Anda di halaman 1dari 19

I.

Resep 2
dr. Hendra SP,Pd
SIP: 30/SP/2004
Alamat praktek
Jl.merpati kota kendari
Kendari,25 november 2005
R/ bismut sub salisilat 500 mg no.xx
S 2 dd 1 tab
Omeprazole 20 mg No. x
S 2 dd 1 tab
Tetrasiklin 500 mg No. xx
S 3 dd 1 tab
Ampisillin 500 mg No. xx
S 3 dd 1 tab

Pro: Tn. Handi prasetya (45 tahun)


II. Menggali Riwayat Pasien

No. Kriteria Keterangan


1 Data Pasien Nama : Tn. Handi
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Alamat : -
No. HP : -
BB/TB : -
Pekerjaaan : -
Kondisi
Penyakit
2 yang pernah Penyakit
Riwayat diderita : Keluhan sekarang : Sakit kepala, sakit perut, mual.
pasien

Data Laboratorium : Luka pada duodenum dan +Bakteri


H.Pylori.

Diagnosis dokter Diagnosis dokter :

3 Riwayat Penyakit Maag


terdahulu

4 Riwayat Antasida dan Ranitidin


Pengobatan

5 Riwayat Alergi Tetrasiklin

6 Riwayat penyakit Ayahnya mengidap peyakit yang sama


keluarga
III. Skrining Resep
Bagian kelengkapan Ada Tdk keterangan
resep ada
Inscription Nama dokter √ - dr. hendra Sp.Pd
SIP √ - SIP: 30/sp/2004
Alamat dokter √ - Jl. Merpati kota kendari
No. tlp - √ (tidak tertera)
Tempat dan tgl penulisan √ - Kendari 25, November
resep 2005
praescriptio Nama dan jumlah obat √ - Bismuth sub salisilat no.xx
Omeprazole no.x
Tetrasiklin no. xx
Ampisillim no. xx
Bentuk sediaan √ - Bismuth sub salisilat (tab)
Omeprazole (tab)
Tetrasiklin(tab)
Ampisillim (tab)
Signature Nama pasien √ - Tn. Handi prasetya
Jenis kelamin √ - Laki-laki
Umur pasien √ - 45 tahun
Alamat pasien - √ (tidak tertera)
Aturan pakai √ - Bismuth sub salisilat S 2 dd
1 tab
Omeprazole S 3 dd 1 tab
Tetrasiklin S 3 dd 1 tab
Ampisillim S 3 dd 1 tab
subscriptio Paraf dokter - √ (tidak tertera)

IV. Teori Tentang Penyakit


Tukak peptikum atau ulkus peptikumum merupakan keadaan dimana
kontinuitas mukosa lambung terputus dan meluas sampai di bawah epitel.
Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi,
walaupun sering kali dianggap juga sebagai ulkus(Fry, 2005). Menurut definisi,
ulkus peptikum dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang terkena
getah asam lambung, yaitu esophagus, lambung, duodenum, jejunum,dan setelah
tindakan gastroenterostomi. Ulkus peptikum diklasifikasikan atas ulkus akut dan
ulkus kronik, hal tersebut menggambarkan tingkat tingkat kerusakan pada
lapisan mukosa yang terlibat( Aziz, 2008).
Walaupun aktivitas percernaan peptik oleh getah lambung merupakan
etiologi yang penting, terdapat bukti bahwa ini hanya merupakan salah satu dari
banyak factor yang berperan dalam pathogenesis ulkus peptikum (lewis,2000).
Oleh karena banyaknya persamaan serta perbedaan dalam konsep keperawatan
antara ulkus lambung dan ulkus duodenum, maka pada proses keperawatan ini
akan dibahass bersamaan agar memudahkan dalam asuhan keperawatan ( Pearce,
2006).

