RS BAPTIS BATU
JL RAYA TLEKUNG NO 1
JUNREJO - BATU
DAFTAR ISI
ii
LEMBAR PENGESAHAN
iii
I. LATAR BELAKANG
Petugas pelayanan kesehatan setiap hari dihadapkan kepada tugas yang berat
untuk bekerja dengan aman dalam lingkungan yang membahayakan. Kini, resiko
pekerjaan yang umum dihadapi oleh petugas pelayanan kesehatan adalah kontak
dengan darah dan duh tubuh sewaktu perawatan rutin pasien. Pemaparan terhadap
patogen ini meningkatkan resiko mereka terhadap infeksi yang serius dan
kemungkinan kematian. Petugas kesehatan yang bekerja di kamar bedah dan kamar
bersalin dihadapkan kepada resiko pemaparan terhadap patogen yang lebih tinggi
daripada bagian – bagian lainnya (Gershon dan Vlavov 1992). Karena resiko yang
tinggi ini, panduan dan praktik perlindungan infeksi yang lebih baik diperlukan
untuk melindungi staf yang bekerja di area ini. Lagi pula, anggota staf yang tahu
cara melindungi diri mereka dari pemaparan darah dan duh tubuh dan secara
konsisten menggunakan tindakan – tindakan ini akan membantu melindungi pasien
– pasiennya juga.
Sementara kesadaran terhadap keseriusan AIDS dan Hepatitis C meningkat, dan
bagaimana mereka dapat tertular di tempat kerja, banyak petugas kesehatan tidak
merasakan diri mereka dalam resiko. Terlebih lagi, mereka yang beresiko tidak
secara teratur menggunakan perlengkapan pelindung, seperti sarung tangan, atau
paraktik – praktik lain ( cuci tangan ) yang disediakan untuk mereka.
1
masker, akan meningkatkan biaya, sedangkan perlindungan yang diberikan sangat
minimal, kalaupun ada, perlindungan bagi pasien dan staf (Mitcell 1991 ).
Tambahan lagi, demi efektivitasnya, PPD harus digunakan dengan tepat.
Umpamanya, gaun bedah dan kain penutup telah menunjukkan dapat mencegah
infeksi luka hanya kalau kering. Kalau basah, kain yang bersifat spons yang
mengisap bakteri dari kulit atau peralatan dapat menembus kain yang kemudian
dapat mengkontaminasi luka bedah.
Sebagai akibatnya, administrator rumah sakit, penyelia, dan petugas pelayanan
kesehatan harus menyadari bukan hanya keuntungan dan keterbatasan PPD yang
khusus, melainkan juga peranan PPD dalam mencegah infeksi, agar dapat
digunakan secara efektif dan efisien.
2
dipakai kain, warnanya harus putih atau terang agar kotoran dan kontaminasi dapat
terlihat.
Kap, masker, dan tirai yang terbuat dari kertas tidak boleh dipakai ulang karena
tidak ada cara untuk membersihkannya. Kalau Anda tidak dapat mencucinya,
jangan dipakai ulang !
3
dapat dikombinasikan antara tutup telinga dengan sumbat telinga, sehingga
dapat mempunyai daya lindung yang lebih besar.
3. SARUNG TANGAN
Sarung tangan melindungi tangan dari bahan infeksius dan melindungi pasien
dari mikroorganisme pada tangan petugas. Alat ini merupakan pembatas fisik
terpenting untuk mencegah penyebaran infeksi, tetapi harus diganti setiap
kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya untuk mencegah kontaminasi
silang. Umpamanya, sarung tangan pemeriksaan harus dipakai kalau menangani
darah, duh tubuh, sekresi dan eksresi ( kecuali keringat ), alat atau permukaan
yang terkontaminasi dan kalau menyentuh kulit nonintak atau selaput lendir.
INGAT ! Memakai sarung tangan tidak dapat menggantikan tindakan mencuci
tangan atau pemakaian antiseptik yang digosokkan pada tangan.
4
Sarung tangan bedah yang baik terbuat dari bahan lateks, karena elastis, sensitive
dan tahan lama, dan dapat disesuaikan dengan ukuran tangan. Karena
meningkatnya masalah alergi lateks, sedang dikembangkan bahan serupa, yang
disebut “ nitril “ yang merupakan bahan sintetik seperti lateks.
Bahan ini tidak menimbulkan reaksi alergi. Di beberapa negara jenis sarung tangan
pemeriksaan yang tersedia adalah dari vinil, suatu bahan sintetik yang lebih murah
daripada lateks. Namun, vinil tidak elastis, sehingga kurang pas dan mudah robek.
Sarung tangan pemeriksaan yang berkualitas baik yang terbuat dari kabel tebal,
kurang fleksibel dan sensitive, dan dapat memberi perlindungan maksimum sebagai
pelindung pembatas.
5
atau dicurigai ), yang mengharuskan petugas kesehatan menggunakan sarung
tangan bersih, tidak steril ketika memasuki ruangan pasien. Petugas
kesehatan harus melepas sarung tangan tersebut sebelum meninggalkan ruangan
pasien dan mencuci tangan dengan air dan sabun atau dengan handrub berbasis
alkohol.
Satu pasang sarung tangan harus digunakan untuk setiap pasien, sebagai upaya
menghindari kontaminasi silang ( CDC 1987 ). Pemakaian sepasang sarung tangan
yang sama atau mencuci tangan yang masih bersarung tangan, ketika berpindah dari
satu pasien ke pasien yang lain atau ketika melakukan perawatan di bagian tubuh
yang kotor kemudian berpindah ke bagian tubuh yang bersih, bukan merupakan
praktek yang aman. Doebbeling dan Colleagues (1988) menemukan bakteri dalam
jumlah bermakna pada tangan petugas yang hanya mencuci tangan dalam keadaan
masih memakai sarung tangan dan tidak mengganti sarung tangan ketika berpindah
dari satu pasien ke pasien lainnya.
6
Bila sarung tangan rumah tangga tidak tersedia, gunakan dua lapis sarung tangan
periksa atau sarung tangan bedah yang telah diproses untuk memberikan perlindungan
yang cukup bagi petugas kebersihan, petugas laundry, pekarya serta petugas yang
menangani dan membuang limbah medis.
7
udara. Jika hal ini tidak memungkinkan, pemakaian sarung tangan kain atau vinil di
bawah sarung tangan lateks dapat membantu mencegah sensitisasi kulit. Meskipun
demikian, tindakan ini tidak akan dapat mencegah sensitisasi pada membran mukosa
mata dan hidung. ( Garner dan HICPAC 1996 ).
Pada sebagian besar orang yang sensitif, gejala yang muncul adalah warna merah pada
kulit, hidung berair dan gatal – gatal pada mata, yang mungkin berulang atau semakin
parah misalnya menyebabkan gangguan pernafasan seperti asma. Reaksi alergi terhadap
lateks dapat muncul dalam waktu 1 bulan pemakaian. Tetapi pada umumnya reaksi baru
terjadi setelah pemakaian yang lebih lama, sekitar 3 – 5 tahun., bahkan sampai 15 tahun
( Baumann 1992 ), meskipun pada orang yang rentan. Belum ada terapi atau
desensitisasi untuk mengatasi alergi lateks, satu – satunya pilihan adalah menghindari
kontak.
4. MASKER
Masker harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu,
dan rambut pada wajah ( jenggot ). Masker dipakai untuk menahan cipratan yang
keluar sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin
serta untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung
atau mulut petugas kesehatan. Bila masker tidak terbuat dari bahan tahan cairan,
maka masker tersebut tidak efektif untuk mencegah kedua hal tersebut.
Masker yang ada, terbuat dari berbagai bahan seperti katun ringan, kain kassa,
kertas dan bahan sintetik yang beberapa di antaranya tahan cairan. Masker yang di
buat dari katun atau kertas sangat nyaman tetapi tidak dapat menahan cairan atau
efektif sebagai filter. Masker yang dibuat dari bahan sintetik dapat memberikan
perlindungan dari tetesan partikel berukuran besar ( > 5 µm ) yang tersebar melalui
batuk atau bersin ke orang yang berada di dekat pasien ( kurang dari 1 meter ).
Namun masker bedah terbaik sekalipun tidak dirancang untuk benar – benar
menutup pas secara erat ( menempel sepenuhnya pada wajah ) sehingga mencegah
kebocoran udara pada bagian tepinya. Dengan demikian, masker tidak dapat secara
efektif menyaring udara yang dihisap ( Chen dan Welleke 1992 ) dan tidak dapat
direkomendasikan untuk tujuan tersebut.
8
Ketika melepas masker, pegang bagian talinya karena bagian tengah masker
merupakan bagian yang paling banyak terkontaminasi ( Rothrock, Mc. Ewen dan
Smith 2003 )
Pada perawatan pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita penyakit
menular melalui udara atau droplet, masker yang digunakan harus dapat mencegah
partikel mencapai membran mukosa dari petugas kesehatan.
9
PEMAKAIAN MASKER EFISIENSI TINGGI
Petugas Kesehatan harus :
0 Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat apakah lapisan
utuh dan tidak cacat. Jika bahan penyaring rusak atau kotor, buang masker tersebut.
Selain itu, masker yang ada keretakan, terkikis, terpotong atau terlipat pada sisi
dalam masker, juga tidak dapat digunakan.
0 Memeriksa tali – tali masker untuk memastikan tidak terpotong atau rusak. Tali
harus menempel dengan baik di semua titik sambungan.
0 Memastikan bahwa klip hidung yang terbuat dari logam ( jika ada ) berada pada
tempatnya dan berfungsi dengan baik.
KEWASPADAAN
Beberapa masker mengandung komponen lateks dan tidak bisa digunakan oleh individu
yang alergi terhadap lateks. Petugas harus diberi cukup waktu untuk menggunakan dan
mengepaskan masker dengan baik sebelum bertemu dengan pasien.
10
5. ALAT PELINDUNG MATA
Melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh lain dengan cara
melindungi
Mata. Pelindung mata mencakup kacamata ( goggles ) plastik bening, kaca mata
pengaman, pelindung wajah dan visor. Kacamata koreksi atau kacamata dengan
lensa polos juga dapat digunakan, tetapi hanya jika ditambahkan pelindung pada
bagian sisi mata. Petugas kesehatan harus menggunakan masker dan pelindung
mata atau pelindung wajah, jika melakukan tugas yang memungkinkan adanya
percikan cairan secara tidak sengaja ke arah wajah. Bila tidak tersedia pelindung
wajah, petugas kesehatan dapat menggunakan kacamata pelindung atau kacamata
biasa serta masker.
Ada beberapa jenis alat pelindung mata diantaranya :
1. Kaca Mata Biasa ( Spectacle Gogles )
Kaca mata terutama pelindung mata dapat dengan mudah atau tanpa pelindung
samping.
