Anda di halaman 1dari 10

ANGINA PEKTORIS STABIL

Djoko Trihadi

Sumber :

A. Muin Rahman
Angina pektoris (AP) adalah rasa nyeri yang timbul karena iskemia
miokardium. Biasanya mempunyai karakteristik tertentu:

Lokasinya biasanya di dada, substernal atau sedikit di kirinya, dengan


penjalaran ke leher, rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari-jari
bagian ulnar, punggung/pundak kiri.
Kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri yang tumpul seperti rasa
tertindih/berat di dada, rasa desakan yang kuat dari dalam atau dari bawah
diafragma, seperti diremas-remas atau dada mau pecah dan biasanya pada
keadaan yang berat disertai keringat dingin dan sesak napas serta
perasaan takut mati. Biasanya bukanlah nyeri yang tajam, seperti rasa
ditusuk-tusuk/diiris sembilu, dan bukan pula mules. Tidak jarang pasien
mengatakan bahwa ia hanya merasa tidak enak di dadanya.
Nyeri berhubungan dengan aktivitas, hilang dengan istirahat; tapi tak
berhubungan dengan gerakan pernapasan atau gerakan dada ke kiri dan
kekanan. Nyeri juga dapat dipresipitasi oleh stres fisik ataupun
emosional.
Kuantitas: Nyeri yang pertama sekali timbul biasanya agak nyata. dari
beberapa menit sampai kurang dari 20 menit. Bila lebih dari 20 menit dan
berat maka harus dipertimbangkan sebagai angina tak stabil (unstable
angina pectoris = UAP) sehingga dimasukkan ke dalam sindrom koroner
akut = acute coronary syndrome = ACS, yang memerlukan perawatan
khusus. Nyeri dapat dihilangkan dengan nitrogliserin sublingual dalam
hitungan detik sampai beberapa menit. Nyeri tidak terus- menerus. tapi
hilang timbul dengan intensitas yang makin bertambah atau makin
berkurang sampai terkontrol. Nyeri yang berlangsung terus-menerus
sepanjang hari, bahkan sampai berhari-hari biasanya bukanlah nyeri
angina pektoris.
Gradasi beratnya nyeri dada telah dibuat oleh Canadian Cardiovascular
Society" sebagi berikut:

Klas I. Aktivitas sehari-hari seperti jalan kaki, berkebun, naik tangga 1 -2


lantai dan lain-lain tak menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada baru timbul
pada latihan yang berat. berjalan cepat serta terburu-buru waktu kerja
atau bepergian.
Klas II. Aktivitas sehari-hari agak terbatas, misalnya AP timbul bila
melakukan aktivitas lebih berat dari biasanya. seperti jalan kaki 2 blok,
naik tangga lebih dari 1 lantai atau terburu-buru, berjalan menanjak atau
melawan angin dan lain-lain.
Klas III. Aktivitas sehari-hari nyata terbatas. AP timbul bila berjalan 1-2
blok, naik tangga 1 lantai dengan kecepatan yang biasa.
Klas IV. AP bisa timbul waktu istirahat sekalipun. Hampir semua
aktivitas dapat menimbulkan angina, termasuk mandi, menyapu dan lain-
lain.
Nyeri dada ada yang mempunyai ciri-ciri iskemik miokardium yang
lengkap, sehingga tak meragukan lagi untuk diagnosis, disebut sebagai nyeri
dada (angina) tipikal; sedangkan nyeri yang meragukan tidak mempunyai ciri
yang lengkap dan perlu dilakukan pendekatan yang hati-hati, disebut angina
atipik. Nyeri dada lainnya yang sudah jelas berasal dari luar jantung disebut
nyeri non kardiak.

Untuk membantu menentukan nyeri tipikal atau bukan maka baiknya


anamnesis dilengkapi dengan mencoba menemukan adanya faktor risiko baik
pada pasien atau keluarganya seperti kebiasaan makan/kolesterol, DM,
hipertensi, rokok. penyakit vaskular lain seperti strok dan penyakit vaskular
perifer, obesitas, kurangnya latihan dan lain-lain.

