Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH PRESENTASI KASUS

CKD ON HD DAN ANEMIA

DISUSUN OLEH:

dr. Analisa Ilmiaty

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP RSUD KOTA TANGERANG


PERIODE JUNI 2018 – JUNI 2019

BORANG INTERNSHIP RSUD KOTA TANGERANG


PERIODE JUNI 2018 – JUNI 2019
dr. Analisa Ilmiaty
BERITA ACARA PRESENTASI KASUS

Dengan ini menyatakan, telah menyelesaikan presentasi kasus sebagai salah satu
syarat memenuhi portofolio sesuai dengan Buku Pedoman Kegiatan Internship Dokter
Indonesia.
Nama : dr. Analisa Ilmiaty
Status : Dokter Internsip RSUD Kota Tangerang
Rotasi : Rawat Inap
Hari / Tangggal :
Judul Kasus : CKD On HD dan Anemia
Presentasi dihadiri oleh peserta dokter internsip (IGD dan Rawat Inap)
1. dr. Hani Zahiyyah Suarsyaf
2. dr. Lu’lu Hafiyyani
3. dr. Ratna Agustina
4. dr. Alfariza Sofia Putri
5. dr. Indra Putra Wendi
6. dr. Prinandita Saraswati
7. dr. Annisa Rizky Maulida
8. dr. Anggi Saputri
9. dr. Riska Rachmania
10. dr. Lingkan Bimoro
11. dr. Ghaysa Miara Bahar

Demikian surat ini saya lampirkan sebagai bukti, telah menyelesaikan tugas saya sebagai
dokter internsip. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Mengetahui
Dokter pembimbing internsip DPJP Kasus Presentasi
RSUD Kota Tangerang

dr. Tintin Supriatin dr. Sang Ayu, Sp. PD

BORANG ISHIP RSUD KOTA TANGERANG JUNI 2018 – JUNI 2019 2


dr. Analisa Ilmiaty
Nama Peserta : dr. Analisa Ilmiaty
Nama Wahana : RSUD Kota Tangerang
Topik : CKD on HD dan Anemia
Tangggal kasus : 24 September 2018
Nama Pasien : Ny. M, 45 tahun RM : 00011632
Tanggal Presentasi : Nama Pendamping : dr. Tintin Supriatin
Tempat Presentasi :
Objek Presentasi:
 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan
Pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa
 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia  Bumil

 Deskripsi

 Tujuan

 Bahan  Tinjauan  Riset  Kasus  Audit


Bahasan Pustaka
Cara Membahas  Diskusi  Presentasi dan  Email  Pos
Diskusi

BORANG ISHIP RSUD KOTA TANGERANG JUNI 2018 – JUNI 2019 3


dr. Analisa Ilmiaty
Data Pasien
Nama : Ny. M, 45 tahun RM : 000116xx
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis / Gambaran Klinis
Diagnosis :
 Chronic Kidney Disease (CKD)
 Anemia
 Hipertensi
 Diabetes Melitus
Lemas dirasakan sejak 5 hari SMRS, dirasakan perlahan-lahan, pucat, seperti mau
pingsan. Lemas disertai mata berkunang-kunang dan kepala pusing. Lemas dirasakan
di seluruh tubuh, tidak ada lumpuh sebelah anggota gerak badan secara tiba-tiba.
Sebelumnya pasien makan secara teratur, tidak puasa maupun membatasi makan.
BAB hitam disangkal dan BAK tidak ada keluhan, serta tidak ada keluhan keluar darah
dari tubuhnya.
Pasien mengeluh mual namun tidak muntah. Keluhan sesak disangkal, bengkak pada
tubuh disangkal, nyeri pada anggota gerak disangkal, gatal disangkal, maupun
penurunan kesadaran disangkal.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat DM (+) sejak tahun 2016
Riwayat kaki diabetik (-)
Riwayat hipertensi (+) sejak tahun 2016
Riwayat penyakit ginjal (+) sejak satu tahun yang lalu
Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat asma, TB paru, sakit maag (-)
3. Riwayat Pengobatan
Pengobatan DM dimulai sejak tahun 2016, dulu pernah dengan insulin namun
sekarang dengan obat-obatan saja, Metformin 3x500 mg, Glibenclamid 1x1 tab
Pengobatan hipertensi sejak satu tahun yang lalu dengan Amlodipin 1x10 mg.
Pengobatan penyakit ginjal dengan Furosemide 3x1, Asam folat 1x1, Natrium
bikarbonat 3x500mg , Clonidine 3x0,5mg, Calporosis D 3x1 tab. Pasien juga rutin
melaksanakan hemodialisa di RS Sari Asih, Ciledug, setiap hari Selasa dan Jum’at.
4. Riwayat Keluarga

