1. Dasar Teori
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan
fotometer. Spektrometer ialah menghasilkan sinar dari spektrum dan panjang gelombang
tertentu, sedangkan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau
yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur energi
secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi
dari panjang gelombang.
Pada fotometer filter, tidak mungkin diperoleh panjang gelombang yang benar-benar
monokromatis, melainkan suatu trayek panjang gelombang 30-40 nm. Sedangkan pada
spektrometer, panjang gelombang yang benar-benar terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan
alat pengurai cahaya seperti prisma. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum
tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blanko dan
suatu alat untuk mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blanko ataupun pembanding.
(Khopkar, 1990).
Sebuah fotometer nyala adalah alat yang digunakan dalam analisis kimia anorganik
untuk menentukan konsentrasi ion logam tertentu, di antaranya natrium, kalium, lithium, dan
kalsium.
Fotometri nyala adalah suatu metoda analisa yang berdasarkan pada pengukuran
besaran emisi sinar monokromatis spesifik pada panjang gelombang tertentu yang di pancarkan
oleh suatu logam alkali atau alkali tanah pada saat berpijar dalam keadaan nyala dimana besaran
ini merupakan fungsi dari konsentrasi dari komponen logam tersebut.
Misalkan logam natrium menghasilkan pijaran warna kuning, kalium memancarkan
warna ungu seadngkan litium memancarkan sinar merah bila dibakar dalam nyala. Hal inila
telah dimanfaatkan untuk maksud identifikasi unsur alkali tersebut.
Besaran intensitas sinar pancaran ini ternyata sebanding dengan tingkat kandungan
unsur dalam larutan, sehingga metoda flame fotometer digunakan untuk tujuan kuantitatif
dengan mengukur intensitasnya secara relatif. Metoda ini menggunakan foto sel sebagai
detektornya dan pada kondisi yang sama digunakan gas propana atau elpiji sebagai
pembakarnya untuk membebaskan air sehingga yang tersisa hanyalah kandungan logam.
Fotometri nyala didasarkan pada kenyataan bahwa sebagian besar unsur akan tereksitasi
dalam suatu nyala pada suhu tertentu serta memancarkan emisi radiasi untuk panjang
gelombang tertentu. Eksitasi terjadi bila lektron dari atom netral keluar dari orbitalnya ke orbital
yang klebih tinggi. Dan bila terjadi eksitasi atom, ion molekul akan kembali ke orbital semula
dan akan memancarkan cahaya pada panjang gelombang tertentu. Prinsip dari fotometri nyala
ini adalah pancaran cahaya elektron yang tereksitasi yng kemudian kembali kekeadaan dasar.
Dipancarkannya warna sinar yang berbeda-beda atau warna yang khas oleh tiap-tiap
unsur adalah disebabkan oleh karena energi kalor dari suatu nyala- nyala elektron dikulit paling
luar dari unsur-unsur tersebut tereksitasi dari tingkat dasar ke tingkat yang lebih tinggi, yang
dibolehkan. Pada waktu elektron-elektron tereksitasi kembali ke tingkat dasar, akan diemisikan
foton.
Oleh karena tingkat-tingkat energi eksitasi tersebut adalah khas atau spesifik untuk
suatu unsur logam tertentu, maka sinar yang dipancarkan oleh suatu atom unsur logam tersebut
adalah khas pula. Dasar ini digunakan untuk analisa kualitatif unsur-unsur logam secara reaksi
nyala.
Flame fotometer dibedakan atas dua yaitu:
• Filter flame fotometer
Hanya terbatas untuk analisa unsur Na, K dan Li
• Spektro flame fotometer
Digunakan untuk analisa unsur K, Ca, Mg, Sr, Ba dll.
Perbedaan alat ini terletak pada monokromatornya, dimana alat pertama menggunakan
filter sebagai monokromatornya dan alat kedua yang berfungsi sebagai monokromatornya
adalah pengatur panjang gelombang.