V. Patofisiologi Penyakit
1. Penyebab Umum
Penyebab umum dari userasi peptikum adalah ketidakseimbangan
antara kecepatan sekresi dan lambung dan derajat perlindungan yang
diberikan oleh sawar mukosa gastroduodenal dan netralisasi asam lambung
oleh cairan duodenum. Semua daerah yang secara normal terpapar oleh
cairan lambung dipasok dengan baik oleh kelenjar mukus, antara lain
kelenjar ulkus campuran pada esophagus bawah dan meliputi sel mukus
penutup pada mukosa lambung: sel mukus pada leher kelenjar lambung;
kelenjar pilorik profunda (menyekresi sebagian besar mukus): dan akhirnya
kelenjar Brunner pada duodenum bagian atas yang menyekresi mukus yang
sangat alkali (Guyton, 1996).
Sebagian tambahan terhadap perlindungan mukus dari mukosa,
duodenum dilindungi oleh sifat alkali dari sekresi usus halus, terutama adalah
sekresi pancreas yang mengandung sebagian besar natrium bikarbonat,
berfungsi menetralisir asam klorida cairan lambung sehingga menginaktifkan
pepsin untuk mencegah pencernaan mukosa. Sebagai tambahan, ion-ion
bikarbonat disediakan dalam jumlah besar oleh sekresi kelenjar Brunner yang
terletak pada beberapa inci pertama dinding duodenum dan didalam empedu
yang berasal dari hati (Lewis,2000). Akhirnya, dua mekanisme kontrol
umpan balik memastikan bahwa netralisasi cairan lambung ini sudah
sempurna, meliputi hal-hal sebagai berikut :
1) Jika asam yang berlebihan memasuki duodenum, secara refleks
mekanisme ini menghambat sekresi dan peristaltic lambung baik secara
persarafan maupun secara hormonal sehingga menurunkan kecepatan
pengosongan lambung.
2) Adanya asam pada usus halus memicu pelepasan sekretin pada mukosa
usus, kemudian melalui darah menuju pancreas untuk menimbulkan
sekresi yang cepat dari cairan pancreas- yang mengandung natrium
bikarbonat berkonsentrasi tinggi - sehingga tersedia natrium bikarbonat
untuk menetralisir asam.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ulkus peptikum dapat
disebabkan oleh salah-satu dari dua judul (10 sekresi asam dan pepsin yang
berlebihan oleh mukosa lambung, atau (2) berkurangnya kemampuan sawar
mukosa gastroduodenalisn untuk berlindung dari sifat pencernaan dari
kompleks asam –pepsin.
2. Penyebab khusus
1) Infeksi bakteri H. pylori
Dalam lima tahun terakhir, ditemukan paling sedikit 75% pasien
ulkus peptikum menderita infeksi kronis pada bagian akhir mukosa
lambung, dan bagian mukosa duodenumoleh bakteri H.pylori. Sekali
pasien terinfeksi, maka infeksi dapat berlangsung seumur hidup kecuali
bila kuman diberantas dengan obat anti bacterial. Lebih lanjut lagi,
bakteri dapat melakukan penetrasi sawar mukosa lambung, baik dengan
kemampuanya sendiri untuk menembus sawar maupun dengan
melepaskan enzin-enzim pencernaan yang mencairkan sawar. Akibatnya,
cairan asam kuat pencernaan yang disekresi oleh lambung dapat