BORANG ISHIP RSUD KOTA TANGERANG JUNI 2018 – JUNI 2019 4


dr. Analisa Ilmiaty
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami hal serupa. Riwayat DM, HT, Asma
pada keluarga disangkal.
5. Riwayat Pekerjaan dan Lingkungan
Pasien sudah tidak bekerja. Sekarang hanya rutin HD di RS Sari Asih, Ciledug
diantar keluarganya.
6. Riwayat Kebiasaan
Kebiasaan merokok disangkal, minum alkohol disangkal, minum kopi disangkal,
minum obat-obat pegal linu atau obat warung disangkal.

Daftar Pustaka
1. Pradeep A. Chronic Kidney Disease. Medscape References [updated 17th July 2018;
cited at 20th July 2018] Available: https://emedicine.medscape.com/article/238798-
overview
2. KDIGO Kidney Disease Improving Global Outcome. KDIGO 2012 Clinical Practice
Guideline for the Evaluation and Management of Chronic Kidney Disease. Kidney
international supplements 2013 (3);1: 5-14
3. KDIGO Kidney Disease Improving Global Outcome. KDIGO Clinical Practice
Guideline for Anemia in Chronic Kidney Disease. Kidney international supplements
2012 (2) ;4: 283-7
4. KDIGO Kidney Disease Improving Global Outcome. KDIGO Clinical Practice
Guideline for the Management of Blood Pressure in Chronic Kidney Disease. Kidney
international supplements 2012 (2);5: 341-2
5. Ketut S. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta :
Interna Publishing 2009. Hal. 1035-40.
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis CKD
2. Tatalaksana pada pasien CKD
3. Tatalaksana pada pasien CKD dengan anemia, hipertensi, dan diabetes melitus
4. Informasi dan edukasi mengenai penyakit pasien dan perubahan gaya hidup.
Hari I, Tanggal : Senin, 24 Agustus 2018
1. Subjek- Lemas dirasakan sejak 5 hari SMRS, dirasakan perlahan-lahan, pucat, seperti
tif mau pingsan. Lemas disertai mata berkunang-kunang dan kepala pusing.
Lemas dirasakan di seluruh tubuh, tidak ada lumpuh sebelah anggota gerak

BORANG ISHIP RSUD KOTA TANGERANG JUNI 2018 – JUNI 2019 5


dr. Analisa Ilmiaty
badan secara tiba-tiba. Sebelumnya pasien makan secara teratur, tidak puasa
maupun membatasi makan. BAB hitam disangkal dan BAK tidak ada keluhan,
serta tidak ada keluhan keluar darah dari tubuhnya. Pasien mengeluh mual
namun tidak muntah. Keluhan sesak disangkal, bengkak pada tubuh disangkal,
nyeri pada anggota gerak disangkal, gatal disangkal, maupun penurunan
kesadaran disangkal. Sejak tahun 2016 pasien sudah menderita DM, kontrol
dengan Metformin 3x500 mg, Glibenclamid 1x1 tab, pengobatan hipertensi
sejak dua tahun yang lalu dengan Amlodipin 1x10 mg, pengobatan penyakit
ginjal dengan Furosemide 3x1, Asam folat 1x1, Natrium bikarbonat 3x500mg,
Calporosis D 3x1 tab. Pasien juga menjalani hemodialisa di RS Sari Asih,
Ciledug, setiap Selasa-Jum’at.
2. Objekti KU tampak sakit sedang
f Kesadaran : compos mentis
Tanda vital :
 TD : 110/80 mmHg
 HR 53x/menit
 Suhu : 36,8ºC
 RR : 22x/menit
Status generalisata :
 Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-
 Leher : KGB tidak membesar
 Jantung : BJ I/II regular, murmur (-) gallop (-)
 Paru : vesikuler +/+ , rhonki -/-, wheezing -/-
 Abdomen : supel, BU (+), normal, nyeri tekan epigastrium (-)
 Ekstremitas : akral hangat, oedem tungkai -/-, ulkus (-)

