Anda di halaman 1dari 77

BAB 3

TEKNOLOGI AMONIAK PT. PUPUK KALIMANTAN TIMUR

Pendahuluan

Saat ini PT.Pupuk Kalimantan Timur mengoperasikan 4 (empat) pabrik


amoniak dengan kapasitas terpasang 5.600 MTPD. Dari keempat pabrik
amoniak tersebut, terdapat perbedaan lisensi proses yang digunakan
untuk memproduksi amoniak. Pabrik Kaltim-1 menggunakan proses
Lurgi-Jeman, Kaltim-2 menggunakan proses Kellog-USA sedangkan
Kaltim-3 dan Kaltim-4 memakai lisensi proses dari Haldor TopsØe
Denmark.
Tendensi perkembangan proses menghendaki peningkatan efisiensi
yang tergambar dari besar kecilnya konsumsi energi.
Dengan demikian PT. Pupuk Kaltim mempunyai desain proses yang
lengkap dibandingkan dengan pabrik amoniak di Indonesia yang
umumnya menggunakan proses Kellog. Hal ini menjadikan PT. Pupuk
Kalimantan Timur mempunyai keunggulan komparatif dibandingkan
pabrik pupuk lainnya.

1. Proses Pembuatan Amoniak

Secara umum proses pembuatan amoniak dengan bahan baku gas alam
dapat dibagi menjadi, 5 tahap sebagai berikut:
1. Pemurnian bahan baku
2. Penyiapan gas sintesa
3. Pemurnian gas sintesa
4. Sintesa amoniak
5. Refrigerasi

77
Tiap tahap mempunyai parameter kunci guna mengukur unjuk keja
sistim atau peralatan proses yang terlibat didalamnya.

HPS
NG Feed BFW & WHR Air Compressor

BFW

Secondary
Desulfurizer Primary HTS LTS
Reformer
Reformer

Steam

FG
PG
CO2
Amoniak
CO2 Removal Methanator Synthesis Loop Refrigeration NH3

Proc. Condensate

Gambar-3.1. Diagram Proses Pembuatan Amoniak

2. Pemurnian Bahan Baku

Pemurnian bahan baku dimaksudkan untuk menghilangkan racun


katalis terutama sulfur yang terkandung dalam gas alam karena dapat
meracuni katalis di reformer dan down stream-nya. Berikut merupakan
komposisi gas alam untuk umpan atau pemanas pabrik amoniak:

Komposisi **) Mole % Dry


CH4 : 86,23
C2H6 : 4,271
C3H4 : 2,365
i-C4H10 : 0,520
n-C4H10 : 0,601

78
i-C5H12 : 0,267
n-C5H12 : 0,161
C6H14 : 0,291
CO2 : 5,210
N2 : 0,071
GHV : 1074,7264 Btu/scf
H2S : 5 ppm (max. 50 ppm) *
Hg : 300 ppb *

**) Data gas tanggal 19 Januari 2008


*) Data Desain Kaltim-4

Racun katalis yang umumnya ada dalam umpan hydrocarbon adalah


sulfur, chloride dan senyawa organometllic. Gas alam dapat
mengandung sulfur hingga 50 ppm dan bersifat meracuni katalis
Primary Reformer dan LTS yang sangat sensitive terhadap sulfur, oleh
sebab itu sulfur harus dihilangkan terlebih dahulu. Sulfur dalam gas
alam dapat berupa senyawa anorganik (H2S) maupun senyawa organik
seperti merkaptan dan thiopene (C4H4S). Peracunan sulfur bersifat
reversibel namun untuk segi praktis pada setiap kondisi memiliki
harga ambang batas kandungan sulfur. Bila kandungan sulfur di bawah
ambang batas, maka sulfur tersebut tidak menimbulkan masalah.

Reformer dirancang untuk dapat beroperasi pada kandungan sulfur


hingga 0,5 ppm, namun untuk keamanan proses disyaratkan maksimum
0,1 ppm.
Karena rentang kandungan sulfur sangat bervariasi, umumnya
penghilangan sulfur dilakukan dua tahap :

79
1. Tahap pertama, sulfur organik direaksikan dengan hydrogen
menjadi H2S, yang berlangsung dipermukaan katalis sulphide
cobalt, nickel molybdate atau cobalt molybdenum. Umumnya
reaktor ini disebut Hydrogenator.

2. Tahap kedua, menyerap sulfur anorganik (H2S) dengan ZnO yang


berbentuk granular dengan porositas tinggi, sehingga mampu
menghilangkan H2S hingga di bawah 0,02 ppm. ZnO tidak dapat
diregenerasi, sehingga setelah jenuh harus diganti. Reaktor untuk
penyerapan sulfur umum disebut Sulfur adsorber.

Reaksi yang terjadi dalam Hydrogenator adalah sebagai berikut :

RSH + H2  RH + H2S

R1SSR2 + 3H2  R1H + R2H + 2H2S

R1SR2 + 2H2  R1H + R2H + H2S

(CH)4S + 4H2  C4H10+ H2S

COS + H2  CO + H2S

Dengan R adalah hydrocarbon radikal.


RSH : CH4S Methyl Merchaptan
R1SSR2 : C2H6S2 Methyl disulfide
R1SR2 : C2H6S Ethyl Mercaptane
(CH)4S : Thiophene
COS : Carbonil Sulfide

80
Sulfur (H2S) dalam gas alam dapat bereaksi dengan katalis Zine oxide
pada temperatur operasi 340-4000C. ZnO dapat bereaksi dengan
hidrogen sulfida dan carbonil sulfide scbagai berikut :

ZnO + H2S <===> ZnS + H2O


ZnO + COS <===> ZnS + CO2
Temperatur operasi dari hydrodesulfurisasi tergantung pada jenis sulfur
yang terkandung dalam gas alam. Bila gas alam mengandung senyawa
yang mudah dihydrogenasi, maka hydrodesulfurisasi dapat dilakukan
pada temperatur ± 250 oC, namun bila senyawa sulit dihydrogenasi,
maka temperatur 340-400 oC digunakan.

NG

Feed Gas
Preheater

Sulfur
Adsorber

Clean NG
Hydrogenator

Gambar-3.2. Hydrodesulfurizer

81
Komposisi kesetimbangan reaksi antara ZnO dan H2S dinyatakan
dengan persamaan berikut :
Kp(T) 2.5.10-6 ……….pada 380 oC

Pada 400°C konstanta sebesar 4 x 10-6 yang berarti kandungan sulfur


setelah desulfurisasi akan kurang dari 0.05 ppm.vol.

3. Penyiapan gas Sintesa

Gas sintesa (synthesis gas) merupakan gas umpan untuk sintesa


amoniak dan idealnya gas sintesa masuk konverter amoniak dengan
rasio H2/N2 : 3. Gas sintesa dihasilkan melalui proses steam reforming
guna mengekstrak sebanyak mungkin hidrogen yang ada dalam steam
(H2O) dan umpan hidrokarbon (misal gas alam atau naptha) dengan
bantuan katalis Nikel

3.1. Steam Reforming

Untuk tujuan menghasilkan gas sintesa, reaksi steam reforming


dilaksanakan dua tahap. Hal ini memungkinkan untuk mernasukkan
nitrogen dalam bentuk udara di antara tahap reforming tersebut,
sehingga reforming dapat berlanjut untuk mencapai temperatur
kesetimbangan yang tinggi pada saat keluar tahap kedua.

Reaksi reforming dengan komponen utama CH4,

CH4 + H2O < === > CO + 3 H2 ∆H = + 206 kl/mol (a)

CO + H2O < === > CO2 + H2 ∆H = - 41 kj/mol (b)

82
Reaksi reforming (a) sangat endothermik dan kesetimbangan bergeser
ke kanan pada temperatur tinggi dan tekanan rendah, sedangkan reaksi
water gas shift (b) bersifat eksothermis dan kesetimbangan bergeser ke
kanan pada temperatur rendah, namun tekanan tidak mempengaruhi
kesetimbangan. Agar konversi menjadi CO2 dan produksi H2 tinggi,
maka reformer dioperasikan pada tekanan dan temperatur tinggi.

Process
Steam
Process NG Process
Air
HP Steam

Steam Drum

Primary
Reformer
Secondary Reformed Gas
Reformer

Gambar-3.3. Steam reforming

Kebutuhan panas untuk reaksi reforming disuplai dari pembakaran gas


alam dalam furnace guna menghasilkan fluks panas keseluruh furnace
dan gradien panas arah vertikal yang sesuai dengan kebutuhan panas

Perubahan aktivitas katalis, misalnya karena keracunan atau lainnya,


dapat menyebabkan perubahan temperatur dinding tube. Bila terjadi
perubahan aktivitas yang besar, dapat menimbulkan pengaruh besar
terhadap tube katalis akibat kenaikan temperatur yang tinggi.

83
3.2. Water Gas Shift

Merupakan reaksi yang eksothemis dan konstanta kesetimbangan akan


menurun dengan kenaikan temperatur. Oleh karena itu konversi yang
tinggi akan diperoleh pada temperatur yang rendah.
CO + H2O <===> CO2 + H2 ∆H = -41,1 kJ/mol
Pada kondisi adiabatis, reaksi akan menaikkan temperatur bed sehingga
kesetimbangan menjadi lebih rendah, walaupun pada temperatur tinggi
kecepatan reaksinya meningkat. Karena itu, reaksi dijalankan dua tahap,
yakni pada temperature tinggi di High Temperature Shift Converter
kemudian pada temperatur rendah di Low Temperature Shift Converter.

Dari reaksi tersebut, setiap mol CO bereaksi akan menghasilkan satu mol
H2, untuk itu keluaran CO dari LTSC diharapkan sekecil mungkin, bila
tidak maka CO akan menuju tahap metanasi yang akan mengkonsumsi
H2. Oleh sebab itu pencapaian konsentrasi CO yang rendah akan
meningkatkan nilai ekonomis operasi pabrik.

Equilibrium

HTSC
600
Inter bed cooling

Exit LTSC
CO

400

200 300 400 500 200 300 400 500

Gambar-3.4. Konstanta kesetimbangan dan Skema water gas shift


reaction dua tahap 1) 286-287

84
REFORMED
GAS
METHANATOR
Trim Heater

HTSC LTSC

Process Gas to
Steam BFW CO2 Removal
Superheater Preheater Section

Gambar-3.5. Konfigurasi HTSC dan LTSC

4. Penyerapan CO2

Gas yang keluar dari shift converter mengandung CO2 ± 18% mol. Gas
CO2 yang telah dipisahkan dari gas sintesa dikirim ke pabrik urea dan
gas yang telah bebas CO2 dikirim ke unit methanasi. Kemurnian gas CO2
yang dihasilkan mencapai 99,80 %.

Proses pemisahan CO2 dari gas sintesa dilakukan dengan cara absorbsi
menggunakan larutan Benfield atau aMDEA sebagai penyerap gas CO2.
Perbedaan larutan yang digunakan sebagai penyerap mencerminkan
perbedaan lisensi proses yang digunakan. Proses Benfield menggunakan
potasium karbonat (K2CO3) sebagai penyerap dengan aktivator DEA
atau ACT-1, sedangkan proses BASF menggunakan penyerap aMDEA
dengan aktivator secondary amine (piperazine)

85
Shifted
Clean Gas
Gas

CO2
LPS

Feed MPS

Gambar-3.6. Sistim Penyerapan CO2 (Benfield Process)

CO2

Cooler Purified
LP FLUSH
Gas
SW CW
P.C

Cond.Pump

STRIPPER

Proc. Gas DW SW
Feed

HP Flush
Economizer Absorber
Drum

Gambar -3.7. C02 Removal system BASF Process (MDEA)

86
Pemilihan jenis penyerap umumnya ditentukan atas dasar tekanan
partial CO2 dalam gas yang akan diserap dan tekanan parsial gas CO2
dalam gas yang telah diserap (kandungan gas CO2 sebelum dan sesudah
penyerapan).
Prinsip penyerapan berdasarkan pada sebesar mungkin CO2 yang
diserap (Carrying capacity) dan sekecil mungkin energi yang diperlukan
untuk regenerasi larutan, agar besarnya CO2 yang diserap tidak
menyebabkan naiknya energi yang diperlukan untuk melepas kembali
CO2.
Reaksi penyerapan CO2 dengan Benfield proses :

K2CO3 + CO2 + H2O <===> 2KHCO3 + Q

Penyerapan berlangsung pada tekanan tinggi dan temperatur rendah di


absorber dan larutan yang telah menyerap CO2 yang kaya akan CO2
disebut rich solution. Gas sintesa yang keluar absorber akan
mengandung CO2 lebih rendah dari 0,1 % vol.
Regenerasi rich solution berlangsung pada tekanan rendah dan
temperatur tinggi di menara regenerasi (stripper) menghasilkan CO2
dan lean solution
Reaksi penyerapan dengan aMDEA :

R3N + H2O + CO2 < ====> R3NH + HCO3 + 31.500 kcal/kmol .... (a)
2R2NH + CO2 <====> R2NH++ R2N-COO + 124.500 kcal/kmol . ... (b)

Reaksi (a) menggambarkan reaksi tingkat-3 amine (tertiery amine) (eq.


aMDEA) dan reaksi (b) menggambarkan reaksi tingkat-2 amine
(secondary amine) (eq. piperazine)

87
5. Methanasi

Senyawa oksida, dalam hal ini CO dan CO2 merupakan racun bagi katalis
sintesa amoniak, sehingga harus dihilangkan dari gas umpan konverter
atau menekan jumlahnya hingga batas aman pengoperasian konverter
amoniak.
Methanasi merupakan tahap akhir pemurnian gas sintesa dimana CO
dan CO2 yang kadarnya 0,1 - 0,6 % vol. dihilangkan secara reaksi
katalitik dengan hidrogen, sehingga konsentrasi oksida karbon dalam
aliran gas keluar methanator lebih rendah 10 ppm.

Vent Syngas

METHANATOR

CW
Condenser
Gas from
CO2 Removal Cond. Pump

Converted Gas Methanator


from/to HTS Trim Heater

Gambar-3.8. Methanator Section

Reaksi yang terjadi dalam tahap methanasi :


CO + 3H2 < === > CH4 + H2O ∆H298 = - 206,2 kJ/mol
CO2 + 4H2 < === > CH4 + 2H2O ∆H298 = - 165,0 kJ/mol
Reaksi methanasi terjadi pada rentang temperatur 270 - 310 oC,

sehingga secara thermodinamik tidak akan terjadi deposit karbon pada


katalis methanasi.