berpenetrasi kedalam jaringan epithelium dan dapat mencernakan epitel,
bahkan juga jaringan-jaringan di sekitarnya. Keadaan ini dapat menuju
pada kondisi ulkus peptikum (Sibernagl, 2007).
2) Peningkatan sekresi asam
Pada kebanyakan pasien yang menderita ulkus peptikum dibagian
awal duodenum, jumlah sekresi asam lambung lebih banyak dari normal,
bahkan sering dua kali lipat dari normal. Walaupun setengah dari
peningkatan asam ini mungkin disebabkan oleh infeksi bakteri,
percobaan pada hewan ditambah bukti adanya perangsangan berlebihan
sekresi asam lambung oleh saraf pada manusia yang menderita
ulkuspeptikum mengarah kepada sekresi cairan yang berlebihan (Guyton,
1996).
3) Konsumsi obat-obatan.
Obat-obat seperti OAINS/obat anti-inflamasi, nonsteroid- seperti
Indometasin, Ibupropen, Asam Salisilat- mempunyai efek penghambatan
siklo-oksigenase sehingga menghambat sintesis prostaglandin dari asam
arakhidonat secara sistemik- termasuk pada epitel lambung dan
duodenum. Pada sisi lain, hal ini juga menurunkan sekresi HCO3
sehingga memperlemah perlindungan mukosa(Sibernagl, 2007). Efek lain
dari obat ini adalah merusak mukosa local melalui difusi non-ionik ke
dalam sel mukosa. Obat ini juga berdampak terhadap agregasi trombosit
sehingga akan meningkatkan bahaya pendarahan ulkus (Kee, 1995).
4) Stress fisik yang disebabkan oleh syok, luka bakar, sepsis, trauma,
pembedahan, gagal napas, gagal ginjal, dan kerusakan susunan syaraf
pusat (Lewis, 20000. Bila kondisi stress ini berlanjut, maka kerusakan
epitel akan meluas dan kondisi ulkus peptikum menjadi lebih parah.
VI. Manifestasi Klinik
Secara umum pasien tukak gaster biasanya mengeluh dispesia.
Dispesia adalah suatu sindroma klinik / kumpulan keluhan, beberapa penyakit
saluran cerna seperti, mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa/terapan,
rasa terbakar, rasa penuh ulu hati dan cepat merasa kenyang. Dispesia secara
klinis dibagi atas : 1) Dispesia akibat gangguan motilitas, 2). Dispesia akibat
tukak: 3). Dispesia akibat refluks 4). Dispesia tidak spesifik.
Pasien tukak peptic memberikan ciri ciri keluhan seperti nyeri ulu hati,
rasa tidak nyaman/discomfort, disertai muntah. Pada tukak duodeni rasa sakit
timbul waktu pasien merasa lapar, rasa sakit bisa membangunkan pasien tengah
malam, rasa sakit hilang setelah pasien makan dan minu obat antasida ( Hunger
pain Food Relief = HPFR). Rasa sakit tukak gaster yang timbul setelah makan,
berbeda dengan tukak duodeni yang merasa enak setelah makan, rasa sakit
gaster sebelah kiri dan rasa sakit tukak gaster sebelah kanan, garis tengah perut.
Rasa sakit bermula pada satu titik ( pointing sign) akhirnya difus bisa menjalar
ke punggung. Ini kemungkinan disebabkan penyakit bertambah berat atau
mengalami komplikasi berupa penetrasi tukak ke organ pancreas.