Pada AP stabil, nyeri dada yang tadinya agak berat, sekalipun tidak
termasuk UAP, berangsur-angsur turun kuantitas dan intensitasnya dengan atau
tanpa pengobatan, kemudian menetap (misalnya beberapa hari sekali, atau baru
timbul pada beban/stres yang tertentu atau lebih berat dari sehari-harinya).

Pada sebagian pasien lagi nyeri dadanya bahkan berkurang terus sampai
akhirnya menghilang. yaitu menjadi asimtomatik, walaupun sebetulnya adanya
iskemia tetap dapat terlihat misalnya pada EKG istirahatnya, keadaan yang
disebut sebagai silent iskhemia sedangkan pasien-pasien lainnya lagi yang
telah menjadi asimtomatik, EKG istirahatnya normal pula, dan iskemia baru
terlihat pada stres tes.

PEMERIKSAAN FISIS
Tak ada hal-hal yang khusus/spesifik pada pemeriksaan fisik. Sering
pemeriksaan fisis normal pada kebanyakan pasien. Mungkin pemeriksaan fisis
yang dilakukan waktu nyeri dada dapat menemukan adanya aritmia, gallop
bahkan murmur, split S2 paradoksal, ronki basah dibagian basal paru yang
menghilang lagi pada waktu nyeri sudah berhenti. Penemuan adanya tanda-
tanda aterosklerosis umumnya seperti sklerosis A. Carotis, aneurisma
abdominal, nadi dorsum paedis/tibialis posterior tidak teraba, penyakit valvular
karena sklerosis, adanya hipertensi, LVH, xantoma, kelainan fundus mata dan
lain- lain. tentu amat membantu.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Beberapa pemeriksaan lab diperlukan disini: hemoglobin, hematokrit, trombosit


dan pemeriksaan terhadap faktor risiko koroner seperti gula darah. profil lipid,
dan penanda inflamasi akut bila diperlukan, yaitu bila nyeri dada cukup berat
dan lama, seperti enzim CK/CKMB, CRP/hs CRP, troponin. Bila nyeri dada
tidak mirip suatu UAP maka tidak semuanya pemeriksaan-pemeriksaan ini
diperlukan.

DIAGNOSTIK

Pedoman yang disusun oleh AHA telah cukup lengkap untuk melakukan
pemeriksaan dan penatalaksanaan yang efektif dan efisien pasien PJK, sehingga
ia dipakai sebagai dasar penyusunan pedoman-pedoman yang diusulkan berikut
ini.

Untuk memastikan bahwa memang ada iskemia miokardium sebagai


penyebab nyeri dada maka diperlukan beberapa pemeriksaan:

EKG Waktu Istirahat

Dikerjakan bila belum dapat dipastikan bahwa nyeri dada adalah non kardiak.
Bila angina tidak tipikal. maka EKG ini hanya positif pada 50% pasien.
Kelainan EKG 12 leads yang khas adalah perubahan ST-T yang sesuai dengan
iskemia miokardium. Akan tetapi perubahan-perubahan lain ke arah faktor
risiko seperti LVH dan adanya Q abnormal. amat berarti untuk diagnostik.
Gambaran EKG lainnya tidak khas seperti aritmia, BBB. bi atau trifasikular
blok dan sebaginya. EKG istirahat waktu sedang nyeri dada dapat menambah
kemungkinan ditemukannya kelainan yang sesuai dengan iskemia sampai 50%
lagi, walaupun EKG istirahat masih normal. Depresi ST-T 1 mm atau lebih
merupakan pertanda iskemia yang spesifik, sedangkan perubahan-perubahan
lainnya seperti takikardia, BBB. blok fasikular dan lain-lain, apalagi yang
kembali normal pada waktu nyeri hilang sesuai pula untuk iskemia.

Foto Toraks

Pemeriksaan ini dapat melihat misalnya adanya kalsifikas: koroner ataupun


katup jantung, tanda-tanda lain, misalnya pasien menderita juga gagal jantung.
penyakit jantung katup, perikarditis, dan anurisma dissekan, serta pasien-pasien
yang cenderung nyeri dada karena kelainan paru- paru.