2. Analisa Spektrofotometer
Celah
Tabung Sinar
Rekorder
50
+
Nyala
0 100
Monokromator
Bahan bakar
Sample
2.Mixing Chamber
Kabut yang berasal dari atomizer masuk ke dalam ruangan pencampur alat pembakar, disini
akan bertemu dengan gas pembakar yang masuk dengan tekanan tertentu
3.Flame
Campuran udara dengan gas pembakar menghasilkan nyala dan ke dalam nyala ini pula
kabut halus dari larutan contoh menguap. Kalor nyala menyebabkan larutan contoh menguap,
sehingga contoh berubah menjadi butir-butir halus padat (garam). Molekul-molekul garam ini
(uap) selanjutnya akan terdisosiasi menjadi atom-atom netral. Atom-atom netral ini akan
menyerap energi kalor dari nyala sehingga tereksitasi dan kemudian memancarkan sinar
pancaran yang terdiri dari berbagai panjang gelombang
4.Reflektor
Sinar pancaran yang keluar dari nyala akan dipantulkan kembali ke nyala.
5.Optical Lens
Lensa pancaran yang bersifat polikromatik akan difokuskan oleh lensa melaluisuatu
celah (diafragma).
6.Filter
Filter akan meneruskan cahaya sinar pancaran dengan panjang gelombangyang khas
dan berintensitas tinggi dari unsur yang dianalisis dan akanmenyerap sinar-sinar lain yang
berasal dari nyala.
7.Photo Tube
Intensitas sinar pancaran tersebut oleh photo tube diubah menjadi arus listrik yang
besarnya berbanding lurus dengan intensitas sinar pancaran tersebut.
8.Amplifier
Arus listrik yang berasal dari photo tube, oleh amplifier akan diperkuat danditeruskan
ke recorder.
9.Recorder
Output dari amplifier dicatat oleh recorder yang skalanya terkalibrasi oleh suatu
intensitas.
Panjang gelombang (λ) adalah jarak antara satu lembah dan satu puncak, sedangkan
frekuensi adalah kecepatan cahaya dibagi dengan panjang gelombang (λ). Bilangan gelombang
adalah (v) adalah satu satuan per panjang gelombang. (Dachriyanus, 2004).
Hukum Lambert-Beer (Beer`s law) adalah hubungan linearitas antara absorban dengan
konsentrasi larutan sampel. Konsentrasi dari sampel di dalam larutan bisa ditentukan dengan
mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-
Beer.
Biasanya hukum Lambert-Beer ditulis dengan:
Menurut Dachriyanus (2004), Hukum Lambert-Beer terbatas karena sifat kimia dan faktor
instrumen. Penyebab non linearitas ini adalah:
Deviasi koefisien ekstingsi pada konsentrasi tinggi (>0,01 M), yang disebabkan oleh
interaksi elektrostatik antara molekul karena jaraknya yang terlalu dekat.
Hamburan cahaya karena adanya partikel dalam sampel.
Flouresensi atau fosforesensi sampel.
Berubahnya indeks bias pada konsentrasi yang tinggi.
Pergeseran kesetimbangan kimia sebagai fungsi dari konsentrasi.
Radiasi non-monokromatik; deviasi bisa digunakan dengan menggunakan bagian datar
pada absorban yaitu pada panjang gelombang maksimum.
Kehilangan cahaya.
4. Spektrofotometri Visible (Spektro Vis)
Pada spektrofotometri ini yang digunakan sebagai sumber sinar/energi adalah cahaya
tampak (visible). Cahaya visible termasuk spektrum elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh
mata manusia. Panjang gelombang sinar tampak adalah 380 sampai 750 nm. Sehingga semua
sinar yang dapat dilihat oleh kita, entah itu putih, merah, biru, hijau, apapun. selama ia dapat
dilihat oleh mata, maka sinar tersebut termasuk ke dalam sinar tampak (visible).
Sumber sinar tampak yang umumnya dipakai pada spektro visible adalah
lampu Tungsten. Tungsten yang dikenal juga dengan nama Wolfram merupakan unsur kimia
dengan simbol W dan no atom 74. Tungsten mempunyai titik didih yang tertinggi (3422 ºC)
dibanding logam lainnya. karena sifat inilah maka ia digunakan sebagai sumber lampu.