VII. Manajemen Terapi


A. Terapi Non Farmakologi
1. Diet
Tujuan diet untuk pasien ulkus peptikum adalah untuk
menghindari sekresi asam yang berlebihan dan hipermotilitas saluran
gastrointestinal dengan menghindari makanan yang sifatnya
meningkatkan sekresi asam lambung. Pasien dianjurkan untuk makan
apa saja yang disukainya.Selain itu untuk menetralisir asam dengan
makan tiga kali sehari makanan biasa.
2. Berhenti Merokok
Pasien dianjurkan untuk berhenti merokok karena penelitian
terbaru menunjukkan bahwa merokok terus menerus dapat menghambat
secara bermakna perbaikan ulkus.
3. Penurunan Stress dan Istirahat
Penurunan stress lingkungan adalah tugas sulit yang memerlukan
intervensi fisik dan mental pada pihak pasien dan bantuan serta
kerjasama anggota keluarga. Stress dapat meningkatkan sekresi asam
lambung oleh karena itu intervensi penurunan stress perlu dilakukan
dengan melibatkan anggota keluarganya.
B. Terapi Farmakologi
Obat-obat saluran cerna digolongkan menjadi 8 yaitu ;
1. Agen antimikroba
Terapi optimal untuk pasien dengan penyakit ulkus peptikum
(baik ulkus duodenum maupun gaster) yang terinfeksi dengan H.pylori
memerlukan antimikroba. Untuk memastikan infeksi H.pylori biopsy
endoskopik mukosa lambung atau beragam metode noninvasive
digunakan, termasuk uji serologis dan uji napasurea (urea breath tests).
Eradikasi H.pylori menghasilkan penyembuhan cepat ulkus peptikum
yang aktif dan menurunkan angka rekurensi (kurang dari 15%
disbandingkan 60-100% pertahun untuk pasien yang awalnya ulkus
disembuhkan dengan terapi antisekresi). Kesuksesan eradikasi H.pylori
(80-90%) mungkin melalui beragam kombinasi obat antimikroba. Saat
ini, entah terapi kombinasi tiga obat, yang terdiri dari PPI dengan
metronidazole atau amoxicillin ditambah clarithromycin, atau terapi
kaudrupel, bismuth subsalicylate dan metronidazole ditambah
tetracycline dan suatu PPI, diberikan selama 2 minggu. Pengobatan ini
biasanya menghasilkan angka eradikasi sebesar 90% atau lebih. Gram
bismuth tidak menetralisasi asam lambung, tetapi obat ini menghambat
pepsin dan meningkatkan sekresi mucus sehingga membantu
pembentukan sawar terhadap difusi asam dalam ulkus. Terapi dengan
obat antimikroba tunggal kurang efektif (angka eradikasi 20-40%),
mengakibatkan resistensi antimikroba dan jelas tidak direkomendasikan,
penggantian antibiotika juga tidak direkomendasikan (jangan mengganti
amoxicillin dengan ampicillin atau erythromycin atau doxycycline
dengan tetracycline). Karena suatu sensasi mirip nyeri ulu hati tidak
diakibatkan infeksi H.pylori dan tidak merespons dengan terapi
antibiotik.
2. Regulasi sekresi asam lambung
Sekresi asam lambungoleh sel-sel parietal mukosa lambung
dirangsang oleh asetilkolin, histamine, dan gastrin. Pegikatan asetikolin,
histamine, dan gastrin yang diperantarai reseptor mengakibatkan
pengaktifan protein kinase, yang selanjutnya merangsang pompa proton
H+/K+-adenison trifosfate (ATPase) untuk menyekresikan ion hydrogen
sebagai penggantian K+ memasuki lumer gaster. Kanal Cl- bergabung
dengan aliran keluar klorida untuk melepaskan H+. Sebaliknya,
pengikatan reseptor perostaglandin E2 menghambat enzim ini. Gastrin
dan asetikolin bekerja dengan cara menginduksi peningkatan kadar
kalsium intraseluler.
3. Antagonis reseptor H2
Meskipun antagonis reseptor histamine H2 menghambat kerja
histamine pada semua reseptor histamine H2, kegunaan klinis utama
agen ini adalah untuk menghambat sekresi asam lambung, terutama
efektif melawan sekresi asam lambung nocturnal. Dengan
penghambatan ikatan histamine kepada reseptor H2 secara kompetitif,
agen-agen ini menurunkan konsentrasi adenosine monofosfat siklik
intraseluler dan dengan demikian, sekresi asam lambung. Empat obat
yang digunakan di Amerika Serikat yaitu cimetidine, ranitidine,
famotidine, dan nizatidine, berguna untuk menghambat secara poten
(lebih dari 90%) sekresi basal, yang distimulasi dan sekresi asam
lambung pada malam hari (nocturnal) setelah pemberian dosis tunggal.
4. Penghambat pompa proton H+/K+-ATPase
System enzim H+/K+-ATPase (pompa proton) sel parietal
sehingga menekan sekresi ion hydrogen menuju lumen gaster. Pompa
proton terikat membrane merupakan langkah terakhir dalam sekresi
asam lambung.
5. Prostaglandin
Prostaglandin E2dihasilkan oleh mukosa lambung, menghambat
sekresi HCl, dan merangsang sekresi mukus dan bikarbonat (efek
sitoprotektif). Defisiensi prostaglandin dianggap terlibat dalam
pathogenesis ulkus peptikum.
6. Agen-agen antimuskarinik (agen antikolinergik)
Reseptor muskarinik merangsang peningkatan motilitas saluran
cerna dan aktivitas sekrotorik. Antagonis kolinergik, seperti
dicyclomine, dapat digunakan sebagai tambahan dalam penatalaksanaan
penyakitulkus peptikum dan sindrom Zollinger-Ellison, terutama pada
pasien yang refrakter terhadap terapi standar. Namun, efek sampingnya
yang banyak (misalnya aritmia jantung, mulut kering, konstipasi, dan
retensi urine) telah membatasi penggunaannya.
7. Antasida
Antasida merupakan basa lemah yang bereaksi dengan asam
lambung untuk membentuk air dan garam sehingga menurunkan
keasaman lambung. Karena pepsin tidak aktif pada pH lebih besar dari
4, antasida juga menurunkan aktivitas pepsin.
VIII. Tabel DRP ( Drug Related Problem )

