sebagai nyeri dada (angina) tipikal:
sedangkan nyeri yang meragukan tidak mempunyai ciri yang lengkap dan perlu
dilakukan pendekatan yang hati-hati disebut angina atipik. Neyri dada lainnya yang
sudah jelas berasal dari luar jantung disebut nyeri non kardiak.
Untuk membantu menentukan nyeri tipikal atau bukan maka baiknya anamnesis
dilengkapi dengan mencoba menemukan adanya faktor risiko baik pada pasien atau
keluarganya seperti kebiasaan makan/ kolesterol, DM, hipertensi, rokok, penyakir
vaskular lain seperti stroke dan penyakit vaskular perifer, obesitas, kurangnya latihan
dan lain-lain.
Pada AP stabil, nyeri dada yang terjadinya agak berat, sekalipun tidak termasuk UAP,
berangsur-angsur turun kuantitas dan inetnsitasnya dengan atau tanpa pengobatan,
kemudian menetap (misalnya beberapa hari sekali, atau baru timbul pada beban/ stres
tertentu atau lebih berat dari sehari-harinya.).
Pada sebagian pasien lagi, nyeri dada bahkan berkurang terus sampai akhirnya
menghilang, yaitu menjadi asimtomatik, walaupun sebetulnya ada iskemi tetap dapat
terlihat misalnya pada EKG istirahatnya, keadaan yang disebut sebagai silent iskemia;
sedangkan pasien-pasien lainnya lagi yang telah asimtomatik, EKG istirhatnya normal
pula, dan iskemi baru telihat pada stres tes.
Pengobatan terdiri dari afrmakologis dan non fermakologis seperti pennurunan BB dan
lain-lain, termasuk terapi repefusi dengan cara intervensi atau bedah pintas (CBAG).
Bila ada 2 cara terapi yang sama efektif mengontrol angina maka yang dipilih adalah
terpai yang terbukti lebih efektif mengurangi serangan jantung dan mencegah kematian.
Pada stenosis LM misalnya, bedah pintas koroner lebih dipilih karena lebih efektif
mencegah kematian.
Memang kebanyakan terapi farmakologis adalah untuk segera mengontrol angiina dan
memperbaiki kualitas hidup, tetapi belakangn telah terbukti adanya terapi farmakologis
yang mencegah serangan jantung dan kematian.
Farmakologis
Angina
Penyekat beta
Angiotensin converting enzyme, terutama bila disertai hipertensi atau disfungsi
LV
Pemakaian obat-obatan untuk penurunan LDL pada pasien-pasien dengan LDL>
130 mg/dL (target <100 mg/dL)
Nitrogliserin semprot / sunlingual untuk mengontrol angina
Antagosis kalsium atau nitrat jangka panjang dan kombinasinya untuk tambahan
beta blocker apabila ada kontraindikasi penyekat beta, atau efek samping tak
dpat ditolerir atau gagal.
Klopidogrel untuk pengganyi aspirin yang terkontraindikasi mutlak.
Antagonis Ca nonnhidropiridin long acting sebagai pengganti penyekat beta
untuk terapi permulaan.
Non Farmakologis
Disamping pemberian oksigen dan istirahat pada waktu datang nya serangan angina
misalnya, maka hal-hal yang etlah disebut diatas seperti perubahan life style (termasuk
berhentu merokok dan lain=lain), penurunan BB penyesuaian diet, olahraga teratur dan
lain-lain, merupakan terapi non farmakologis yang dianjurkan.
Semuanya ini termasuk pula perlunya pemakaian obat secra terus-menerus sesuia yang
disarankan oleh dokter dan mengontrol faktor risiko, serta tidak perlu mengikutsertakan
keluarganya dalam pengobatan pasien, dapat dimasukkan juga ke dalam edukasi.
Epidemiologi
Di amerika serikat setiap tahun 1 juta pasien dirawat di rumah sakit karena angina
pectoris tak stabil; diamna 6-8 % kemudian mendapat serangan infark jantung yang tak
fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis ditegakkan.