88
6. Sintesa Amoniak

Gas sintesa dengan rasio H2/N2 : 3 dikompresi hingga tekanan reaksi


dengan kompressor yang kemudian direaksikan dalam konverter
amoniak yang berisi katalis FE, sesuai dengan reaksi dibawah ini :

3H2 + N2 < === > 2 NH3 ∆H298 = - 21.900 kcal/kgmol

Reaksi pembentukan amoniak adalah reversible ( bolak balik ) dan


hanya sekitar 25% N2 dan H2 terkonversi menjadi amoniak. Setelah
pemisahan produk arnoniak sisa gas yang tidak terkonversi
disirkulasikan kembali ke konverter amoniak.

Pemilihan temperatur untuk melaksanakan sintesa amoniak ditentukan


oleh karakterislik katalis yang digunakan. Secara thermodinamika
disukai pada temperatur rendah, tetapi berdasarkan pertimbangan
kinetika reaksi lebih baik pada temperatur tinggi. Katalis yang efektif
adalah yang dapat menghasilkan kecepatan reaksi yang lebih tinggi pada
temperatur yang lebih rendah.

Pada saat reaksi sintesa amoniak berjalan, panas dibebaskan sehingga


campuran reaksi menjadi lebih panas. Hal ini rnenyebabkan kecepatan
reaksi meningkat, namun dibarengi dengan meningkatnya kecepatan
reaksi balik sehingga suatu saat akan dicapai suatu keadaan dimana
konversi dikendalikan oleh kesetimbangan.
Oleh karena itu pengendalian profil temperatur pada unggun katalis
dalam konverter merupakan hal penting agar didapat keadaan yang
optimal.

89
6.1. Synthesis Loop

Prinsip sirkulasi (loop) gas sintesa pada katalis mulai dikerjakan oleh
Haber pada tahun 1908 dan prinsip ini masih digunakan hingga saat ini
di industri amoniak modern.
Synthesis gas yang keluar dari konverter didinginkan bertahap, masih
mengandung inert gas berupa CH4 dan Ar. Untuk menghindari
akumulasi inert di synthesis loop, maka sebagian gas dikeluarkan
(purging) secara kontinyu dari loop sebagai purge gas.

Purge Gas

Purified
Synthesis
Gas NH3
(-5oC)
Syngas Comp.
S/U Heater

Gambar-3.9. Synthesis Loop sistem

Sebagian kecil inert akan terlarut dan terbawa dalam produk amoniak
cair dan kemudian non kondensible gas dilepaskan di seksi refrigerasi
sebagai flash gas. Tinggi rendah nya inert dalam syn-loop akan
mempengaruhi reaksi sintesa amoniak.
Pada pengoperasian konverter, bila konsentrasi gas inert turun maka
tekanan partial reaktan (H2 dan N2 ) akan meningkat sehingga laju
reaksi dan konversi kesetimbangan amoniak akan meningkat.

90
Laju produksi amoniak dipengaruhi oleh laju sirkulasi yang melewati
konverter serta harga konversi per pass. Pada normal operasi tinggi
rendahnya tekanan dipengaruhi oleh beban pabrik dan aktivitas katalis.
Bila load operasi rendah maka tekanan sistimnya turun.
Variasi desain tekanan operasi umumnya ditentukan oleh dan aktivitas
katalis, arrangement dan effisiensi peralatan, yakni desain proses dari
setiap lisensor yang terlibat dalam proyek pembangunan pabrik.

7. Sistim Refrigerasi

Sistim refrigerasi menggunakan produk amoniak (NH3) sebagai


refrigerant guna mendinginkan, mengkondensasikan dan memurnikan
produk amoniak yang keluar dari konverter.
Penurunan temperatur dilakukan secara bertingkat mengikuti tingkat
tekanan dari kompresor refrigerasi. Sistim refrigerasi pabrik amoniak
Pupuk Kaltim menggunakan tiga tingkat tekanan dengan produk
amoniak yang dihasilkan temperature -32 oC dan 30 oC.
Amoniak cair dengan temperatur -32 oC dihasilkan dari sinthesis loop
dikirim ke storage amoniak, dan amoniak dengan temperatur 30 oC
digunakan sebagai umpan pabrik urea. Bila pabrik hanya memproduksi
amoniak dingin maka amoniak umpan untuk pabrik urea akan
dipanaskan terlebih dahulu.

Liquid
High Pressure Vapour
D C High Pressure
Heat Release
Expantion Compressor
Heat Absorb
A
Liquid B
Low Pressure Vapour
Low Pressure

Gambar-3.10. Siklus Refrigerasi sederhana

91
Refrigeration
Compressor
Amoniak
Condenser

Inert Gas
Purge Gas
Chiller 1st
Amoniak
NH3 from
Chiller
Loop
Inert Gas
Amoniak
Chiller
Accumulator
2nd Flash Vessel
Amoniak
Flash Chiller
Vessel
Heater
To Urea
Plant
Amoniak Pump
To Amoniak Storage

Gambar-3.11. Diagram Refrigerasi Kaltim-4

Pada Kaltim-1, produk amoniak yang dihasilkan bertemperatur positif


yakni ± 10 oC yang akan dikirim ke storage sedangkan untuk umpan
pabrik urea, produk tersebut dipanaskan dengan media amoniak panas
di seksi refrigerasi mencapai 18 oC.
Tingginya temperatur produk yang dikirim ke storage amoniak dapat
mengakibatkan naiknya konsumsi energy di storage.

8. Teknologi Proses Amoniak di PT. Pupuk Kaltim

Teknologi pembuatan amoniak akan makin maju seiring dengan waktu


dan perkembangan katalis serta material proses. Suatu bentuk nyata
usaha penghematan energi untuk memproduksi amoniak, telah
dilakukan oleh PT. Pupuk Kaltim, yakni makin rendahnya konsumsi

92
energi per ton amoniak yang diproduksi. Teknologi proses yang
digunakan setiap pabrik akan dipaparkan dalam uraian berikut ini.

8.1. Pabrik Amoniak Kaltim-1

Pembangunan pabrik Kaltim-1 dilakukan oleh Lummus Co. Ltd dari


Inggris sebagai kontraktor utama yang bekerja sama dengan Coppe Rust
dari Belgia dan Lurgi dari Jerman Barat. Pabrik Kaltim-1 ini
menggunakan proses Lurgi untuk pembuatan amoniak dengan desain
kapasitas 1.500 MTPD.
Reformer Kaltim-1 didesain oleh Foster Wheeler dengan dua buah
reformer tipe terrace wall fire dengan maksud mengoptimalkan
seluruh permukaan tube dan volume katalis. Jumlah tube tiap furnace
adalah 192 dan total tube reformer adalah 384 buah yang diatur dengan
kombinasi single row. 4) file no. 60 section B manufacturer data book Instruction for the

care and operation of Foster Wheeler

Ada dua tipe burner, yakni untuk pemanas secara radiasi ke tube katalis
dengan ekses udara 10% dan auxiliary burner unruk meningkatkan
produk steam yang dengan ekses udara 20%. Secara keseluruhan
reformer didesain dengan efisiensi 88,5% base LHV dengan temperatur
flue gas ±194 oC.
Pada tahun 1995 dilakukan optimalisasi yang bertujuan untuk
meningkatkan kapasitas dan menurunkan energi dan sejak optimalisasi
tahun 1995, pabrik amoniak dioperasikan 23% diatas kapasitas
terpasang menjadi 1.800 MTPD. Optimalisasi juga memberikan
penurunan konsumsi energi dari 44 MMBtu/ton menjadi 40
MMBtu/ton atau tejadi penurunan sebesar 9%.

Sistem penyerapan CO2 menggunakan proses Benfield dengan


menggunakan hot potasium karbonat sebagai penyerap dan DEA sebagai

93
aktivatornya. Untuk memperoleh kinerja yang tinggi maka sistim CO2
Removal di desain dengan dua kolom desorber dan dua kolom stripper,
karena itu bila terjadi perubahan komposisi gas umpan tidak banyak
mempengaruhi kondisi operasi, dan proses selanjutnya.

Gambar-3.12 .Terrace wall fire

Synthesis loop didesign oleh Grande Paroisse - France yang beroperasi


pada temperatur 380-500 oC dan tekanan 150 - 297 kg/crn2g.
Desain ini mengacu pada prinsip berikut ini :
• pada temperatur operasi yang tetap, kenaikan tekanan akan
menaikkan persen jumlah amoniak yang terbentuk
• dan pada tekanan operasi yang tetap, penurunan temperatur
akan menaikkan persen jumlah amoniak yang terbentuk.
Karena alasan tersebut maka Grand Paroisse mendesain tekanan syn-
loop Kaltim-1 relatif tinggi, dengan tetap mempertahankan temperatur
reaksi.

8.2. Pabrik Amoniak Kaltim-2

Pabrik amoniak Kaltim-2 dibangun pada tahun 1982 dengan kapasitas


1.500 TPD oleh MW Kellog Corporation sebagai kontraktor utama

94
bekeja sama dengan Toyo Menka Kaisha dan Kobe Steel dari Jepang.
Proses pembuatan amoniak menggunakan proses MW Kellog dengan
desain konsumsi energi 40 MMBtu/MT.

Pada tahun 1992 seksi syn-loop di-revamp guna menaikkan kapasitas


produksi menjadi 1.800 MTPD. Major item dalam revamp tersebut
adalah konverter amoniak, dari desain Kellog 4 bed axial flow dengan
quench direvamp oleh Haldor Topsøe menjadi 3 bed atau type S-300
yang dilengkapi exchanger pada keluaran bed terakhir

Pada tahun 1999 pabrik amoniak di-retrofit pada bagian front end
untuk dapat memproduksi gas synthesa yang ekivalen dengan 2.000
MTPD amoniak, sedangkan kapasitas back end tetap 1.800 MTPD.
Steam Reformer didesain dengan tipe "Top fire" dengan 504 tube
disusun dengan effisiensi pemanfaatan panas hingga 81.6% 1)design teknis.

Temperatur flue gas yang masih tinggi (± 305 oC) memberikan peluang
untuk dapat menaikkan effisiensi pabrik secara keseluruhan dengan
menurunkan temperatur flue gas ke ± 175 oC.

Gambar-3.13. Top Fire Reformer

Sistim penyerapan CO2 menggunakan proses Benfield dengan


pemurnian dua tingkat, sehingga menghasilkan dua macam larutan, lean
dan semi-lean solution. Kemurnian produk CO2 yang diperoleh untuk

95
umpan pabrik urea minimum 99% dry basis. Sejak retrofit aktivator DEA
telah diganti dengan ACT-1 dan menaikkan laju alir sirkulasi hingga
33%1) guna mengantisipasi kenaikan beban front-end menjadi 2.000
MTPD.

Sebagai item retrofit dibangun pula HRU dengan proses PRISM


membrane unit dengan vendor Permea guna menerima Purge dan flash
gas dari Kaltim-2 dengan effisiensi recover hydrogen 92.05%.

Sistem refrigerasi yang terintegasi (integrated refrigeration system) lebih


kompak, chiller berada dalam satu drum yang terbagi menjadi 4 segmen,
yang menggambarkan jumlah chiller.

8.3. Pabrik Amoniak Kaltim-3

Pabrik amoniak Kaltim-3 menggunakan konsep "low energy" dengan


desain proses dari Haldor Topsøe Denmark, dibangun pada tahun 1987
dengan kapasitas 1.000 MTPD. Pabrik amoniak Kaltim-3 merupakan
pabrik pertama di Indonesia yang menggunakan proses Topsøe dengan
konsumsi energi terendah.
Pembangunannya dilaksanakan oleh Chiyoda Chemical Eng. & Contr. Co
dan Toyomenka Corporation bekerja sama dengan PT.Rekayasa lndustri
(Persero).

Pabrik Kaltim-3 dilengkapi dengan Hydrogen Recovery Unit (HRU)


dengan proses Constain Petrocarbon yang ditempatkan di Kaltim-2,
berkapasitas produksi hydrogen yang setara dengan amoniak 180 TPD.
Hydrogen Recovery Unit mengolah purge gas dan Flash gas dari pabrik
Amoniak Kaltim-1, Kaltim-2 dan Kaltim-3 guna menghasilkan hydrogen
dan fuel off gas. Recovery rate hidrogen mencapai 94 % dari total feed

96
dengan kemurnian minimum 88 % dan recovery rate untuk amoniak
mencapai 95%.
Produk hydrogen dan FOG dikirim ke tiap pabrik untuk rneningkatkan
produk dan effisiensi.

Feature Low energy dari proses Topsøe terlihat dari :


• Reformer dengan radiant wall burner (side wall fire)
memudahkan pengaturan profil temperatur tube katalis dan flue
gas temperatur lebih rendah (160 oC) dengan effisiensi
pernanfaatan panas lebih dari 90%.2)www.topsoe.com/HTCR
• Combustion air preheating dan double jet burner type
menjadikan udara yang telah panas, fuel NG dan FOG bercampur
merata sehingga pembakaran lebih sempurna dan hemat fuel.
• Desain konverter amoniak seri S-200 dengan ∆P rendah.

Main Main
Inlet Gas Inlet Gas
NH3

Gambar 14. Side wall fire, burner dan konverter amoniak S-200

Satu hal penting yang mendukung rendahnya konsumsi energi di front


end pabrik amoniak adalah keterkaitannya dengan desain sistem
pelepasan CO2 (CO2 removal system). Pada pabrik yang klasik,

97
penggunaan bahan kimia yang digunakan sebagai penyerap CO2
memerlukan panas dalam jumlah besar untuk regenerasi larutan.
Jumlah panas ini disuplai dengan memanfaatkan panas latent dari gas
proses keluaran shift converter. Pada sistim CO2 removal yang telah
advance (Lo-haet Benfield) hanya sebagian kecil panas digunakan untuk
pelepasan CO2.

8.4. Pabrik Amoniak Kaltim-4

Kontrak pembangunan pabrik Kaltim-4 berlaku efektif mulai bulan


Desember 1999. Selama konstruksi, precommissioning dan
commissioning bejalan lancar dan pada bulan Mei 2002, merupakan
produksi perdana urea Kaltim-4 sedangkan pabrik amoniak berproduksi
6 bulan kemudian, tepatnya pada bulan November 2002. Proses pabrik
amoniak menggunakan teknologi proses Haldor Topsøe dengan
kapasitas 330.000 ton/tahun yang pembangunannya dilaksanakan oleh
Mitshubishi Heavy lndustri (MHI) sebagai kontraktor utama dan bekerja
sama dengan PT. Rekayasa lndustri (Persero).