DRP
No Keterangan Solusi
(Drug Related Problem)
1 Ada obat tidak indikasi Tidak ada -
2 Ada indikasi tidak ada obat Tidak ada -
3 Pemilihan obat yang tidak Ada Tertrasiklin,ampisillin dan bismuth sub
tepat salisilat diganti dengan metronidazole 500
mg
4 Gagal terapi obat Ada Ranitidine dan anatasida diganti dengan
omeprazole 20 mg 2 x sehari.
Tertrasiklin,ampisillin dan bismuth sub
salisilat diganti dengan metronidazole 500
mg
5 Dosis subterapeutik Tidak ada -
6 Overdosis atau dosis toksik ada Omeprazole 3 kali sehari diganti menjadi 2
kali sehari
7 Reaksi efek samping obat Tidak ada -
8 Interaksi obat Tidak ada -

IX. Analisis Metode SOAP


1. Subjektif (gejala yang dirasakan pasien)
- Sakit kepala
- Sakit perut
- Mual
2. Objektif (Data laboratorium)
- Luka pada duodenum
- + bakteri H.Pylori
3. Assessment
Assessment yang di berikan bahwa pasien mengalami penyakit tukak peptik
4. Planning (Rekomendasi terapi)
- Omeprazole 20 mg 2 kali sehari
Indikasi: tukak lambung dan tukak duodenum, tukak lambung dan
duodenum yang terkait dengan AINS, lesi lambung dan duodenum,
regimen eradikasi H. pylori pada tukak peptik, refluks esofagitis,
Sindrom Zollinger Ellison.
Efek Samping: juga dilaporkan paraesthesia, vertigo, alopesia,
ginekomastia, impotensi, stomatitis, ensefalopati pada penyakit hati
yang parah, hiponatremia, bingung (sementara), agitasi dan halusinasi
pada sakit yang berat, gangguan penglihatan dilaporkan pada pemberian
injeksi dosis tinggi.
Dosis: tukak lambung dan tukak duodenum (termasuk yang komplikasi
terapi AINS), 20 mg satu kali sehari selama 4 minggu pada tukak
duodenum atau 8 minggu pada tukak lambung; pada kasus yang berat
atau kambuh tingkatkan menjadi 40 mg sehari; pemeliharaan untuk
tukak duodenum yang kambuh, 20 mg sehari; pencegahan kambuh
tukak duodenum, 10 mg sehari dan tingkatkan sampai 20 mg sehari bila
gejala muncul kembali.
Kontraindikasi: Obat omeprazol tidak boleh digunakan pada pasien
yang diketahui mempunyai riwayat hipersensitif terhadap komponen
omperazole. Jika Anda memiliki riwayat alergi, baik terhadap obat atau
makanan tertentu, maka sebaiknya beri tahu dokter sebelum Anda
mengonsumsi obat ini (ISO,VOL.47, 2012-2013)
- Metronidazol 500 mg (2 kali sehari)
Indikasi: Uretritis dan vaginitis karena Trichomonas vaginalis,
amoebiasis intestinal dan hepar, pencegahan infeksi anaerob pasca
operasi, giardiasis karena Giardia lambliasis.
Kontraindikasi: Hipersensitivitas, kehamilan trimester pertama.
Efek Samping: anafilaksis. Sangat jarang: agranulositosis, neutropenia,
trombositopenia, pansitopenia, gangguan psikotik termasuk
kebingungan dan halusinasi.
Dosis: Oral: dosis awal 800 mg, kemudian 400 mg tiap 8 jam atau 500
mg tiap 8 jam,Rektal: 1 gram tiap 8 jam selama 3 hari, kemudian 1 gram
tiap 12 jam, Infus intravena: 500 mg tiap 8 jam dengan kecepatan 5
ml/menit, Anak, untuk semua cara pemberian, 7,5 mg/kg bb tiap 8 jam,
Profilaksis infeksi anaerob terutama setelah operasi.
- Kloritromisin 500 mg (4 kali sehari)
