Positron Emission Tomography
Positron Emission Tomography
A. PENDAHULUAN
Positron Emission Tomography (PET) Scan merupakan salah satu modalitas
kedokteran nuklir, yang untuk pertama kali dikenalkan oleh Brownell dan Sweet pada
tahun 1953. Prototipenya telah dibuat pada sekitar tahun 1952, sedangkan alatnya
pertama kali dikembangkan di Massachusetts General Hospital, Boston pada tahun 1970.
Positron yang merupakan inti kinerja PET pertama kali diperkenalkan oleh PAM Dirac
pada akhir tahun 1920-an. PET adalah metode visualisasi metabolisme tubuh
menggunakan radioisotop pemancar positron. Oleh karena itu, citra (image) yang
diperoleh adalah citra yang menggambarkan fungsi organ tubuh. Fungsi utama PET
adalah mengetahui kejadian di tingkat sel yang tidak didapatkan dengan alat pencitraan
konvensional lainnya. Kelainan fungsi atau metabolisme di dalam tubuh dapat diketahui
dengan metode pencitraan (imaging) ini. Hal ini berbeda dengan metode visualisasi
tubuh yang lain seperti foto rontgen, computed tomography (CT), magnetic resonance
imaging (MRI) dan single photon emission computerized tomography (SPECT).
CT Scan dan MRI hanya mampu mendeteksi kanker terbatas pada aspek anatomi
tubuh. Misalnya, CT Scan dan MRI hanya mampu mendekteksi kanker di payudara,
kepala, hati, dan sejumlah titik tubuh lainnya. Sedangkan mekanisme kerja organ tubuh
yang disebut metabolisme tubuh tidak dapat dipantau oleh CT Scan atau MRI.
Sedangkan pada PET-Scan, aspek anatomi dan metabolik sekaligus masuk radar deteksi
alat canggih ini. Dimana pun atau kemana pun kanker merambat PET-Scan dapat
mendeteksinya. Bahkan kemampuan deteksi alat ini mencakup semua aspek penting
tentang kanker seperti jenis, tingkat keganasan (stadium), lokasi, serta cara rambat
penyakit mematikan ini.
PET dapat pula digunakan pula untuk menganalisa hasil penanganan kanker yang
telah dilakukan. Setelah penanganan kanker melalui operasi perlu dilakukan pemeriksaan
apakah masih ada sisa sisa kanker yang tersisa. Untuk keperluan ini, PET merupakan
metode yang paling tepat, karena pada kondisi ini keberadaan kanker sulit dilihat secara
fisik. Yang diperlukan adalah melihat keberadaan metabolisme sel kanker. Selain itu,
PET dapat pula digunakan untuk melihat kemajuan pengobatan kanker baik dengan
chemotherapy maupun radiotherapy. Kemajuan hasil pengobatan kanker dapat diketahui
dari perubahan metabolisme di samping perubahan secara fisik. Untuk keperluan ini,
kombinasi PET dan CT memberikan informasi yang sangat berharga untuk menentukan
tingkat efektivitas pengobatan yang telah dilakukan.
Sinyal dari setiap output PMT dikonversi menjadi tegangan dan amplitudo oleh
low noise amplitudo (LNA). Sinyal yang dihasilkan oleh PMT berupa sinyal pulsa yang
lambat. Kekuatan sinyal dari setiap PMT ditentukan dengan mengintegrasikan sinyalnya
menjadi pulsa. Setelah LNA, sistem ini menggunakan variabel-gain amplifier (VGA)
untuk mengkompensasi variabilitas sensitivitas dari PMTS.
Output dari VGA dilewatkan melalui lowpass filter, offset kompensasi, dan
kemudian dikonversi menjadi sinyal digital dengan bit 10 sampai 12-bit analog-ke-digital
(converter ADC sampling) dengan 50Msps untuk menilai 100Msps.
Sinyal-sinyal dari beberapa PMTS harus dijumlahkan, oleh karena itu gabungan
sinyal masukan berupa ultra-high-speed. Sebuah DAC menghasilkan tegangan referensi
komparator untuk mengkompensasi offset DC. Akurasi yang sangat tinggi diperlukan
untuk menghasilkan sinyal output komparator dengan waktu yang berkecepatan tinggi.
Sinyal output dari DAC kemudian masuk ke bagian processing unit untuk dikirim ke
image processing.
Dari hasil pendeteksian, dilakukan image reconstruction untuk mendapatkan
gambaran sebaran glukosa di dalam tubuh. Perangkat kamera PET biasanya telah
dilengkapi dengan program untuk keperluan ini, sehingga hasil image reconstruction
dapat diperoleh dengan mudah.
Kamera PET
Kamera PET memiliki kejernihan citra yang lebih baik dibandingkan kamera
gamma yang secara umum digunakan pada kedokteran nuklir. Hal ini dikarenakan
pendeteksiannya didasarkan pada coincidence detection.
Ketika positron dilepaskan dari fluor-18, partikel ini akan segera bergabung
dengan elektron dan terjadilah anihilasi. Dari anihilasi ini dihasilkan radiasi gelombang
elektromagnetik dengan energi sebesar 511 V dengan arah berlawanan (180o). Adanya
dua buah proton yang dilepaskan secara bersamaan ini memungkinkannya dilakukan
coincidence detection. Pada coincidence detection ini, sinyal yang ditangkap oleh
detektor akan diolah jika dua buah sinyal diperoleh secara bersamaan. Jika hanya satu
buah sinyal yang ditangkap, maka sinyal tersebut dianggap sebagai pengotor. Oleh
karenanya, hampir seluruh sinyal pengotor dapat dieliminasi dengan cara ini.