Desain proses maupun equipment lay out pabrik amoniak Kaltim-4 dan
Kaltim-3 relatif sama, kecuali desain proses untuk sistem penyerapan
CO2 (CO2 removal system) yang menggunakan proses BASF dari
Jerman.
Larutan penyerap CO2 menggunakan aMDEA (activated Methyl
Diethanol Amine) dengan aktivator piperazine. Sistem pelepasan CO2
tcrdiri dari dua tingkat absorber CO2, stripper dan dua flash vessel (high
dan low pressure).
Synthesis loop dan refrigeration system mirip dengan Kaltim-3 dan
secara prinsip pengoperasian dan proses tidak ada perbedaan yang

98
signifikan. Produk amoniak dari loop dengan temperatur -37 oC dikirim
sebagai umpan pabrik urea dipanaskan menggunakan amoniak produk
refrigerasi dan kelebihannya dikirim ke amoniak storage. Sedangkan
amoniak produk refigerasi digunakan kembali untuk mengisi chiller dan
sebagian kecil dikirim ke urea untuk pendingin di unit granulator.
Dengan demikian unit refrigerasi hampir tertutup, ini yang
membedakannya dengan sistim refrigerasi pabrik amoniak Kaltim-3.

Desain
Satuan Kaltim-1 Kaltim-2 Kaltim-3 Kaltim-4
Parameter
Desain Proses - Lurgi Kellog Topsoe Topsoe
Kapasitas MTPD 1.800 1.800 1.000 1.000
OSD/Tahun Hari 330 330 330 300
MMBTU
Kons. Energy 40,45 37,81 31,97 31,12
/Ton
Terrace Wall Side Wall Side Wall
Tipe Reformer - Top Fire
Fire Fire Fire
S/C Ratio mol/mol 3,46 3,5 3,1 2,8
Lo-Heat BASF(aMD
CO2 Removal Benfield Benfield-
- Benfield- EA)-
Proc&Activator Borax – DEA ACT-1
DEA Piperazine
Tekanan Loop Kg/cm2g 250 186 128 130
Vertical
Vertical Haldor Haldor
Desain Change to
- Change to Topsoe S- Topsoe S-
Converter Topsoe S-
Topsoe S-200 200 200
300
Refrigerasi - Close Loop Open loop Open loop Open loop
HRU - - Membrane Cryogenic -

Tabel-3.1. Desain Proses Pabrik Amoniak

99
BAB 4

PERBANDINGAN TEKNOLOGI PROSES PABRIK UREA


PT. PUPUK KALIMANTAN TIMUR

Pendahuluan

Saat ini PT.Pupuk Kalimantan Timur mengoperasikan 5 (lima) pabrik


urea dengan kapasitas total sebesar 2.900.000 ton/tahun. Kapasitas
masing-masing pabrik dan teknologi proses yang digunakan ditunjukkan
pada tabel berikut:
Kapasitas
Pabrik Lisensi Proses Produk
ton/tahun
Kaltim-1
700.0000 Stamicarbon-Konvensional Urea Pril
(1979/1984)
Kaltim-2 570.000 Stamicarbon-Co2 Stripping Urea Prill
(1982/1984)
Kaltim-3 570.000 Stamicarbon-Co2 Stripping Urea Prill
(1986/1989)
Stamicarbon-Co2 Stripping Urea
POPKA
570.000
(1996/1999) & Hydro Agri (granulasi) Granul
Snamprogetti-NH3 Stripping Urea
Kaltim-4
570.000
(1999/2002) & Hydro Agri (granulasi) Granul

Tabel-4.1. Kapasitas dan lisensi proses pabrik urea PT. Pupuk Kaltim

Dengan kapasitas produksi yang demikian besar, maka wilayah


pemasaran urea PT. Pupuk Kaltim sangat luas, baik untuk mencukupi
kebutuhan utama di dalam negeri rnaupun ekspor. Trend realisasi
produksi urea PT. Pupuk Kaltim ditunjukkan pada Gambar-1, sedangkan
pada Gambar-2 dan Gambar-3 rnenunjukkan area pemasaran urea PT.
Pupuk Kaltim di dalam dan luar negeri.

103
3.000.000

2.500.000

2.000.000

1.500.000

1.000.000

500.000

0
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Gambar-4.1. Realisasi produksi urea Pupuk Kaltim 2001-2007

Gambar. 4-2. Daerah pemasaran urea Pupuk Kaltim

Gambar-4.3. Ekspor urea granul Pupuk Kaltim tahun 2005

104
Pabrik urea Kaltim-1 merupakan pabrik urea dengan teknologi tertua di
Pupuk Kaltim yang mulai dibangun pada tahun 1979. Pada tahun 1995
telah dilakukan optimalisasi pabrik Kaltim-1 dengan tujuan
meningkatkan efisiensi penggunaan energi. Pabrik Kaltim-2 yang
dibangun tahun 1982 dan pabrik Kaltim-3 (1986) telah menggunakan
teknologi urea CO2 stripping dengan tingkat efisiensi energi yang lebih
baik. Begitu pula dengan pabrik POPKA (1996) menggunakan teknologi
yang sama, tetapi dengan produk urea granul. Sedangkan pabrik urea
Kaltim-4 (1999) menggunakan lisensi dengan produk urea granul seperti
POPKA.
Sementara itu pabrik-pabrik urea lain di Indonesia (Pusri, PIM,
Petrokimia Gresik dan Pupuk Kujang) menggunakan teknologi proses
dari Toyo Engineering Corp. (TEC), yaitu: TRCI, ACES (Advance Process
for Energy and Cost Saving) dan ACES-21. Ketiga lisensi proses dari
Stamicarbon, Snamprogetti dan TEC adalah yang paling banyak
digunakan di dunia, bahkan mencapai lebih dari 95% pabrik yang baru
dibangun.

II. Dasar Proses Produksi Urea

II.A. Tahapan Proses

Tahapan proses produksi urea secara umum ditunjukkan dengan


diagram balok pada Gambar-4.4. Di unit sintesis berlangsung reaksi
antara amoniak dan karbondioksida menghasilkan carbamate yang
kemudian terdehidrasi menjadi urea. Berikutnya berlangsung proses
pemisahan larutan urea keluar reaktor dari sisa-sisa reaktan yang tidak
terkonversi. NH3 dan CO2 dari hasil dekomposisi kemudian
dikondensasikan kembali menjadi carbamate yang selanjutnya direcycle
ke reaktor. Pada tahap proses berikutnya larutan urea dipekatkan
dengan cara penguapan air di unit evaporator hingga konsentrasi urea

105
yang sesuai untuk proses prilling atau granulasi. Larutan urea melt
kemudian dikirim ke unit prilling untuk menghasilkan urea prill atau
larutan urea pekat ke unit granulasi yang menghasilkan urea granul.

NH3
CO2

carbamate
Syntesa

heat cooling
Decomposition Recovery
Urea, H2O
heat H2O Waste Water
Concentration
Treatment
urea

Prilling/Granulation

Process Condensate

Urea Prill/Granule

Gambar-4.4 Diagram balok proses urea

II.B. Sintesis Urea

Reaksi Sintesis Urea

Reaksi pembentukan urea dari amoniak dan karbon secara keseluruhan


reaksi dapat dituliskan dengan persamaan reaksi:
2NH3 + CO2 <==> NH2CONH2 + H2O (i)
Reaksi di atas berlangsung dalam dua tahapan. Pada tahap pertama
terjadi reaksi pembentukan ammonium carbamate yang bersifat
eksotermik dan sangat cepat sehingga dapat dianggap reaksi berada

106
pada kesetimbangan untuk kondisi operasi di reaktor urea. Yang kedua
adalah reaksi dehidrasi carbamate membentuk urea dan air yang bersifat
endotermik dan lambat dibandingkan reaksi pertama.

2NH3 + CO2 <==> NH2CO2NH4 (ii)


NH2CO2NH4 <==> NH2CO2NH2 + H2O (iii)

Reaksi samping yang terjadi adalah reaksi pembentukan biuret


(NH2CONHCONH2). Biuret tidak dikehendaki karena merupakan racun
bagi tanaman. Pembentukan biuret juga terjadi di bagian proses lain
dengan kondisi yang mendukung adalah amoniak sedikit, temperatur
tinggi serta waktu tinggal yang lama. Persamaan reaksinya adalah:

2NH2CO2NH2 <==> NH2CONHCONH2 + NH3 (iv)

Persamaan-persamaan tetapan kesetimbangan pembentukan carbamate,


kecepatan reaksi pembentukan urea, serta kecepatan reaksi
pembentukan biuret dapat ditemukan pada referensi.

Efisiensi Reaktor Urea

Reaksi sintesis urea seperti diuraikan di atas merupakan proses


kompleks yang melibatkan fasa gas dan cair dari komponen-komponen
yang bereaksi. Konversi reaksi ditentukan oleh konversi pada
kesetimbangan dan kinetika reaksi. Parameter-parameter proses yang
mempengaruhi konversi reaksi sintesis urea pada kesetimbangan adalah
temperatur (ToK), perbandingan mol NH3/CO2 (a) dan perbandingan
mol H2O/CO2(b). Sedangkan parameter-parameter yang mempengaruhi
kinetika adalah: temperatur dan residence time.

107
Konversi kesetimbangan sintesis urea merupakan fungsi dari parameter-
parameter proses tersebut. Salah satunya adalah persamaan empiris
[Piotroski, 1998] :
ε* = -3,4792 + 8,2677x10-1 a – 1,8998x102 a2 – 2,3155x10-1 b –

1,144x10-1 (T/100) + 2,9879x102 – 1,3294x10-1 a(T/100) + 4,5348x10-1

(T/100)2 – 5,5339x102 (T/100)3 (v)


Karena reaksi pembentukan urea berlangsung lambat, maka akan
diperlukan waktu tinggal yang lama (ukuran reaktor yang sangat besar)
untuk mencapai kesetimbangan. Dengan alasan ekonomis maka reaktor
urea umumnya dirancang dengan effisiensi reaktor (fraction approach
to equilibrium) 95%, yang didefinisikan sebagai perbandingan antara
konversi sesungguhnya (c) terhadap konversi pada kesetimbangan :

η = ε/ε* (vi)

Pengembangan reaktor urea banyak dilakukan dalam upaya untuk


meningkatan efisiensi reaktor. Pada Gambar-4.5 ditunjukkan pengaruh
dari model tray terhadap efisiensi reaktor urea [1].

Gambar-4.5 Pengaruh tray terhadap efisiensi reactor urea

108
II.C. Resirkulasi / Dekomposisi

Karena reaksi pembentukan urea di reaktor tidak berlangsung


sempurna, maka masih banyak reaktan-reaktan tidak terkonversi terikut
bersama larutan urea dari reaktor. Pada larutan carbamate dipisahkan
dengan cara pemanasan dan stripping. Reaksi dekomposisi adalah
kebalikan dari reaksi pembentukan carbamate:

NH2CO2NH4 <==>2 NH3 + CO2 (vii)

Proses dekomposisi dilakukan umumnya pada beberapa tingkat tekanan.


Stripping dilakukan pada temperatur tinggi (tekanan sintesis) dengan
bantuan fluida stripping maupun panas. Dekomposisi selanjutnya
dilakukan dengan menurunkan tekanan larutan dan suplai panas,
sehingga gas-gas NH3 dan CO2 terlepas. Gas-gas hasil dekomposisi
dikondensasi menjadi carbamate untuk direcycle ke reaktor dan panas
kondesasi carbamate dapat dimanfaatkan untuk membangkitkan steam.

II.D. Evaporasi

Larutan urea dipekatkan dengan menguapkan air di unit evaporator,


yang dilangsungkan pada temperatur rendah untuk meminimalkan
tejadinya hidrolisa dan terbentuknya biuret. Temperatur rendah dapat
dicapai dengan cara penurunan tekanan menggunakan system ejector
dan condenser.
Temperatur larutan ditetapkan sekitar 138-140°C untuk mencegah
terjadinya kristalisasi urea melt jika temperatur terlalu rendah. Untuk
mencapai kandungan air sekitar 0,3% berat, maka dibutuhkan tekanan
kesetimbangan sekitar 0,035 bar (26 mmHgA). Tekanan uap untuk
system urea-air diperhitungkan dari fraksi air karena urea sukar berada
pada fasa gas. Jika temperatur larutan campuran urea-air naik, maka

109
konsentrasi campuran yang lebih ringan dalam fasa cair (air) akan
berkurang. Tekanan uap air naik dengan naiknya temperatur. Untuk
kesetimbangan 3 fasa urea-air. mula-mula tekanan uap akan naik
dengan naiknya temperatur. Selanjutnya di atas temperatur tertentu,
fraksi air akan menjadi sangat kecil sehingga tekanan uap akan turun
dengan tajam, sebagaimana diperlihatkan pada diagram kesetimbangan
fasa pada system urea-air Gambar-4.6.

Gambar-4.6. Diagram evaporasi larutan urea

II.F. Pengolahan Air

Air (kondensat proses) yang merupakan hasil samping reaksi


pembentukan urea, berasal dari condenser sistem vakum di evaporator
diolah di unit pengolahan air. Di sini kandungan urea diuraikan menjadi
NH3 dan CO2 yang dimanfaatkan kembali untuk proses, dengan
demikian efisiensi pabrik meningkat di samping menghindari
pencemaran lingkungan. Proses pengolahan kondensat proses di pabrik
urea umumnya terdiri dari beberapa tahap yaitu: desorpsi NH3 dan CO2,
hidrolisa urea menjadi NH3 dan CO2, desorpsi kembali hasil dari

110
hidrolisa, dan kondensasi gas-gas NH3 dan CO2 menjadi larutan
carbamate untuk direcycle ke proses.
Reaksi hidrolisis urea merupakan kebalikan dari yang tejadi di reaktor
yaitu:
NH2CO2NH2 + H2O <==>2 NH3 + CO2 (viii)

Kondisi-kondisi yang menguntungkan untuk penguraian urea adalah


temperatur tinggi, tekanan rendah, serta waktu tinggal lama. Dengan
konsentrasi air yang sangat besar, maka konsentrasi kesetimbangan urea
sangat kecil. Untuk menggeser kesetimbangan urea lebih lanjut.
amoniak dan karbondioksida yang terbentuk distripping dengan steam.

Konsentrasi amoniak dan karbondioksida menentukan seberapa jauh


konsentrasi urea dapat diturunkan. Untuk mencapai konsentrasi urea
yang serendah mungkin, sebagian besar NH3, dan CO2 di kondensat
proses didesorpsi di desorber pertama dengan cara stripping oleh off-gas
dari desorber kedua. Di desorber kedua, NH3 dan CO2 yang dilepaskan
dari hidrolisis urea di-stripping dengan steam.

III. Proses Konvensional Stamicarbon, CO2 Stripping


Stamicarbon dan NH3 Stripping Snamprogetti

Perbedaan dari berbagai teknologi proses produksi urea pada dasarnya


adalah pada cara memisahkan urea dari sisa pereaksi dan mendaur-
ulang amoniak dan karbondioksida, yang difokuskan terhadap
peningkatan konversi reaksi, optimasi recovery panas dan penurunan
konsumsi energi.