Indikasi: sebagai alternatif untuk pasien yang alergi penisilin untuk
pengobatan enteritis kampilobakter, pneumonia, penyakit Legionaire,
sifilis, uretritis non gonokokus, prostatitis kronik, akne vulgaris, dan
profilaksis difetri dan pertusis.
Kontraindikasi: penyakit hati (garam estolat)
Efek Samping: mual, muntah, nyeri perut, diare; urtikaria, ruam dan
reaksi alergi lainnya; gangguan pendengaran yang reversibel pernah
dilaporkan setelah pemberian dosis besar; ikterus kolestatik dan
gangguan jantung (aritmia dan nyeri dada).
Dosis: oral: DEWASA dan ANAK di atas 8 tahun, 250-500 mg tiap 6
jam atau 0,5-1 g tiap 12 jam (lihat keterangan di atas); pada infeksi berat
dapat dinaikkan sampai 4 g/hari. ANAK sampai 2 tahun, 125 mg tiap 6
jam; 2-8 tahun 250 mg tiap 6 jam. Untuk infeksi berat dosis dapat
digandakan.
X. Informasi Obat Untuk Pasien
No. Informasi yang disampaikan pasien Uraian
1. Nama dan indikasi obat 1. Omeprazole 20 mg,
Indikasi: tukak lambung
2. Metronidazole 500 mg,
Indikasi: bakteri anaerob dan
infeksi H.pylori
3. Kloritromisin 500 mg,
Indikasi: terapi tambahan
untuk eradikasi H.pylori
padaa tukak lambung
2. Cara pemakaian obat 1. Omeprazole 20 mg,
(Sebelum makan 2x1)
2. Metronidazole 500 mg
2x1 (setelah makan)
3. Kloritromisin 500 mg
(Sebelum makan) 4x1
3. Apa yang dilakukan jika lupa minum Minumlah obat tersebut selagi
ingat lanjutkan minum obat
obat
selanjutnya sesuai jadwal
normal
4. Lama terapi Pada saat gejala muncul maka
minum obat, apabila gejala
hilang maka hentikan
pemakaian
5. Apa yang harus diperhatikan saat - aturan pakai
minum obat - (waktu)pagi, siang, malam
- sebelum dan sesudah makan
6. Tindakan apa yang dilakukan jika Hentikan pemakaian obat dan
terjadi respon yang tidak di inginkan segera hubungi dokter
7. - Interaksi obat dengan obat - Tidak ada
- interaksi obat dengan makanan -Omeprazole tidak boleh
dikonsumsi dengan alcohol
karena dapat meningkatkan efek
samping
8. Cara penyimpanan obat Dari ketiga obat ini paling baik
disimpan pada suhu 15-30°, dan
jauhkan dari jangkauan anak
anak
9. Kapan harus di ulang dan kapan harus - Di ulang ketika gejala muncul
dihentikan - dihentikan ketika gejala hilang
XI. Pembahasan
Pada prktikum kali ini, kami membahas mengenai dispensing obat dan
analisis studi kasus farmakoterapi system gastrointestinal.
Tujuan dari praktikum kali ini yaitu agarmahasiswa mampu memberikan
dispensing dan memberikan assessment pada pasien berdasarkan resep yang
dilihat.
Dari metode DRP dan SOAP yang telah dilakukan pasien mengalami
tukak peptic. Dimana tukak peptic adalah gangguan tukak pada saluran
pencernaan bagian atas yang pembentukannya memerlukan asam dan pepsin.
Tiga bentuk umum dari tukak termasuk adalah ulser yang disebabkan oleh
bakteri H.pylori, obat anti inflamasi non steroid dan kerusakan mukosa yang
berhubungan dengan stress (sukandar, 2008).
Metode analisis yang kami gunakan yaitu metode analisis SOAP dan
DRP. Dimana S merupakan gejala yang dirasakan pasien. Adapun gejala dari
