Anda di halaman 1dari 37

BAB III

DASAR TEORI PERENCANAAN FASILITAS PRODUKSI

3.1. Komposisi Fluida Reservoir Gas


Komposisi gas alam yang tersusun dari ikatan-ikatan atom C, dapat ditinjau
dari jumlah serta kandungan senyawa-senyawa lain yang menyertainya. Maka
komposisi gas alam dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu: ditinjau dari senyawa
molekul karbon, kandungan senyawa lain serta kondensat.

3.1.1. Komposisi Kimia Gas Hidrokarbon


Gas alam dapat terjadi dalam keadaan sendiri, atau terdapat bersama-sama
dengan minyak. Gas ini terutama terdiri dari anggota-anggota yang mudah
menguap dari golongan yang terdiri dari satu sampai empat atom karbon tiap
molekul, akan tetapi dapat dimengerti, bahwa sejumlah kecil dari hidrokarbon
dengan berat molekul yang lebih tinggi juga terdapat gas. Disamping gas
hidrokarbon, gas ini juga mengandung unsur-unsur lain dalam jumlah yang
berbeda, seperti CO2, N2, H2S, He, dan uap air. Kebanyakan gas terdiri atas metana
dan prosentasenya mencapai 98 % dari gas tersebut. Oleh karena itu gas dapat
digolongkan menjadi :

A. Sweet Gas
Sweet gas adalah gas alam yang tidak mengandung hidrogen sulfida (H2S),
tetapi dapat mengandung nitrogen (N2), karbondioksida (CO2) atau kedua-duanya.
Kandungan ini harus kita ketahui besarnya prosentasenya karena akan
mempengaruhi besarnya harga Z.

B. Sour Gas
Sour gas adalah gas alam yang mengandung hidrogen sulfida (H2S) dalam
jumlah yang besar dan karena adanya H2S ini maka sour gas tersebut bersifat
korosif. Selain itu H2S juga akan mempengaruhi besarnya harga Z.

14
15

C. Wet Gas
Wet gas adalah gas bumi yang mengandung hidrokarbon yang lebih berat
dalam jumlah yang cukup banyak dan mudah dipisahkan dalam bentuk cairan.
Cairan yang dihasilkan dari gas basah disebut kondensat, sedangkan gas yang
diperoleh disebut gas kondensat atau gas alam. Baik saat awal maupun akhir
produksi, biasanya di dalam reservoir fluida dalam keadaan fasa gas. Adapun ciri-
ciri gas basah antara lain:
1. Temperatur krikondenterm diagram fasanya lebih kecil dari temperature
reservoir.
2. Fluida dari separator terdiri atas 10 % mol cairan, dan 90 % mol fasa gas.
0
3. Cairan dari separator mempunyai gravity > 50 API dan biasanya jernih
seperti air.
4. GOR produksi dapat mencapai 100 000 SCF/STB atau kurang.
Diagram fasa gas basah (wet gas) dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1
Diagram Fasa Gas Basah
(Beggs, Dale. H.;”Gas Production Operation”,1984)
D. Dry Gas
Gas kering terutama terdiri dari metana dan sedikit mengandung etana serta
kemungkinan propane. Adapun ciri-ciri dari dry gas antara lain:
1. Temperatur kritis dan temperatur krikondenterm fluida relatif sangat
rendah, sehingga biasanya berharga jauh di bawah temperature
reservoirnya.
16

2. Sedikit sekali atau hampir dapat dikatakan tidak ada cairan yang diperoleh
dari separator produksi permukaan.
3. GOR produksi biasanya lebih dari 100 000 SCF/STB.
Diagram fasa gas kering (dry gas) dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2.
Diagram Fasa Gas Kering
(Beggs, Dale. H.;”Gas Production Operation”,1984)

3.1.2. Komposisi Kimia Gas Non Hidrokarbon


Zat hetero-atom adalah hidrokarbon yang juga mengandung berbagai
macam atom lainnya (non-hidrokarbon) seperti S, O, dan N.
A. Senyawa Belerang
Senyawa belerang sangat diperhatikan dalam dunia migas, biasanya
terdapat dalam jumlah lebih banyak di dalam fraksi molekuler yang lebih tinggi.
Kadarnya dapat mencapai 5 sampai 40 % senyawa belerang, disamping yang
terdapat dalam resin dan aspalten.
Senyawa seperti H2S, Mercaptans, Alkyl Sulfide, Tiofen, Sulfon, Asam
Sulfonat, Sulfoksil, dan lain sebagainya banyak juga dijumpai di dalam minyak dan
gas bumi. H2S merupakan gas gas tak berwarna yang mempunyai titik didih -59.6
0
C dan berbau tidak enak. H2S merupakan gas beracun dan keberadaannya cukup
merugikan dalam industri perminyakan karena dapat menimbulkan kerusakan pada
peralatan refinery, seperti karat misalnya. H2S dipisahkan dari gas alam dengan
menggunakan ethanolamines. Gas alam yang mengandung konsentrasi belerang
17

biasa disebut Sour Gas dan yang tidak ada kandungan belerangnya biasa disebut
dengan Sweet Gas.

B. Senyawa Oksigen
Migas juga dapat memiliki senyawa oksida sampai 2% dalam bentuk asam
fenol. Biasanya terdapat dalam residu atau derivate tinggi. Beberapa jumlah kecil
fenol didapatkan dalam kerosin dan minyak solar. Migas dari formasi paling muda
biasanya mengandung asam yang paling tinggi. Asal asam ini tidak begitu banyak
diketahui, ada yang menyatakan bahwa zat tersebut merupakan sebagian dari
gugusan asam yang ada sebelumnya, sebelum berdegenerasi menjadi minyak.

C. Senyawa Nitrogen
Banyak terdapat dalam residu atau molekul berat dan sebagian terdapat
dalam benzene dan asphaltene. Kadar nitrogen bervariasi antara 0.01 sampai 0.02
% dan kadang-kadang dapat mencapai 0.65 %, misalnya dari lapangan minyak
Willmington, California, yang senyawa nitrogennya bisa melebihi 10 %. Senyawa
nitrogen yang terdapat dalam proses destilasi terutama adalah homolog piridin
dalam jangkauan C6–C10, quinolin dalam jangkauan C10–C17, dan turunan yang
berhidrogen dan juga senyawa carbozol, indol, dan pyrol. Asal nitrogen ini adalah
biogenic, misalnya dari protein dan pigmen.

3.2. Sifat Fisik Gas


Gas merupakan suatu fluida dengan densitas dan viskositas rendah, yang
tidak memiliki volume tertentu melainkan berusaha mengisi penuh segala ruang
dimana gas itu terdapat. Tidak ada suatu komposisi atau campuran yang dapat
sebagai referensi sebagai gas alam, karena masing – masing aliran gas yang
terproduksi dari tiap – tiap sumur memiliki komposisi sendiri, meskipun dari
reservoir yang sama dan komposisinya dapat berubah terhadap waktu bila
cairannya mengembun (condense) di reservoir karena deplesi. Untuk itu analisa
sumur juga harus selalu dilakukan secara periodic. Berdasarkan jenisnya gas dapat
dibedakan menjadi dua yaitu :
18