111
III.A. Proses konvensional Stamicarbon

Teknologi total recycle konvensional yang digunakan di pabrik urea


Kaltim-1 merupakan teknologi proses urea yang paling kuno
dibandingkan teknologi proses urea lainnya. Proses utama di pabrik urea
Kaltim-1 terdiri dari seksi sintesis, resirkulasi, evaporasi dan finishing,
serta pengolahan air. Unit sintesis dengan peralatan utama adalah mixer
dan reaktor, yang didesain beroperasi pada kondisi tekanan 200 bar,
temperatur 190°C dan rasio NH3/CO2 sekitar 4.

Larutan urea dipisahkan dari larutan carbamate yang tidak terkonversi


di seksi resirkulasi yang terdiri dari dua tingkat, yaitu MP dan LP.
Larutan carbamate dipisahkan dengan cara dipanaskan pada temperatur
150-160°C sehingga terurai menjadi gas-gas NH3 dan CO2. Gas-gas
tersebut kemudian akan dikondensasikan di carbamat condenser
menjadi larutan carbamate dan dikirim kembali ke seksi sintesis.

Larutan urea dari seksi resirkulasi dengan konsentrasi sekitar 70%


kemudian dipekatkan hingga 98.8% di seksi evaporasi dalam dua tahap.
Evaporator pertama beroperasi pada tekanan 238 mmHg dan
temperatur 131°C, kemudian dilanjutkan oleh evaporator kedua dengan
tekanan 25 mmHg dan temperatur 140°C. Berikutnya larutan urea melt
dikirim ke prilling tower untuk dibentuk menjadi urea prill.

112
NH3
CO2

NH3 Recovery

carbamate
Syntesis

1st Recirculation MPCC

2nd Recirculation LPCC

Evaporator 1 & 2 WWT

Prilling

Process Condensate

Urea Prill

Gambar-4.7 Diagram blok proses urea konvensional Stamicarbon

Pabrik urea Kaltim-1 juga terkait dengan pabrik melamine dengan


menyuplai urea melt sebagai bahan baku dan menerima larutan
carbamate hasil samping pabrik melamin. Urea melt untuk pabrik
melamine berasal dari sebagian larutan keluar evaporator pertama yang
kemudian dikirim ke evaporator khusus pemekatan larutan urea untuk
pabrik melamin. Sedangkan larutan carbamate masuk ke MPCC.

113
Gambar-4.8. Diagram alir proses urea konvensional Stamicarbon (K-1)

III.B. Proses CO2 Stripping Stamicarbon

Proses CO2 stripping Stamicarbon ditunjukkan pada Gambar4-9 dan


4.10. Unit sintesis terdiri dari reaktor, stripper, HPCC, HP scrubber dan
HP ejector. Untuk mencapai yield urea maksimum per pass di reaktor,
maka tekanan dijaga pada 140 bar, temperatur 183°C dan rasio mol
NH3/CO2 sebesar 2,9-3,0. Larutan dari reactor didistribusikan melalui
tube-tube stripper (shell & tube HE tipe falling film dengan material
stainless steel 25-22-2) dan dikontakkan dengan CO2 sebagai fluida
stripping yang mengalir berlawanan arah. Proses stripping dibantu
dengan pemanasan steam 20K. Hal ini menyebabkan tekanan parsial
NH3 turun dan carbamate terdekomposisi.

114
CO2
NH3

Carbamate
Syntesis

LP Recirculation Recovery

Evaporator 1 & 2 WWT

Prilling
Process Condensate

Urea Prill

Gambar-4.9 Diagram blok proses CO2 Stripping Stamicarbon

Gas-gas dari reaktor menuju ke HP scrubber, yang terdiri dari shell &
tube/HE di bagian bawah dan packing bed di bagian atas. Di bagian
bawah NH3 dan CO2 terkondensasi dan panas kondensasi didinginkan
oleh air pendingin. Di bagian atas, gas dari bagian bawah dikontakkan
dengan larutan carbamate dari LP recirculation secara berlawanan arah.
Off-gas dari HP scrubber yang mengandung O2, N2 serta sedikit NH3
dan CO2 dibuang ke atmosfir setelah melalaui absorber. Larutan
carbamat dari HP scrubber kemudian dialirkan menuju HPCC
menggunakan HP ejector dengan umpan yang bertekanan sebagai fluida
pendorongnya.

Larutan urea keluar dari dasar stripper mengalir ke unit LP recirculation


(tekanan 4 bar), Sedangkan off-gas dari stripper bersama larutan
carbamate dari HP scrubber mengalir ke HPCC. Di HPCC sebagian off-
gas terkondensasi dan panasnya dimanfaatkan untuk menghasilkan LP

115
steam 4K. Reaksi pembentukan carbamate ini tidak seluruhnya
berlangsung di HPCC dengan tujuan agar sebagian tejadi juga di reaktor
untuk memenuhi kebutuhan panas di reaktor. Hal ini dilakukan dengan
mengatur tekanan steam yang dihasilkan, dan dengan temperatur outlet
HPCC 168°C, diharapkan 70% dari reaktan tetap berada dalam fase gas.
Larutan carbamate yang terbentuk serta NH3 dan CO2 yang tidak
terkondensasi dikirim balik ke reaktor, di mana konversi carbamate
menjadi urea berlangsung. Reaktor dilapisi dengan stainless steel 316L,
berisi sieve tray.

Vent
Scrubber NH3

HPCC Prilling Tower


Reaktor

LPCC

Rectifying

Stripper
FBC
Evaporator
CO2

Gambar-4.10. Diagram alir proses CO2 stripping Stamicarbon

Larutan urea dari HP stripper di seksi sintesis selanjutnya diekspansikan


dari tekanan 145 ke 3,6K sehingga sebagian besar carbamate
terdekomposisi dan larutan selanjutnya melewati rectifying column dan
heater untuk memisahkan reaktan yang tidak terkonversi. Gas dari
rectifying column kemudian dikondensasi di LPCC dan larutan
carbamate hasil kondensasi dikirim balik ke seksi sintesis lewat HP

116
scrubber. Larutan urea kemudian dipekatkan hingga 99,8% melalui 2
tingkat evaporator sebelum ke prilling atau hingga konsentrasi 95%
untuk larutan urea ke unit granulasi.

III.C. Proses NH3 Stripping Snamprogetti

Pada awalnya proses Snamprogetti menggunakan amoniak sebagai


media stripping, namun karena kelarutan amoniak yang tinggi dalam
fluida sintesis yang mengandung urea, outlet stripper mengandung NH3
dalam jumlah besar mengakibatkan overload di proses downstreamnya.
Dalam perkembangan selanjutnya, proses Snamprogetti seperti yang
digunakan di Kaltim-4, stripping dicapai hanya dengan memanfaatkan
ekses NH3 ditambah dengan pemanasan oleh steam (thermal or self
stripping). Bahkan tanpa NH3 sebagai agen stripping, NH3/CO2 ratio di
outlet stripper masih relatif tinggi sehingga diperlukan dua tingkat unit
resirkulasi (MP dan LP decomposer).

NH3

CO2 NH3 Recovery


carbamate
Syntesis

MP Decomposer MP Condenser

LP Decomposer LP Condenser

Process Cond.
Pre & Concentrator
Treatment

Granulator
Process Condensate
Urea Granule

Gambar-4.11. Diagram blok proses NH3 stripping Snamprogetti

117
Dengan rasio NH3/CO2 sekitar 3.3-3.6, temperatur 186-189°C dan
tekanan 158 kg/cm2g, maka sekitar 63% total umpan CO2 terkonversi
menjadi urea di reaktor, yang berisikan perforated trays. Produk dari
reaktor menuju ke stripper, di mana sejumlah carbamate
terdekomposisi. Stripper bertipe falling film dengan material tube
bimetal terdiri dari zirconium dan stainless steel 25-22-2. Bahan yang
lebih tahan korosi daripada stainless steel dibutuhkan karena kondisi
sangat korosif pada temperatur yang tinggi (200-210°C) diperlukan
untuk proses thermal stripping yang efisien. Teknologi sebelumnya
menggunakan Titanium namun tidak memuaskan karena terjadi erosi di
daerah bottom. Zirconium bebas korosi dan masalah yang ada hanyalah
kesulitan untuk mendapatkan las yang sesuai dan pemisahan dua
lapisan pada ujung bottom. Kesalahan fabrikasi merupakan sumber
utama masalah yang terjadi pada teknologi stripper saat ini.

Carbon or Aloy Steel (Pressure Resitant Body)

Lining SS 2S/22/2 Cr. N. Mo


SS 2S/22/2 Cr. N. Mo (Outer Tube)
Zirconium Gr. 702 (linear Tube)

Bimetallic Tubes

Overlay &vLining SS 2S/22/2 Cr. N. Mo

Gambar-4.12. Tube bimatetal pada stripper Snamprogetti

Aliran gas keluar dari stripper kemudian dicampur dengan carbamat


yang dari seksi resirkulasi MP untuk dikondensasikan di HP carbamate
condenser yang bertipe kettle condenser. Larutan carbamate yang
terbentuk, setelah melalui HP separator kemudian direcycle ke reaktor

118
lewat ejektor dengan amoniak sebagai fluida pendorong. Gas dari HP
separator menuju MP decomposer.

Sisa carbamate dan NH3 yang masih terikut di larutan urea selanjutnya
dipisahkan di 2 tahap resirkulasi yaitu MP decomposer yang bertekanan
17.8 kg/cm2g dan LP decomposer dengan tekanan 3.9 kg/cm2g. Gas-gas
NH, dan CO2 dari decomposer dikondensasi kembali di MP dan LP
condenser sebagai larutan carbamate dan dikembalikan lagi ke reactor
lewat HPCC.
Larutan urea dari LP decomposer dengan konsentrasi 71% dipekatkan di
2 tingkat, yaitu hingga 85% di vacuum preconcentrator dan menjadi 96%
di vacuum concentrator dicampur dengan larutan urea recycle dari seksi
granulasi. Larutan urea pekat dibentuk menjadi produk akhir urea
granul di unit granulasi yang betipe fluid bed granulator.

NH3

CO2 Carbamat

Urea Granul

Gambar-4.13. Diagram alir proses NH3 stripping Snamprogetti

119
BAB 17

DESKRIPSI PROSES AMMONIA K-2

1. Unit Sintesis Amoniak

Unit sintesis amoniak di pabrik Kaltim-2 menggunakan bahan baku


berupa gas alam (natural gas) yang berasal dari Tanjung Santan sebagai
gas proses (process gas) serta sebagai fuel gas (berasal dari Muara
Badak). Sedangkan sebagai cadangan (backup), gas alam disuplai oleh
Vico yang berlokasi di Muara Badak.

Pabrik Kaltim-2 didesain untuk memproduksi anhydrous liquid


ammonia (NH3 99,9%) dengan kapasitas 1.500 MTPD dan setelah di
retrofit menjadi 1.800 MTPD dengan disertai karbon dioksida (CO2)
sebagai hasil samping yang digunakan di unit sintesis urea Kaltim-2 dan
POPKA.

Proses pembuatan amoniak di Kaltim-2 menggunakan proses Kellogg


dengan catalytic reforming pada tekanan tinggi. Urutan proses
pembuatan amoniak adalah :

1. Raw Synthesis Gas Separation, terdiri dari :

1.1. Desu[furiation
1.2. Catalytic reforming
1.3. Catalyic shifl converter

2. Synthesis Gas Purification,terdiri dari :

2.1. CO2 removal


2.2. Methanation

3. Ammonia Synthesis, terdiri dari :

491
3.1. Synloop
3.2. Ammonia refrigeration

4. Sarana Penunjang, terdiri dari :

4.1. Steam system


4.2. Chemical injection
4.3. Fuel system
4.4. Rotating system
4.5. Hydrogen Recovery Unit (HRU)

1. Raw Synthesis Gas Separation

1.1.Desulfurization

Pada awal proses , gas alam (natural gas) dari SKG Pertamina
dimasukkan ke Feed gas Knock Out Drum (KO Drum) 120-F
bertekanan 46-48 kg/cm2 dengan tujuan untuk memisahkan cairan dan
padatan yang tersuspensi dalam aliran gas. Aliran gas proses, yang
keluar dari bagian atas Knock Out Drum, kemudian dipanaskan hingga
suhu 370-390°C (temperatur kerja efektif bagi absorben ZnO di reaktor
desulfurizer) di feed gas preheat coil dengan menggunakan panas dari
flue gas primary reformer (101-B). Setelah dipanaskan, gas proses
kemudian diinjeksikan dengan H2, yang berasal dari HRU, dimana
jumlah H2 yang diinjeksikan adalah sepersepuluh dari total gas proses.

Tujuan penginjeksian gas H2 adalah untuk membantu konversi sulfur


organik menjadi sulfur anorganik (H2S) di desulfurizer. Selanjutnya gas
proses yang telah diinjeksi dengan H2 dimasukkan ke reaktor
desulfurizer (120-DA/DB) yang berisi absorben CoMo (Cobalt-
molybdenum) di bagian atas reaktor dan absorben ZnO (Zinc-oxide) di

492
bawahnya. Pada tahap ini, diharapkan gas proses yang keluar dari
reaktor desulfurizer hanya akan mengandung sulfur tidak lebih dari 0,5
ppm. Senyawa sulfur ini perlu dihilangkan karena dapat meracuni
katalis Ni yang terdapat di tube Primary Reformer sehingga keaktifan
ZnO dan CoMo, sebagai absorben, berkurang.

Reaksi yang tejadi di tahap desulfurisasi :

RSH (g) + H2 (g) <--> RH (g) + H2S (g)

CS2 (g) + 4H2 (g) <--> CH4 (g) + H2S (g)

Kemudian H2S yang terbentuk akan diserap oleh katalis ZnO, dengan
reaksi :

H2S (g) + ZnO <--> ZnS + H2O (g)

Kandungan sulfur yang keluar dari desulfurizer akan semakin tinggi jika
sebagian besar katalis telah berubah menjadi ZnS atau temperatur gas
proses yang masuk reaktor terlalu rendah.

1.2. Catalytic reforming

Tahap catalytic reforming ini disebut juga tahap pembentukan gas


sintesis.Tahap ini terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu yang pertama di
Primary Reformer dan yang kedua di Secondary Reformer.