tukak peptik ialah kembung, mual, muntah, positif bakteri H.Pylori, anoreksia,
turun berat badan, dan sindrom dispeptik seperti rasa panas dalam perut
(sukandar, 2008). Dan yang dirasakan pasien ialah mual sakit kepala, sakit perut.
O merupakan objektif yang merupakan data laboratorium yang mendukung dan
pada resep ini dan berdasarkan table DRP metode DRP pada pasien terdapat luka
pada duodenum dan positif bakteri H.pylori. A adalah assessment assessment
adalah untuk menyimpulkan data dan informasi untuk membuat keputusan
penyakit apa yang dialami oleh pasien, dan assessment yang diberikan adalah
pasien mengalami tukak peptik dilihat dari gejala dan data laboratorium yang
mendukung. Adapun riwayat dari pasien yaitu maag selama 5 tahun, riwayat
pengobatan pernah menggunakan ranitidine dan antasida, riwayat alergi pasien
adalah alergi terhadap obat amoxicillin dan riwayat penyakit keluarga ayahnya
mengalami penyakit yang sama. P adalah planing (rekomendasi terapi), adapun
rekomendasi terapi yang diberikan adalah:
1. Omeprazole 20 mg, dengan ndikasi tukak lambung, penggunaan 2x1 sebelum
makan (IONI, 2008), Efek Samping: juga dilaporkan paraesthesia, vertigo,
alopesia, ginekomastia, impotensi, stomatitis, ensefalopati pada penyakit hati
yang parah, hiponatremia, bingung (sementara), agitasi dan halusinasi pada
sakit yang berat, gangguan penglihatan dilaporkan pada pemberian injeksi
dosis tinggi. Dosis: tukak lambung dan tukak duodenum (termasuk yang
komplikasi terapi AINS), 20 mg satu kali sehari selama 4 minggu pada tukak
duodenum atau 8 minggu pada tukak lambung; pada kasus yang berat atau
kambuh tingkatkan menjadi 40 mg sehari; pemeliharaan untuk tukak
duodenum yang kambuh, 20 mg sehari; pencegahan kambuh tukak
duodenum, 10 mg sehari dan tingkatkan sampai 20 mg sehari bila gejala
muncul kembali. Peringatan: Harap berhati-hati menggunakan omeprazole
jika menderita penyakit hati, penyakit jantung, mempunyai kadar kalsium
tubuh yang rendah atau gangguan tulang. Konsultasikan dengan dokter
sebelum mengonsumsi omeprazole jika mengalami kesulitan menelan,
penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas, mual, dan perih, Jika terjadi
alergi atau overdosis, segera hubungi dokter. Kontraindikasi: Obat
omeprazol tidak boleh digunakan pada pasien yang diketahui mempunyai
riwayat hipersensitif terhadap komponen omperazole. Jika Anda memiliki
riwayat alergi, baik terhadap obat atau makanan tertentu, maka sebaiknya
beri tahu dokter sebelum Anda mengonsumsi obat ini.
2. Metronidazol 500 mg (2 kali sehari)
Indikasi: Uretritis dan vaginitis karena Trichomonas vaginalis, amoebiasis
intestinal dan hepar, pencegahan infeksi anaerob pasca operasi, giardiasis
karena Giardia lambliasis. Peringatan: Reaksi seperti disulfiram, kram perut,
mual, muntah, sakit kepala dan muka memerah bila diberikan bersama
konsumsi alkohol; gangguan fungsi hati dan hepatic encephalopathy;
kehamilan, menyusui (hindari penggunaan dosis besar. Kontraindikasi:
Hipersensitivitas, kehamilan trimester pertama. Efek Samping: Jarang:
anafilaksis. Sangat jarang: agranulositosis, neutropenia, trombositopenia,
pansitopenia, gangguan psikotik termasuk kebingungan dan halusinasi,
ensefalopati. Dosis: Oral: dosis awal 800 mg, kemudian 400 mg tiap 8 jam
atau 500 mg tiap 8 jam,Rektal: 1 gram tiap 8 jam selama 3 hari, kemudian 1
gram tiap 12 jam, Infus intravena: 500 mg tiap 8 jam dengan kecepatan 5
ml/menit.
3. Kloritromisin 500 mg (4 kali sehari)
Indikasi: sebagai alternatif untuk pasien yang alergi penisilin untuk
pengobatan enteritis kampilobakter, pneumonia, penyakit Legionaire, sifilis,
uretritis non gonokokus, prostatitis kronik, akne vulgaris, dan profilaksis
difetri dan pertusis. Peringatan: gangguan fungsi hati dan porfiria ginjal,
perpanjangan interval QT (pernah dilaporkan takikardi ventrikuler); porfiria;
kehamilan. Kontraindikasi: penyakit hati (garam estolat) Efek Samping:
mual, muntah, nyeri perut, diare; urtikaria, ruam dan reaksi alergi lainnya;
gangguan pendengaran yang reversibel pernah dilaporkan setelah pemberian
dosis besar; ikterus kolestatik dan gangguan jantung (aritmia dan nyeri dada).
Dosis: oral: DEWASA dan ANAK di atas 8 tahun, 250-500 mg tiap 6 jam
atau 0,5-1 g tiap 12 jam (lihat keterangan di atas); pada infeksi berat dapat
dinaikkan sampai 4 g/hari. ANAK sampai 2 tahun, 125 mg tiap 6 jam; 2-8
tahun 250 mg tiap 6 jam.
XII. Kesimpulan
Dari metode analisis SOAP dan DRP yang telah dilakukan pasien
mengalami tukak peptik. Dengan gejala yang di alami mual, sakit kepala, sakit
perut dan data laboratorium terdapat luka pada duodenum dan positif bakteri
H.pylori dan rekomendasi terapi yang diberikan yaitu menggunakan obat
omeprazole, 20 mg 2x1 sebelum makan untuk tukak lambung dan
duodenumnya serta lesi pada duodenumnya dan metronidazole 500 mg 1x1
sebelum makan untuk bakeri H.pylorinya serta kloritromisin 500 mg 4x1
sebelum makan untuk terapi tambahan untuk eradukasi bakteri H.Pylori pada
tukak duodenum.
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Aziz, H. (2008). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Edisi 2. Jakarta:


Salemba Medika.

BPOM, 2008, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia, Jakarta.

Ganiswara, G.S., 1995,Farmakologi dan Terapi,Edisi Keempat, Balai Penerbit.


FKUI, Jakarta.

Grace, Pierce & Neil Borley. 2005. At a glance ilmu bedah edisi ketiga.Jakarta
:Erlangga

Sukandar.(2014). ISO Informasi Spesialite Obat Indonesia volume 48. Jakarta:


Penerbit PT.ISFI. Halaman 100.

Mutaqqin, Arif dan Kumala sari. 2011. Gangguan gastrointestinal Aplikasi Asuhan
keperawatan medikal bedah. Jakarta :Salemba Medika.

Pearce, E. (2006). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia.


Pustaka Utama.

Sukandar, E. Y. 2008. ISO. Farmakoterapi. PT. ISFI Penerbitan: Jakarta.

W. Sutoyo, Aru. 2006. Ilmu penyakit dalam jilid 1 edisi keempat. Jakarta
:Kedokteran indonesia

Anda mungkin juga menyukai