Kaca mata dengan pelindung samping lebih banyak memberikan perlindungan.
2. Gogles
Mirip kacamata, tetapi lebih protektif dan lebih kuat terikat karena memakai ikat
kepala. Dipakai untuk pekerjaan yang amat membahayakan bagi mata.
11
0 Respirator yang dihubungkan dengan supply udara bersih. Supply
udara berasal dari :
0 Saluran udara bersih atau kompresor
0 Alat pernafasan yang mengandung udara ( SCBA )
7. TOPI.
Topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan
rambut tidak masuk ke dalam luka selam pembedahan. Topi harus cukup besar
untuk menutup semua rambut. Meskipun topi dapat memberikan sejumlah
perlindungan pada pasien, tetapi tujuan utamanya adalah untuk melindungi
pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot.
8. GAUN PELINDUNG.
Gaun pelindung digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau
seragam lain, pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita
penyakit menular melalui droplet / airbone. Pemakaian gaun pelindung terutama
adalah untuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari sekresi respirasi.
Ketika merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular
tersebut, petugas kesehatan harus mengenakan gaun pelindung setiap memasuki
ruangan untuk merawat pasien karena ada kemungkinan terpercik atau tersemprot
darah, cairan tubuh, sekresi atau eksresi. Pangkal sarung tangan harus menutupi
ujung lengan gaun sepenuhnya. Lepaskan gaun sebelum meninggalkan area pasien.
12
Setelah gaun dilepas, pastikan bahwa pakaian dan kulit tidak kontak dengan bagian
yang potensial tercemar, lalu cuci tangan segera untuk mencegah berpindahnya
organisme.
Gaun pelindung harus dianggap sebagai alat pelindung diri. Gaun pelindung khusus
untuk pekerjaan dengan sumber – sumber bahaya tertentu seperti :
0 Terhadap Radiasi Panas
Gaun pelindung untuk radiasi panas, radiasi harus dilapisi bahan yang bisa
merefleksikan panas, biasanya Alumunium dan berkilau. Bahan – bahan
pakaian lain yang bersifat isolasi terhadap panas adalah : 1000⁰ C, katun,
asbes ( kalau sampai 500 ⁰C ).
0 Terhadap Radiasi Mengion
Gaun pelindung harus dilapisi dengan timbal biasanya berupa apron.
Pakaian ini sering digunakan di bagian radiologi.
0 Terhadap cairan dan bahan – bahan kimia.
Biasanya terbuat dari bahan plastic atau karet
9. APRON
Apron yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air untuk
sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus mengenakan
apron di bawah gaun penutup ketika melakukan perawatan langsung pada pasien,
membersihkan pasien, atau melakukan prosedur dimana ada resiko tumpahan darah,
cairan tubuh atau sekresi. Hal ini penting jika gaun pelindung tidak tahan air. Apron
akan mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju dan kulit petugas kesehatan.
13
kontaminasi karena memungkinkan darah merembes melalui sepatu dan seringkali
digunakan sampai di luar ruang operasi. Kemudian dilepas tanpa sarung tangan
sehingga terjadi pencemaran. (Summers et.al. 1992)
PERANAN DUK
Di banyak negara duk biasanya dibuat dari linen persegi yang dijahit dari berbagai
ukuran. Dipakai untuk menciptakan medan operasi di seputar suatu sayatan,
membungkus instrumen dan barang – barang lainnya untuk sterilisasi, penutup meja di
ruang operasi dan membuat hangat pasien selama prosedur bedah (OR Manager
1990a\). Jenis utama duk ialah :
0 DUK KECIL / LAP
Dipakai untuk mengeringkan tangan, membuat medan operasi segi – empat ( untuk
ini diperlukan beberapa duk kecil ), dan membungkus instrumen kecil serta semprit.
Biasanya dibuat dari kain katun lebih tebal dari pada linen lainnya, yang
menjadikannya lebih tahan air.
0 DUK SEPRAI
Dipakai untuk membatasi medan operasi dan menciptakan ruang kerja, maupun
untuk membungkus perangkat instrumen. Biasanya dibuat dari katun ringan dan
hanya memberikan sedikit perlindungan.
0 DUK BOLONG
Mempunyai lobang yang bundar di tengahnya yang ditempatkan pada medan
operasi yang dipersiapkan. Duk ini terutama digunakan untuk prosedur – prosedur
bedah minor ( sayatan kecil ).
0 DUK PEMBUNGKUS
Duk luas yang menjadi penutup meja sewaktu bungkus instrumen dibuka. Duk
penutup ini harus cukup luas untuk menampung isi suatu bungkusan sewaktu di
buka, dan dapat menutupi seluruh permukaan meja.
14
PEMAKAIAN DUK UNTUK PROSEDUR BEDAH
Duk kecil yang steril terbuat dari kain dapat ditempatkan di sekeliling sayatan
bedah yang ditempatkan di sekeliling sayatan bedah yang dipersiapkan, untuk
menciptakan suatu area kerja. Walaupun area ini sering disebut “ medan steril “,
sesungguhnya tidak steril. Sebagaimana dipertunjukkan pada gambar, duk kain
membiarkan kebasahan merembes dan membantu menyebarkan organisme dari kulit ke
dalam sayatan walau setelah pembersihan area bedah dengan antiseptik. Jadi, baik
tangan yang bersarung tangan ( steril atau didisinfeksi tingkat tinggi ) maupun
instrumen steril atau yang didisinfeksi tingkat tinggi dan barang – barang lainnya hanya
menyentuh duk setelah ia diletakkan di tempatnya. Karena duk kain tidak efektif
sebagai pembatas, duk kecil yang kering dan bersih dapat digunakan jika duk kecil steril
tidak tersedia.
Cara mempersiapkan medan operasi dan memasang duknya tergantung dari jenis
tindakan yang akan dilakukan. Berikut ini panduan cara memasang duk untuk
menghindari pemborosan duk steril dan penggunaan yang tidak perlu :
0 Semua duk harus ditempatkan di sekeliling area yang kering sama sekali, dan
dipreparasi secara luas.
0 Kalau dipakai duk yang steril, sarung tangan steril atau didisinfeksi tingkat tinggi
harus dipakai sewaktu menempatkan duk di tempatnya, ( hati – hati jangan sampai
menyentuh tubuh pasien dengan tangan yang bersarung tangan )
0 Duk harus ditangani sesedikit mungkin dan jangan sekali – sekali digosok atau
dilipat. Selalu memegang duk di atas area yang harus dipasang duk, dan buang duk
itu kalau jatuh ke bawah.
15
0 Jika duk bolong tidak steril, pakai sarung tangan steril atau DTT setelah
menempatkan duk pada pasien untuk menghindari sarung tangan terkontaminasi.
16
MEMBUAT TEMPAT KERJA LEBIH AMAN
Di samping terbatasnya kesuksesan program pendidikan yang ditujukan kepada
perubahan perilaku petugas pelayanan kesehatan dalam menggunakan PPD lainnya,
perlindungan utama harus terus berlanjut menjadi focus kegiatan di masa depan. Untuk
lebih sukses, usaha untuk membuat lingkungan kerja lebih aman harus diarahkan
kepada semua kader petugas pelayanan kesehatan bukan hanya dokter dan perawat.
Umpamanya di beberapa negara, kecuali petugas ruang operasi, petugas rumah tangga
mengalami perlukaan tusukan jarum paling tinggi, disebabkan kesalahan membuang
jarum bekas ke tempat sampah.
Memperbaiki kepatuhan setelah usaha pendidikan dan perubahan perilaku dapat
ditingkatkan kalau :
0 Ada dukungan konsisten dari administrator rumah sakit dalam usaha – usaha
keamanan yang dianjurkan ( umpamanya, kekurangan yang ditemukan segera
diperbaiki, praktik – praktik yang berbahaya segera dilenyapkan, dan para petugas
secara aktif didorong untuk mencari solusi – solusi yang mudah dan murah.
0 Para penyelia secara teratur memberikan umpan balik dan menghargai perilaku
yang tepat ( umpamanya, cuci tangan jika kontak di antara pasien ke pasien )
0 Contoh teladan, khususnya dokter dan staf senior dan staf fakultas lainnya, secara
aktif mendukung pencegahan infeksi yang dianjurkan dan menjadi contoh / model
perilaku yang tepat. ( Lipscomb dan Rosenstock 1997 ).
Lagi pula, dengan membuat rekomendasi yang tepat, mudah digunakan dan dipantau
akan meningkatkan kepatuhan petugas dan keamanan kerja petugas kesehatan lebih
baik. Akhirnya, karena perawatan kesehatan merupakan profesi yang penting dan
berguna, merupakan tanggung jawab dari semua profesi perawatan kesehatan untuk
membantu menciptakan lingkungan yang lebih aman untuk pasien dan para pekerjanya.
17
PEMAKAIAN APD DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN : BAGAIMANA
MENGENAKAN, MENGGUNAKAN DAN MELEPAS APD
MENGENAKAN APD
Urutan mengenakan APD :
1. Pelindung kaki
2. Apron, gaun pelindung dan topi
3. Masker
4. Kacamata atau pelindung wajah
5. Sarung tangan
GAUN PELINDUNG
0 Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga bagian pergelangan
tangan dan selubungkan ke belakang punggung.
0 Ikat di bagian belakang leher dan pinggang.
MASKER
0 Eratkan tali atau karet elastic pada bagian tengah kepala dan leher
0 Pastikan klip hidung dari logam fleksibel pada batang hidung
0 Pastikan dengan erat pada wajah dan di bawah dagu sehingga melekat dengan
baik
0 Periksa ulang pengepasan masker
18
KACAMATA ATAU PELINDUNG WAJAH
Pasang pada wajah dan mata dan sesuaikan agar pas
SARUNG TANGAN
Tarik hingga menutupi bagian pergelangan tangan gaun isolasi
SARUNG TANGAN
0 Ingatlah bahwa bagian luar sarung tangan telah terkontaminasi
0 Pegang bagian luar sarung tangan dengan sarung tangan lainnya, lepaskan
0 Pegang sarung tangan yang telah dilepas dengan menggunakan tangan yang masih
memakai sarung tangan
0 Selipkan jari tangan yang sudah tidak memakai sarung tangan di bawah sarung
tangan yang belum di lepas di pergelangan tangan
0 Lepaskan sarung tangan di atas sarung tangan pertama
0 Buang sarung tangan di tempat sampah infeksius
0 Letakkan di wadah yang telah disediakan untuk diproses ulang atau dalam tempat
sampah infeksius
19
GAUN PELINDUNG
0 Ingatlah bahwa bagian depan gaun dan lengan gaun pelindung telah terkontaminasi
0 Lepas tali
0 Tarik dari leher dan bahu dengan memegang bagian dalam gaun pelindung saja
0 Balik gaun pelindung
0 Lipat atau gulung menjadi gulungan dan letakkan di wadah yang telah disediakan
untuk diproses ulang atau buang di tempat sampah infeksius
MASKER
0 Ingatlah bahwa bagian depan masker telah terkontaminasi – JANGAN SENTUH !
0 Lepaskan tali bagian bawah dan kemudian tali atau karet bagian atas
0 Buang ke tempat sampah infeksius
Semua alat pelindung diri harus di rawat sedemikian rupa sehingga alat itu tetap
memberikan perlindungan yang berhasil guna. Terhadap faktor – faktor yang
berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini berarti bahwa prosedur
yang cocok untuk melaporkan kerusakan pemeriksaan rutin, pembangunan
perbaikan dan pembersihan harus dilaksanakan.