a. Gas Ideal
Gas ideal didefinisikan sebagai suatu gas yang mana bila volumenya
dikurangi setengahnya makan akan bertambah dua kali lipat, dan tekanannya akan
naik dua kali lipat, dimana volumenya dijaga konstan, jika temperaturnya dinaikkan
dua kali lipat. Secara umum persamaannya dapat dituliskan sebagai :
P1VI P 2V 2
 .......................................................................................(3-1)
T1 T2
Dimana P1, V1, dan T1 adalah tekanan, volume dan temperatur pada kondisi
1, P2, V2 dan T2 adalah tekanan, volume dan temperature pada keadaan 2 atau
keadaan standart, sehingga persamaan tersebut dapat pula dinyatakan dalam bentuk
lain, dan dapat diperoleh dengan mengingat bahwa n molekul gas pada 60°F, 14.7
psia menempati ruang 379.4 x n cuft.
PV 14.7 x379.4 xn
 .............................................................................(3-2)
T (60  459.7)
PV  10.732nT .....................................................................................(3-3)
Konstanta 10.372 tersebut disebut konstanta gas yang diberi symbol R, dan
bentuk umum persamaan gas ideal dapat ditulis sebagai berikut :
PV  nZRT ...........................................................................................(3-4)
Keterangan :
P = Tekanan, psia
V = Volume, cuft
T = Temperatur, °F
n = Jumlah mol gas yang besarnya m/M, lb-mole
m = Berat Gas, lb
M = Berat molekul gas, mole
R = Konstanta gas = 10.732 psia cuft/lb-mole°R
Persamaan – persamaan yang digunakan dalam gas ideal merupakan hasil
kombinasi dari Boyle’s Law, Charles’ Law dan Avogadro’s Law.
b. Gas Nyata
Gas nyata merupakan gas yang tidak mengikuti hukum – hukum gas ideal.
Gas nyata, seperti gas alam bilamana volumenya dikompresi setengah dari volume
19

semula, tekanannya akan berkurang dari semula, yaitu gasnya terlihat lebih
kompresible dari gas ideal.
Angka yang menunjukkan penyimpangan gas dari kelakuan gas ideal sering
kali disebut dengan faktor kompresibilitas atau deviation factor diberi simbol Z.
Gas deviation faktor dapat didefinisikan sebagai perbandingan volume sebenarnya
ditempati oleh gas pada suatu temperature dan tekanan tertentu terhadap apa yang
ditempati bila ideal. secara umum persamaan gas nyata dapat dituliskan sebagai
berikut :
PV  nZRT ...........................................................................................(3-5)
Dalam kenyataannya gas ideal merupakan gas yang sulit ditemui sehingga
dalam perhitungan – perhitungan gas selanjutnya, harga Z harus ditentukan.

3.2.1. Viskositas Gas


Viskositas gas atau yang biasa diekspresikan dalam satuan centipoise (cp)
dengan naiknya temperatur pada tekanan rendah, viskositas gas (µg) akan
meningkat, karena energi kinetik molekul gas akan meningkat dengan temperatur,
kebalikannya apabila naiknya tekanan pada temperatur yang tetap, maka viskositas
gas akan naik karena jumlah molekul gas per unit volume fluida menjadi naik
dengan meningkatnya tekanan.
Menentukan Viskositas Gas Yang Sudah Diketahui Spesifik Gravity :
Apabila spesifik gravity sudah diketahui, maka viskositas gas dapat dihitung
dengan prosedur sebagai berikut :
1. Berdasarkan Ma atau SG gas campuran, tentukan viskositas gas pada
tekanan atmosfer (µg1) pada Gambar 3.3.
2. Berdasarkan harga Ppr dan Tpr, tentukan viskositas ratio (µg/µg1) dengan
grafik pada Gambar 3.4.
3. Viskositas gas pada tekanan dan temperatur yang diminta, dapat dihitung
dengan µg = µg1 x µg/µg1
20

Gambar 3.3.
Viskositas Hidrokarbon Gas pada 1atm sebagai fungsi berbagai berat
Molekul dan Gravity Gas Pada Berbagai Tekanan
(Beggs, Dale. H.;”Gas Production Operation”,1984)
21

Gambar 3.4.
Hubungan Viskositas Ratio dengan Ppr dan Tpr
(Beggs, Dale. H.;”Gas Production Operation”,1984)

3.2.2. Faktor Kompresibilitas Gas


Faktor kompresibilitas gas atau faktor deviasi (z) didefinisikan sebagai
perbandingan antara volume aktual yang ditempati suatu massa gas pada tekanan
dan temperatur tertentu terhadap volume idealnya pada kondisi yang sama,
sehingga :
Vactual
Z= atau Vactual = Zideal ..............................................................(3-6)
Videal
Z disebut juga sebagai daya mampat yang merupakan besaran empiric yang
ditentukan dengan eksperimen. Untuk gas ideal Z berharga 1 sedang untuk gas
nyata Z dapat berharga lebih kecil atau lebih besar dari 1 juga dapat berharga 1,
tergantung dari tekanan dan suhu yang mempengaruhinya.
Pada temperatur dan tekanan tereduksi yang sama semua gas mempunyai
harga faktor kompresibilitas yang sama. Jadi besarnya faktor kompresibilitas dapat
ditentukan dengan memperoleh harga temperatur dan tekanan tereduksi dari gas
tersebut. Sedang temperatur dan tekanan tereduksi didefinisikan sebagai :
22

T
Tr = .................................................................................................(3-7)
Tc
P
Pr = ..................................................................................................(3-8)
Pc
Keterangan :
Tr = Temperatur tereduksi, tak berdimensi
T = Temperatur sistim, °R
Tc = Temperatur kritis, °R
Pr = Tekanan tereduksi, tak berdimensi
P = Tekanan sistim, psia
Pc = Tekanan kritis, psia
Untuk mencari faktor kompresibilitas dari campuran gas nyata digunakan
konsep “Pseudo Critical Pressure” (Ppc) dan “Pseudo Critical Temperatur” (Tpc).
Persamaannya sebagai berikut :
Tpc  170.5  307g ..............................................................................(3-9)
Ppc  709.6  58.7g ..........................................................................(3-10)
Harga temperatur Pseudo Reducer (Tpr) dan tekanan Pseudo reducer (Ppr)
dapat dicari dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
T
Tpr  ...........................................................................................(3-11)
Tpc
P
Ppr  ...........................................................................................(3-12)
Ppc
Pada gas alam sering terdapat gas non-hidrokarbon atau sering disebut zat
pengotor (impurities) seperti Nitrogen (N2), Karbon dioksida (CO2) dan Hidrogen
Sulfida (H2S). Keberadaan zat pengotor tersebut akan mempengaruhi harga faktor
kompresibilitas, untuk itu perlu dilakukan koreksi untuk Ppc dan Tpc.
Metode Koreksi Ppc dan Tpc akibat Zat Pengotor ( Metode Wichert-Aziz)
Tpc'  Tpc   ......................................................................................(3-13)

PpcTpc'
Ppc'  ........................................................................(3-14)
Tpc  B(1  B)
23

Keterangan :
Ppc’ = Koreksi Tekanan Pseudo-kritikal, °R
Tpc’ = Koreksi Temperatur Pseudo-critical, psia
ɛ = 120(A0.9 – A1.6) + (B0.5 – B4.0)
B = Fraksi H2S
A = Penjumlahan Fraksi H2S dan CO2 yang terdapat dalam campuran
gas.
Harga Temperatur pseudo reducer (Tpr) dan Tekanan pseudo reducer (Ppr)
dapat dicari dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
T
Tpr  ............................................................................................(3-15)
Tpc'
P
Ppr  ..........................................................................................(3-16)
Ppc'
Setelah harga dari pseudo reduced temperatur (Tpr) dan pseudo reduced
pressure (Ppr) diperoleh, maka faktor kompresibilitas dapat dicari dari grafik pada
Gambar 3.5.