1.2.a. Primary Reformer (101 -B)

Feed gas dari outlet desulfurizer dicampur dengan Medium Pressure


Steam (MS) yang bertekanan 42.2 kg/cm2 dengan perbandingan antara
steam dan carbon (S/C) sekitar 3,5. Kemudian campuran ini dipanaskan
di Mix Feed Preheat Coil convection section (101-B) sampai suhu 610-
621 OC yang selanjutnya dibagi dalam 12 sub header dan secara paralel

493
masuk ke tube tube berisi katalis Nikel. Reaksi yang terjadi di Primary
Reformer adalah :

CH4 (g) + H2O (g) <--> CO (g) + 3H2 (g) ΔH298 = 49,2 kkal/mol

CO (g) + H2O (g) <--> CO2 (g) + H2 (g) ΔH298 = -9,8 kkal/mol

Reaksi yang pertama disebut methane steam reforming reaction yang


sangat endotermis (terjadi pada suhu sekitar 800°C) sedangkan reaksi
kedua disebut water-gas shift reaction. Untuk memenuhi kebutuhan
panas dari reaksi pertama, maka dilakukan pembakaran gas alam di
Radiant Furnace Primary

Reformer dengan menggunakan Flue Gas Arch Burner. Panas yang


dihasilkan dari pembakaran gas alam dimanfaatkan untuk :

• Pemanasan campuran umpan Primary Reformer


• Pemanasan campuran steam dan udara yang ke Secondary
Reformer
• Pemanasan umpan gas (feed gas) ke reaktor desulfurizer
• Pemanasan bahan bakar
• Menghasilkan superheated steam
• Menghasilkan High Pressure Steam (HP Steam WHB)
• Menghasilkan Low Pressure Steam (LP Steam WHB)

Pada outlet Primary Reformer, temperatur gas proses sekitar 834°C


dengan Kandungan CH4 sekitar 9-12.5% dry gas. Gas yang keluar dari
Primary Reformer ini kemudian akan masuk ke Secondary Reformer.
Di unit Primary Reformer ini terdapat pula beberapa peralatan lain
yaitu ID Fan (101-BJ) yang berfungsi untuk menghisap flue gas dingin
sehingga meninggalkan seksi konveksi (pada suhu 288°C) serta unit

494
uxiliary Boiler, dimana flue gas-nya digunakan untuk membangkitkan
steam (HS).

1.2.b. Secondary Reformer (1 03-D)

Tahap kedua catalytic reforming adalah Secondary Reformer yaitu


dengan mereaksikan gas yang keluar dari Primary Reformer dengan
campuran udara (dikompresi oleh kompresor 101-J hingga fekanan 36,7
kg/cm2) dan steam, dimana sebelumnya campuran udara dan steam
dipanaskan di convection section hingga suhu 496 OC. Tujuan
reforming di Secondary Reformer adalah :

• Menurunkan kandungan CH4 di gas proses menjadi sekitar 0,3%-


mol
• Untuk mendapatkan gas N2 yang dibutuhkan pada tahap
pembuatan gas sintesis.

Panas yang dibutuhkan untuk reaksi di Secondary Reformer diperoleh


dari reaksi hidrogen (H2) dan oksigen (O2), yaitu :

2H2 (g) + O2 (g) <--> 2H2O (g) ΔH298 = -115,6 kkal/mol

Banyaknya jumlah H2 yang bereaksi dibatasi oleh kebutuhan nitrogen


(N2) di proses sintesis amoniak, dengan rasio antara H2 dan N2 adalah
3 : 1. Reaksi antara H2 dan O2 adalah reaksi yang sangat eksotermis
sehingga dapat menaikkan temperatur hingga 1200-1250 °C, sehingga
agar material dari Secondary Reformer dapat tahan lama maka
dipasang water jacket pada Secondary Reformer.

Pada outlet Secondary Reformer, temperatur gas proses adalah 987,3 OC


dan tekanan 31-35 kg/cm2. Selanjutnya gas proses didinginkan di 101-C
sehingga suhunya menjadi 525 °C dengan menggunakan Boiled Feed

495
Water (BFW) sebagai media pendingin, sehingga BFW akan menjadi HP
saturated steam (102 kg/cm2). Kemudian gas proses dialirkan ke Heat
Erchanger (102-C) dimana gas proses akan memberikan panasnya
untuk mengubah HP saturated steam (di dalam tube) menjadi HP
superheated steam. Selanjutnya gas proses keluaran exchanger yang
bersuhu 350-360 °C dan bertekanan 31 kg/cm2 akan dialirkan ke High
Temperature Shift Converter (HTSC).

1.3. Catalytic Shift Converter

Pada tahap catalytic shift converter ini terjadi perubahan CO menjadi


CO2 dengan reaksi sebagai berikut :

CO (g)+H2O (g) <--> CO2 (g)+H2(g) ΔHr298 = -9,38 kkal/mol

Dari reaksi di atas. terlihat bahwa reaksi shift adalah reaksi eksotermis
sehingga untuk mencapai konversi yang tinggi, reaksi harus
dioperasikan pada suhu yang rendah. Namun, dari segi kinetika akan
menyebabkan kecepatan reaksi berkurang. Oleh karena itu, berdasarkan
pertimbangan secara teknis dan ekonomis maka reaksi shift dibagi
menjadi 2 (dua) tahap yaitu :

1.3.a High Temperature Shift atau HTS (104-DA)

Pada unit HTS ini, katalis yang digunakan adalah Iron oxide (Fe2O3).
Campuran process gas-steam yang masuk ke inlet HTS bersuhu antara
350- 371 °C dimana sebagian besar CO yang masih terdapat di gas proses
(dari Secondary Reformer) akan diubah menjadi CO2. Karena reaksi
pengubahan CO menjadi CO2 adalah reaksi eksotermis maka suhu gas
proses di outlet HTS akan naik menjadi 420-438 °C dimana kandungan
CO yang masih lolos dari HTS sekitar 2,5 - 3,5 % mol dry gas.

496
Untuk mencapai konversi CO yang diinginkan ada 2 (dua) variabel yang
perlu diperhatikan , yaitu suhu dan rasio antara steam dan gas yang
masuk ke unit HTS . Pengaruh suhu terhadap konversi CO adalah pada
suhu rendah, tapi di atas titik kondensasi steam, konversi CO akan
tinggi sedangkan pada suhu tinggi kesetimbangan akan bergeser ke kiri
sehingga CO yang lolos akan semakin banyak tapi dari segi kinetika akan
mempercepat laju reaksi.

Untuk pengaruh rasio antara steam dan gas terhadap konversi CO


adalah apabila rasio antara steam-gas bertambah maka konversi CO
akan bertambah. Selanjutnya, gas proses dari outlet HTS akan
didinginkan di 103-C oleh BFW sehingga suhunya turun menjadi 332 OC
kemudian didinginkan kembali di suhunya kembali turun 231 OC dengan
media pendinginnya gas proses yang akan masuk methanator, dan
terakhir gas proses didinginkan kembali oleh BFW di 112-C hingga suhu
215 °C. Setelah didinginkan, gas akan masuk ke separator 143-F untuk
dipisahkan kondensatnya, sedangkan raw gas masuk ke Low
Temperature Shift Converter (LTSC).

1.3.b Low Temperature Shift atau LTS (104-DB)

Pada unit LTS ini, jenis katalis yang digunakan adalah Copper oxide.
Selain itu, karena katalis Copper oxide ini sangat sensitif terhadap
senyawa sulfur maka katalis ini dilengkapi juga dengan ZnO (Zinc
oxide). Di LTS, sisa CO, yang masih lolos dari unit HTS, akan
dikonversikan menjadi CO2 pada suhu reaksi yang lebih rendah yaitu
200-235 oC. Kemudian untuk variabel-variabel yang mempengaruhi
konversi CO di LTS serta pengaruhnya sama dengan variable yang
mempengaruhi konversi CO di HTS. Selanjutnya, gas proses yang
keluar dari LTS akan mengalami pendinginan beberapa tahap dengan

497
media pendingin berupa BFW yaitu pada exchanger 131-C, 111-C, 105-C,
160-C, dan 106-C sehingga suhu terakhir gas proses menjadi 93 oC.

Karena tejadi pendinginan beberapa tahap, maka kondensat akan


terbentuk dimana kondensat kemudian akan dipisahkan di Raw Gas
Separator (102-F) untuk dikirim ke condensate stripper (2103-E) di unit
Utilitas. Sedangkan raw gas yang telah dipisahkan di separator
(bertekanan 28,9 kg/cm2) akan dimasukkan ke CO2 Absorber (101-E) di
unit CO2 Removal.

2. Synthesis Gas Purifcation


2.1.CO2 Removal

Unit CO2 removal ini terdiri dari unit penyerapan C02 yaitu di menara
absorber (101-E) dan unit pelepasan CO2 di menara stripper (102-E).
Syarat terjadinya penyerapan CO2 di absorber adalah tekanan tinggi dan
suhu operasi rendah sedangkan syarat untuk pelepasan CO2(stripper)
adalah tekanan rendah dan suhu operasi tinggi. Sebagai penyerap CO2
digunakan larutan benfield , dimana sebagai aktivator digunakan ACT-I
dan sebagai pelindung terhadap korosi digunakan Vanadium. Tujuan
dari penghilangan CO2 di unit

CO2 removal ini adalah agar CO2 tidak meracuni katalis di ammonia
converter sehingga jumlah produksi amoniak menurun. Raw gas dari
102-F akan didinginkan melalui 4 (empat) tahap yang kemudian akan
masuk melalui bagian bawah absorber, dimana gas mengalir ke atas
melalui packing-packing sehingga tejadi kontak antara aw gas dengan
larutan benfield yang mengalir dari atas ke bawah. Reaksi penyerapan
CO2 yang tejadi adalah sebagai berikut :

498
CO2 + K2CO3 + H2O <--> 2KHCO3

Larutan benfield, yang digunakan untuk menyerap CO2, terbagi menjadi


2 (dua) jenis yaitu lean solution dan semi lean solution. Lean solution
masuk pada stage pertama absorber (terdiri dari 4 bed poll ring),
sedangkan semi lean solution masuk pada stage ketiga. Setelah tejadi
kontak antara larutan benfield dengan CO2, maka gas sintesis yang telah
terserap gas CO2 nya akan keluar dari bagian atas absorber suhu 700C
yang kemudian masuk ke KO Drum (103-F) yang berguna untuk
memisahkan gas dari kondensat. Selanjutnya gas akan dipanasi di shell
side dari 136oC dan 104-C sehingga suhu mencapai 300 0C, kemudian
gas dialihkan ke Methanator

Larutan benfield yang banyak mengandung CO2 atau rich solution akan
keluar dari bagian bawah Absorber pada suhu 117 0C dan tekanan 28
kg/cm2 akan dikirim ke CO2 stripper ( 102-E ),tersendiri dari 3 bed pall
ring, melalui pompa hydraulic turbine (107-JA/JB) sehingga
tekanannya turun menjadi 6 kg/cm2 kemudian setelah mencapai
stripper, tekanannya akan turun lagi menjadi 4,8 kg/cm2. Dengan
terjadinya penurunan tekanan, maka sebagian gas CO2 didalam larutan
akan terlepas kembali, sedangkan larutan benfield akan turun kebawah
stripper. Pada stripper, selain tekanan diturunkan larutan benfield juga
dipanaskan oleh Low Pressure Steam (LS) dan larutan benfield panas
yang bersumber dari 105-C, 132-F dan 160-C (sumber steam dan
benfield panas). Tujuan dilakukan pemanasan larutan adalah agar CO2
yang terdapat dilarutan benfield dapat terlepas sehingga larutan benfield
dapat dipergunakan kembali untuk menyerap CO2.

Pada CO2 stripper, lean solution masuk dari bagian atas stripper yang
kemudian di-stripping oleh steam sehingga CO2 keluar dari bagian atas

499
stripper. Sedangkan Lean Solution Sebagai bottom product dari 102-E
akan didinginkan di 109-C hingga suhu 70 0C dengan media pendingin
Fresh Cooling water (FCW) dan selanjutnya dipompa oleh 108-
JA/JB/JC ke 101-E Sebagai penyerap CO2. Pada intermediate liquid top
pan stripper, semi lean dikirim ke semi lean solution flash tank 132-F
(terdiri dari 4 stage) yang dilengkapi dengan steam ejector,
memanfaatkan steam dari 111-C dimana panas steam berasal dari
effluent LTS. Dari stage keempat di 132-F, semi lean solution akan
dipompa oleh lean solution pump (107-J) sehingga dapat dipakai
penyerap di 101-E

Untuk CO2 yang berasal dari outlet stripper (1020C), sebelum dikirim ke
unit Urea dan POPKA, CO2 akan didinginkan di partial condenser 110-C,
yaitu cooler type fin fan yang berjumlah 16 Fan, menjadi bersuhu 56 0C
lalu kondensatnya dipisahkan di separator 113-F dan kemudian
didinginkan kembali di Stripper Overhead Trim Cooler 107-C hingga
suhu 38 0C dimana kondensatnya kembali dipisahkan dengan separator
123-F. Kemudian, kondensat yang diperoleh dari 113-F dan 123-F akan
dipompa dengan pompa 109-JIA sebagai refluks di stripper dan umpan
steam, sedangkan kondensat yang berlebih akan dikirim ke
neutralization sump

2.2. Methanator (106-D)

Pada tahap methanation ini, unit methanofor berfungsi untuk


menghilangkan kandungan CO dan CO2 yang masih terbawa oleh
synthesis gas dari CO2 removal. Di dalam methanator, CO dan CO2
dikonversi menjadi CH4 melalui proses metanasi, yaitu mereaksikan
kedua senyawa tersebut dengan H2, dimana katalis yang digunakan
adalah Nikel (Ni). Reaksi yang tejadi di unit methanator adalah :

500
C0 + 3H2 ↔ CH4 + H2O ΔH298=- 49.3 kka/mol

CO2 + 4H2 ↔ CH4 + 2H2O ΔH298=- 133,5 kkal/mol

Kedua reaksi di atas adalah reaksi eksotemis dimana setiap 1 %-mol CO


akan menaikkan suhu sistem sebesar 72 °C dan setiap 1 %-mol CO2 akan
menaikkan suhu sebesar 61 0C sehingga temperatur gas proses yang
berasal dari outlet methanator akan naik menjadi sekitar 350 °C dengan
jumlah CO dan CO2 yang masih lolos maksimum 10 ppm. Oleh karena
itu, untuk mencegah kenaikan temperatur reaktor yang terlalu tinggi
maka jumlah CO dan CO2 yang masuk methanator dibatasi maksimal
0,35 % CO dan 0,1 % CO2. Dari konstanta kesetimbangan reaksi terlihat
bahwa pada suhu tetap tekanan parsial oksida karbon pada
kesetimbangan, yang sebanding dengan tekanan parsial uap air yang
masuk methanator, sangat rendah sehingga akibatnya konversi reaksi
sangat besar.