Alat pelindung diri harus di lokasi dimana alat – alat itu kemungkinan besok akan
di pakai dan di simpan baik – baik supaya tidak memburuk dan rusak. Perawatan
dan kontrol terhadap alat pelindung diri penting agar fungsi alat pelindung diri tetap
baik.
Alat pelindung diri harus tetap dipelihara agar selalu dalam kondisi yang baik, tetap
bersih dan terawat. Pada saat tidak dipakai harus di simpan baik untuk mencegah
kerusakan dan hilang.
Penggunaan Alat Pelindung Diri merupakan usaha untuk mengurangi resiko secara
maksimal, namun apabila pemakaian tidak tepat dapat membahayakan atau
menyebabkan kecelakaan kerja.
Perawatan Alat Pelindung Diri ( APD ) dilakukan dengan maksud agar semua
pelindung diri tetap memberikan perlindungan yang efektif terhadap faktor – faktor
yang berbahaya bagi keselamatan dan kesehatan kerja.
Untuk mencegah kerusakan dan hilang, sarana pelindung diri harus di simpan
dengan baik sesuai dengan ketentuan.
20
Lampiran 1 :
MANFAAT ALAT PELINDUNG DIRI (APD)
21
BAB II
A. PENGERTIAN INFEKSI NOSOKOMIAL
I. DEFINISI
Infeksi adalah adanya organisme dalam jaringan tubuh atau cairan tubuh yang disertai efek
samping klinik (baik lokal atau sistemik) pada host. Infeksi harus dibedakan dengan kolonisasi, dimana
adanya organisme pada kulit, dalam jaringan tubuh atau dalam cairan tubuh tetapi tanpa disertai efek
samping klinik, dan peradangan, kondisi tersebut akibat dari respon jaringan terhadap injuri atau
rangsangan oleh agen noninfeksius.
Infeksi yang terjadi selama hospitalisasi tetapi pasien tidak infeksi atau tidak pada masa inkubasi ketika
masuk rumah sakit didefinisikan sebagai nosokomial
1. Informasi yang digunakan untuk menentukan adanya infeksi dan klasifikasinya sebaiknya
merupakan kombinasi hasil pemeriksaan klinis dan hasil test laboratorium atau tes-tes lainnya
a. Bukti klinis adanya infeksi didapat dari observasi langsung infeksi pada pasien atau dari
sumber-sumber data yang lain, seperti status pasien
b. Bukti laboratorium berupa hasil biakan, test deteksi antigen atau antibodi, atau visualisasi
mikroskopik
c. Data pendukung diambil dari pemeriksaan diagnostik yang lain seperti : sinar X
d. Infeksi pada neonatus dan anak kecil, dimana manifestasi kliniknya berbeda dengan dewasa,
diberlakukan kriteria khusus.
2. Diagnosa infeksi oleh dokter yang merawat atau dokter bedah, yang didapat dari observasi
langsung waktu pembedahan, pemeriksaan endoskopi dan prosedur diagnosa lainnya, atau juga
dari pemeriksaan klinis merupakan kriteria yang dapat diterima, kecuali terdapat bukti kuat yang
tidak mendukung.
3. Tidak ada bukti atau tanda-tanda tentang infeksi atau masa inkubasi ketika masuk rumah sakit.
Berikut ini adalah infeksi-infeksi nosokomial yang dimonitor oleh tim pengendalian infeksi dengan cara
surveylance.
22
1. INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)
a. Infeksi saluran kemih simptomatik
Kode : UTI-SUTI
Definisi : ISK simptomatik harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut ini
- Demam (>38°C)
- Nikuria (anyang-anyangan)
- Polakisuria
- Disuria
- Atau nyeri suprapubik
5
- Atau biakan urin porsi tengah (midstream) > 10 kuman per
ml urin dengan jenis kuman tidak lebih dari 2 spesies.
Kriteria 2 : - disuria
0 atau nyeri supra pubik
dan
0 demam (>38° C)
0 hipotermia (< 37° C)
0 apnea
0 bradikardia < 100 X/menit
0 letargi
0 muntah-muntah
dan
5
hasil biakan urin 10 kuman/ ml urin dengan tidak lebih dari
dua jenis kuman.
0 demam (>38° C)
0 hipotermia (< 37° C)
0 apnea
0 bradikardia < 100 X/menit
0 letargi
0 muntah-muntah
dan
Kriteria 4 :
24
Catatan :
0 Biakan positif dari ujung kateter urin bukan merupakan tes laboratorium yang bisa
diterima untuk ISK
0 Biakan urin harus diambil dengan teknik yang sesuai, seperti koleksi clean cath atau
kateterisasi.
0 Pada anak kecil biakan urine harus diambil dengan kateterisasi buli-buli atau aspirasi
suprapubik; biakan kuman positif dari spesimen dari kantung urine tidak dapat diandalkan
dan harus dipastikan dengan spesimen yang diambil secara aseptik dengan kateterisasi
atau aspirasi suprapubik
Dan
5
ditemukan dalam biakan urin > 10 kuman per ml urin dengan
jenis kuman maksimal 2 spesies
dan
dan
Kriteria 2 :
biakan kuman 2 kali berturut-turut ditemukan tidak lebih dari 2
5
jenis kuman yamg sama dengan jumlah <10 per ml
dan
Catatan :
0 Biakan positif dari ujung kateter urin bukan merupakan tes laboratorium yang bisa diterima
untuk ISK
0 Biakan kuman urin harus diambil dengan teknik yang sesuai, seperti koleksi clean catch atau
kateterisasi
c. ISK lain
Letak infeksi : I
Kode :
I
Definisi :
D
Kriteria 1 : A
d
Kriteria 2 :
P
1) k
2) D
3) P
Kriteria 3 :
4) D
26
5) Dokter yang merawat memberikan pengobatan
antimikroba yang sesuai.
0 demam (>38° C)
0 hipotermia (< 37° C)
0 apnea
0 bradikardia < 100 X/menit
0 letargi
0 muntah-muntah
dan
27
2. INFEKSI LUKA OPERASI (ILO)
a. Superficial incisional
Definisi :
dan
dan
Kode : SSI-(ST)
Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari paska bedah atau sampai
satu tahun paska bedah (bila ada Kriteria : implant berupa non human derived
implant yang dipasang
permanen)
dan
meliputi jaringan lunak yang dalam (mis lapisan fascia dan otot)
dari insisi
dan
1) Pus keluar dari luka insisi dalam tetapi bukan beasal dari
komponen organ/rongga dari daerah pembedahan.
2) Insisi dalam secara spontan mengalami dehisens atau
dengan sengaja dibuka oleh ahli bedah bila pasien
mempunyai paling sedikit satu dari tanda-tanda atau
gejala-gejala berikut : demam (>38°C) atau nyeri lokal,
terkecuali biakan insisi negatif.
3) Ditemukan abses atau bukti alain adanya infeksi yang
mengenai insisi dalam pada pemeriksaan langsung,
waktu pembedahan ulang, atau dengan pemeriksaan
histopatologis atau radiologis
4) Dokter yang merawat menyatakan terjadi infeksi.
29
c. Organ / rongga
dan
Kriteria :
dan
Kode : PNEU-PNEU
Definisi : Pneumonia harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut ini
:
dan
dan
Kriteria 2 :
0 apnea
0 takipnea
0 bradikardaia
0 mengi (wheezing)
0 ronkhi basah
0 atau batuk
31
dan
dan
Kriteria 4 :
Catatan :
0 Sputum yang dibatukkan tidak berguna dalam diagnosis pneumonia tetapi mungkin
membantu mengidentifikasi kuman etiologik dan memberikan data seseptabilitas
antimikrobial.
0 Penemuan dari pemeriksaan sinar x dada serial mungkin lebih membantu dari pada
pemeriksaan tunggal.
32
4. INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP)
Letak infeksi : Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) atau Laboratory Confirmed
Bloodstream Infection (LCBI)
BSI – LCBI
Kode :
Infeksi aliran darah primer adalah infeksi aliran darah yang timbul
Definisi :
tanpa ada organ atau jaringan lain yang dicurigai sebagai sumber
infeksi.
Terdapat kuman pathogen yang dikenal dari satu kali atau lebih
biakan darah
Kriteria 1 :
dan
0 demam
Kriteria 2 : - menggigil
0 hipotensi
dan
dan
0 demam (> 38 ° C)
0 hipotermi (< 37 ° C)
0 apnea
0 atau bradicardi
dan
dan
Kriteria 3 :
tanda-tanda, gejala-gejala dan hasil laboratorium yang positif
tidak berhubungan dengan satu infeksi di tempat lain.
34
5. SEPSIS KLINIS (CLINICAL SEPSIS)
Kode : BSI-CSEP
Definisi : Sepsis klinis harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria berikut :
dan
0 demam (>38° C)
0 Hipotermia (<37° C)
0 Apnea
0 Atau bradikardia < 100 X/menit
dan
Kriteria 2 :
semua gejala/tanda di bawah ini :
35
6. INFEKSI ARTERIAL ATAU VENOUS
Kode : CVS-VASC
Definisi : Infeksi arterial atau venous harus memenuhi paling sedikit satu
kriteria berikut:
dan
Terbukti adanya infeksi arteri atau vena yang terlihat pada waktu
pembedahan atau pemeriksaan histopatologis.