3.2.3. Faktor Volume Formasi Gas


Faktor volume formasi gas (Bg) didefinisikan sebagai volume dalam barrel
pada kondisi reservoir yang ditempati oleh satu standard cubic feet (SCF) gas. Hal
ini dapat dinyatakan sebagai perbandingan antara volume yang ditempati oleh gas
pada kondisi reservoir dengan sejumlah gas yang sama pada kondisi standart
(14.7psi, 60°F). Jadi bentuk matematisnya adalah :
Vres
Bg  ............................................................................................(3-17)
Vsc
Keterangan :
Bg = Faktor Volume Formasi Gas cuft/SCF
Vres = Volume Gas Pada Kondisi Reservoir, cuft
Vsc = Volume Gas Pada Kondisi Standart, SCF
Volume n mol gas pada kondisi standar, adalah :
24

Z sc nRT sc
Vsc  ......................................................................................(3-18)
Psc
Sedangkan volume n mol gas pada kondisi reservoir adalah :
Z r nRT r
Vr  ........................................................................................(3-19)
Pr
Subtitusikan Persamaan (3-17) dan (3-18) ke dalam Persamaan (3-19), maka akan
diperoleh harga Bg, yaitu :
Zr Tr  cu . ft 
Bg  0.02829   .............................................................(3-20)
Pr  scf 

Zr Tr  bbl 
Bg  0.00504   .................................................................(3-21)
Pr  scf 
Keterangan :
Psc = Tekanan pada kondisi standar, psia ( =14.7psia)
Pr = Tekanan pada kondisi reservoir, psi
Tsc = Temperatur pada kondisi standar, °R ( = 520 °R)
Tr = Temperatur pada kondisi reservoir, °R
Zsc = Faktor kompresibilitas gas pada kondisi standar ( = 1)
Zr = Faktor kompresibilitas gas pada kondisi reservoir

3.2.4. Densitas Gas


Densitas didefinisikan sebagai massa tiap satuan volume dan dalam hal ini
massa dapat diganti oleh berat gas (m). Sesuai dengan persamaan gas ideal, maka
rumus densitas untuk gas ideal adalah :
m PM
g  ........................................................................................(3-22)
V RT
Keterangan :
m = Berat gas, lb
V = Volume gas, cuft
M = Berat molekul gas, lb/lb mole
P = Tekanan reservoir, psia
R = Konstanta gas = 10.732 psia cuft/lbmole °R
25

Rumus diatas hanya berlaku untuk gas berkomponen tunggal. Sedangkan


untuk gas campuran digunakan rumus sebagai berikut :
PM a
g  ..........................................................................................(3-23)
zRT
Keterangan :
Z = Faktor kompresibilitas gas
Ma = Berat molekul tampak = ∑ yi Mi
yi = Fraksi mol komponen ke-i dalam suatu campuran gas
Mi = Berat molekul untuk komponen ke-i dalam suatu campuran gas

3.2.5. Spesifik Gravity Gas


Spesifik graviy gas didefinisikan sebagai perbandingan antara densitas gas
dengan udara pada kondisi temperatur dan tekanan yang sama dapat diturunkan
sebagai berikut :
g
g  ..........................................................................................(3-24)
 udara
Jika Persamaan (3-24) diasumsikan berupa gas ideal maka persamaan spesifik
gravity dapat diturunkan sebagai berikut :
MgP
Mg M
 g  RT   g ..............................................................(3-25)
MudaraP M udara 29
RT
Dimana Mudara merupakan berat molekul tampak dari udara, sedangkan bila untuk
gas campuran Persamaan (3-25) menjadi :
Ma Ma
g   ................................................................................(3-26)
Mudara 29
26

Gambar 3.5.
Faktor Kompresibilitas Gas Alam ( Natural Gas )
(Beggs, Dale. H.;”Gas Production Operation”,1984)
27

3.3. Gas Deliverability


Pada pertama kalinya pengujian untuk menentukan kemampuan sumur gas
untuk berproduksi dilakukan dengan cara membuka sumur dan menghubungkan
sumur dengan tekanan atmosphere, dan harga AOF diukur langsung dengan
menggunakan impact pressure gauge yang dipasang dipermukaan. Penyajian
dengan cara ini hanya efektif untuk digunakan pada sumur yang dangkal,
sedangkan sumur gas yang dalam dengan ukuran tubing yang kecil akan
memberikan hasil yang tidak akurat. Pembukaan sumur yang relatif lama akan
menyebabkan pemborosan gas secara sia-sia, selain dapat menimbulkan kerusakan
pada formasi serta dapat menimbulkan bahaya lain yang tidak diinginkan.
Berdasarkan alasan diatas, maka mulai dikembangkan metoda uji deliverability
yang lebih modern dengan menggunakan laju aliran yang sesuai dan dapat
dikontrol, diantaranya yakni Back Pressure, Isochronal dan Modified Isochronal.
Uji deliverability adalah merupakan suatu uji sumur yang umum digunakan untuk
menentukan produktivitas sumur gas. Uji ini terdiri dari tiga atau lebih aliran
dengan laju alir, tekanan dan data lain yang dicatat sebagai fungsi dari waktu.
Indikator produktivitas yang diperoleh dari uji ini adalah absolute open flow
potential (AOFP), yang didefinisikan sebagai kemempuan suatu sumur gas untuk
memperoduksi gas ke permukaan dengan laju alir maksimum pada tekanan alir
dasar sumur sebesar tekanan atmosphere (± 14,7 psia). Pada masa awal dari tes
penentuan dari deliverability ini sudah dikenal persamaan empiris yang selaras
dengan hasil pengamatan. Persamaan ini menyatakan hubungan antara qsc terhadap
P2 pada kondisi aliran yang stabil (ERCB, 1979b).
qsc = C(PR2 - Pwf2)................................................................................(3-27)
Keterangan :
qsc = Laju aliran gas, Mscf/d.
C = Koefisien performance yang menggambarkan posisi kurva
deliverability yang stabil
n = Bilangan eksponen, merupakan inverse slope dari garis kurva
deliverability yang stabil dan mencerminkan derajat pengaruh faktor
inersia-turbulensi terhadap aliran, umumnya berharga antara 0.5 – 1.
28

PR = Tekanan rata-rata reservoir, psia


Pwf = Tekanan alir dasar sumur, psia
Harga n ini mencerminkan derajat pengaruh faktor inersia turbulensi atas
aliran. Untuk aliran yang laminer akan memberikan harga n sama dengan 1, dan
bila faktor inersia- turbulensi berperan dalam aliran maka n < 1 (dibatasi sampai
harga paling kecil sama dengan 0,5). Pembuatan grafik dengan sistem koordinat log
– log akan menghasilkan hubungan yang linier.
log qsc = log C + n log P2.................................................................(3-28)
p2 = (PR2 - Pwf2) ...............................................................................(3-29)
Harga C dapat dilihat/dicari yaitu berdasarkan titik perpotongan grafik dan
satuannya dapat dinyatakan dalam :
q sc  setabil MM SCF / hari
C
P 
=
R
2
 Pwf2 n
 psia 2 n

Harga n diperoleh dari sudut kemiringan grafik dengan sumbu tegak (p2).
Satuan ukuran lainnya digunakan dalam analisa “deliverability” adalah “absolut
open flow potensial” (AOF). Besar potensial ini diperoleh, bila kedalam Persamaan
(3-29) dimasukkan harga pwf sama dengan nol.
AOF = C (PR2)n .................................................................................(3-30)

3.3.1. Modified Isochronal


Tes ini dikembangkan oleh Katz tahun (1959), yang menyatakan bahwa
penutupan tidak perlu mencapai tekanan stabil (PR), serta selang waktu penutupan
dan selang waktu aliran sumur dibuat sama sama besar, hal ini sesuai untuk
reservoir yang mempunyai permeabilitas kecil karena tekanan rata-ratanya PR lama
dicapai. Sesuai dengan prinsip dasar diatas, tes ini terdiri dari beberapa laju aliran
yang berbeda, setiap laju aliran dalam waktu tertentu disertai dengan penutupan
sumur dalam waktu tertentu pula, waktu aliran dan waktu penutupan sumur dibuat
sama besar, biasanya terdapat empat laju aliran yang berbeda, keadaan ini terjadi
pada aliran transien, kemudian sebelum tes ini berakhir terdapat periode
perpanjangan aliran, yang diharapkan mencapai stabilnya aliran, demikian pula
29

tekanan yang dicapai pada saat penutupan Pws digunakan sebagai pengganti tekanan
rata-rata pada isochronal tes.

Gambar 3.6.
Diagram Tekanan Dan Laju Produksi Selama Tes Modified Isochronal
(Beggs, Dale. H; “Gas Production Operations”1990)

3.4. Analisa Uji Deliverability


Analisa data hasil uji deliverability gas digunakan untuk menentukan
indikator produktivitas sumur gas, yaitu Absolute Open Flow Potential (AOFP).
Terdapat beberapa cara untuk menentukan harga Absolute Open Flow Potential
(AOFP). Dalam penulisan ini digunakan metode konvensional.