EKG Waktu Aktivitas/Latihan

Penting sekali dilakukan pada pasien-pasien yang amat dicurigai, termasuk


kelainan EKG seperti BBB dan depresi ST ringan. Begitu pula pada pasien-
pasien dengan angina vasospastik; sedangkan pada pasien-pasien dengan
kemungkinan iskemianya rendah, LVH, minum obat digoksin, dengan depresi
ST kurang dari 1 mm boleh saja dikerjakan, meskipun sebenarnya tak terlalu
perlu. Kontra indikasi: IMA kurang dari 2 hari, aritmia berat dengan
hemodinamik terganggu, gagal jantung manifes, emboli paru dan infark paru.
perikarditis dan miokarditis akut, diseksi aorta. Kontra indikasi relatif: stenosis
LM. stenosis aorta sedang atau obstruksi outflow lainnya, elektrolit abnormal,
hipertensi sistolik >200 dan diastolik >100 mm Hg, bradi atau takiaritmia.
kardiomiopatia hipertrofik, UAP (kecuali yang berisiko rendah dan sudah bebas
nyeri), dan gangguan fisik yang menyulitkan melakukan tes ini. Treadmill
exercise test memiliki sensitivitas dan spesifisitas masing-masing sebesar 68%
+/-16 % dan 77% +/-17%. Tes ini ternyata sensitivitasnya lebih rendah dari
stress test lainnya.

Ekokardiografi

Pemeriksaan ini bermanfaat sekali pada pasien dengan murmur sistolik untuk
memperlihatkan ada tidaknva stenosis aorta yang signifikan atau kardiomiopati
hipertrofik. Selain itu dapat pula menentukan luasnya iskemia bila dilakukan
waktu nyeri dada sedang berlangsung. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk
menganalisis fungsi miokardium segmental bila hal ini telah terjadi pada pasien
AP stabil kronik atau bila telah pernah infark jantung sebelumnya. walaupun hal
ini tidak dapat memperlihatkan iskemia yang baru terjadi. Bila ekokardiografi
dilakukan dalam waktu sampai 30 menit dari serangan angina, mungkin sekali
masih dapat memperlihatkan adanya segmen miokardium yang mengalami
disfungsi karena iskemia akut. Segmen ini akan pulih lagi setelah hilangnya
iskemia akut. Kuantitas iskemia dapat diperlihatkan dengan sistem skor. Bila
daerah disfungsi iskemik itu sukar terlihat, maka sensitivitas dapat ditambah
dengan memakai alat eko yang menggunakan harmonic imaging atau dapat
dipakai juga eko kontras memakai gelembung-gelembung mikro (micro
bubbles) yang terjadi waktu injeksi IV larutan kontras. Pada saat terjadi iskemia
dapat timbul MR, yang dapat diperlihatkan pula dengan eko doppler.

Stress Imaging, dengan Ekokardiografi atau Radionuklir

Pemeriksaan stres ekokardiografi ini bermanfaat dikerjakan pada pasien yang


dicurigai menderita APS sedangkan EKG istirahatnya menunjukkan ST depresi
1 mm atau lebih atau memperlihatkan adanya sindrom WPW. Kedua tes ini
berguna juga pada pasien pre revaskularisasi atau pasien-pasien dengan pacu
jantung atau LBBB. Ekokardiografi stres dengan memakai obat-obatan
bermanfaat sekali dilakukan pada pasien-pasien yang tak dapat melakukan stres
dengan latihan ataupun yang akan dilakukan revaskularisasi (dengan PCI atau
CABG).Tes-tes ini kurang bermanfaat bila dikerjakan pada pasien-pasien yang
sudah nampir pasti atau sama sekali belum jelas menderita iskemia miokardium.
Pemeriksaan-pemeriksaan stres tes ini dapat diterapkan juga bagi pasien-pasien
asimtomatik, terutama pada pasien-pasien asimtomatik yang berisiko tinggi.
Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan stres ekokardiografi berkisar pada 60-
85%. sedangkan pemeriksaan dengan radionuklir kira-kira berkisar antara >0-
90%. Selain untuk diagnostik, tes-tes ini dapat dimanfaatkan juga untuk
stratifikasi prognostik serta evaluasi pasien-pasien yang telah dilakukan
nevaskularisasi dengan PCI atau CABG. Sampai dengan dilakukannya
pemeriksaan noninvasif ini dapatlah iigolongkan pasien-pasien ke dalam risiko
ringan, sedang ian tinggi.