Kriteria 2 :
- nyeri
- eritema
dan
dan
dan
- demam (>38° C)
- Hipotermia (<37° C)
- Apnea
- Atau bradikardia < 100 X/menit
- Letargi
- Atau nyeri pada daerah vaskuler yang terkena
Kriteria 5 :
dan
dan
37
7. GASTROENTRITIS
Gastroentritis
Letak infeksi :
GI-GE
Kode :
0 nausea (mual)
0 muntah
0 nyeri perut
Kriteria 2 : 0 atau sakit kepala
dan
Untuk neonatus
9. VAGINAL CUFF
Definisi : Infeksi vaginal cuf harus memenuhi paling sedikit satu dari
kriteria berikut :
39
10. ULCUS DECUBITUS
Kode : DECU
- kemerahan
- nyeri tekan
Kode : SST-BURN
dan
dan
0 demam (>38° C)
0 Hipotermia (<36° C)
0 Hipotensi
0 Oliguria (< 20 ml /jam)
0 Hiperglikemia dengan diet karbohidrat pada level yang
sebelumnya dapat ditolerir dengan mental confusion
dan
Referensi :
DepKes RI DirJen Pelayanan medik, 2001. Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial. Jakarta
41
B. SURVEILANS
I. PENDAHULUAN
Kegiatan surveilans merupakan komponen penunjang penting dalam program
pengendalian infeksi nosokomial. Hasil dari surveilans dapat menjadi dasar dalam
membuat perencanaan dan merupakan tolak ukur keefektifan program pengendalian infeksi
nosokomial.
Kegiatan surveilans akan dilaksanakan oleh Tim Pengendalian Infeksi Nosokomial
untuk mengukur insiden infeksi nosokomial dan melakukan tindakan untuk mengurangi
angka insiden tersebut jika memungkinkan.
Pengumpulan data akan dilakukan oleh seorang IPCN (surveyor) yang telah ditunjuk
untuk melakukan pengamatan terhadap kejadian infeksi nosokomial pada periode-periode
tertentu. Adapun kegiatan surveylans yang akan dilakukan adalah
1. Infeksi Luka Operasi
2. Infeksi Luka Infus atau phlebitis
3. Infeksi Saluran Kencing akibat pemasangan kateter urine
4. Pneumonia akibat pemasangan ventilator
5. Pola Kuman
II.TUJUAN
1. Memperoleh data dasar yaitu tingkat endemisitas infeksi nosokomial
2. Sebagai system kewaspadaan dini dalam mengidentifikasi kejadian luar biasa (KLB)
3. Memenuhi standar mutu asuhan keperawatan dan pelayanan medis yang dapat dipakai
sebagai sarana meningkatkan mutu pelayanan
4. Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program pengendalian infeksi nosokomial
Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari paska
bedah
Kriteria 1 :
dan
dan
5) Pus keluar dari luka operasi atau drain yang dipasang diatas
fascia
6) Biakan kuman positif dari cairan yang keluar dari luka atau
jaringan yang diambil secara aseptik
7) Sengaja dibuka oleh dokter karena terdapat tanda
peradangan kecuali jika hasil biakan negatif (paling sedikit
terdapat satu dari tanda-tanda infeksi berikut : nyeri,
bengkak lokal, kemerahan dan hangat lokal)
8) Dokter yang merawat menyatakan terjadi infeksi.
Infeksi berkantong :
Eritema dan nekrosis kulit sepanjang cateter (vasofix) atau ada exudates purulen
dari subkutan.
Infeksi tunnel :
Eritema, keras dan bengkak diatas kateter dan > 2 cm dari lokasi penusukan
Dan
43
dilakukan kultur)
5
ditemukan dalam biakan urin > 10 kuman per ml urin dengan jenis
kuman maksimal 2 spesies
Dan
dan
histopatologis
(Sebelum bisa dilakukan kultur diagnosis pneumonia berdasarkan
perub sputum, foto thorax dan tanda klinis infeksi)
0 apnea
0 takipnea
0 bradikardaia
0 mengi (wheezing)
0 ronkhi basah
44
- atau batuk
dan
Kriteria 3 :
dan
Kriteria 4 :
IV. METODE
Metode surveilans yang akan dilaksanakan adalah surveilans infeksi nosokomial periodic
dan surveilans komprehensif. Surveilans Infeksi Luka Operasi, Infeksi Luka Infus atau
phlebitis, Infeksi Saluran Kencing akibat pemasangan kateter urine dan Pneumonia akibat
pemasangan ventilator merupakan surveilans terbatas & periodic sedangkan surveilans
45
pola kuman & resistensinya dan antibiotik merupakan surveilans komprehensif. Surveilans
periodik & komperhensif akan dilaksanakan setiap bulan selama 1 tahun
DepKes RI DirJen Pelayanan Medik, 2001. Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit.
Jakarta.
C. CUCI TANGAN
Cuci tangan merupakan prosedur yang paling penting dalam pengendalian infeksi
nosokomial. Setiap petugas kesehatan Rumah Sakit Baptis Batu wajib mencuci tangan sesuai
dengan kebijakan pengendalian infeksi nosokomial yang berlaku dan petunjuk dibawah ini untuk
mencegah penyebaran infeksi ke pasien dan petugas
.
I. PERHATIAN
1) Frekuensi dan metode cuci tangan yang digunakan sangat bervariasi sesuai dengan unit kerja dan
tugas-tugas yang dilakukan.
2) Sabun non antimikroba atau sabun dengan antimikroba kosentrasi kecil cukup untuk cuci tangan
biasa.
3) Sabun antiseptik diperlukan untuk cuci tangan sebelum melakukan prosedur invasive, ketika
tangan terkontaminasi dan selama terjadi kejadian luar biasa.
46
4) Cincin, jam tangan harus dilepas ketika akan cuci tangan
5) Kedua tangan harus dibilas dan dikeringkan setelah dicuci.
6) Alcohol hand gel atau alcohol hand rub tersedia diseluruh ruangan dan dapat digunakan sebagai
pengganti cuci tangan. Tekan pompa dispenser satu kali (2-3ml) Alcohol hand gel atau alcohol hand
rub dan gosokkan merata keseluruh bagian tangan. Alcohol hand gel atau alcohol hand rub tidak
dapat digunakan jika tangan terlihat kotor.
7) Dispenser sabun cair yang telah kosong tidak diperbolehkan langsung ditambahkan sabun cair
kedalamnya tanpa dicuci bersih dispenser tersebut.
8) Kutek dan kuku imitasi tidak diijinkan untuk dipergunakan.
a. Cuci tangan dengan menggunakan sabun non antimikroba atau mengandung antimikroba
dengan kosentrasi sangat rendah.
b. Cuci tangan biasa dilakukan jika : tangan terlihat kotor atau terkontaminasi cairan tubuh,
sebelum makan dan setelah dari kamar mandi/toilet, terpapar bacillus anthracis (suspect
maupun confirm)
c. Cara mencuci tangan biasa dapat dilihat pada SOP cuci tangan biasa.
b. Sebelum menggunakan sarung tangan steril untuk melakukan pemasangan CVC (Central Venus
Catheter)
c. Sebelum melakukan pemasangan kateter urine, kanulasi intravena (pasang infus), atau
tindakan invasive lainnya yang tidak memerlukan tindakan bedah.
d. Setelah kontak dengan kulit pasien yang utuh seperti mengukur tekanan darah, nadi, suhu,
membantu pasien mobilisasi, membantu memiringkan pasien.
e. Setelah kontak dengan cairan tubuh atau ekskresi, membran mukosa, kulit tak utuh (luka),
perawatan luka.
f. Jika akan pindah dari bagian tubuh yang terkontaminasi ke bagian tubuh yang bersih.
g. Setelah kontak dengan peralatan yang dipergunakan pasien.
h. Setelah melepas sarung tangan.
i. Sebelum makan dan setelah dari toilet
47
3) CUCI TANGAN BEDAH (2-6 menit)
a. Menggunakan sabun antiseptik
b. Jika menggunakan alcohol based surgical hand scrub dengan produk persistent activity maka
harus mengikuti petunjuk pabrik. Sebelum menggunakannya harus cuci tangan dengan sabun
non antiseptik dan air .
Referensi :
th
CDC- MMWR, October 25 2002. Guidelines for Hand Hygiene in Health Care Setting. Washington DC.
48
D. PENCEGAHAN INFEKSI
PADA INTRAVENA KATETER PERIFER
I. LATAR BELAKANG
Intravaskular kateter merupakan tindakan pengobatan yang tidak dapat dipisahkan
dalam praktek kedokteran di jaman modern ini, khususnya di ruangan Intensive Care Unit
(ICU). Meskipun banyak kateter telah dibuat khusus untuk akses vaskuler, tetapi pasien-
pasien yang menggunakannya tetap mempunyai resiko terkena infeksi baik lokal maupun
sistemik. Kondisi ini disebabkan oleh telah rusaknya barier atau pertahanan tubuh akibat
pemasangan kateter intravena tersebut sehingga mudah sekali mikroorganisme masuk
kedalam tubuh.
Di Rumah Sakit Baptis Batu sebagai pemberi pelayanan, > 90 % pasien/hari
menggunakan kateter intravena, dan masih ditemukan ILI pada pasien yang terpasang
kateter IV Perifer.
II. PENCEGAHAN
1) Petugas
Pemasangan infus merupakan salah satu tindakan invasive yang merusak
pertahanan tubuh manusia sehingga pemasangan infus ini dapat menjadi salah satu pintu
masuknya kuman dan pasien beresiko terkena infeksi nosokomial. Oleh karena itu setiap
petugas kesehatan yang akan memasang infus mempunyai tanggung jawab melaksanakan
kebijakan-kebijakan dibawah ini untuk mencegah infeksi luka infuse dan petugas harus
terlatih/sudah mengikuti pelatihan pemasangan intravena kateter.
2) Survey
1. Daerah penusukan harus dimonitor baik visual maupun palpasi secara rutin dengan
form (PIVAS/perifer intravenous Assessment Score) setiap shift.
2. Setiap pemasangan kanul intravena dengan skor PIVAS 2 atau lebih harus
didokumentasikan atau di dicatat pada catatan klinik pasien :
a. Formulir Lembar Pengumpul Data Pemakaian alat Kesehatan pada bagian
Pemakian Intravena Kateter Perifer
b. Tindakan yang dilakukan seperti melepas dan mengganti lokasi, menginformasikan
ke dokter, melakukan treatment.
3. Beri tanggal dan waktu pemasangan pada penutup (cover) daerah insersi.
4. Infection Prevention Control Link Nurse (IPCLN) dan penanggung jawab pasien yang
bersangkutan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan audit PIVAS pasien tiap shift
5. Tidak perlu dilakukan kultur kanul dari intravena secara rutin
6. Survey angka infeksi luka infus harus dilakukan untuk menentukan rata-rata infeksi
memonitor angka standar dan untuk membantu mengidentifikasi penyebab dari infeksi
ini
49
3) Cuci tangan
Cuci tangan sebelum dan setelah : melakukan penusukan, palpasi daerah penusukan,
memperbaiki posisi, mengganti balutan atau penutup.
4) Teknik aseptik
1. Aseptik teknik harus digunakan saat memasang atau merawat infus
2. Tidak diperkenankan melakukan palpasi daerah penusukkan setelah didesinfeksi
3. Gunakan sarung tangan bersih saat memasang infus pada vena perifer atau mengganti
balutan atau penutup insersi.