3.4.1. Metode Konvensional (Rawlins-Schellhardt)


Pierce dan Rawlins (1929) merupakan orang pertama yang mengemukakan
suatu metode uji sumur untuk mengetahui kemampuan sumur gas berproduksi
dengan memberikan tekanan balik (back pressure), sehingga dikenal dengan back
pressure test. Pada tahun 1935, Rawlins-Schellhardt mengembangkan persamaan
untuk back pressure test yang dikenal dengan persamaan konvensional. Pada
analisa konvensional ini, analisanya dilakukan dengan membuat plot antara qsc
30

terhadap ∆P2 pada kertas log-log. Penentuan deliverabilitas digunakan persamaan


empiris yang selaras dengan hasil pengamatan, menyatakan hubungan laju aliran
qsc terhadap ∆P2 pada laju aliran yang stabil yang telah diperlihatkan pada
Persamaan (3-30).

Garis lurus yang didapat dari plot antara R  wf  2 2


 vs q sc pada kertas log-

log merupakan kinerja sumur yang sebenarnya. Secara ideal garis lurus tersebut
mempunyai slope 450 pada laju produksi yang rendah dan akan memberikan slope
yang lebih besar pada laju produksi tinggi. Hal ini terjadi akibat naiknya turbulensi
disekitar lubang bor dan berubahnya faktor skin akibat peningkatan laju produksi.
Harga eksponen di tunjukkan oleh persamaan :
log q sc2  log sc1
n
   
.............................................(3-31)
log R  wf  log R  wf
2 2 2 2
2 1

Harga koefisien kinerja C dapat ditentukan dengan persamaan :


q sc
C
 
................................................................................(3-32)
2 n
 wf
2
R

Harga koefisien kinerja C juga dapat ditentukan dengan melakukan ekstrapolasi


garis lurus terhadap (Pr2 –Pwf2) = 1 dan dibaca pada harga qsc. Sedangkan besarnya
harga AOFP adalah sama dengan harga qsc pada harga Pwf sebesar tekanan
atsmospher (14.7).
n
 2 
AOFP  C  P R  14,7 2  ..................................................................(3-33)
 
Metode Analisis Rawlins-Schellhardt kurang baik karena tidak memperhatikan
faktor deviasi gas, sehingga tidak cocok dengan real gas.

3.5. Kurva IPR


Kurva IPR adalah grafik yang menunjukkan kemampuan suatu reservoir gas
untuk memberikan laju produksi pada variasi tekanan alir dasar sumur, dengan
harga tekanan rata-rata reservoir (pR) yang tetap. Plot dapat dilakukan dengan
menggunakan Persamaan (3-33) untuk metode Rawlins-Schellhardt. Dengan
melakukan permisalan beberapa harga pwf, akan didapatkan beberapa harga qg,
31

kemudian pwf dan qg ini kemudian diplot dan membentuk kurva inflow performance
(IPR) seperti pada Gambar 3.8.

Gambar 3.7.
Plot Test Konvensional Untuk  2 vs qsc
(Beggs, Dale. H; “Gas Production Operations”1990)

Pi

AOF

Gambar 3.8.
Plot Kurva IPR Gas
(Beggs, Dale. H; “Gas Production Operations”1990)
32

3.6. Perencanaan Jaringan Pipa


Dalam kaitanya dalam perencanaan jaringan pemipaan, maka kita perlu
menentukan ukuran pipa yang sesuai untuk digunakan pada lapangan yang sedang
kita rencanakan agar mendapatkan laju produksi yang optimum. Untuk menentukan
ukuran pipa yang sesuai tentu kita perlu m\empertimbangkan berbagai hal, meliputi
kehilangan tekanan di dalam pipa (pada pipa horizontal) dan juga kecepatan alir
dari fluida.

3.6.1. Aliran Gas Di Sistem Pipa (Pipa Horisontal)


Pada gerakan atau aliran fluida dari dasar sumur sampai kepermukaan
melalui media pipa, yang harus diketahui adalah besarnya penurunan tekanan yang
terjadi selama aliran tersebut. Besarnya penurunan tekanan tersebut perlu dihitung
dengan menggunakan metoda-metoda tertentu.

3.6.1.1. Metode Weymouth


a. Persamaan weymouth Untuk Aliran Pada Pipa Horisontal
Dasar persamaan Weymouth adalah persamaan kesetimbangan energi antara
titik 1 dan titik 2,
Anggapan yang diambil untuk penurunan persamaannya adalah sebagai berikut:
1. Perubahan energi kinetik diabaikan, atau = 0
2. Aliran pada kondisi mantap (steady-state) dan isothermal
3. Aliran pada posisi horisontal
4. Tidak ada panas yang hilang atau masuk kedalam sistem
5. Tidak ada kerja yang dilakukan oleh dan terhadap gas selama aliran
Persamaannya dapat dituliskan :
fv 2
vdp  dL  0 ………………………………………………………….(3-34)
2g c d
variable kecepatan, v, pada persamaan diatas diubah dalam bentuk laju alir, q, yang
diukur pada tekanan dan temperatur standard, Pb dan Tb. Perubahan volume gas dari
kondisi standard menjadi kondisi aliran, pada tekanan dan temperatur aliran
tertentu, akan melibatkan faktor deviasi gas, Z.
33

Apabila persamaan (3-34) diintegrasikan sepanjang interval tekanan dan


panjang pipa tertentu, dan persamaan tersebut diubah dalam bentuk laju produksi,
maka dihasilkan persamaan aliran gas dalam pipa, sebagai berikut :

qg
2

53,29  Tb



2
P
1  P2 D 5
2 2

………………………………….(3-35)
1.944 x10 9  Pb  2 fZT g L

dimana :
qg = laju aliran gas, SCF/jam
Tb = temperatur standard, oR
Pb = tekanan standard, psia
P1 = tekanan masuk, psia
P2 = tekanan keluar, psia
d = diameter dalam, ft
g = specifik gravity gas

T = temperatur aliran, oR
f = faktor gesekan
L = panjang pipa, ft
Z = faktor deviasi gas, pada P dan T rata-rata
Apabila L dalam satuan mile dan diameter dalam satuan inch, maka persamaan
(3-35) dapat dituliskan kembali dalam bentuk yang lebih sederhana, yaitu :
0,5
T  ( P1 2  P2 2 ) D 5 
q g  3.23 b   ……….…………………………………..(3-36)
Pb   g TLZf 

Apabila faktor gesekan dalam persamaan 3-36 dipisahkan, maka persamaan dapat
dituliskan sebagai :
0.5
 P1 2  P2 2 D 5 
0,5
T 1
q g  3.23 b     ……..………………………….……(3-37)
Pb f   g TLZ 

dimana :
0,5
1
  adalah faktor transmisi
f 
34

faktor gesekan, f, ditentukan dengan persamaan Moody, sesuai dengan kondisi


aliran yang terjadi (turbulen atau tidak turbulen). Untuk aliran turbulen harga faktor
gesekan, f, ditentukan dengan persamaan berikut :

1
f  ……………………………………………………..(3-38)
 
2

1.14  2 log 
 D
sedangkan untuk aliran yang tidak turbulen (kurang turbulen), faktor gesekan
merupakan fungsi dari bilangan Reynold, NRe yang didefinisikan sebagai :
0.48q g ( SCF / jam) g
N Re  …………………………………….………..(3-39)
d
atau
20q g ( Mcfd ) g
N Re  ……………………………………………………...(3-40)
d
Dengan demikian perhitungan laju aliran gas dengan menggunakan persamaan (3-
36) atau (3-37) diperlukan prosedur ”trial and error”, oleh karena persamaan
tersebut merupakan fungsi implisit terhadap laju aliran gas. Untuk menghindari
proses trial and error, Weymouth mengusulkan persamaan faktor gesekan yang
merupakan fungsi dari diameter (dalam inch), sebagai berikut:

0,032
f  …………………………………………………………………..(3-41)
D1 / 3
Apabila persamaan (3-38) disubstitusikan kedalam persamaan (3-36), maka
diperoleh persamaan sebagai berikut :
0,5
T  P1 2  P2 2 ( D ) 5.333 
q g  18.062 b   ……………………………………...(3-42)
Pb   g TLZ 

Persamaan (3-42) merupakan persamaan yang umum digunakan dalam industri.