Angiografi Koroner

Pemeriksaan ini diperlukan pada pasien-pasien yang tetap pada APS klas III-IV
meskipun telah mendapat terapi yang cukup. atau pasien-pasien dengan risiko
tinggi tanpa mempertimbangkan beratnya angina, serta pasien-pasien yang pulih
dari serangan aritmia ventrikel yang berat sampai cardiac arrest, yang telah
berhasil diatasi. Begitu pula perlunya pemeriksaan ini pada pasien-pasien yang
mengalami gagal jantung dan pasien-pasien yang karakteristik klinisnya
tergolong risiko tinggi.

Pemeriksaan ini diperlukan juga bagi pasien-pasien yang diketahui


mempunyai disfungsi ventrikel kiri (EF kurang dari 45%) walaupun dengan
angina klas I-II dan pemeriksaan non invasif tidak menunjukkan risiko tinggi.
serta pasien-pasien yang tidak dapat ditentukan status koronernya dengan
pemeriksaan non invasif.

Keterbatasan angiografi koroner misalnya adalah bahwa ia tak dapat


menentukan perubahan fungsi miokardium berdasarkan stenosis koroner yang
ada dan insensitif dalam menentukan adanya trombus. Lagipula ia juga tak
dapat menunjukkan plak sklerosis yang akan menyebabkan berkembangnya
menjadi UAP, yang tergantung pada isi dan kapsul plak tersebut. Tidak jarang
plak yang demikian biasanya hanyalah menunjukkan stenosis 50%. Dengan
tambahan beratnya disfungsi LV. angiografi koroner bermanfaat sekali untuk
stratifikasi prognostik, yang berkorelasi dengan jumlah pembuluh darah yang
mengalami stenosis, yaitu 1, 2, 3 pembuluh atau LM. Survival 12 th untuk
pasien dg 0,1.2.3 pembuluh adalah masing-masing 91%. 74%, 59% dan 40%.
sedangkan LV fungsi sistolis dengan EF 50-100%, 35-49% dan <35% berturut-
turut adalah 73%, 54% dan 21%.

Data Low Risk Intermediate risk High risk


Mortalitas <1% /th 1-3 % / th >3% / th
Disfungsi LVTidak ada WF 35 49 EF <35%
(angio)
TMT/ Stress test Low risk Intermediate High risk
Dusfungsi LV Tidak ada Dosis tinggi Mencapai <35%
Non terbatas
Defek perkusi pdNormal Moderat Besar
stress
Stress Eko Normal Iskemia terbatas Multiple/ besar

Dengan Pemeriksaan-pemeriksaan Noninvasif dan Invasif Didapat


Klasifikasi Pasien Menjadi

Pasien-pasien yang asimtomatik diberlakukan menyerupai APS juga, hanya


dengan skala yang lebih ringan; misalnya bila EKG istirahatnya normal, tidak
memerlukan stres eko lagi, apalagi adanya PJK sudah dibuktikan sebelumnya.
Apabila ia termasuk high risk pada pemeriksaan- pemeriksaaan non invasif,
maka pemeriksaan invasif mungkin diperlukan juga.

PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan terutama adalah mencegah kematian dan terjadinya serangan
jantung (infark). Sedangkan yang lainnya adalah mengontrol serangan angina
sehingga memperbaiki kualitas hidup.

Pengobatan terdiri dari farmakologis dan non farmakologis seperti


penurunan BB dan lain-lain. termasuk terapi reperfusi dengan cara intervensi
atau bedah pintas (CABG).

Bila ada 2 cara terapi yang sama efektif mengontrol angina, maka yang
dipilih adalah terapi yang terbukti lebih efektif mengurangi serangan jantung
dan mencegah kematian. Pada stenosis LM misalnya, bedah pintas koroner
lebih dipilih karena lebih efektif mencegah kematian.Memang kebanyakan
terapi farmakologis adalah untuk segera mengontrol angina dan memperbaiki
kualitas hidup, tetapi belakangan telah terbukti adanya terapi farmakologis yang
mencegah serangan jantung dan kematian juga. misalnya statin sebagai obat
penurun lemak darah.