Sample yang dapat dianalisa dengan metode ini hanya sample yang memilii warna. Hal
ini menjadi kelemahan tersendiri dari metode spektrofotometri visible.
Oleh karena itu, untuk sample yang tidak memiliki warna harus terlebih dulu dibuat
berwarna dengan menggunakan reagent spesifik yang akan menghasilkan senyawa berwarna.
Reagent yang digunakan harus betul-betul spesifik hanya bereaksi dengan analat yang akan
dianalisa. Selain itu juga produk senyawa berwarna yang dihasilkan harus benar-benar stabil.
Salah satu contohnya adalah pada analisa kadar protein terlarut (soluble protein).
Protein terlarut dalam larutan tidak memiliki warna. Oleh karena itu, larutan ini harus dibuat
berwarna agar dapat dianalisa. Reagent yang biasa digunakan adalah reagent Folin.
Saat protein terlarut direaksikan dengan Folin dalam suasana sedikit basa, ikatan peptide pada
protein akan membentuk senyawa kompleks yang berwarna biru yang dapat dideteksi pada
panjang gelombang sekitar 578 nm. Semakin tinggi intensitas warna biru menandakan
banyaknya senyawa kompleks yang terbentuk yang berarti semakin besar konsentrasi protein
terlarut dalam sample.
5. Spektrofotometri UV (ultraviolet)
Sebagai sumber sinar dapat digunakan lampu deuterium. Deuterium disebut juga heavy
hidrogen. Dia merupakan isotop hidrogen yang stabil yang terdapat berlimpah di laut dan
daratan. Inti atom deuterium mempunyai satu proton dan satu neutron, sementara hidrogen
hanya memiliki satu proton dan tidak memiliki neutron. Nama deuterium diambil dari bahasa
Yunani, deuteros, yang berarti ‘dua’, mengacu pada intinya yang memiliki dua pertikel.
Karena sinar UV tidak dapat dideteksi oleh mata kita, maka senyawa yang dapat
menyerap sinar ini terkadang merupakan senyawa yang tidak memiliki warna. Bening dan
transparan.
Oleh karena itu, sample tidak berwarna tidak perlu dibuat berwarna dengan penambahan
reagent tertentu. Bahkan sample dapat langsung dianalisa meskipun tanpa preparasi. Namun
perlu diingat, sample keruh tetap harus dibuat jernih dengan filtrasi atau centrifugasi. Prinsip
dasar pada spektrofotometri adalah sample harus jernih dan larut sempurna. Tidak ada partikel
koloid apalagi suspensi.
Sebagai contoh pada analisa protein terlarut (soluble protein). Jika menggunakan
spektrofotometri visible, sample terlebih dulu dibuat berwarna dengan reagent Folin, maka bila
menggunakan spektrofotometri UV, sample dapat langsung dianalisa.
Ikatan peptide pada protein terlarut akan menyerap sinar UV pada panjang gelombang
sekitar 280 nm. Sehingga semakin banyak sinar yang diserap sample (Absorbansi tinggi), maka
konsentrasi protein terlarut semakin besar.
Dari namanya sudah bisa dimengerti bahwa spektrofotometri ini berdasar pada
penyerapan panjang gelombang infra merah. Cahaya infra merah terbagi menjadi infra merah
dekat, pertengahan, dan jauh. Infra merah pada spektrofotometri adalah infra merah jauh dan
pertengahan yang mempunyai panjang gelombang 2.5-1000 μm.
Pada spektro IR meskipun bisa digunakan untuk analisa kuantitatif, namun biasanya
lebih kepada analisa kualitatif. Umumnya spektro IR digunakan untuk mengidentifikasi gugus
fungsi pada suatu senyawa, terutama senyawa organik. Setiap serapan pada panjang gelombang
tertentu menggambarkan adanya suatu gugus fungsi spesifik.
Terdapat juga satu jenis spektrofotometri IR lainnya yang berdasar pada penyerapan
sinar IR pendek. Spektrofotometri ini di sebut Near Infrared Spectropgotometry (NIR). Aplikasi
NIR banyak digunakan pada industri pakan dan pangan guna analisa bahan baku yang bersifat
rutin dan cepat.