Pada persamaan (3-35) atau (3-36) harga faktor deviasi gas, Z, dihitung pada
tekanan dan temperatur rata-rata. Dalam hal ini tekanan rata-rata dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut :
35

2  p13  p23 
pm    .........................................................................................(3-43)
3  p12  p22 
Metode Weymouth umumnya digunakan untuk merencanakan pipa dengan
diameter dalam lebih kecil dari 12 inch. Desain pipa dengan metode ini umumnya
memberikan harga yang konservatif aman. Untuk laju alir yang besar akan
dihasilkan diameter pipa yang terlalu besar.
3.6.1.2. Metode Panhandle A
Persamaan ini dikembangkan oleh Panhandle Eastern Pipeline Company,
Panhandle menggunakan persamaan dasar yang sama seperti Weymouth, hanya
saja faktor gesekan dinyatakan sebagai fungsi dari bilangan Reynold, yaitu :
0.085
f  0.147
………………………………………………………(3-44)
N Re
Berdasarkan persamaan faktor gesekan tersebut, persamaan aliran gas dalam pipa
adalah sebagai berikut :
0.4604
 0.5394  1 
1, 07881
T   P12  P22
q g  435.87 b   .   d 2,6182 ………………….(3-45)
 
 Pb   TLZ   g 
Satuan untuk masing-masing variable dalam persamaan (3-45) sama seperti pada
persamaan Weymouth.
3.6.1.3. Metode Panhandle B
Panhandle juga mengembangkan persamaan aliran gas, khusus untuk pipa
transmisi jarak jauh, dengan menganggap faktor gesekan menuruti hubungan
sebagai berikut :
0.015
f  0.0392
..................................................................................................(3-46)
N Re
Berdasarkan persamaan faktor gesekan tersebut, persamaan aliran gas dalam pipa
adalah sebagai berikut :
0.51
T 
1, 02
 P1 2  P2 2 
q g  737 b   0,961  .D 2,53 ……………………………………(3-47)
 Pb    g TLZ 

Satuan untuk masing-masing variable dalam persamaan (3-47) sama seperti pada
persamaan Weymouth.
36

3.6.2. Flow Velocity


Pipa gas harus dijaga pada kecepatan minimum dan maksimum. Biasanya
tetap dijaga pada kecepatan antara 10 - 15 ft/sec. untuk mencegah terjadinya
pengendapan cairan di daerah yang rendah. Biasanya kecepatan gas antara 60 — 80
ft/sec untuk memperkecil kebisingan dan mencegah korosi. Kecepatan erosi akibat
sejumlah sedikit cairan dapat dihitung dari persamaan:
𝐶
𝑉𝑒 = 1⁄ ……………………………………………………………(3-48)
𝜌𝑚 2
Dimana, Ve = erosional velocity, ft/sec
C = konstanta erosional flow
T = temperatur, R
g = spesific gravity gas pada kondisi standar
P = pressure, psia
Untuk pipa transmisi gas bertekanan tinggi, sangat penting tmtuk
memeriksa kecepatan erosi sebelum menentukan ukuran pipa dengan kecepatan
maksimum 60 ft/sec. Untuk sistem dengan CO2 rendah (1 — 2 %), kecepatan harus
lebih rendah dari 50 ft/sec. Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa terjadi
kesulitan mencegah korosi CO2 untuk kecepatan aliran yang tinggi.
Gas velocity dapat dinyatakan dengan persamaan, yaitu:
𝑄g 𝑇𝑍
V = 60 ………………………………………………………(3-49)
𝑑2𝑃
Dimana, Qg = gas flow rate, MMscfd
T = temperatur, R
P = pressure, psia
d = diameter pipa (ID), in
V = gas velocity, ft/sec
Z = gas compressibility factor
Dalam perhitungan untuk menentukan ukuran pipa yang sesuai maka
digunakan perhitungan EVR (Erotional Velocity Ratio) untuk dijadikan
pertimbangan dalam menentukan ukuran pipa. EVR merupakan perbandingan
37

antara kecepatan alir fluida terhadap kecepatan erosional, atau dapat dirumuskan
sebagai berikut:
𝑉𝑓
EVR = 𝑉𝑒 …………………………………………………………..(3-50)

Dimana, EVR = Erotional Velocity Ratio


Vf = Fluid Mean Velocity, ft/s
Ve = Erotional Velocity, ft/s
Harga EVR yang dipilih tidak boleh melebihi satu (EVR<1), karena apabila
harga EVR melebihi satu maka kecepatan alir fluida dapat menyebabkan erosi pada
pipa dan nantinya pipa akan terkikis dan rusak.

3.7. Perencanaan Fasilitas Produksi


3.7.1. Fasilitas Pemisah
3.7.1.1. Separator
Gas processing dilapangan terutama bertujuan untuk memisahkan gas dari
cairan bebas dan padatan. Dilakukan dengan mengalirkan fluida melalui separator.

3.7.1.1.1 Tipe Separator


Berdasarkan bentuknya separator dapat dibedakan atas separator vertikal,
horisontal single-tube, horisontal double-tube, dan separator spherical.
A. Separator Vertikal
Fluida masuk ke dalam separator vertikal dengan tangensial melalui inlet
diverter yang menyebabkan pemisahan awal oleh tiga kegiatan secara bersam-sama
yaitu : gravity settling, centrifugation, dan impingement dari fluida yang masuk
kembali ke separator shell dalam lapisan yang tipis.
Gas dari bagian pemisahan awal mengalir keatas, sedangkan cairan jatuh ke
dasar vessel. Baffle digunakan sebagai pemisahan antara akumulasi cairan dan
pemisahan awal untuk menjaga agar level control cairan tidak diganggu oleh
permukaan cairan itu sendiri dan membebaskan gas yang terlarut. Titik-titik kecil
cairan yang dibawa selama naiknya gas dipisahkan dalam centrifugal baffles
terletak dekat top vessel. Akhirnya, mist extractor pada gas outlet menghilangkan
38

titik-titik cairan dari gas dalam ukuran micron. Partikel-partikel cairan bersatu dan
terakumulasi, sampai cukup berat untuk kemudian jatuh kedalam akumulasi cairan.
Separator vertikal digunakan untuk sumur-sumur dengan GOR rendah
sampai sedang, dimana diharapkan diperoleh hasil cairan yang banyak. Kelebihan
separator vertikal adalah:
1. Kontrol level cairan tidak begitu kritis karena jarak vertikal antara gas outlet dan
level cairan cukup jauh.
2. Kecenderungan penguapan kembali cairan kedalam fasa gas kecil.
3. Separator ini sangat baik digunakan pada fluida produksi yang banyak
mengandung pasir.
4. Untuk dioperasikan di platform lebih murah karena hanya memerlukan tempat
pemasangan yang sempit.
Sedangkan kerugiannya adalah :
1. Untuk kapasitas gas yang sama separator ini merupakan diameter yang lebih
besar dibanding separator horisontal. Ini disebabkan aliran gas keatas
bertumbukan dengan butir-butir cairan yang jatuh kedasar vessel.
2. Harganya lebih mahal.