FARMAKOLOGIS

Aspirin.
Penyekat beta.
Angiotensin converting enzyme, terutama bila disertai hipertensi atau
disfungsi LV.
Pemakaian obat-obatan untuk penurunan LDL pada pasien-pasien dengan
LDL > 130 ma/dl (target < 100mg/ dl).
Nitrogliserin semprot/sublingual untuk mengontrol angina.
Antagonis kalsium atau nitrat jangka panjang dan kombinasinya untuk
tambahan beta bloker apabila ada kontra indikasi penyekat beta, atau efek
samping tak dapat ditolerir atau gagal.
Klopidogrel untuk pengganti aspirin yang terkontraindikasi mutlak.
Antagonis Ca nondihidropiridin long acting sebagai pengganti penyekat
beta untuk terapi permulaan.
Terapi terhadap faktor risiko.
Penurunan kolesterol LDL pada pasien yang jelas menderita PJK atau
amat dicurigai menderita PJK dengan LDL antara 100-129 mg/dl, dengan
target LDL adalah di bawah 100 mg/dl. Ada beberapa pilihan terapi untuk
ini, yaitu:
- Gaya hidup atau dengan obat-obatan.
- Penurunan BB dan peningkatan latihan pada sindrom metabolik.
- Pengobatan terhadap peninggian lipid lainnya atau faktor risiko
nonlipid lainnya: pemakaian asam nikotinat atau asam fibrat untuk
peninggian trigliserid atau HDL yang rendah.
- Penurunan BB pada obesitas meskipun pasien tidak menderita
hipertensi, dislipidemia ataupun DM.
Sudah disebutkan di atas bahwa dalam terapi APS ataupun PJK
asimtomatik, maka tujuan yang utama adalah pencegahan serangan jantung
(infark) dan kematian; setelah itu barulah menghilangkan simtom dan perbaikan
kualitas hidup

Maka diantara obat-obatan ini yang berguna mengurangi angka kematian


dan serangan jantung adalah aspirin, penurunan kolesterol darah terutama
dengan statin, penyekat beta dan ACE inhibitors. Obat secara lainnya berguna
untuk mengurangi angina dan merperbaiki kualitas hidup.

NON FARMAKOLOGIS

Di samping pemberian oksigen dan istirahat pada waktu, datangnya serangan


angina misalnya, maka hal-hal telah disebut di atas seperti perubahan life style
(termasuk, berhenti merokok dan lain-lain), penurunan penyesuaian diet,
olahraga teratur dan lain-lain, merupakan terapi non farrnakologis yang
dianjurkan.

Semuanya ini, termasuk pula perlunya pemakaian secara terus menerus


sesuai yang disarankan dokter mengontrol faktor risiko, serta bila perlu
mengikutsertakan keluarganya dalam pengobatan pasien, dapat dimasukkan
juga ke dalam pendidikan (educations).

REPERFUSI MIOKARDIUM

Reperfusi miokardium dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti intervensi


koroner dengan balan pemakaian stent sampai operasi CABG. Terapi ini pun
haruslah mengutamakan tujuan penurunan mortalitas serta mengurangi serangan
jantung akut, bukan hanya untuk mengurangi simtom dan memperbaiki kualitas
hidup Misalnya pasien APS/asimtomatik dengan kelainan 1 2 pembuluh
koroner, haruslah diberikan terapi farmakologis yang intensif dulu sebelum
dikatakan bahwa terapi yang diberikan telah gagal; sedangkan pasien dengan
kelainan pembuluh Left Main (LM) sebaiknya langsung dilai. reperfusi karena
memang terbukti menurunkan mortalitas

Keadaan-keadaan yang memerlukan reperfusi miokir pada APS:

Coronary artery bypass graft (CABG) pada stenosis LM.