Laboratoirum (Selasa, tgl 25 Agustus 2018)


Darah Lengkap
Hemoglobin 6.8
Hematokrit 21
Eritrosit 2.52
Leukosit 6.200
Trombosit 208.000

BORANG ISHIP RSUD KOTA TANGERANG JUNI 2018 – JUNI 2019 6


dr. Analisa Ilmiaty
Laju Endap Darah 62
MCV 81
MCH 27
MCHC 33
Hitung Jenis
Basofil 1
Eosinofil 5
Neutrofil Segmen 71
Limfosit 17
Monosit 6
Elektrolit
Natrium 139
Kalium 4.9
Klorida (Cl) 104
Kalsium Ion 1.04
Fungsi Ginjal
Ureum 198
Kreatinin 9.3
Glukosa Sewaktu 186
HbsAg Non reaktif
Anti HCV kualitatif Non reaktif
PT 11.9
APTT 51.9

BORANG ISHIP RSUD KOTA TANGERANG JUNI 2018 – JUNI 2019 7


dr. Analisa Ilmiaty
Rontgen Thoraks (Senin, 24 September 2018)

Pemeriksaan Foto Thoraks AP


Trakea di tengah.
Cor :
Apeks jantung bergeser ke laterokaudal
Tampak elongasio aorta
Pulmo:
Corakan bronkovaskuler meningkat
Kontur diafragma baik
Sinus kostofrenikus kanan-kiri lancip
Kesan: cardiomegaly (LV) disertai elongasio aorta.

BORANG ISHIP RSUD KOTA TANGERANG JUNI 2018 – JUNI 2019 8


dr. Analisa Ilmiaty
EKG (Senin, 24 September 2018)

Kesan : sinus reguler, HR 51x/menit, gelombang P normal, interval PR normal,


kompleks QRS normal, abnormalitas segmen ST dan gelombang T tidak ada.

3. Assess- I. Chronic Kidney Disease (CKD) (atau chronic renal failure) meliputi
ment semua derajat penurunan fungsi ginjal, baik ringan, sedang, dan berat.
Menurut KDIGO 2012, CKD adalah abnormalitas dari struktur maupun
fungsi ginjal lebih dari 3 bulan dengan implikasi untuk kesehatan.

Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi : a) sesuai


dengan penyakit yang mendasarinya, b) sindroma uremia, dan c) gejala
komplikasinya.
Pasien dengan CKD stage 1-3 biasanya tidak bergejala, biasanya mulai
muncul dalam manifestasi klinis jika sudah sampai stage 4-5 (GFR < 30
mL/min/1.73m2), misalnya poliuri, hematuri, dan edema.
 Sesuai dengan penyakit yang mendasari : diabetes melitus, infeksi
traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, SLE,
dan sebagainya.
 Uremia pada end-stage renal disease (ESRD): yang biasanya terjadi
pada pasien HD, ditandai dengan: ensefalopati, yang bisa memburuk

BORANG ISHIP RSUD KOTA TANGERANG JUNI 2018 – JUNI 2019 9


dr. Analisa Ilmiaty
jadi koma hingga kematian; neuropati perifer; gejala gastrointestinal
seperti mual, muntah, diare; manifestasi pada kulit dengan kulit kering,
pruritis, ekimosis, fatigue, malnutrisi, kelebihan volume cairan,
disfungsi ereksi, amenorea.
 Gejala sebagai komplikasi: kelemahan pada otot, berat badan turun,
edema perfer, edema pulmonal, hipertensi. Anemia pada CKD terjadi
karena berkurangnya sintesis eritropoietin, yang ditandai dengan pusing,
mudah lelah, dan berkurangnya kualitas hidup.