B. Separator Horisontal Single-tube


Dalam separator single-tube, fluida masuk melalui inlet, menumbuk sudut
baffle kemudian separator shell, hasil dari pemisahan awal sama dengan separator
vertikal. Cairan mengalir ke bagian akumulasi cairan, melalui horizontal baffles.
Baffles ini membebaskan gas yang terlarut. Gas mengalir secara horizontal,
menumbuk baffles dengan sudut 45o, membebaskan cairan dengan impingement.
Mist extractor biasanya terletak dekat dengan gas outlet.
Separator ini hampir selalu digunakan untuk fluida dengan GOR tinggi,
kecenderungan membentuk foam tinggi, serta untuk pemisahan liquid-liquid.
Dibandingkan dengan separator vertikal, kelebihan separator ini adalah :
1. Mempunyai gas-liquid interface yang lebih luas sehingga mampu menangani
kapasitas gas yang lebih tinggi.
39

2. Harganya lebih murah dibandingkan separator vertikal, mudah perawatannya


dan memerlukan pipa koneksi yang lebih sedikit.
3. Untuk kapasitas gas yang sama memerlukan diameter yang lebih kecil.
Sedangkan kerugiannya adalah :
1. Kontrol level cairan lebih kritis.
2. Sulit dibersihkan, dan kurang menguntungkan apabila fluida produksi
mengandung pasir.
3. Kecenderungan kembali penguapan cairan ke fasa gas lebih besar.
4. Dalam pemasangan memerlukan ruang yang lebih luas, kecuali jika disusun
bertingkat.
Separator tiga fasa didesain untuk memisahkan fasa gas, minyak dan air,
sehingga mempunyai dua buah outlet cairan. Umumnya digunakan untuk well
testing dengan unit portabel. Separator ini identik dengan separator dua phasa,
perbedaannya adalah adanya tambahan level control, dump valve dan water
compartment.
Separator filter didesain khusus untuk memisahkan partikel-partikel cairan
dan atau padatan kecil dari dalam gas. Dapat memisahkan partikel yang berukuran
1-5 mikron, dimana tidak dapat dipisahkan oleh gaya gravitasi atau centrifugal.
C. Separator Horisontal Double-tube
Separator ini mempunyai seluruh kelebihan separator horisontal single-
tube, ditambah dengan kapasitas cairan yang lebih besar. Barrel bagian atas sebagai
bagian separator, sedangkan barrel bagian bawah sebagai tempat akumulasi cairan.
Maka, double-tube separator sama dengan single-tube separator, tetapi dengan
kapasitas cairan yang besar.
Cairan dihasilkan dari pemisahan awal didekat inlet kemudian segera
dialirkan keluar ke barrel yang rendah. Gas basah mengalir melalui baffles dalam
barrel bagian atas pada kecepatan yang lebih besar. Cairan bebas dengan cepat
turun ke barrel bagian bawah.
D. Separator Spherical
Separator bulat (spherical) direncanakan agar mekanisme pemisahan gaya
gravitasi, gaya centrifugal, kecepatan rendah dan kontak permukaan dapat
40

dimanfaatkan seefisien mungkin. Arah aliran yang masuk diarahkan menyinggung


dinding separator. Fluida yang berputar akan jatuh kebagian penampung cairan.
Aliran gas akan bergerak melalui bagian tengah yang berdiameter lebih besar,
sehingga sebagian partikel cairan akan jatuh, karena kecepatan aliran berkurang.
Harganya murah, mudah dibersihkan, dan mempunyai susunan vessel yang
kompak. Meskipun demikian separator ini mempunyai kelemahan, yaitu :
1. Mempunyai ruang settling section yang terbatas.
2. Kontrol level cairan sangat kritis.
3. Pemasangan komponen-komponen tambahan untuk tiga fasa lebih sulit karena
ruang vessel yang terbatas.
3.7.1.1.2. Perhitungan Kapasitas Separator
Kapasitas separator yang direncanakan meliputi kapasitas gas dan kapasitas
cairan.

A. Kapasitas Gas
Kapasitas gas pada separator minyak-gas, telah banyak dihitung selama
beberapa tahun, yaitu dengan menggunakan persamaan yang telah dibuat oleh
Souders dan Brown, sebagai berikut :
0,5
L  g
 

Vg  K   …..……………………………………………(3-51)
 g
 

Qg 
A  ( )( D 2 ) K {(  l   g ) /  g }0.5 ……………………………(3-52)
Vg 4

dimana :
Vg = kecepatan gas, didasarkan pada seluruh bagian vessel (ft/sec)
A = luas penampang separator, sqft
Qg = laju aliran gas pada kondisi operasi, cuft/sec
L = density liquid, pada kondisi operasi, lbm/cuft

g = density gas, pada kondisi operasi, lbm/cuft

K = faktor empiris (koefisien pemisahan)


Besarnya harga K ini adalah sebagai berikut :
41

Tabel III-1
Harga K Tiap-Tiap Separator
Type separator harga K Harga K yang umum digunakan
Separator vertikal 0.06 s/d 0,35 0.117 tanpa mist extractor
0.167 dengan mist extractor
Separator Horisontal 0,40 s/d 0,50 0.382 dengan mist extractor
Separator Spherical 0.35 dengan mist extractor

Pada kapasitas gas dari separator spherical tergantung pada kapasitas dari
mist extractor. Selain menghitung diameter dari separator yang diperlukan untuk
kapasitas gas, persamaan Souders-Brown dapat juga digunakan untuk desain yang
lain seperti bubble cap atau trayed towers untuk dehidrasi dan desulfurization units,
dan untuk ukuran mist eliminators. Harga K diberikan sebagai berikut :
Wire mest mist eliminator K = 0,35
Bubble cap trayed columns K = 0,16 untuk 24 inchi spacing
Valve tray columns K = 0,18 untuk 24 inch spacing
Kecepatan gas berdasarkan pada luas total separator, dan juga didasarkan
atas kecepatan penguapan permukaan (superficial). Kapasitas gas pada kondisi
standart (14,7 psia dan 60oF), qsc, umumnya dalam satuan MMscfd, dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut :

2.40 D 2 KP(  L   g )
0,5

Qsc  ……………………………….(3-53)
Z (T  460)  g0.5

dimana :
Qsc = kapasitas gas pada kondisi standart, MMscfd
D = diameter dalam dari vessel, ft
P = tekanan operasi, psia
T = temperatur operasi, psia
Z = faktor compresibitas gas pada kondisi operasi, oF
Luas mist extractor, Am, dapat ditentukan dengan :
Am = qg / vm …………………………………………………………...(3-54)
42

dimana vm adalah kecepatan gas melalui mist extractor, ditentukan dengan


menggunakan persamaan (3-53) dengan K = 0.35 untuk mist extractor (type wire
mesh). Persamaan diatas merupakan hasil empiris, dimana penentuan yang terbaik
kapasitas gas pada separator gas ini, didapatkan dari beberapa tes lapangan.
B. Kapasitas Cairan
Kapasitas cairan pada separator, terutama tergantung dari retention time
cairan dengan vessel. Separator yang baik memerlukan cukup waktu untuk
memperoleh kondisi yang stabil antara fasa gas dan cairan, pada tekanan dan
temperatur pemisahan. Kapasitas cairan atau volume pengendapan yang diperlukan
untuk memisahkan gas dari cairan, didasarkan pada waktu retention, dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
1440VL 1440VL Wt
W atau t  atau VL  …….…………….. (3-55)
t W 1440
dimana :
W = kapasitas cairan, BPD
VL = volume pengendapan cairan, bbl
t = waktu retention, menit (1440 adalah faktor konversi untuk mengkonversi
bbl/day menjadi bbl/min)
Volume pengendapan cairan, VL, dapat ditentukan sebagai berikut :
VL = 0.1399D2h untuk separator vertikal
VL = 0.1399D2(L/2) untuk separator horizontal single-tube
VL = 0.1399D2L untuk separator horizontal double-tube
VL = 0.0466D3(D/2)0.5 untuk separator spherical
Dimana :
h = tinggi kolom cairan diatas dasar dari outlet cairan pada separator vertikal, ft.
L = panjang separator (tinggi), ft.