5) Lokasi penusukan
Antiseptik kulit
1. Desinfeksi kulit atau lokasi penusukan dengan alcohol swab 70% atau betadine solution
10 % sebelum melakukan penusukan. Penusukkan dilakukan jika alcohol sudah
mengering dengan sendirinya
2. Jika menggunakan betadin maka penusukkan dilakukan setelah 2 menit
Penutup/fiksasi kateter intravena
1. Penutup yang digunakan harus steril, transparan dan semipermeabble
2. Jika pasien diaporesis, atau daerah penusukan terjadi perdarahan maka kasa steril dapat
dipergunakan sebelum penutup transparan.
3. Jika penutup tampak kotor, basah atau terdapat rembesan cairan tubuh atau darah maka
penutup harus diganti baik kasa (jika digunakan) maupun transparan tip.
4. Tidak diperkenankan menggunakan salep antibotik topical atau salep antiseptik pada
daerah penusukan karena dapat mendorong timbulnya jamur dan resistensi antibiotik.
5. Daerah penusukan tidak boleh kena air. Mandi di shower diperbolehkan jika yakin
bahwa penutup yang dipakai dapat melindungi dari masuknya air kedaerah penusukan.
Penggantian dan pemilihan lokasi
1. Pada orang dewasa, gunakan extremitas atas dari pada ekstremitas bawah. Ekstremitas
bawah merupakan pilihan yang terakhir
2. Pada bayi : punggung tangan, bagian dorsal kaki, atau scalp.
3. Gunakan vena besar pada pemasangan infus dengan cairan Hypertonik ( Hypertonic
memiliki osmilaritas diatas 375 Osm/liter ).
4. Pada penggunaan cairan infus Hypertonis yang lama sebaiknya di berikan melalui
Central lines.
5. Gunakan Ukuran nomer IV kateter perifer yang lebih kecil dari ukuran lumen vena.
6. Tidak diperkenankan melakukan pemasangan vena kanulasi jika sudah 2 X tak berhasil.
7. Cabut infus secepat mungkin setelah tidak digunakan lagi atau jika score PIVAS 2.
8. Bagi pasien dewasa, kanul intravena harus diganti maksimal 48 jam dan pada anak-
anak setiap 72 jam setelah insersi untuk mencegah phlebitis tetapi jika akses vena sulit
& terbatas (seperti pada bayi & anak-anak atau lansia) penggantian lokasi tidak perlu
dilakukan. Namun harus dimonitor PIVAS secara ketat dan jika score 2 harus dicabut
segera.
50
9. Pada kondisi emergency, dimana kemungkinan teknik aseptic tidak diterapkan dengan
baik maka kanul intravena harus diganti secepat mungkin setelah kondisi pasien stabil
dan tidak lebih dari 48 jam.
10. Tidak dianjurkan untuk mengganti kanul intravena secara rutin pada pasien-pasien
dengan bakterimia atau fungemic jika yakin bahwa infeksi bukan berasal dari kanul.
6) Infus set dan cairan parenteral
1. Set infus, three way atau peralatan disposible lainnya harus diganti tiap 3 hari
sekali,atau bila dicurigai terinfeksi.
2. Blood set, dan infus set untuk pemberian lipid (yang dikombinasikan dengan asam
amino dan glucose atau terpisah) harus diganti setiap 24 jam dari awal pemakaian.
3. Usahakan pemberian lipid (parenteral nutrisi) maksimal habis dalam 24
jam/plabot/botol
4. Usahakan pemberian darah atau produk darah maksimal habis dalam 4 jam/kantong.
5. Pertahankan sistem tertutup,tidak melakukan tindakan melepas dan atau memasang
slang Infus ataupun stopper/plug setiap saat.
6. Bila slang infus atau stopper/plug dilepas dari IV kateter maka ganti dengan yang baru
bila akan dipasang ke pasien kembali.
7. Gunakan slang infus sesuai dengan jenis cairan parenteral yang diberikan kepada
pasien, Blood set infusion digunakan pada pasien yang akan mendapatkan transfusi
darah sedangkan untuk jenis cairan parenteral biasa gunakan set infusion .
8. Hindari penggunaan jarum pembebas udara yang tidak steril untuk botol infus tertentu
yang membutuhkan pembebas udara, sebaiknya gunakan infusion set yang memiliki
fasilitas pembebas udara.
7) Port injeksi
1. Port injeksi harus didisenfeksi dengan alcohol 70% sebelum dipergunakan.
2. Penutup port injeksi harus dalam keadaan tertutup
51
Tabel 1.1 PELARUTAN PADA PEMBERIAN OBAT IV
Sumber : Harrigan,C.A (1984).A cost-effective guide for prevention of chemical phlebitis caused by the
pH of pharmaceutical agents. Journal if Intravenous Nursing,7,478-482.
Tabel 2.1 PEMILIHAN UKURAN VENA DAN LOKASI SESUAI DENGAN APLIKASINYA
1.7 16 G1.7 Cephalica atas Transfusi cepat seluruh darah atau komponen
darah dalam situasi darurat
Antecubital
Median antebrachial
Median Cubital
Antecubital
52
Digital Pasien yang mendapat 2-3 liter cairan per hari
dan mendapat pengobatan sering lewat
1.0 20 G Metacarpal intravena yang dapat menyebabkan iritasi pada
Cephalica atas vena
Digital
Assesori cephalica
Median antebrachial
Median basilio
Median Cubital
Table.2.3 PEMILIHAN POSISI PEMASANGAN IV KATETER PADA VENA SUPERFICIAL PADA DORSUM
TANGAN
Ukuran IV
Vena Lokasi kanula Pertimbangan
Lateral dan dorsal untuk cairan isotonik tanpa tambahan obat lain
Digital
pada jari tangan karena resiko inflitrasi
Tabel 2.4 PEMILIHAN POSISI PEMASANGAN IV KATETER PADA VENA SUPERFICIAL LENGAN
53
mudah mengiritasi
Ulnar fiksasi
lengan bawah
Median bagian dalam 18-22 kanula Banyak terdapat syaraf dan harus dihindari
antebrachial
inflitrasi sering mudah terjadi
Radial dari
lengan;melewati
Median diatas 18-22 kanula tempat yang baik untuk IV Therapy
Cubital
arteri brachial
pada lokasi
antecubital
16-18
digunakan emergensi.Tepat tidk nyaman,sulit untuk difiksasi
pada dengan
Antecubital
midline bidai.Bila digunakan untuk emergency segera
catheters dan lepas
pheripherally
inserted selama 24 jam.
central
54
catheter
I. Definisi :
1. Staf atau tenaga kesehatan adalah :
Seseorang (seperti POS, Perawat, dokter, petugas laboratorium, phisiotherapis) yang bekerja
sebagai pemberi pelayanan kesehatan langsung kepada pasien (kontak dengan pasien , darah
dan cairan tubuh pasien) di Rumah Sakit Baptis Batu
2. Paparan adalah :
Suatu kondisi dimana staf mempunyai resiko terkena infeksi akibat kontak dengan darah atau
cairan tubuh pasien saat staf sedang bekerja sehingga memerlukan tindak lanjut untuk
profilaxis paska paparan ( jenis paparan yang beresiko terinfeksi misalnya adalah tertusuk atau
terpotong benda tajam, membran mucosa ata kulit yang terluka )
II. Tujuan :
1. Mengurangi terjadinya kecelakaan tertusuk jarum dan mencegah terjadinya
penularan penyakit.
5. Jika tangan terluka atau lecet, maka harus ditutup dengan plester kedap air dan kenakan
sarung tangan jika akan menangani darah/cairan tubuh.
6. Kenakan alat pelindung, jika melakukan tindakan dimana kemungkinan terpecik darah atau
cairan tubuh.
7. Tangani semua peralatan yang telah terkontaminasi oleh darah/cairan tubuh dengan baik
sesuai SOP.
8. Cucilah selalu tangan anda setiap selesai kontak dengan darah/cairan tubuh.
9. Selalu menggunakan sarung tangan saat anda melakukan tindakan yang kemungkinan
tersentuh dengan cairan tubuh seperti : pasang IV line, ukur urine,ganti balutan, dll.
2) Beritahu atasan langsung dan perawat pengendalian infeksi secepatnya diluar jam kerja
ditangani supervisor
3) Lengkapi formulir Laporan Kejadian Rumah Sakit ( lihat lampiran ).
2. Yang harus dilakukan oleh perawat pengendali infeksi/dokter poliklinik/Petugas yang ditunjuk :
1) Kaki luka (besar dan kedalaman luka,jenis dan jumlah cairan,bahan dan beratnya paparan
tersebut )
2) Catat apakah jarum atau benda tajam tersebut terlihat terkontaminasi darah atau cairan
tubuh.
3) Tentukan apakah darah yng terkena pada staf berasal dari pasien yang terinfeksi (status
Hepatitis B, Hepatitis C dan HIV) Jika Belum ada data tersebut, maka harus segera dilakukan
pemeriksaan atau nilai tingkat resiko dari sumber.
4) Lakukan tes (status Hepatitis B, Hepatitis C dan HIV) untuk staf yang mengalami kecelakaan :
a. HIV pada saat kejadian, kemudian 6 minggu, 3 bulan dan 6 bulan
b. Hepatitis C pada saat kejadian, kemudian 3 bulan dan 6 bulan
c. Hepatitis B pada saat kejadian, 3 bulan dan 6 bulan.
SUMBER (PASIEN)
STAF
Positif HIV Negatif HIV Tidak di test / tidak diketahui
HIV 1. Setelah kejadian Tidak ada Jika pasien beresiko tinggi untuk
Negatif diketahui dari pasien pengobatan. HIV, maka harus dikonsultasikan
HIV positif, staf harus Dokter penyakit dalam (internis).
segera dikonsulkan
kepada Dokter penyakit
dalam (internis).
2. Jika diperlukan dirujuk
ke RS yang mengani HIV.
3. Staf yang terkena wajib
melaporkan hasil dan
pengobatan yang
dilakukan oleh dokter
spesialis ke tim PPI
56
b. Penatalaksanaan Paska Paparan Hepatitis B
STAF Pengobatan / Tindakan
Sumber (pasien) Sumber (pasien) Sumber (pasien) tidak di test /
BHSAg Positif BHSAg Negatif tidak diketahui
Belum divaksin HBIG 2X dan Segera Berikan Segera berikan serial vaksin HB.
segera diberi serial serial vaksin HB.
vaksin HB
Pernah Tidak ada Tidak ada Tidak ada pengobatan
divaksin dan pengobatan pengobatan
diketahui
titernya cukup.
Pernah HBIG 2X dan Tidak ada Jika sumber (pasien) merupakan
divaksin tetapi segera diberi pengobatan orang yang mempunyai resiko
tidak 3 series vaksinasi ulang (*) tinggi, maka pengobatan seperti
dan diketahui (*).
titernya tidak
cukup.