Synthesis gas yang keluar dari methanator pada temperatur 330 °C


akan didinginkan di 114-C hingga suhu 117 0C, di 168-C dan di 115-C
hingga suhu 38 °C. Selanjutnya, setelah didinginkan, synthesis gas akan
dilewatkan separator 104-F untuk memisahkan kondensat dengan gas,
dimana kondensatnya akan dikirim ke unit utilitas. Kemudian
berikutnya, synthesis gas atau syn gas yang keluar dari 104-F, pada
tekanan 27 kg/cm2, akan dimasukkan ke suction LP case syn gas
compressor 103-J.

501
3. Ammonia Synthesis
3.1. Synloop

Pada unit synloop ini, terjadi reaksi antara H2 dan N2 menjadi amoniak
dimana kemudian amoniak dipisahkan dari gas sintesis dengan cara
didinginkan dan selanjutnya gas sintesis yang belum bereaksi dan
kembali disirkulasikan ke dalam reaktor ammonia converter.

3.1.a. Synthesis Gas Compressor

Gas sintesis masuk ke suction kompresor sentrifugal (103-J) pada suhu


38 °C. Kompresor ini digerakkan oleh steam turbine yang terdiri dari 2
(dua) casing dengan intercooling pada case pertama dan sebuah recycle
wheel yang terpisah dari casing kedua. Gas sintesis mengandung H2 dan
N2, dengan perbandingan volumenya 3:1, serta sejumlah inert (argon
dan metana). Pada Low Pressure (LP) case, syngas dikompresi hingga
tekanan 53 kg/cm2 dan temperatur 122 0C lalu didinginkan oleh aliran
gas sintesis yang menuju methanator di 136-C serta oleh Fresh Cooling
Water (FCW) di 170-C , hingga temperatur gas mencapai 38 °C. Air yang
terkondensasi akan dipisahkan di KO Drum (142-F). Kondensat yang
telah dipisahkan kemudian dibuang ke sewer system sedangkan gasnya
masuk ke suction MP case bersama dengan H2 dari HRU.

Selanjutnya di Medium Pressure (MP) case, gas dikompresi hingga


tekanan 98 kg/cm2 dan temperatur 117 °C kembali didinginkan oleh
pendingin di 116-C dan NH3 refrigerant di 129-C hingga suhu gas 8 °C,
dimana air yang terkondensasi kembali dipisahkan oleh KO Drum (105-
F) kemudian syngas tersebut akan masuk ke High Pressure (HP) case.
Pada HP case, syngas kembali dikompresi hingga mencapai tekanan
182 kg/cm2 lalu setelahnya gas sintesis akan meninggalkan stage dan
bercampur dengan effluent ammonia converter dari 121-C.

502
Campuran gas tersebut kemudian dialirkan ke pendingin di 124-C(FCW)
dan 120-C (NH3 refrigerant) dengan tingkat pendinginan di 12O-C dari
20 °C, 0 °C, - , dan -33 OC. Campuran effluenf dari ammonia converter
(105-D) dan effluent gas didinginkan hingga -33 0C di uniitized
exchanger refrigeration dimana amoniak yang terkondensasi akan
dipisahkan di ammonia separator (106-F). Kemudian gas dari 106-F
akan masuk kembali ke 12O-C (di bagian tengah pipa) dan dipanaskan
hingga 25 °C oleh campuran dari 124-C (di bagian annulus) dan
dikompresi di resirkulator hingga tekanan gas sintesis (recycle gas) 185
kg/cm2, lalu setelahnya recycle gas ini akan bergabung dengan syngas
baru dan kembali masuk ke ammonia converter.

3.1.b. Ammonia Converter (105-D)

Reaksi sintesis amoniak yang tejadi di ammonia converter dapat


dituliskan sebagai berikut :

N2 + 3H2 ↔ 2NH3 ΔH = -11040 kal/mol

Reaksi pembentukan amoniak di ammonia converter berlangsung pada


3 (tiga) bed katalis, dimana volume masing-masing bed berbeda-beda,
serta katalis yang digunakan adalah katalis promote iron. Bed yang
teratas yang paling kecil kemudian bed di bawahnya lebih besar. Hal ini
untuk membatasi panas reaksi eksotermis pada bagian atas, dimana
reaksinya sangat cepat sehingga sesuai dengan suhu yang diinginkan.

Gas sintesis yang keluar dari resirkulator bertekanan 185 kg/cm2


dipanaskan di 121-C menjadi 130 C yang selanjutnya dimasukkan ke
converter melalui bagian bawah dan mengalir ke atas melalui ruang
annulus ke shell side dari interchanger 122-C, dimana aliran
memberikan media pendingin untuk tekanan shell sehingga menerima
panas sebelum masuk ke interchanger. Flow gas yang memasuki shell

503
interchanger dipanaskan hingga 385 oC oleh effjuent gas dari bed ketiga
dan aliran turun melewati katalis bed pertama, dimana campuran gas
mengalir ke dalam bed pertama secara radial. Gas meninggalkan bed
pertama pada subu 583 0C dan untuk menjaga supaya temperatur masuk
pada bed kedua tidak terlalu tinggi maka dicampurkan gas pendingin
secara quench.

Sebagian gas sintesis dimasukkan ke dalam bagian dalam converter


melalui bagian atas dan mengalir turun melalui 2 (dua) downcomer ke
dasar interbed heat exchanger melewati sisi tube dari interbed HE.
Tujuannya untuk mendinginkan gas yang meninggalkan bed kedua
kataiis menuju bed ketiga katalis. Effluent dari bed kedua memasuki sisi
shell interbed HE untuk pendinginan suhu syn gas yang akan masuk bed
ketiga. Setelah syn gas melalui bed ketiga, gas yang sebagian terkonversi
menjadi amoniak akan melewati perforated centre tube dan mengalir
melalui pipa tengah ke sisi tube dari effluen/ HE untuk penukaran panas
yang dimasukkan melalui inlet utama di dasar converter, lalu menuju
outlet converter.

Suhu keluar produk amoniak dari ammonia converter adalah 350 0C


kemudian didinginkan berturut-turut di 123-C, 121-C, 139-C dan 125-C.
Sebelum masuk 139-C aliran gas dibagi menjadi 2 (dua) jalur atau line,
dimana line pertama ke 139-C lalu ke 125-C dan 108-F (Purge Gas
Separator). Di 108-F. gas yang terkondensasi akan dialirkan ke 107-F
(NH3 Letdown Dmm) sedangkan yang tidak terkondensasi dikirim ke
HRU sebagai purge gas. Untuk line kedua, gas akan masuk ke
exchanger 124-C dimana sebelumnya bergabung dahulu dengan syn gas
outlet HP case. Kemudian aliran dilewatkan ke 120-C sehingga tejadi
perpindahan panas, dimana sebagai media pendingin digunakan NH3
dari refrigerant f[ash. Campuran gas kemudian dimasukkan ke
separator 106-F dimana gas yang tidak terkondensasi kembali masuk ke

504
120-C sebagai umpan reaktor sedangkan amoniak yang terkondensasi
masuk ke 107-F.

3.2. Ammonia Refrigeration

Sistem refrigerasi amoniak terdiri dari 4 (empat) stage yang dilengkapi


dengan pendinginan untuk interstage syngas compressor dan
kondensasi amoniak di synloop. Empat stage pada refigeration system
(110-F, 141-F, 111-F, 112-F), mempunyai kondisi sebagai berikut :

• Stage I (110-F) T = 20,6 0C P = 6,8 kg/cm2

• Stage II (141-F) T = O 0C P = 4,3 kg/cm2

• Stage III (I 11-F) T = -17,8 °C P = 2,1 kg/cm2

• Stage IV (1 12-F) T = -33,3 0C P = 0,04 kg/cm2

Liquid ammonia yang diperoleh dari 107-F akan di-flash di 110-F dan
sebagian di 112-F. Di 110-F, sebagian NH3 yang tidak terkondensasi akan
menguap dan masuk ke stage pertama pada kompresor 105-J sedangkan
liquid ammonia yang terkondensasi digunakan sebagai pendingin di
120-C. Setelah mengambil panas di 120-C amoniak yang berbentuk gas
akan kembali masuk ke 110-F lalu ke 105-J sedangkan untuk liquid
ammonia yang masih tersedia akan dialirkan ke 141-F setelah
tekanannya diturunkan (di letdown).

Pada 141-F, amoniak cair yang telah diekspansikan digunakan untuk


mengambil panas di 120-C dan sebagian lagi dialirkan ke 111-F,
sedangkan amoniak yang berbentuk gas akan masuk ke stage kedua dari
105-J. Proses yang sama akan tejadi pada 111-F dan 112-F, tetapi pada
112-F amoniak cair yang dingin (-33 0C) akan dipompa ke storage
dengan pompa 110- J/JA dan sebagian dipompa dengan 124-J/A untuk

505
mengontrol suhu amoniak panas dari refrigerant receiver 109-F yang
akan dikirim ke unit urea dan POPKA, karena amoniak panas yang
dibutuhkan unit Urea dan POPKA mempunyai temperatur 28 °C serta
tekanan 28,8 kg/cm2. Produk amoniak panas yang akan dikirim ke unit
Urea dan POPKA dipompa oleh 123-J/A.

Discharge stage keempat kompresor 105-J dialirkan dengan tekanan


16,4 kg/cm2 dan suhu 97 0C untuk selanjutnya dikondensasikan di
ammonia refrigerant condenser (127-C) sehingga pada suhu 38 °C
outlet 127-C akan dimasukkan ke refrigerant receiver (109-F). Di 109-F,
terdapat pula ammonia line dari HRU dan tie-in ke Kaltim-1 dan
Kaltim-3. Gas yang tidak terkondensasi pada 127-C akan menguap ke
126-C (Flash Gas Chiller) dan didinginkan dengan ammonia refrigerant
dari 141- F.

Gas yang terkondensasi di 126-C kemudian bergabung dengan outlet


109-F yang masuk ke 110-F, sedangkan gas yang tidak terkondensasi di
126-C akan dialirkan ke HRU sebagai flash gas. Apabila kompresor tidak
running, maka flash gas dikirm ke fuel reformer.

4. Sarana Penunjang
4.1. Steam System

Bahan baku pembangkit steam adalah air demin dari unit Utilitas
Kaltim-2 yang dipompakan ke unit Amoniak dengan pompa 2001 J/JA,
dimana air kemudian dipanaskan di 106-C sampai 95 C dan kemudian di
168-C hingga suhu 105 °C. Selanjutnya BFW dimasukkan ke deaerator
101-U untuk dihilangkan kandungan oksigennya dengan menggunakan
LP Steam. Kemudian BFW dipompa oleh 104-J/JA melalui beberapa
exchanger yaitu 131-C (row gas), 123-C (syn gas), 112C (raw gas), 114-C
(syn gas), dan kemudian masuk ke HP Steam Drum (101-F). Sedangkan
untuk LP Steam, BFW dipompakan ke Steam Drum 148-F.

506
Berikut ini, adalah proses pembangkitan masing-masing steam :

4.1.a. HP Steam Generation

HP steam 102 kg/cm2, 3l3'C berasal dari BFW di steam drum 101-F
yang dibangkitkan melalui IO I C , 103-C, auxiliary boiler, dan HP
steam coil convection section 101 -8.

4.1.b. HP Superheated Steam Generation

HP steam dari steam drum 101-F dijadikan superheated steam dengan


temperatur 510 °C dengan memanfaatkan panas di 102-C dan coil
superheater di convection section 101-B kemudian masuk ke steam
lieader.

4.1.c. LP Steam Generation

LP steam 3,5 kg/cm2 berasal dari BFW di steam drum 148-F yang
dibangkitkan melalui LP steam coil di convection section 101-B.

4.2. Chemical Injection

Bahan kimia yang diinjeksikan di unit amoniak Kaltim-2 adalah


hydrazine, amine, dan phosphate. Penginjeksian hydrazine dilakukan di
deaerator 101-U dengan tujuan untuk membantu penyerapan oksigen
(oksigen menyebabkan korosi) yang terkandung di BFW. Untuk amine,
penginjeksian dilakukan di outlet deaerator dengan tujuan untuk
menjaga pH BFW antara 8.6-9.2. Sedangkan penambahan,bahan kimia
phosphate dilakukan di steam drum 101-F dan 148-F dengan tujuan
untuk mengatur pH serta sebagai antiscale.

4.3. Fuel System

Kebutuhan gas alam (natural gas) disuplai melalui SKG Pertamina


dengan tekanan 42 kg/cm2. Kebutuhan naturalgas untuk process gas

507
sebesar 35,5 mmscf dan untuk fuel gas 20,4 mmscf pada rate 102 %.
Kebutuhan untuk fuel gas sebesar 44750 m3/jam yaitu untuk auxiliary
burner, superheater burner, tunnel burner, preheat coil burner, dan
flue gas arch burner.

4.4. Rotating System


4.4.a Kompresor udara (101-J)

Kompresor udara berfungsi untuk menaikkan tekanan udara sebagai


umpan di secondary reformer dan suplai udara IA/PA yang diambil dari
discharge LP stage. Penggerak kompresor ini adalah steam admission
condensing turbine. Pelumasan untuk kompresor dan turbin diberikan
dari sebuah console yang juga mensuplai pelumasan dan seal ail ke
kompresor untuk refrigerasi. Pada kompresor, terdapat intercooler
exchanger yang diletakkan di antar stage untuk mendinginkan hot
discharge dari gas stream sebelum masuk ke stage berikutnya.

4.4.b. Synthesis Gas Compressor

Kompresor ini berfungsi untuk mengkompresikan gas sintesis hingga


tekanan sintesis. Kompresor ini terdiri dari 2 case compressor dan 1
case sirkulator dengan pendingin di antara stage, dengan penggerak
kompresor berupa steam extraction condensing turbine. Kompresor
dilengkapi pula dengan lube oil atau seal oil console.

4.4.c. Refrigerant Compressor (105-J)

Kompresor ini berfungsi untuk menjaga tekanan sistem refrigerasi dan


mengkompresi uap amoniak. Kompresor ini merupakan kompresor dua
case yang dilengkapi dengan interstage cooler, dan kompresor
digerakkan oleh steam condensing turbine.

508
BAB 21

UNIT UREA KALTIM-3

1. Konsep Proses

1.1. Dasar Reaksi

Proses pembuatan urea didasarkan pada reaksi penguraian ammonium


karbamat. Ammonium karbamat dibuat dari Amoniak (NH3) dan karbon

dioksida (CO2) menurut reaksi berikut :

2NH3 + CO2  NH2COONH4 ; ΔH = -28,5 kkal/mol (1)

Reaksi ini merupakan reaksi eksoterm yang berlangsung cepat


(mengeluarkan panas dan kesetimbangan karbamat cepat tercapai).
Reaksi penguraian ammonium karbamat bersifat sedikit endoterm
(membutuhkan panas) dan berlangsung lebih lambat.