Kriteria dasar menentukan retention time pada separator didapat dengan


cara melakukan beberapa tes dilapangan diantaranya :
Jenis Separator Retention time
Separator minyak dan gas 1 menit
43

Separator 3 fasa tekanan tinggi 2-5 menit


Separator 3 fasa tekanan rendah 5-10 menit (100 oF lebih)
10-15 menit (90 oF)
15-20 menit (80 oF)
20-25 menit (70 oF)
25-30 menit (60 oF)

3.7.1.2 Treating Section

3.7.1.2.1 Perencanaan Heater


Fungsi dari heater adalah memberikan panas ke fluida pemroses. Panas
dapat ditransfer ke fluida secara langsung maupun tidak langsung secara konduksi,
konveksi atau radiasi.
Terdapat tiga tipe heater yang sering digunakan, yaitu :
a. Forced draught and convention heater
b. Natural draught radiant heater (box type)
c. Natural draught radiant heater (cylindrical type/rocket)
Operasi heater energi yang umum digunakan untuk melakukan perubahan
dalam suatu proses adalah panas. Panas yang tersimpan dalam substansi alam sering
disebut dengan bahan bakar (fuel). Salah satu proses untuk melepaskan energi panas
yang tersimpan adalah dengan mengontrol pembakaran yang sering disebut
combustion.
Combustion adalah proses pembakaran campuran antara bahan bakar
dengan oksigen dengan jalan penyalaan (ignition). Bila campuran ini dinyalakan
akan menghasilkan sejumlah gas yang sebagian berbentuk asap. Proses ini akan
menghasilkan energi panas yang besar, yang dapat ditransfer secara radiasi dan
aliran udara panas (konveksi)., Karena combustion adalah prosers yang kontinyu,
maka pengaturan laju alir bahan bakar dan udara harus sesuai dengan laju
pembakaran.
Furnace/heater dirancang untuk dapat membakar gas, minyak ringan,
minyak berat atau kombinasi dari bahan bakar tersebut. Hal ini tergantung dari
perencanaan dan pertimbangan ekonomisnya.
44

Bahan bakar gas biasanya disuplai pada tekanan tertentu melalui pressure
control untuk dapat mempertahankan nyala apinya.
Persamaan dasar yang digunakan adalah :
Q = k A dT/dx ................................................................................... (3-56)
atau : Q = h A dT ........................................................................................ (3-57)
keterangan :
Q = Heat transfer rate, Btu / hr.
k = Thermal Conductivity, Btu / ((hr.sq ft. 0F)/ft) atau
Btu / ((hr.sq.0F)/in).
A = Area, sq ft.
dT = Temperatur different, 0F.
dx = Distance in direction of heat transfer, ft atau in.
h = Heat transfer coefficient, Btu / (hr.sq ft. 0F).

3.7.1.2.2. Cooling System


Pendinginan gas biasanya dilakukan untuk mengkondensasikan gas berat
dan juga untuk menambah efisiensi kompresor.

A. Tube and Shell Exchanger


Merupakan basic design dari heat exchanger tipe tube dan shell. Tube
biasanya dari metal, grafit, atau plastik. Sedangkan shell biasanya menggunakan
carbon stell. Tube sheet ini berujung pada bundle dan di ujung bundle dipasang
cover yang bisa dibuka. Gas yang didinginkan melewati shell, sedangkan air
sebagai fluida pendingin melewati tube side dimana alirannya berlawanan arah.

B. Pipe in Pipe Exchanger


Prinsipnya hampir sama dengan shell dan tube tetapi beberapa tube tersebut
berada di dalam pipa. Jenis ini menjadi sangat efisien karena permukaan
perpindahan panas lebih lebar.
Keuntungan menggunakan Pipe in Pipe Exchanger adalah :
 Penggunaan pipa kecil di dalam shell konstruksinya lebih simpel.
45

 Dengan flow yang berlawanan menghasilka heat transfer yang besar


walaupun surface areanya relatif kecil.
 Bentuk “U” memungkinkan toleransi terhadap ekspansi.
Sedangkan kerugiannya adalah :
 Konstruksi jenis ini tidak direkomendasikan oleh ASME code.
 Penggabungan tipe ini tidak ekonomis.

C. Pipe Coil Exchanger


Coil atau pipa (bisa memanjang atau berbrntuk U) dimasukkan ke dalam
vessel atau tank. Keuntunga maupun kerugiannya hampir sama dengan pipe in pipe
exchanger.

3.7.1.2.3. CO2 Removal


Gas bumi merupakan sumber daya alam yang terdiri dari senyawa
hidrokarbon ( CnH2n+n ) dan komponen non-hidrokarbon lainnya seperti : CO2 dan
H2S. Gas bumi yang dihasilkan dipermukaan dapat dikelompokkan menjadi dua
golongan, yaitu :
1. Sebagai produk ikutan dari minyak, yang dikenal nama dengan associated
gas,
2. Gas sebagai produk utama, yang dikenal dengan nama non-associated gas.
Gas sebagai produk utama, ketika berada dalam reservoir dapat berbentuk
satu fasa gas, akan tetapi mungkin setelah diproduksi di permukaan dapat berubah
menjadi gas dan cairan. Kondisi ini menyebabkan non-associated gas dibagi
menjadi gas kering dan gas basah. Jika gas tersebut mempunyai GOR > 100.000
SCF/STB disebut sebagai gas kering, sebaliknya jika gas tersebut mempunyai GOR
< 100.000 STB/SCF disebut sebagai gas basah.
Komponen CO2 dan H2S dalam gas bumi merupakan pengotor yang tidak
diharapkan. Gas bumi yang mengandung komponen-komponen asam (CO2 dan
H2S) kita kenal dengan istilah sour gas. Sedangkan gas bumi yang tidak
mengandung komponen-komponen asam (CO2 dan H2S) kita kenal dengan istilah
46

sweet gas. Kandungan CO2 yang tinggi dalam gas bumi akan menurunkan kualitas
mutu gas tersebut. Hal tersebut disebabkan karena :
1. CO2 dan air dapat mengandung asam karbon yang dapat memicu terjadinya
korosi pada lingkungan.
2. CO2 tidak memiliki nilai bakar ( heating value ), dimana semakin banyak
kandungan CO2 dalam gas, akan menurunkan nilai bakar ( heating value )
secara keseluruhan. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap standar kualitas
gas tersebut,
3. CO2 akan bereaksi dengan bahan-bahan kimia yang diperlukan dalam proses
penghilangan kandungan sulfur dari cairan NGL, sehingga dengan
menghilangkan CO2 akan membuat proses tersebut menjadi lebih baik.
Sedangkan unsur pengotor gas bumi berupa H2S perlu dihilangkan karena :
1. Dapat menimbulkan korosi, dimana H2S dan air dapat membentuk asam
sulfur yang dapat memicu terjadinya korosi,
2. H2S merupakan zat beracun yang sangat berbahaya bagi manusia. Dalam
konsentrasi yang rendah, zat tersebut dapat menimbulkan kematian.
Dalam penjualan gas bumi, terdapat standar mutu internasional yang
merupakan kualitas standar dalam penjualan gas bumi, disamping nilai bakar
(heating value) yang tinggi kandungan zat pengotor dalam gas bumi juga menjadi
perhatian utama. Berikut ini adalah standar mutu yang sering dipakai dalam
penjualan gas bumi :
1. Nilai bakar ( heating value ) berkisar 950 – 1000 btu/scf,
2. Kadar H2S berkisar 0,25 grain/100 scf atau sekitar 4 ppm,
3. Kandungan CO2 berkisar 1 – 3 % volume,
4. Kandungan total sulfur ( S, H2S, COS, CS2, SO dan mercaptans ) sekitar 1 – 5
grain/100 scf.
Untuk dapat memenuhi standar mutu penjualan gas bumi tersebut, maka pada gas
bumi yang mengandung pengotor (sour gas) dilakukan proses pemurnian yang kita
kenal dengan gas sweetening proses. Kehadiran CO2 dalam gas bumi memang
merupakan kendala yang harus diatasi untuk meningkatkan mutu dan kualitas dari
gas bumi. Kehadiran CO2 dalam gas bumi dapat terjadi bersama-sama dengan
47

kehadiran H2S sebagai pengotor. Karena itulah proses yang dilakukan untuk
menghilangkan kadar CO2 dalam gas tidak bisa terlepas dari kehadiran H2S.
Berbagai macam cara dan pertimbangan (baik secara ekonomi maupun teknis)
mendasari proses pemilihan cara yang digunakan untuk menghilangkan CO2 dari
gas bumi. Berikut ini akan kita jelaskan beberapa metode yang dapat digunakan
untuk menghilangkan CO2 dari gas bumi, baik dalam kondisi tidak terdapat H2S
maupun pada saat terdapat H2S dalam gas bumi tersebut.