Pernah HBIG 2X (**) Tidak ada Sumber merupakan orang yang
divaksin pengobatan resiko tinggi, maka pengobatan
lengkap 3 seperti (**)
series, tetapi
titernya tidak
cukup.
Pernah Tes anti HBs bagi Tidak ada Tes anti HBs bagi staf yang
divaksin tetapi staf yang terpapar: pengobatan terpapar :
respon Bila titer cukup, 1. Bila titer cukup, tak perlu
antibody tak perlu pangobatan.
belum pengobatan. 2. Bila titer tidak cukup berikan
diketahui Bila titer tidak vaksin booster dan cek
cukup berikan kembali titernya dalam
HBIG 1X dan waktu 1-2 bulan.
vaksin booster.
(**) Titer (antidody) yang sudah cukup berada pada level 10 ml U/mml, sama dengan 10 sample
ratio unit (RSU) dengan ratio-immuno-assay (RIA) atau positif dengan enzym-immuno assay (EIA).
Departemen of Human Services-Victoria. 1996.
57
c. Penatalaksanaan Paska Paparan Hepatitis C
SUMBER (PASIEN)
STAF
Anti HCV Positif Anti HCV Negatif Tidak ditest / Tidak diketahui
Anti HCV 1. Periksa anti HCV Tidak perlu Jika pasien beresiko tinggi untuk
Negatif dan LFT (Lifer pengobatan. Hepatitis C, maka dikonsultasikan
Function Test). kepada Dokter Spesialis Penyakit
2. Pemeriksaan Dalam.
lanjutan untuk
anti HCV dan LFT
3 dan 6 bulan
kemudian.
Referensi :
1. CDC Recommendation and report, Updated U.S. Public Health Service Guidelines for the
Management of Occupational Exposures to HBV, HCV and HIV and Recommendations for
Posttexposure Prophylaxis, 2001.
2. Infection Control Manual in Fremantle Hospital Australia, Needlestick injury and exposure to
blood and fluid, MIP 019, Reveiwed version 3 : 23/05/2002.
58
Lampiran 1
Penatalaksanaan Paska Paparan Hepatitis B
PENGOBATAN/TINDAKAN
Sumber
Sumber (pasien) umber (pasien) (pasien)
PETUGAS tidak ditest/ tidak
HBSAg Positif BSAg Negatif diketahui
divaksin ,
diketahui ada pengobatan ada pengobatan ada pengobatan
titernya cukup
Lampiran 2
Penatalaksanaan Paska Paparan HIV
SUMBER (PASIEN)
Positif k Ditest/tdk
ETUGAS HIV egatif HIV diketahui
Setel kejadia diketahui pasieada asien berisiko tinggi
egatif 1. ah n dari npengobatan untuk
HIVposit sta seger
if, f harus a HIV, maka harus
dikonsulkan kepada dikonsulkan ke
dokter SpPD dokter
spesialis penyakit
Jika dirujuk ke RS dalam
2. diperlukan yang (Internis) .
menangani pasien HIV
Petug waji melapork
3. as b an hasil
pengobatan/rekomendasi
dokter SpPD
ke IPCN
59
Lampiran 3
SUMBER
(PASIEN)
Anti HCV i HCV dk Ditest/Tdk
Positif Negatif diketahui
TUGAS
SUMBER (PASIEN)
HBSAg : HBSAg :
SARAN
IPCN
( ……………………….)
61
Lampiran 5
Papar
Pengisian form paparan oleh petugas yang tertusuk an
benda tajam infeksius darah
,
Tentukan resiko paparaan
cairan
tubuh
dan
jaring
Resiko paparan rendah Resiko paparan tinggi an
pada
Tentukan status pasien kulit
tidak
utuh
(kulit
HbSAg/HCV/HIV Positif HbSAg/HCV/HIV
yang
Negatif
pecah
-
Cek darah petugas
pecah
HbSAg/HCV/HIV
,
terkel
upas,
atau
mend
erita
derm
atitis)
Paparan benda tajam yang pernah kontak dengan darah/ jaringan/ cairan tubuh
pasien. Papar
an
2. Tidak ada resiko bend
a
Paparan darah, cairan tubuh dan jaringan pada kulit normal / utuh tajam
HbSAg + HCV + HIV + HbSAg - HCV - HIV -
HCV, LFT
3& 6 bln
kemudian
63
F. PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH SAKIT
I. LATAR BELAKANG
Sampah dari rumah sakit terdiri dari sampah terkontaminasi (secara potensial
berbahaya) atau sampah tidak terkontaminasi . Sekitar 85% sampah yang dihasilkan rumah
sakit adalah sampah tidak terkontaminasi yang tidak berbahaya bagi petugas yang
menangani dan 15% sampah yang terkontaminasi dapat membahayakan petugas yang
menangani ataupun terhadap lingkungan sekitar rumah sakit.
Sampah yang tidak terkontaminasi misalnya kertas, kotak, botol, wadah, plastik dan
makanan dapat dibuang di tempat pembuangan sampah umum ( CDC 1985, Rutala 1993)
Sampah terkontaminasi bila tidak dikelola dengan benar, dapat membawa mikroorganisme
dapat menular pada petugas yang kontak dengan sampah tersebut termasuk masyarakat
pada umumnya. Sampah terkontaminasi meliputi darah,nanah,urin,tinja dan cairan tubuh
lain serta bahan-bahan yang kontak dengan darah atau cairan tubuh.
II. DEFINISI
3. Insinerasi : Pembakaran sampah padat,cair atau gas mudah dibakar yang terkontrol
untuk menghasilkan gas atau sisa yang tidak atau tinggal sedikit mengandung bahan
bakar mudah dibakar. (Tietjen,2004) pembakaran yang aman untuk dibuang ke TPA
sampah.
5. Sampah Infeksius : Bagaian dari sampah medis yang dapat menyebabkan penyakit
infeksi
2. Kelompok B. Jarum suntik, ampul kaca, pisau bedah,jarum jahit dan benda-benda tajam
lainnya.
3. Kelompok C. Kultur mikrobiologi dan sampah-sampah dari bagian patologi yang beresiko
infeksius
4. Kelompok D. Sampah-sampah dari produk farmasi dan kimia lainnya.
5. Kelompok E. Feses,urine atau sekresi atau ekskresi tubuh lainnya yang belum termasuk
dalam kelompok A : underpad, stoma bags, kantong urine dan popok termasuk dalam
kelompok ini.
SAMPAH
PENAMPUNGAN
PENGANGKUTAN
PENGUMPULAN
IV. STÁNDAR
1. Petugas kesehatan dan petugas CSO (Cleaning Service Outsourcing) yang bekerja
dirumah sakit harus sudah mendapatkan pelatihan tentang manegemen sampah,serta
kebijakannya
65
2. Syarat tempat sampah : bahan tidak mudah berkarat, kedap air, tertutup, mudah
dibersihkan, mudah diangkat & dipindahkan.
3. Syarat kontainer benda tajam adalah antibocor dan aman.
4. Tempat sampah medik dan rumah tangga harus diletakkan dekat lokasi terjadinya
sampah dan mudah dicapai si pemakai.
V. KEBIJAKAN
1. PENAMPUNGAN
a. Sampah umum/rumah tangga
1) Buang sampah rumah tangga ditempat sampah dengan plastik warna hitam
3) Plastik sampah yang telah penuh dikumpulkan dalam tempat sampah besar
sebelum diangkut ketempat pembuangan akhir atau pemusnahan.
b. Sampah Medis
1) Buang darah atau cairan tubuh lainnya ke saluran air di ruang spoel hoek dan
gunakan APD untuk mencegah terkena percikan.
3) Buang kelompok B kedalam kontainer khusus (sharp container) yang anti bocor
dan benda tajam segera setelah dipergunakan.
4) Plastik sampah dan kontainer yang telah ¾ penuh dikumpulkan dalam tempat
sampah besar sebelum diangkut ketempat pembuangan akhir atau
pemusnahan.
2. PENGANGKUTAN
Pengangkutan sampah dimulai dari pengambilan sampah dari setiap ruangan sampai
dibawa ketempat pembuangan akhir di rumah sakit.
1) Petugas harus mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan sampah.
2) Petugas CS harus menggunakan APD saat mengambil sampah disetiap ruangan.
66
3) Trolley pengangkut sampah harus tertutup rapat dan anti bocor
5) Tempat sampah atau kontainer benda tajam yang telah terisi ¾ bagian harus
dibuang dan diganti dengan plastik atau kontainer yang baru.
1) Jenis sampah yang dikumpulkan sebelum diambil oleh TPA umum (Tempat
Pembuangan Akhir) adalah yang ditampung dalam kantong plastic warna hitam
2) Frekuensi pengambilan sampah sebanyak 2x/hari.
3) Petugas TPA harus menggunakan APD.
Tempat pengumpulan sampah harus dibersihkan menggunakan air dan detergen
setelah sampah diambil oleh petugas TPA
b. Pemusnahan ( Incenerator )
1) petugas pemeliharaan sarana rumah sakit pada pukul 14.00 – 15.30 ( Senin –
Sabtu Petugas yang menangani pemusnahan sampah medik harus menggunakan
APD ( Sepatu tebal, masker dan sarung tangan rumah tangga )
REFERENSI
Aylife et al. (2001). Third edition. Hospital Acquired Infection. London :Arnold
CDC (2003), Guidelines for environmental Infection Control in Health Care Facilities. Atlanta : U.S.
Departement of Health and Human services.
67
Tietjen Linda et.al (2004). Edisi pertama. Panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas pelayanan
kesehatan dengan sumber daya terbatas (terjemahan). Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
I. LATAR BELAKANG
Pada linen kotor banyak terdapat mikroorganisme, hanya sedikit resiko terjadi
kontaminasi silang selama proses pencucian linen. Infeksi yang mungkin sering
terjadi adalah yang berhubungan dengan pekerja, karena pekerja seringkali tidak
mempergunakan alat perlindungan diri seperti sarung tangan, apron pelastik ataupun
masker. Untuk mengurangi resiko terkontaminasi, semua petugas harus melaksanakan
pengendalian infeksi pada saat penanganan linen.
II. DEFINISI
1. Deterjen : bahan pembersih yang menghilangkan mikroba
Semua orang yang dalam bekerja selalu kontak dengan linen yang kotor atau terkontaminasi
akan mempunyai resiko terpapar darah atau cairan tubuh infeksius. Maka Kewaspadaan
baku (Standar precaution) harus diterapkan dalam bekerja untuk mencegah paparan.