NH2COONH4 ----> NH2CONH2+ H2O ; ΔH = 3 - 6 kkal/mol (2)

Reaksi yang dibutuhkan reaksi (2) dapat dipenuhi dari sebagian panas
yang dihasilkan reaksi (1).

1.2. Kondisi Operasi

Reaksi pembentukan urea, disebut juga reaksi penarikan air (dehidrasi),


hanya berlangsung pada fasa cair. Reaksi ini tidak berlangsung dengan
sempuma (40 – 60 % saja) sehingga harus diikuti dengan pemisahan
zat-zat yang tak/belum bereaksi. Tekanan reaksi yang tinggi menjamin
agar sistem tetap dalam fase cair. Kondisi proses (suhu, tekanan,
perbandingan mol) ditentukan oleh sifat-sifat campuran empat

561
komponen yang terdiri dari amoniak, karbon dioksida, air dan urea, dan
juga oleh adanya zat-zat inert (yang tidak ikut bereaksi). Pada proses
Stamicarbon yang dipakai di Pupuk Kaltim menggunakan kondisi
operasi sebagai berikut:

Tekanan : 141,7 kg/cm2 G

Suhu : 183 oC

RatioNH3/CO2 : 2.9

Hasil reaksi akan berupa campuran yang terdiri dari urea. Karbamat, air,
kelebihan amoniak, karbon dioksida dan zat-zat yang tak bereaksi (inert)
yang terbawa bersama bahan baku. Terhadap hasil reaksi ini selanjumya
dilakulan proses-proses pemisahan dan pemulihan (recovery) zat-zat
yang masih dapat dipakai.

1.3. Tahapan Proses

Unit Urea Kaltim-3 memakai Proses Total Recycle CO2 Stripping dari
Stamicarbon BV Gellen Holland, dengan kapasitas pabrik 1.725 ton/hari.
Uraian proses unit urea ini dibagi dalam beberapa tahap yaitu :

1. Persiapan bahan baku


2. Synthesis
3. Resirkulasi
4. Evaporasi
5. Finishing dan Prilling
6. Waste Water Treatment
7. Steam system

562
2. Langkah Proses

2.1. Persiapan Bahan Baku

Peralatan utama yang dipakai pada tahap ini, antara lain :

1. Knock Out (KO) Drum (2-S-101 )


Fungsi : Melindungi CO2 Kompresor terhadap cairan yang
terbawa dari unit Amoniak atau kondensat dari saluran
perpipaan yang dilaluinya.
2. CO2 Compresor (2-K-102)
Fungsi : Menaikkan tekanan CO2 sampai 145 kg/cm2 G sebelum
diumpankan ke HP Srripper.
3. H2 Converter (2-R-101)

Fungsi : Menurunkan atau menghilangkan kandungan H2 dan


bahan-bahan yang mudah terbakar lainnya di dalam gas umpan
CO2.
4. HP Amoniak Pump (2-P-102 A/B)
Fungsi : Menaikkan tekanan Amoniak sampai 162 kg/cm2 G

Gas CO2 pada temperatur 40 oC dan tekanan 0,7 kg/cm2 G dari battery

limit mengalir melalui Knock Out Drum menuju ke suction CO2

kompresor. Kemurnian CO2 yang diharapkan 99,3 % (volume). Sebelum

gas CO2 melalui KO Drum terlebih dahulu diinjeksikan udara kedalam

aliran gas CO2 tersebut sebanyak 1.272,5 Nm3/jam atau kira-kira 1.605
kg/jam dengan maksud untuk memasukkan oksigen ke dalam sistem
untuk mengikat hidrogen di H2 Converter dan sebagian lagi diperlukan
untuk passivasi atau melindungi material peralatan sintesis dari korosi.
Suplay udara ini dilakukan dari kompresor udara di unit Amoniak.

563
Gas CO2 dikompresi sampai tekanan sekitar 145 kg/cm2 G di dalam CO2
kompresor yaitu Centrifugal Multi Stage Compressor yang dilengkapi
dengan intercooler-intercooler. Kompresor ini digerakkan oleh steam
turbin, speed turbin atau kompresor diatur oleh Woodward Governor
sesuai dengan flow pada discharge kompresor yang dikehendaki (sesuai
dengan rate pabrik). Tekanan suction dikontrol secara otomatis oleh
kontrol valve yang bercabang dengan line vent CO2 yang ada di unit
Amoniak.

Untuk menghindari kemungkinan terjadinya ledakan dalam operasi


scrubbing di dalam HP Scrubber maka dilakukan penghilangan/
penurunan kandungan Hidrogen dan bahan-bahan yang mudah terbakar
lainnya didalam gas umpan CO2 dengan menggunakan H2 Converter.

Pada tekanan discharge kompresor CO2, aliran CO2 dilewatkan ke H2

Converter yang berisi katalis platina (PI) dengan penyangga Al2O3. Di


dalam reaktor ini Hidrogen dan bahan-bahan yang mudah terbakar yang
terkandung dalam gas CO2 akan bereaksi secara katalitik dengan oksigen
membentuk uap air dan gas CO2.

Reaksi yang terjadi adalah eksotermis sehingga aliran gas CO2 yang
keluar dari reaktor ini temperaturnya naik. Besamya kenaikan
temperatur ini tergantung dari kandungan Hidrogen di dalam umpan
gas CO2.

Kandungan Hidrogen di dalam umpan gas CO2 setelah melewati reaktor

ini diharapkan kurang dari 100 ppm. Sebelurn umpan gas CO2
dimasukkan ke seksi Synthesis, terlebih dahulu didinginkan hinggga
temperatur 145 oC di dalam CO2 cooler.

564
Amoniak cair dari battery limit dengan tekanan 24,9 kg/cm2G dan

temperatur 36 oC dialirkan ke pompa HP Amoniak untuk menaikkan

tekanmya sampai 162 kg/ cm2G sebelum masuk ke synthesis . Umpan

Amoniak ini dipanaskan hingga 80.4 oC dengan memanfaatkan panas


dari proses kondensat sebelum dibuang ke sewer (Seksi Pengolahan Air
Buangan).

Amoniak yang telah dipanasi ini selanjutnya dialirkan ke seksi synthesis


(HP Carbamate Condensor) melalui HP ejector, sekaligus menghisap
dan membawa lamtan carbamate dari HP Scrubber. Amoniak dan
Carbamate tersebut selanjutnya secara bersarna-sama masuk HP
Carbamate Condensor (LPCC).

2.2 Synthesis

Peralatan utama yang dipakai pada tahap ini antara lain :

1. HP Carbamate Condenser (2-E-202)


Fungsi : Mengkondensasikan gas menjadi carbamate sebelum
diumpankan ke reaktor.
2. HP Sripper (2-E-201)
Fungsi : Memisahkan reaktan-reaktan yang tidak terkonversi
menjadi urea di dalam reaktor dan dikembalikan ke seksi
synthesa.
3. Reaktor (2-R-201)
Fungsi : Mengubah carbmate menjadi urea.
4. HP Scrubber (2-E-203)
Fungsi : Mengkondensasikan gas NH3, dan CO2 yang tidak
terkonversi di dalam reaktor kemudian dialirkan ke HPCC
bersama-sama umpan amoniak.

565
Urea dihasilkan dari reaksi amoniak cair dan gas CO2 menurut
persamaan reaksi sebagai berikut :

2NH3 + CO2 - NH2COONH4 (1)


NH2COONH4 - NH2CONH2 + H2O (2)

Reaksi (1) berlangsung cepat dan eksotermis sedangkan reaksi (2)


berlangsung lambat dan endotermis.

Variabel-variabel proses synthesis yang penting adalah :

• Molar Ratio NH3/CO2 fase gas pada outlet gas dari reaktor yang
berkisar antara 2,9 - 3,0 atau ratio N/C fase cair dari cairan di
dalam reaktor yang berkisar antara 3,0 - 3,7.
• Tekanan synthesis yang berkisar 141,7 kg/cm2 G

Pada kondisi yang demikian akan diperoleh :

• Konversi CO2 menjadi urea di dalam reaktor antara 59 % - 60 %


• Efisiensi Stripping di dalam Stripper sekitar 85 %.

Campuran umpan amoniak dan larutan Carbamate dari HP ejector


besama-sama dengan carnpuran gas dari HP Stripper masuk ke bagian
atas HPCC (dari dua line yang berbeda). Di dalam HPCC sebagian besar
(80%) gas dikondensasikan membentuk Carbamate, panas kondensasi
yang dihasilkan dimanfaatkan untuk membangkitkan steam tekanan
rendah (3,5 kg/cm2G) di dalam LP Steam Drum. LP Steam Drum ini
selanjutnya dipakai untuk proses di down sream seksi synthesis dan
steam admission turbin.

Derajat kondensasi dari NH3 dan CO2 yang membentuk Carbamate di


HPCC diatur oleh tekanan steam yang dibangkitkan tersebut, hal ini juga

566
berarti mengatur tekanan synthesa. Derajat kondensasi ini harus diatur
sedemikian rupa sehingga gas-gas yang belum terkondensasi akan
terkondensasi di dalam reaktor, sehingga cukup untuk menghasilkan
panas di dalam reaktor yang diperlukan untuk reaksi pembentukan urea.

Campuran gas dengan temperatur sekitar 168,4 oC keluar dari HPCC


menuju bagian bawah dari reaktor melalui dua line yang berbeda, agar
diperoleh keadaan yang stabil sehingga memperkecil pressure drop. Di
dalam reaktor sebagian gas dari HPCC akan mengkondensasi
membentuk carbamate, panas yang dihasilkan dimanfaatkan untuk
reaksi pembentukan urea dan menaikkan temperatur campuran zat-zat
yang ada di dalam reaktor.

Pada kondisi synthesis yang optimum, produk yang meninggalkan


reaktor akan mempunyai temperatur maksimum. Pada tekanan sistem
yang ada, temperatur ini berkisar 183oC. Pada tekanan konstan,
temperatur campuran zat-zat yang ada akan naik sepanjang reaktor. Hal
ini disebabkan karena reaksi pembentukan urea berlangsung pada
temperatur didihnya, makin ke atas makin banyak reaksi pembentukan
urea yang juga menghasilkan H2O (kandungan H2O naik) sehingga
temperatur didih campuran zat-zat juga akan naik.

Reaktor ini dilengkapi dengan 10 buah sieve tray dengan jumlah lubang-
lubang pada tiap tray makin ke atas makin sedikit dengan maksud untuk
:

• Memperoleh kontak yang intensif antara fase gas dan cair agar
reaksi dapat berlangsung pada temperature yang setinggi
mungkin.
• Memperoleh waktu tinggal yang cukup dan uniform untuk
kesetimbangan urea yang hampir sempuma

567
Larutan yang meninggalkan reaktor dengan temperatur 183oC
mengandung urea air. carbamate dan kelebihan Amoniak dikirim ke HP
stripper. Di dalam HP Stripper reaktan-reaktan yang tidak terkonversi
menjadi urea dipisahkan dari larutannya dan dikembalikan ke reaksi
synthesa.

Stripper dirancang sebagai counter current film evaporator, cairan atau


larutan mengalir turun membasahi sepanjang dinding tube membentuk
lapisan tipis atau film dan gas CO2 yang masuk dari bagian bawah
stripper akan membawa carbamate yang telah diuraikan menjadi NH3

dan gas CO2 kembali ke HPCC.

Panas yang diperlukan untuk proses stripping carbamate ini disuplai


oleh kondensasi HP Steam (Steam 20 kg/cm2G). Fungsi dari gas CO2 di
dalam proses Sripping ini adalah :

• Menurunkan tekanan parsial NH3 di dalam larutan dari reaktor,


sehingga sebagian besar dari carbamate akan terurai (menaikkan
tingkat penguraian carbamate).
• Membawa reaktan yang tidak terkonversi kembali ke synthesa.
• Menurunkan temperatur larutan yang akan meninggalkan HP
Stripper (dibagian bawah) sehingga mengurangi pembentukan
biuret dan hidrolisis urea.
• Sebagai gas carrier (pembawa) yang membawa O2 untuk
passivasi peralatan di synthesis.

Larutan urea yang mengandung relatif kecil carbamate meninggalkan


bagian bawah HP Stripper pada temperatur 165oC menuju seksi
resirkulasi. Sedangkan campuran gas keluar menuju bagian atas HP
Stripper pada temperatur 187oC menuju HPCC.

568
Fase gas dari reaktor mengandung NH3 dan CO2 yang tidak terkonversi
bersama-sama dengan inert ke HP Scrubber. Di dalam HP Scrubber
gas-gas NH3 dan CO2 ini sebagian dikondensasikan dengan memakai
sistem air pendingin yang disirkulasikan (panas kondensasi diambil oleh
air pendingin) melalui bagian bawah evaporator tingkat I dan sebagian
lagi diserap oleh larutan carbamate encer dari seksi resirkulasi.

Larutan carbamate pada temperatur 165oC diserap oleh HP Ejector dan

mengalir bersama-sama umpan NH3 menuju HPCC.

Gas inert dari HP Scruber yang mengandung sedikit sekali NH3 dan CO2
divent ke atmosfer melalui inert vent

from LPCC

Venting
2-R-201
Reactor

2-E-201 2-E-202
HP Stripper HP Carbamate
Condenser
2-E-203
HP Scrubber
2-E-204
From Ammonia 2-P-201A/B
Pump
2-J-201

From CO2 Compressor To Recirculation Unit

Gambar-21.1 Skema Unit Synthesa

569
2.3. Resirkulasi

Peralatan utama yang dipakai pada tahap ini antara lain :

1. Heater Resirkulasi (2-E-302)


Fungsi : Menguraikan larutan carbamate menjadi CO2 dan NH
dengan bantuan LP Steam.
2. Flash Tank (2-S-304)
Fungsi : Memisahkan air dan NH3 dari larutan urea sebelum
dialirkan ke urea solution tank.
3. LP Carbamate Condenser (2-E-303)
Fungsi : Mengkondensasikan gas-gas dari rectifying column
menjadi carbamate yang selanjutnya dipompakan kembali ke HP
Scrubber.

Larutan urea-carbamate (konsentrasi urea 59,5 %) keluar dari bagian


bawah HP Stripper diekspansikan sampai tekanan 5,2 kg/cm2G

sehingga sebagian carbamate akan terurai menjadi NH3 dan CO2. Panas
penguraian ini diambil dari larutan itu sendiri sehingga temperatur
larutan akan turun dari 165 oC menjadi 119,5 oC. Campuran gas cairan
ini kemudian dispraykan ke Packed Bed yang ada dibagian atas
Rectifying Column. Gas-gas yang terjadi akan dilepaskan keluar dari
kolom, sedangkan cairannya mengalir ke bawah melalui Packed Bed
menuju heater resirculasi yang ada dibagian bawah Rectifiying
Coloumn.