Coronary artery bypass graft pada lesi 3 pembuluh terutama bila ada
disfungsi LV.
Coronary artery bypass graft pada pasien lesi 2 pembuluh dan
proksimal LAD dan disfungsi LV terdapat iskemia pada tes non invasif.
Percutaneous coronary intervention pada pasien dengan lesi 2 pembuluh
dan proksimal LAD yang anatomis baik untuk PCI. apalagi bila LY
fungsi normal dan tidak diobati untuk DM.
Percutaneous coronary intervention atau CABO pada pasien-pasien
dengan lesi I atau 2 pembuluh tanpa proksimal LAD yang bermakna,
tetapi terdapat vitable miokardium cukup luas atau pada tes
noninvasif termasuk risiko tinggi.
Coronary artery bypass graft pada pasien-pasien dengan lesi 1-2
pembuluh tanpa proksimal LAD, yang pulih dari aritmia ventrikel yang
berat/cardiac arrest.
Percutaneous coronary intervention atau CABG pada pasien yang
sebelumnya sudah reperfusi PCI tapi mengalami restenosis, sedangkan
terdapat miokardium viable luas ataupun pada tes noninvasif
termasuk high risk
Percutaneous coronary intervention atau CABG pada pasien-pasien
yang tak berhasil baik dengan terapi konservatif, sedangkan reperfusi
dapat dikerjakan dengan risiko cukup baik
Reperfusi transmiokardial secara operatif dengan menggunakan laser
Terapi lain yang dapat dipertimbangkan pula pada pasien-pasien APS atau
asimtomatik PJK adalah:

Pemberian hormon pengganti pada pasien perempuan posmenopos, bila


tak ada KI.
Penurunan BB pada obesitas, sekalipun tak ada hipertensi, DM dan
hiperlipiemia.
Terapi asam folat pada pasien dengan peninggian homosistein.
Suplemen vit E dan C.
Identifikasi adanya depresi dan pengobatannya yang adekuat.
PENATALAKSANAAN LANJUTAN

Belum tersedia pedoman yang jelas mengenai evaluasi lanjutan pasien-pasien


APS dan asimtomatik PJK yang telah berhasil distabilkan dengan pengobatan
atau/ dilakukan terapi revaskularisasi. Beberapa pedoman yang tersusun berikut
ini merupakan hasil pengalaman, namun dapat dipakai untuk pegangan.

Yang lebih dulu perlu dievaluasi antara lain adalah bagaimana keluhan-
keluhan AP nya, apakah bertambah lagi atau tetap stabil, apakah timbul tanda-
tanda disfungsi LV yang baru, apakah terapi yang ada dapat ditolerir dengan
baik dan bagaimana kontrol faktor risikonya serta adanya komorbid baru yang
memerlukan terapi tapi mengganggu stabilitas AP nya.

Setelah anamnesis yang teliti mengenai perubahan dan perkembangan


simtom, maka pemeriksaan harus dilakukan dengan hati-hati pula mengenai
adanya tanda-tanda gagal jantung, aritmia. perubahan-perubahan pada
pembuluh darah tepi lainnya, perubahan-perubahan pada jantung dan lain-lain.

Pemeriksaan laboratorium terutama ditujukan pada faktor risiko, seperti


gula darah dan glikosilat Hb pada DM, profil lipid, fungsi ginjal.dan lain-lain.
Profil lipid mula- mula diperiksa 4-8 minggu, lalu tiap 4-6 bulan.

Dalam penatalaksanna lanjutan (follow up) pasien-pasien


APS/asimtomatik mungkin diperlukan lagi tes-tes noninvasif, seperti
direkomendasikan sebagai berikut:

1. Foto toraks bila terdapat tanda-tanda CHF yang baru atau


pemburukannya.
2. Penilaian kembali fungsi sistolis LV ataupun analisa segmental LV
dengan cara eko ataupun radionuklir pada pasien-pasien dengan CHF
yang baru timbul maupun perburukannya ataupun timbulnya tanda-tanda
infark jantung.
3. Ekokardiografi pada pasien-pasien dengan tanda-tanda kelainan katup
yang baru atau perburukan kel. Katup yang ada
Uji treadmill pada pasien-pasien yang belum dilakukan revaskularisasi,
yang menunjukkan perubahan-perubahan klinis yang cukup berarti dan mampu
melakukan stres tes dengan exercise, sedangkan pada yang tak mampu
melakukan exercise test dilakukan pemeriksaan radionuklir, dan tak
menunjukkan perubahan-perubahan EKG seperti WPW, electrical pacing
rhythme dan ST depresi lebih dari 1 mm pada EKG istirahat.

Anda mungkin juga menyukai