A. Pemilihan Proses CO2 Removal


Pemilihan pelarut dalam pemurnian gas (baik CO2 maupun H2S) merupakan
hal yang sangat penting. Hal ini diakibatkan oleh suatu kondisi dimana kecepatan
pelarutan menentukan terhadap ukuran peralatan yang digunakan dan biaya operasi
secara keseluruhan. Beberapa proses telah banyak dikembangkan tetapi tingkat
keefektifan untuk menghilangkan kandungan CO2 maupun H2S terbatas pada
pelarut yang akan digunakan pada proses pemurnian. Pemilihan pelarut tersebut
didasarkan atas beberapa hal, diantaranya komposisi, temperatur dan tekanan dari
gas yang akan diproses, serta produk hasil pemurnian yang diharapkan. Parameter-
parameter tersebut akan menentukan pemilihan proses yang akan digunakan
terutama pertimbangan keeonomiannya.
Pelarut kimia mempunyai temperatur pelarutan yang relatif tinggi dan
kemampuannya untuk mengabsorbsi gas asam tidak terpengaruh oleh sensitifitas
tekanan. Pada proses pelarutan secara kimia ini, sejumlah panas yang tinggi sangat
diperlukan untuk melakukan proses daur ulang/regenerasi amine yang banyak
mengandung gas asam/rich amine setelah terjadi proses penyerapan di dalam
tabung contactor. Panas yang tinggi tersebut diperlukan untuk :
a. Pelepasan gas-gas asam (CO2 dan H2S) dari pelarut,
b. Menaikkan temperatur pelarut (biasanya sampai titik didih larutan),
c. Untuk menguapkan gas asam setelah terjadinya proses daur ulang amine
pada regenerator.
48

B. Pembersihan CO2 Tanpa Adanya H2S

Komposisi CO2 dalam feed gas, umumnya berkisar 3-4 %. Untuk kondisi
tertentu kandungan CO2 dapat mencapai 65 %. Tekanan pada proses absorbsi bisa
lebi dari 1000 psig. Tekanan parsial CO2 yang masuk dapat bervariasi dari 1 psi
sampai 650 psi atau bahkan lebih. Sedangkan hasil produk yang diharapkan, akan
mempunyai kandungan CO2 sekitar 1-3 %.
Batasan-batasan tekanan parsial tersebut dapat kita lihat pada gambar 3.9.
Untuk pemerosesan gas yang mempunyai tekanan parsial CO2 yang tinggi,
sedangkan gas produk hasil pemerosesannya diharapkan mempunyai kadar tekanan
parsial CO2 yang rendah, akan lebih ekonomis jika kita menggabungkan antar
proses pelarutan secara kimiawi dan pelarutan secara fisik.

3.7.2. Fasilitas Penampung


Setelah fluida produksi dipisahkan menjadi gas, air, dan minyak di dalam
peralatan pemisah, yaitu separator dan treating section, maka minyak dan gas
selanjutnya dialirkan ke tempat penyimpan / fasilitas penampung (storage tank),
sebelum dialirkan ke pembeli atau dikapalkan. Fungsi dari peralatan penampung
fluida produksi, antara lain :
 Menerima minyak mentah dari sumur-sumur produksi.
 Melakukan proses penampungan fluida untuk selanjutnya dikirimkan ke
pusat pengumpulan minyak dan refinery.
 Mengurangi panjang flowline untuk daerah sekitar sumur produksi.

3.7.2.1. Penentuan Kapasitas Tangki


Suatu tangki penyimpan harus mempunyai kapasitas yang memadai untuk
dapat menampung fluida produksi minyak dari sumur-sumur produksi yang ada di
lapangan. Suatu tangki penyimpan perlu ditentukan besarnya kapasitas tangki.
Besarnya kemampuan tangki untuk menampung minyak ini dapat diketahui dengan
cara menghitung besarnya volume tangki. Kapasitas oil storage yang berbentuk
silinder dapat ditentukan dengan persamaan :
49

( ID) 2 .H
Total Capasity = , bbl …………............…........…....(3-58)
7,15307
Dimana :
ID = Diameter dalam, ft
H = Tinggi tangki, ft

3.7.3. Fasilitas Penunjang


Merupakan fasilitas yang membantu dalam mengalirkan aliran fluida
produksi, apabila terdapat suatu daerah yang mempunyai ketinggian tertentu atau
juga membantu fluida untuk ditransportasikan ke tangki penampung. Ada dua
macam machinery facilities yang mungkin dipergunakan di lapangan migas, yaitu
pompa dan kompressor.
Penggunaan dari fasilitas penunjang didasarkan pada adanya pressure loss
sehingga fluida memerlukan tekanan yang membantu untuk mengalirkan ke tempat
yang lebih tinggi atau ke tempat tangki penampungan.
3.7.3.1. Pompa
Merupakan fasilitas penunjang yang membantu dalam mengalirkan aliran
fluida produksi, apabila terdapat suatu daerah yang mempunyai ketinggian tertentu
atau juga membantu fluida untuk di transportasikan ke tangki penampung. Hal
terpenting yang berhubungan dengan masalah aliran fluida dalam pipa transportasi
terhadap pompa adalah penentuan besarnya horse power pompa yang digunakan
untuk mengalirkan fluida produksi.

3.7.3.2. Kompressor
Kompressor adalah mesin untuk memampatkan udara atau gas. Kompressor
udara biasanya menghisap udara dari atmosfir. Namun ada pula udara atau gas yang
bertekanan lebih tinggi dari tekanan atmosfir. Sebaliknya ada pula kompressor yang
menghisap gas yang bertekanan lebih rendah dari tekanan atmosfir, yang disebut
dengan pompa vakum. Kompressor diperlukan untuk menaikkan tekanan alir dalam
pipa, terutama dalam pipa transmisi yang berjarak panjang, dimana kehilangan
tekanan yang terjadi sangat besar.
50

3.8. Pengenalan Software


3.8.1. Software Pipesim
Software Pipesim adalah simulator produksi yang digunakan untuk
mempermudah dalam proses analisa pemipaan produksi dari dalam reservoir
sampai ke permukaan, baik dalam mendesain maupun mengoptimalkan
sumur Natural Flow maupun Artificial Lift (Gas Lift, ESP, dan Sucker Rod Pump).
Software Pipesim ini dikeluarkan oleh Baker Jardine, yang sejak april 2001
menjadi bagian Schlumberger.
Software Pipesim, terdiri dari single branch model dan network model. Single
branch digunakan untuk analisa per-sumur yaitu profil tekanan dan temperatur,
sistem analisis, flow correlation matching, dan analisa nodal. Sedangkan network
model digunakan untuk analisa jaringan dan sebagai model dasar untuk penggunaan
FPT. Berikut ini adalah beberapa bagian dari Software Pipesim, diantaranya:
a. Analisa Well Performance.
b. Analisa Pipeline and Facilities.
c. Analisa Networking.
d. Analisa Optimization.
3.8.2. Software Hysys
Software Hysys adalah software process engineering untuk mensimulasikan
suatu unit process atau multi unit process yang terintegrasi, intuitif, iteratif, open
and extensible. Software Hysys bermanfaat untuk aplikasi di industri kimia seperti:
a. Perancangan suatu industri kimia.
b. Memonitor kemampuan dari industri kimia yang telah exist.
c. Melacak permasalahan process yang terjadi di industri kimia.
d. Kemungkinan peningkatan kapasitas produksi dan plant.
Area dari penggunaan dari Software Hysys adalah Conceptual analysis,
Process design, Project desain, Operability and safety, Automation, Asset
utilization. Software Hysys dapat digunakan untuk mensimulasikan unit-unit proses
secara steady state dan dynamic.

Anda mungkin juga menyukai