Di dalam heater ini temperatur larutan akan dinaikkan sampai 138 oC


oleh LP Steam, sehingga carbamate yang masih ada akan terurai lagi.
Campuran larutan gas ini keluar dari heater menuju ke separator
resirkulasi, disini gas dan cairan akan dipisahkan. Larutan urea yang
terjadi akan mengalir menuju ke bagian bawah separator resirkulasi

570
menuju flash tank (2-S-304). Sedangkan gasnya (dengan temperatur
138oC) mengalir ke atas melalui packed bed dan akan kontak dengan

cairan yang relatif lebih dingin (119,5oC) dari HP Stripper. Akibat dari
kontak ini maka uap air akan mengkondensasi kembali dan bersama-
sama cairan dari atas akan mengalir turun lagi. Gas dengan sedikit
kandungan air meninggalkan rectifiying column menuju LP Carbamate
Condenser (bersama-sama dengan larutan dari reflux condenser serta
proses kondensat dari tangki proses kondensat)

Di dalam LPCC gas-gas dari rectifiying column dikondensasikan


membentuk carbamate, panas kondensasi yang dihasilkan diserap oleh
sirkulasi air pendingin.

Larutan carbamate yang terbentuk pada temperatur 82,1oC overflow


menuju level tank LPCC dan selanjutnya dipompakan kembali ke seksi
synthesa (HP Scrubber).

Gas yang tidak terkondensasi sebelum divent di absorb di LP Absorber,


sehingga hampir semua gas akan diserap oleh proses kondensat di LP
Absorber tersebut dan dikembalikan ke tangki proses kondensat
(Amoniak Water Tank).

Larutan dari Rectifiying Column diturunkan tekanannya dari 3,2


kg/cm2G menjadi -0,635 kg/cm2G di dalam flash tank, sehingga
sejumlah besar air dan sedikit NH3 akan menguap, karena itu
temperatur larutan turun dari 138 oC menjadi 87 oC dan konsentrasi
urea akan naik menjadi 75 %. Dari flash tank ini larutan akan mengalir
turun ke tangki larutan urea (Urea Solution Tank).

571
To 2-E-702
2-C-303
2-S-304
Rectifying 2-C-305
Flash Tank
Column LP Absorber

2-E-308
LP Absorber
Feed Cooler

2-S-303 2-V-301
Level Tank For
2-E-303 PC from 2-P-704A/B
2-E-302
Heater 2-E-303
LP Carbamate 2-P-301A/B
Recirc. 2-P-306A/B
Carbamate Pump
Condenser
To 2-X-801

US to 2-E-401 B 2-T-302
Urea Sol Tank

Gambar-21.2 Skema Unit Resirkulasi

2.4. Evaporasi

Petalatan yang digunakan pada tahap ini, antara lain :

1. 1st Stage Evaporator (2-E-401 A/B)


Fungsi : Untuk menaikkan konsentrasi urea sampai 95 % dengan
kondisi temperam 130oC dan tekanan -0,693 kg/cm2G.

2. 2nd Stage Evaporator (2-E-402)

Urea solution dengan konsentrasi 75% dari tangki larutan urea


dipekatkan sampai konsentrasi 99.7% di dalam dua tahap evaporator.
Dari tangki larutan urea, Urea Solution dipompakan ke bagian bawah

572
evaporator tingkat I, disini Urea Solution temperatumya dinaikkan
sampai 97 oC oleh sirkulasi air pendingin dari HP Scrubber.

Urea solution selanjutnya dipanasi lagi dibagian atas Evaporator tingkat


I dengan LP Steam sehingga temperatur larutan menjadi 130 oC dan

tekanan -0,693 kg/cm2 G. Di dalam separator evaporator tingkat I ini,


konsentrasi urea dinaikkkan sampai 94% dengan kondisi temperatur 130
oC dan tekanan -0,693 kgcm". Di dalam separator evaporator tingkat I
cairan dan uap dipisahkan. Uapnya dikondensasikan di dalam
Condenser Evaporator tingkat I sedangkan cairannya overflow ke
Evaporator tingkat II , disini konsentrasi urea dinaikkan sampai 99,7%
Kondisi pada Evaporator tingkat II ini temperaturnya 140oC dan

tekanannya -0.99 kg/cm2G.

Di dalam Evaporator tingkat II fase uap dan cair dipisahkan uapnya


dengan Booster di kirim ke Unit Condenser Vacuum Evaporator tingkat
II untuk dikondensasikan dan dialirkan ke Process Condensat Tank.
Sedangkan urea melt dari Evaporator tingkat II dipompakan ke menara
pembutir. ( Prilling Tower )

2.5. Finishing dan Prilling

Peralatan utama dalam tahap ini antara lain :

1. Prilling Bucket (2-G-602)


Fungsi : Mengalirkan urea melt melalui lubang-lubang kecil
dengan gaya centrifugal.
2. Scrapper (2-B-604)
Fungsi : Mengumpulkan urea prill dan dialirkan di tengah lantai
menara pembutir menuju Fluid Bed Cooler.
3. Fluid Bed Cooler (2-X-611)

573
Fungsi : Mendinginkan urea prill sampai 50 oC dan dipisahkan
dari debu-debu urea yang ada dengan udara kering.
Urea melt dengan konsentrasi 99,7% dan temperatur 140oC dimasukkan
ke Prilling Bucket. Prilling Bucket ini berbentuk kerucut dan berlubang-
lubang kecil dan berputar dengan kecepatan tertentu dan terletak di atas
menara pembutir, sekat- sekat/kisi-kisi di bagian dalam bucket
berhubungan dengan putaran bucker yang mengalirkan urea melt
melalui lubang-lubang tersebut karena gaya centrifugal.

SLL
GP to 2-E-702
2-K603
A/B/C/D

SLL 2-G-602
GP to 2-E-703
2-S-402
2-S-401
2-G-601 Exhaust Air
Prilling from
SLL A 2-E-401A Tower 2-K-612
SC SLH
B 2-E-401B
SLC
2-B-604
Seed Urea/Air
S From 2_B-620

SC 2-P-401A/B Urea to
Urea Melt 2-K-611
2-B-604-K
US from 2-P-303A/B Pump

Gambar-21.3 skema Unit Evaporasi dan Finishing

Dengan cara ini urea dengan bentuk droplets kecil-kecil didistribusikan


secara merata ke seluruh penampang melintang dari menara. Droplet-
droplet ini selama jatuh di dalam menara akan berkontak dengan debu-
debu urea seeding yang dispraykan dari bagian bawah menara dan udara
yang mengalir dari bagian bawah menara yang terbuka karena di isap
oleh 4 buah fan yang diletakkan di bagian atas menara.

574
Akibatnya droplet-droplet itu akan mengeras dan membentuk prill yang
homogen dan temperaturnya turun menjadi 60oC. Di dasar menara
pembutir Prilling Tower urea prill ini discrup (dikumpulkan) dan
dimasukkan di Fluidized Bed Cooler (FBC) melalui parit di tengah-
tengah lantai bawah pembutir.

Di dalam FBC ini urea prill didinginkan sampai 50oC dan di pisahkan
dari debu-debu urea yang ada dengan urea kering ( temperatur sekitar
23oC). Selanjutnya urea prill dikirim ke unit penyimpanan melalui belt
conveyor.

2.6. Waste Water Treatment (WWT)

Peralatan yang digunakan dalam Unit Waste Water Treatment ini,


antara lain :

1. Amoniak Water Tank (2-T-703)


Fungsi : Menampung semua proses kondensat dari condenser-
condenser evaporator yang masih mengandung NH3, CO2 dan
urea.
2. Desorption Column I (2-C-801)
Fungsi : Menurunkan kandungan NH3 dengan jalan pengontakan
antara kondensat dengan uap panas dari Desorber II sehingga
temperatur naik sampai 137oC dan tekanan 2.8 kg/cm2G.
3. Desorption Column II (2-C-802)
Fungsi : Memanaskan larutan dari Desorber I dengan
pengontakan dengan larutan dari hidroliser sehingga temperatur
larutan hidroliser ini turun sampai 148oC.
4. Hydrolizer (2-C-803)

575
Fungsi : Memanaskan kondensat dari Desorber I dengan
memakai larutan dari Hydrolizer sebagai pemanas sehingga
ternperaturnya naik sampai 180oC.

CS to E-303
2-V-801

2-C-803 2-C-802
Hydrolizer Desorption
Column II

2-E-804
Reflux
2-P-802A/B
Condenser

SSL

2-C-801
Desorption
2-E-802
Column I 2-E-803A/B
2-T-703
Ammonia
Water Tank 2-P-801A/B
2-P-703A/B
Hydrolizer
To Sewer Feed Pump

Gambar-21.4. Waste Water Treatment

Semua proses kondensat dari condenser-condenser evaporator yang


mengandung NH3, CO2 dan urea dikumpulkan dan ditampung di dalam
Amoniak Water Tank (2-T-703), sedang semua gas-gas yang di vent dari
beberapa tempat dicuci (diabsorb) di dalam LP Absorber untuk diambil
sisa NH3 yang masih ada.

576
Amoniak Water Tank dibagi menjadi 3 bagian yaitu 1 bagian yang besar
dan 2 bagian yang kecil. Kondensat dari Condenser Evaporator tingkat II
dimasukkan ke bagian kecil yang pertama, karena kandungan ureanya
tinggi maka kondensat ini dipakai sebagai umpan untuk LPCC. Proses
kondensat dari bagian kecil yang kedua dipompakan ke bagian atas
Desorber ke bagian atas Desorber I melewati alat penukar panas
desorber untuk menaikkan temperaturnya dari 59oC menjadi sekitar

112oC, dengan memakai larutan dari Desorber II sebagai pemanas.

Di dalam Desorber I, proses kondensat ini mengalir ke bawah melalui


tray-tray sehanyak 15 buah dan kontak dengan uap panas dari Desorber
II yang rnasuk dari bagian bawah sehingga temperatur proses kondensat
tersebut naik menjadi sekitar 137oC dengan tekanan sekitar 2,8 kg/cm2G
sehingga kandungan NH3 akan turun.

Dari bagian bawah Desorber I cairan yang masuk mengandung sejumlah


NH3 dan urea dipompakan ke Hydrolizer melalui alat penukar panas
hydrolizer untuk dinaikkkan temperaturnya sampai sekitar 180oC
dengan memakai larutan dari hydrolizer sebagai pemanas. Temperatur
larutan di dalam hydrolizer dinaikkan dengan memakai MP Steam (20
kg/cm2G). Di dalam hydrolizer dilengkapi dengan 19 buah tray yang
berlubang-lubang untuk memperoleh kontak yang baik diantara proses
kondensat dan steam.

Selama waktu tinggal lebih dari satu jam, urea akan terhidrolisa menjadi
NH3 dan CO2, sehingga kandungan urea di dalam proses kondensat
sebelum dibuang ke sewer akan turun. Dari bagian atas hidroliser gas-
gas yang dibebaskan akan mengalir ke Desorber I, sedang larutannya
dari bagian bawah dipompakan ke bagian atas Desorber II melalui alat
penukar panas hidroliser untuk memanaskan larutan dari Desorber I

577
seperti yang telah disebutkan diatas. Karena hal tersebut maka
temperatur larutan hidroliser ini turun menjadi sekitar 148oC. Di dalam
Desorber II dengan 21 buah tray larutan yang mengalir turun akan
berkontak dengan LP Steam yang disuplai dari bagian bawah, sehingga
NH3 yang ada akan distripping dan dibawa ke atas oleh steam tersebut.

Air dari bagian Desorber II yang mengandung tidak lebih dari 5 pprn
NH3 dan 5 ppm urea dengan temperatur 143oC dikirirn ke sewer (dalam
pabrik ini ke outfall sea water) atau dikirim ke effluent water treatment
tank di Kaltim-1 (selanjutnya dikirirn ke DKM) melalui alat penukar
panas desorber, pemanas awal umpan NH3 dan pendingin air buangan,
untuk rnenurunkan temperatur air tersebut menjadi ±50oC.

Gas-gas dari bagian atas Desorber I dikirim ke Reflux Condenser untuk


dikondensasikan. Larutan dari Reflux Condenser ini dikirim ke LPCC
Gas-gas yang tidak terkondensasi di dalam Reflux Condenser
dimasukkan ke LP Absorber.

2.7. Steam System

Steam bertekanan tinggi (sekitar 80 kg/cm2) dari battery limit


diekspansikan di dalam turbin penggerak Kompresor CO2, sehingga
tekanannya menjadi sekitx 25 kg/cm2 abs (maksimum). Setelah
ekspansi ini, sejumlah besar uap diekstraksi dikirim ke pabrik urea
untuk proses yang dikehendaki,sisanya diekspansikan di dalam turbin
sampai 0.12 kg/cm2 abs. Exhaust steam ini dikondensasikan dalam
Surfuce Vacuum Condenser, kondensatnya dipompakan untuk di
eksport.

578
Steam ekstrakri dari turbin ini sebagian besar diekspansikan tekanannya
menjadi 21 kg/cm2 abs dan dijenuhkan di dalam HP Steam Saturator,
sisanya langsung dipakai di dalam hidroliser untuk make up MP Steam
dan untuk keperluan gas chromatograp. Steam yang dijenuhkan pada
tekanan 21 kg/cm2 abs di dalam HP Saturator diatur langsung di dalam
Shell side HP Stripper, disini steam tersebut terkondensasi menjadi
kondensat. Kondensat ini kembali lagi ke HP Steam Saturator yang juga
berfungsi untuk menurunkan temperatur steam yang masuk.

Pengontrol level untuk HP Steam Saturator melepaskan kondensat ke


MP Steam Saturator dimana dijenuhkan pada tekanan 9 kg/cm2 abs.
MP Steam ini dipakai di evaporator tingkat II dan untuk tracing di seksi
synthesa.

Kondensat dai MP Steam Saturator dilepaskan di bawah control levelnya


ke LP Steam Drum dari HPCC yang berfungsi sebagai air umpan boiler.

Panas yang dihasilkan dari proses kondensasi di dalam HPCC dipakai


untuk membangkitkan steam tekanan 4,5 kg/cm2 abs di dalam LP Steam

Drum. LP steam (tekanan 4,5 kg/cm2 abs) dipakai di dalam heater


resirkulasi, Evaporator tingkat II, Desorber II, Ejector-ejector dan
tracing-tracing di bagian bertekanan rendah. Kelebihannya dieksport ke
battery limit sebagai admission steam turbin penggerak Kompresor
CO2.

Kondensat-kondesat dari heater resirkulasi dan Evaporator tingkat I


dikumpulkan di dalam BFW Collecting Drum dan dari sini dikembalikan
ke LP Steam Drum.

579

Anda mungkin juga menyukai