68
1. Mengganti linen di kamar pasien
a. Sarung tangan harus digunakan ketika menangani linen yang kotor dan
terkontaminasi darah atau cairan tubuh pasien.
b. Saat mengganti linen tempat tidur pasien harus hati-hati tidak diperkenankan
membuat penyebaran mikroorganisme via aerosol.
c. Masukkan linen kotor ke dalam kantong plastic bening atau kantong yang tak
tembus air, dan dicatat jumlah dan jenisnya.
d. Benda-benda yang bukan linen (seperti sarung tangan, penutup infuse, tissue,
underpad dll) terutama benda tajam tidak diperkenankan dimasukkan kedalam
kantong linen kotor.
e. Linen kotor tidak diperkenankan dihitung ulang di ruang perawatan sebelum dikirim
ke Laundry
f. Linen kotor infeksius (salmonella, disentri, hep. A, B atau C, TB, HIV, MRSA, dan
penyakit infeksi lain yang telah didiagnosa oleh dokter yang merawat) atau linen
yang berasal dari ruang isolasi menggunakan kantong plastic berwarna kuning.
1) Petugas rawat inap harus meletakkan trolley linen kotor diruang yang jauh dari
pasien/kontaminan lain (dirty utility)
2) Petugas rawat jalan harus meletakkan wadah/tempat linen kotor didekat ruang
pemeriksaan atau ruang tindakan.
4) Saat mengirimkan linen kotor ke Laundry, isi kantong linen kotor tidak boleh
melebihi kapasistas. Hal ini untuk mencegah kecelakaan paparan terhadap
petugas laundry saat mengambil linen dari kantong.
5) Trolley linen kotor harus dalam keadaan tertutup dan bersih saat transportasi ke
laundry.
6) Petugas linen harus membawa linen kotor sesering mungkin untuk mencegah
kelebihan muatan trolley.
69
b. Petugas Laundry
2) Petugas Laundry akan mengambil kantong linen kotor di rawat inap dan rawat
jalan, pemilahan dan penghitungan linen dilakukan di laundry
4) Trolley untuk menampung linen kotor harus mempunyai bentuk atau warna
yang berbeda dengan trolley linen bersih.
6) Perhatikan linen kotor yang infeksius dan tangani dengan hati-hati secara
khusus.
d. Petugas Laundry akan mencuci pakaian tersebut dan dikembalikan kepada pemilik
atau penanggung jawab ruangan
b. Ruang Laundry harus mempunyai sarana cuci tangan (wastafel, sabun antiseptic, dan
handtowel) dan tersedia sarana perlindungan diri (seperti: sarung tangan disposable
non steril, apron dan masker)
c. Gunakan dan pelihara peralatan Laundry sesuai petunjuk dari pabrik.
d. Tidak diperkenankan meninggalkan linen basah pada mesin laundry semalaman.
70
e. Mesin cuci atau pengering tidak perlu didesinfeksi sepanjang kotoran yang tampak
dibersihkan sebelum melakukan pencucian atau pengeringan.
f. APD yang reusable harus dibersihkan dan didesinfeksi setelah pemakaian.
3. Proses Laundry
a. Linen kotor yang infeksius dimasukkan langsung ke dalam mesin cuci.
b. Proses pencucian menggunakan air panas ≥ 71°C dengan detergen selama ≥ 25 mnt
c. Ikuti petunjuk dari pabrik pada setiap proses pencucian dan pengeringan
d. Pilih kosentrasi bahan kimia yang sesuai pada pencucian dengan suhu rendah (<
71°C )
e. Pertahankan keutuhan dari matras atau bantal pada proses pencucian dan
pengeringan, jika terjadi kerusakan segera diperbaiki
Menyimpan
a. Simpan linen bersih pada area penyimpanan tertutup yang bersih
b. Gunakan penghalang fisik untuk memisahkan kamar melipat dan penyimpanan dari
area kotor
c. Rak harus bersih dan dalam kondisi terawat
Membawa
a. Linen bersih dan linen kotor harus dibawa terpisah
b. Trolley linen bersih dan kotor harus berbeda
c. Linen bersih harus dibungkus atau ditutupi selama dibawa untuk mencegah
kontaminasi .
d. Tidak diperkenankan membawa linen bersih dengan trolley linen kotor atau
menggunakan trolley terbuka atau dengan ditenteng sehingga bersentuhan dengan
pakaian pembawa
Tabel 1. Peralatan Perlindungan Diri yang harus digunakan saat pemrosesan linen.
71
Jenis APD Waktu penggunaan
Sarung tangan (lebih baik sarung Menangani larutan desinfektan
tangan rumah tangga) dan sepatu Mengumpulkan dan menangani linen kotor
tertutup yang melindungi kaki dari Memilih linen kotor (jika terpaksa)
kejatuhan benda tajam, terpecik Mencuci linen kotor dengan tangan
darah dan cairan tubuh. Memasukkan linen kotor kedalam mesin cuci
REFERENSI
Aylife et al. (2001). Third edition. Hospital Acquired Infection. London :Arnold
CDC (2003), Guidelines for environmental Infection Control in Health Care Facilities. Atlanta : U.S.
Departement of Health and Human services.
Tietjen Linda et.al (2004). Edisi pertama. Panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas pelayanan
kesehatan dengan sumber daya terbatas (terjemahan). Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
72
H. PEMBERSIHAN-DESINFEKSI LINGKUNGAN
I. LATAR BELAKANG
Penumpukkan debu, tanah atau kontaminasi mikroba lain pada permukaan secara
estetika tidak menyenangkan sekaligus merupakan merupakan sumber infeksi nosokomial.
Metode dan rencana pembersihan yang efektif dan efisien sangat penting untuk
mempertahankan lingkungan pelayanan kesehatan yang bersih dan sehat (chou (2002)
dalam Tietjen L (2004)). Pembersihan lingkungan merupakan framework dan basis untuk
semua praktek aseptic serta juga merupakan fase persiapan yang tidak boleh terlewatkan
(Gruendemann & Mangum, 2001).
Rumah sakit mempunyai ruangan-ruangan yang tergolong resiko rendah (seperti ruang
tunggu, kantor administrasi) dan resiko tinggi terinfeksi (seperti OK, dirty utility, toilet).
Pembersihan ruangan resiko rendah hanya menggunakan lap, sabun dan air, tetapi untuk
pembersihan ruangan resiko tinggi memerlukan desinfektan seperti chlorine 0,5%. Mc
Farland dkk (1989) yang dikutip dari Tietjen L (2004) menemukan bahwa ketika pasien-
pasien yang tidak mempunyai klostridium difisil masuk ruangan yang sebelumnya dipakai
oleh pasien dengan klostridium diffisil, resiko untuk pasien tersebut meningkat beberapa kali
walaupun staf dengan benar menggunakan kewaspadaan baku untuk mencegah kontaminasi
silang. Oleh karena itu penting bagi pemberi pelayanan kesehatan untuk menjaga kebersihan
lingkungan.
Rumah Sakit Baptis Batu yang merupakan pemberi pelayanan kesehatan bertaraf
internasional harus menjaga lingkungan agar tetap mendukung pelayanan kesehatan.
Beberapa pendapat pengunjung tentang kebersihan rumah sakit ini kurang , Oleh karena itu
pada bulan Okt s/d Nov 2011 telah dilakukan pengamatan terhadap tehnik membersihkan
area kamar pasien dan kamar mandi pasien dan pembersihan di area lainnya . Berdasarkan
hasil survey tehnik membersihkan yang dlakukan oleh petugas Cleaning service Rumah Sakit
Baptis Batu sebanyak 25% yang melakukan pembersihan dari area kurang kotor ke kotor
sedangkan 75% tehnik membersihkan dari kotor ke kurang kotor
73
II. DEFINISI
1. Cleaning : Suatu aktivitas untuk menghilangkan secara fisik microorganisme dan
material organik pada benda.
III. STANDAR
1. Petugas melakukan pembersihan-desinfeksi harus mempunyai kompetensi dan
sudah dilatih tentang pengendalian infeksi
2. Proses pembersihan dilakukan sebelum proses desinfeksi ruangan
3. Pembersihan mulai dari yang kurang kotor ke arah yang kotor
4. Metode pembersihan adalah mesin scrub basah dan kain lap basah (dust attracting mop
manual)
5. Peralatan pembersih (cleaning) harus disediakan dengan jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan
3) Cairan pembersih harus disiapkan ketika akan melakukan tugas (fresh cleaning)
dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan.
7) Penyimpanan peralatan cleaning harus dipisahkan antara yang bersih dan kotor serta
memperhatikan prinsip-prinsip pengendalian infeksi.
9) Buang cairan pembersih yang sudah tak digunakan di ruang spoel hook. Dilarang
membuangnya di wastafel untuk cuci tangan.
10) Peralatan cleaning harus dipindahkan segera dari area pasien setelah dipergunakan.
11) Lepaskan alat pelindung termasuk sarung tangan sebelum keluar dari kamar pasien.
12) Ganti sarung tangan sebelum melakukan prosedur lainnya atau kamar lainnya.
METODE CLEANING
30% meningkat
0 Vakum
20% menurun
75
* Dikutip dari Ayliffe (2001) : The Hospital Infection Research Laboratory, City Hospital,
Birmingham.
B
Tumpahan darah atau
p
cairan tubuh
B
Dinding, jendela, pintu, termasuk pegangan pintu
Ceilings
B
Kursi, lampu-lampu, meja Bersihkan dengan lap basah, detergen dan air setiap hari.
pasien, tempat tidur,
T
76
Wastafel, tempat cuci Bersihkan dengan sikat atau alat khusus dan cairan
pembersih desinfektan dan bilas dengan air bersih
minimal 2X sehari (atau sesering mungkin, jika
dibutuhkan).
Stetoskop dan Bersihkan dengan lap basah, detergen dan air setiap hari.
pengukur tekanan (oleh perawat)
darah
78
2. Cleaning ruang isolasi dan ruang khusus atau area berisiko tinggi
(ICU, OK, ISOLASI)
1) Perhatian tanda-tanda khusus pada papan daftar pasien, sebelum masuk ke kamar
pasien.
2) Peralatan cleaning:
a. Ikuti pedoman cleaning lingkungan
b. Mop, kain lap harus dipisahkan dari ruangan atau kamar lain, jika tidak
memungkinkan dekontaminasi atau kirim ke laundry sebagai linen infeksius
setelah satu kali pemakaian atau gunakan disposible.
c. Hindari menggunakan mesin untuk cleaning ruangan ini, jika tetap menggunakan
mesin maka sikat atau alat yang dipergunakan harus disterilisasi dengan desinfeksi
termal atau autoclave sebelum digunakan di tempat lain
d. Bagian luar dari mesin harus dibersihkan dengan lap yang telah direndam dengan
desinfektan seperti clhorine setelah digunakan.
3) Petugas CS harus melepaskan semua PPD sebelum keluar dari ruang isolasi dan ruang
khusus atau area berisiko tinggi.