Klasifikasi Angina
kelas I. Angian yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah beratnya
nyeri dada.
kelas II. Angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam 1 bulan, tapi
tidak ada serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir.
kelas III. Adanya serangan angina waktu istirahat dan terjadinya secara akut baik
sekali atau lebih, dlam waktu 48 jam terkahir.
kelas A. Angian tak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi lain atau
febris.
kelas B. Angina tak stebil yang primer, tak ada faktor ekstra kardiak.
kelas C. Angina yang timbul setelah serangan infark jantung.
tidak ada pengobatan atau hanya mendapat pengobatan minimal
timbul keluhan walaupun telah dapat terapi yang standar
masih timbul serangan angina walaupun telah diberikan pengobatan ysng
maksimum, dengan penyekat beta, nitrat dan antagonis kalsium.
inetnsitas pengobatan
Menurut pedoman American Collage of cardiology (ACC) dan America Heart association
(AHA) perbedaan angina tak stabil dan imfark tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI= non
ST elevation myocardial infarction) ialah apakah iskemi yang timbul cukup berat
sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada miokardium, sehingga adanya petanda
kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien
mempunyai keluhan iskemi sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun CK-MB,
denagn ataupun tanpa perubahan ECG untuk iskemia seperti adanya depresi segmen
ST ataupun elevasi yang sebentar atau adanya gelombang T yang negatif. Karena
kenaikan enzim biasanya dalam waktu 12 jam, maka pada tahap awal serangan, angina
tak stabil seringkali tak bisa dibedakan dari NSTEMI.
Patogenesis
Ruptur Plak
Ruptur plak atreosklerosis dianggap penyebab terpentinga angina pektoris tak stabil,
sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang
sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Dua pertiga dari pembuluh yang
mengalami ruptur sebelumnya mempunyai penyempitan 50% atau kurang, dan pad
a97% pasien dengan angina tak stabil mempunyai penyempitan kurang dari 70 %. Plak
aterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan
fibrotik (fibrotic cap). Plak yang tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung
lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang
berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang-
kadang keretakan timbul pada dinding plak yang paling lemah karena adanya enzim
protease yang dihasilkan makrofag dan secara enzimatik melemahkan dinding plak
(fibrous cap).
Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan meyebabkan
aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100% akan
terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat
100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil.
Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar terjadinya
angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu disebabkan karena
interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag, dan kolagen. Inti lemak
merupakan bahan terpenting dalam pembentukan trombus yang kaya trombosit,
sedangkan sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan
dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan
darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi
enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin.
Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi pletelet dan pletelet
melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih luas, vasokonstriksi dan
pembentukan trombus. Faktor sistemik dan inflamasi ikut berperan dalam perubahan
terjadinya hemostase dan koagulasi dan berperan dalam memulai trombosis yang
intermiten, pada angina tak stabil.
Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil.
Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet
berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah dan meenyebabkan spasme.
Spasme yang terlokalisir seperti pada angina printzmetal juga dapat menyebabkan
angina tak stabil. Adanya spasme seringkali terjadi pada plak yang tak stabil, dan
mempunyai peran dalam pembentukan trombus.
Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya proliferasi dan migrasi
dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya perubahan bentuk
dan lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan
pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemi.
Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang
bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih
lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal.
Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang
disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas.
Penatalaksaan
Nitrat
Nitrat dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer, dengan
efektivitas mengurangi preload adan afterload sehingga dapat mengurangi wall stress
dan kebutuhan oksigen. Nitrat juga menambah oksigen suplai dengan vasodilatasi
pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah kolateral. Dalam keadaan akut
nitrogliserin atau isosorbid dinitrat diberikan secara sublingual atau melalui infus
intravena; yang ada di Indonesia terutama isosorbid dinitrat, yang dapat diberikan
secara intravena dengan dosis 1-4 mg per jam. Karena adanya toleransi terhadap nitrat,
dosis dapat dinaikkan dari waktu ke waktu. Bila keluhan sudah terkendali infus dapat
diganti isosorbid dinitrat per oral.