V. DESINFEKSI
1. Setiap deterjen dan desinfektan yang dipergunakan untuk cleaning ruangan harus
diketahui komposisi dan dilakukan kultur mikrobiologis.
2. Pilih desinfektan memenuhi standar untuk rumah sakit (seperti chlorine/ sodium
hypochlorite)
4. Ikuti petunjuk pemeliharaan dan cleaning peralatan medik nonkritikal yang diberikan
oleh pabrik
5. Jika tak ada petunjuk dari pabrik, ikuti prosedur dibawah ini:
a. Bersihkan permukaan peralatan medik nonkritikal dengan detergen atau
desinfektan.
79
b. Tidak diperkenankan menggunakan alcohol untuk mendesinfeksi permukaan
benda yang luas atau besar
REFERENSI
1. CDC (2003). Guidelines for environmental Infection Control in Health Care Facilities. Atlanta :
U.S. Departement of Health and Human services.
2. Gruendemann & Mangum (2001). Infection Prevention in Surgical Setting. USA : W.B.
Saunders Company.
3. Tietjen Linda et.al (2004). Edisi pertama. Panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas
pelayanan kesehatan dengan sumber daya terbatas (terjemahan). Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
80
I. STERILISASI DAN DESINFEKSI
I. PENDAHULUAN
Cleaning, desinfeksi dan sterilisasi merupakan proses yang merusak (membunuh)
micro organisme yang terdapat pada alat-alat, permukaan lingkungan dan kulit. Dimana
proses tersebut tergantung dari risiko yang berkaitan dengan penggunaanya masing-
masing, target micro organismenya dan kemampuan untuk bertahan terhadap proses
dekontaminasi.
II. DEFINISI
1. Sterilisasi : Suatu proses fisikal dan kemikal yang menghilangkan dan membunuh
semua bentuk mikro organisme,termasuk bakteri endospora.
III. KEBIJAKAN
1. Sterilisasi
a. Panas
Digunakan untuk peralatan tahan panas :
0 Sterilisasi Steam seperti autoclave
0 Sterilisasi panas kering
(lihat lampiran 1)
81
b. Kemikal : Ethylene Oxide Sterilisasi
Digunakan untuk peralatan yang tidak tahan panas. Ikuti petunjuk dari pabrik
pembuatnya tentang Kelembaban,tekanan dan temperatur
2.. Disinfeksi
a. Panas
Pengenceran harus baru dan digunakan tidak lebih dari 24 jam. Presept
diencerkan sesuai dengan rekomendasi dari pabrik yang membuatnya,
bentuk tablet. (lihat lampiran 3)
0 Alkohol 70 % (ethanol atau isopropyl)
83
LAMPIRAN 1
170ºC 60 mnt
121ºC 12 jam
3. Penggunaan detergen dan disinfeksi yang tepat sesuai dengan ketentuan yang
berlaku
4. Prosedur sterilisasi dan didinfeksi dilakukan sesuai dengan katagorinya yaitu :
a. critical area
b. semi critical
c. non critical
5. Metoda pembersihan dan disinfeksi dilakukan sesuai dengan jenis alat /instrument
6. Penggunaan alat /instrument yang dapat diproses ulang dilakukan sesuai dengan
standar yang berlaku
10. Penyimpanan alat instrumen steril berjarak 19-24 cm dari lantai dan 43 cm dari
langit-langit serta 5 cm dari dinding
V. METODE STERILISASI
Klasifikasi peralatan Contoh peralatan Jenis penanganan Contoh jenis
penanganan
88
sodium hypochlorite.
Thermometer oral
atau rectal
Cairan desinfektan Ethyl or isopropyl
intermediet level alcohol (70%-90%)
(dipaparkan ke alat
selama 10 menit
Sodium hypoclorite
5,52 % 100ppm atau
chlorine sesuai
petunjuk pabrik)
Persiapan dan penggunaan desinfektan kimia untuk sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi
(High Level Desinfection /HLD)
Alat cukur Penggunaanya disposable. Alat cukur elektrik dengan mata pisau yang
dapat diganti, setelah dipergunakan harus dibersihkan dan dilap dengan
alkohol 70%. Simpan dalam keadaan kering.
Botol suction Kosongkan dan bersihkan di pan sanitiser kirim ke CSSD untuk dibersihkan
dan disterilkan di CSSD
Suction bungs Cuci dalam air sabun hangat dan bilas dengan air bersih setiap habis
dipergunakan.
Trolley Lap dengan cairan detergen, cuci menggunakan detergent bila terlihat
kotor. Bila terdapat percikan darah bersihkan dengan cairan presept
Circuit ventilator Circuit harus disterilisasi, dan frekuensi penggantiannya tidak boleh lebih
dari 48 jam. Tempatkan kembali humidifier.
Referensi :
The Association for Professional in Infection Control and Epidemiology (APIC), 1996. Disinfection
and Sterilization Principles. Washington, DC.
CDC- MMWR, 19 Desember 2003. Recommendation and reports: appendix C methods for
sterilizing and disinfecting patient-care items and environmental surfaces, Washington DC.
http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/rr5217a4.htm ᄃ
I. PENGERTIAN
Infeksi Nosokomial tidak hanya dijumpai pada pasien yang dirawat di area perawatan
tapi juga dapat ditemui di sarana pendukung yang terdapat di rumah sakit contohnya seperti
makanan yang dikonsumsi oleh pasien. Pasien yang dirawat di rumah sakit memiliki
kekebalan tubuh yang menurun dibandingkan dengan orang sehat oleh karena itu penularan
yang disebabkan oleh makanan yang tidak dikelola atau ditangani dengan benar dapat
mengakibatkan penyakit tambahan bagi pasien yang disebut juga infeksi nosokomial .
Dalam hal ini pengendalian infeksi di dapur rumah sakit juga harus diperhatikan.
Pedoman pengendalian infeksi membuat standar pencegahan berdasarkan hasil audit yang
telah dilakukan oleh Infection Control Nurse dan ditemukan bahwa masih banyak
kegiatan/aktivitas di dapur yang dilakukan oleh staf dapat mengakibatkan terjadinya
kontaminasi terhadap makanan. Untuk itu dibuat standar penerapan pengendalian infeksi di
dapur seperti yang tertulis dibawah ini
II. STANDAR
Makanan harus disiapakan dan disajikan dalam aturan yang benar
III. KEBERSIHAN
1. Cuci tangan
Fasilitas cuci tangan seperti wastafel harus tersedia di area pengolahan dan penyajian
makanan dan wastafel cuci tangan harus dibersihkan setiap waktu. Staf harus cuci
tangan pada saat :
Digunakan pada saat mengelola makanan dari bahan mentah sampai siap saji
alasannya untuk mencegah rambut atau ketombe rontok dan jatuh kedalam
makanan yang akan disajikan ke pasien. Penutup kepala dilepas setelah selesai
melakukan aktivitas pengolahan dan penyajian makanan. Penutup kepala dicuci
setiap kali digunakan.
b. Sarung tangan
Digunakan pada saat menyiapkan makanan siap santap dalam tempat makan pasien
dan pada saat membersihkan peralatan makan.
c. Apron
Dapur dibersihkan setiap selesai melakukan aktivitas memasak dan menyajikan makanan
secara rutin dilakukan 2x sehari. Pembersihan tidak boleh dilakukan pada saat ada
aktivitas mengelola atau menyiapkan makanan. Lantai dapur harus selalu dalam kondisi
kering dan bersih
Peralatan makan dicuci dengan sabun detergen dan didisenfeksi dengan air panas
dengan suhu 82°C sampai 88°C selama 1 menit. Peralatan dikeringkan dengan mesin
pengering ,jika menggunakan lap/kain untuk mengeringkan pastikan lap yersebut dalam
kondisi bersih dan kering. Peralatan yang sudah dibersihkan disimpan dalam keadaan
kering pada tempat yang tidak lembab,tertutup/terlindung dari pencemaran dan
gangguan binatang/serangga.
93
3. Meja persiapan makan mentah dan makanan matang/siap saji
Permukaan meja dibersihkan setiap kali tampak kotor dan basah. Meja persiapan
makanan mentah dan makanan Siap saji harus selalu dalam kondisi bersih dan kering .
4. Pest Control
Tempat penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam keadaan
bersih,terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dll.
Suhu penyimpanan makanan yang baik untuk mencegah pertumbuhan bakteri adalah pada
suhu dibawah 5°C atau 8°C dan diatas 63°C.
Makanan yang mudah membusukdisimpan dalam suhu panas > 56.5°C atau dalam suhu
dingin < 4°C.
Untuk makanan yang disajikan dalam 6 jam disimpan dalam suhu -5°C s/d -1°C.
Bahan makanan dan makanan jadi harus diperiksa secara phisik dan secara periodic
( sebulan sekali),diambil sampelnya untuk pemeriksaan laboratorium.
94
Makanan jadi dibawa dari dapur keruang perawatan pasien dengan menggunakan kereta
dorong khusus agar terhindar dari sumber pencemaran.
Makanan jadi yang sudah menginap tidak boleh disajikan kepada pasien.
Edukasi dilakukan terhadap seluruh staf dapur mengenai kebersihan dapur dan prinsip
pengendalian infeksi di unit dapur secara rutin yang dikoordinir oleh kepala instalasi, PPI dan
diklat
Penggunaan disposable peralatan makanan untuk pasien dengan penyakit menular atau
pasien isolasi tidak diperlukan . Alat makan dan peralatan mencuci disendirikan.
Hubungi Unit Pengendlian Infeksi bila diperlukan persyaratan khusus untuk pasien .
X. KESEHATAN STAFF
Untuk peneriman karyawan /staf dapur yang baru harus ditanyakan riwayat kesehatan bila
pernah terkena demam typhoid atau paratyphoid, diare yang terus menerus, bisul ,penyakit
kulit dan infeksi kulit lainnya.
Staf dapur terkena penyakit kulit,bisul,muntah ,diare pada saat bertugas segera lapor
kepada koordinator dapur dan berobat ke dokter perusahaan. Pemeriksaan fecal screening
rutin dilakukan terhadap staf setiap 1 tahun sekali.
95
Referensi :
2. Hospital-acquired Infection Principle and prevention Third Edition, GAJ AYLIFFE,JR BABB,
LYNDA J TAYLOR,2001
96
BAB III
PENUTUP
Pada hakekatnya, Upaya Pengendalian Infeksi Nosokomial di rumah sakit baru akan
terselenggara bila pimpinan dan staf rumah sakit yang terkait mempunyai motivasi dan
keinginan pengembangan serta penuh kesadaran dan tanggung jawab.
Dengan adanya buku pedoman di setiap unit perawatan pasien dan unit penunjang
diharapkan Upaya pengendalian Infeksi akan berhasil dan dampak yang dihasilkan adalah mutu
pelayanan rumah sakit akan meningkat.
97