Penyekat Beta
Semua pasien dengan angina tak stabil harus diberi penyekat beta kecuali ada
kontraindikasi. Berbagai macam beta blocker seperti propanolol, metoprolol, atenolol,
telah diteliti pada pasien dengan angina tak stabil, yang menunjukkan efektivitas yang
serupa.
Kontar indikasi pemberian penyekat beta antara lain pasien dengan asma bronkial,
pasien dengan bradiaritmia.
Antagosis Kalsium
Meta analisis studi pada pasien dengan angina tak stabil yang mendapati antagonis
kalsium, menunjukkan tak ada pengurangan angka kematian dan infark. Pada pasien
yang sebelumnya tidak mendapat antagonis pemberian nifedipin menaikkan infark dan
angina yang rekuren sebesar 16%, sedangkan kombinasii nifedipin dan metoprolol
dapat mengurangi kematian dan infark sebesar 20%. Tapi kedua studi secara statistik
tak bermakna. Kenaikan mortalitas mungkin karena pemberian nifedipin menyebabkan
takikardi dan kenaikan kebutuhan oksigen.
Verapamil dan diltiazem dapat memperbaiki survival dan mengurangi infark pada pasien
dengan sindrom koroner akut dan fraksi ejeksi normal. Denyut jantung yang berkurang,
pengurangan afterload memberikan keuntungan pada golongan nondihidropiridin. Pada
pasien SKA dengan faal jantung normal. Pemakaian antagonis kalsium biasanya pada
pasien yang ada kontraindikasi dengan antagonis atau telah diberi penyekat beta tapi
keluhan angina masih refrakter.
Aspirin
Banyak studi telah membuktiksn bshws sdpirin dapat mengurangi kematian jantung dan
infark fatal maupun non fatal dari 51% -72% pada pasien dengan angina tak stabil. Oleh
klarena itu aspirin dianjurkan untuk diberikan seumur hidup dengan dosis awal 160 mg
perhari dan dosis selanjutnya 80 sampai 3325 mg perhari.
Tiklopidin
Tiklopidin suatu derivat tienopiridin merupakan obat lini kedua dalam pengobatan angina
tak stabil bila pasien tidak tahann aspirin. Studi dengan tiklopidin dibandingkan plasebo
pada angina tak stabil ternyata menunjukkan bahwa kematian dan infark non fatal
berkurang 46,3%. Dalam pemberian tiklopidin harus diperhatikan efek samping
granulositopenia, dimana insidens 2,4%. Dengan adanya klopidogrel yang lebih aman
pemakaian tiklopidin mulai ditinggalkan.
Klopidogrel
Inhibitor Glikoprotein IIb/IIIa
Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP Iib/IIIa pada platelet ialah ikatan terakhir pada
proses agregasi platelet. Karena inhibitor GP IIb/IIIa menduduki reseptor tadi maka
ikatan platelet dengan fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet tidak terjadi.
Unfractionated Heparin
Low molecular weight heparin (LMWH) dibuat dengan melakukan depolimerasi rantai
polisakarida heparin. Kebanyakan mengandung sakarida kurang dari 18 dan hanya
bekerja pada factor Xa, sedangkan heparin menghambat factor Xa dan trombin.
Dibandingkan dengan unfractionated heparin, LMWH mempunyai ikatan terhadap
protein plasma kurang, bioavailabilitas lebih besar dan tidak mudah dinetralisir oleh
faktor IV, lebih besar pelepasan tissue factor pathway inhibitor (TFPI) dan kejadian
trombositopenia lebih sedikit.
Daftar Pustaka
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.ed IV,jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2007. p1606-13.
Kumar. Abbas. Fusto. Robbins and Cotran’s PathologicBasis of Disease. 7th Ed.
Crawford,MH. Current Diagnosis and Treatment in Cardiology. 2nd Ed.2002