Pemeriksaan fisik pada pasien CKD perlu hati-hati. CKD jika berdiri
sendiri dan masih stage awal, biasanya tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan fisik. Namun jika sudah stage lanjut, disertai dengan
anemia, kelainan jantung, dan lainnya, biasanya akan ditemukan
kelainan pada pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan lab pada CKD biasanya meliputi pemeriksaan darah


lengkap, urinalisa, dengan kalkuklasi untuk fungsi ginjal. Anemia yang
biasanya ditemukan adalah anemia normokromik normositik, dan
penyebab lain anemia lain perlu disingkirkan terlebih dahulu.
Hal yang mungkin ditemukan pada pemeriksaan laboratorium pada
pasien CKD adalah:
- Urea nitrogen darah (BUN, blood urea nitrogen) dan serum creatinin
akan meningkat
- Hiperkalemia atau bikarbonat menurun.
- Hipoalbuminemia, sebagai hasil dari hilangnya protein dari urin
- Profil lipid, untuk memeriksa resiko penyakit kardiovaskuler.
- Menilai sistein-C dapat mengkonfirmasi kondisi fungsi ginjal.
Sistein C adalah protein yang diekspresikan pada semua sel
bernukleus, diproduksi dalam jumlah konstan, dan difiltrasi oleh
gromelurus, yang tidak disekresikan namun direabsorbsi kembali
oleh cel epitel tubuler dan dikatabolisasi, sehingga tidak akan
kembali ke pembuluh darah.

BORANG ISHIP RSUD KOTA TANGERANG JUNI 2018 – JUNI 2019 10


dr. Analisa Ilmiaty
Urinalisa : pasien dengan protein-to-creatinin ratio (P/C) lebih dari
200mg/mg, harus melakukan pemeriksaan lengkap untuk menegakkan
diagnosis. Pasien CKD juga dapat ditemukan eritrosit pada urin, atau
leukosit pada urin jika penyebab CKD adalah infeksi.

Rumus untuk fungsi ginjal (Cockcroft-Gault) :


([140−𝑢𝑠𝑖𝑎]𝑥 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑘𝑔)
eGFRcreat (pria) = 𝑠𝑒𝑟𝑢𝑚 𝑘𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛 𝑥 72

Sedangkan GFR wanita = GFR laki-laki x 0,85

([140−63]𝑥 60)
Pada pasien = = 8,91 ml/min/1.73m2
7,2 𝑥 72

USG Ginjal: USG digunakna untuk skrining hidronefrosis, atau


keterlibatan retroperitoneum dengan fibrosis, tumor, dan lainnya.
Awalnya injal mungkin berukuran normal pada nefropati diabetic, yang
makin lama akan membesar akibat hiperfiltrasi. Kelainan striktur seperti
polisistic kidney, dapat terlihat pada USG.

Kriteria CKD (salah satu di bawah positif, selama >3 bulan)


Marker kegagalan Albuminuria (AER >30mg/24 jam; ACR >
ginjal 30 mg/g [>3mg/mmol])
Abnormalitas pada sedimen urin
Abnormalitas pada elektrolit karena
penyakit tubular
Abnormalitas pada struktur ginjal dengan
imaging
Adanya riwayat transplantasi ginjal
Penurunan GFR GFR <60 ml/min/1.73m2 (Kategori GFR
terlampir)

Kategori GFR pada CKD


Kategori GFR GFR (ml/min/1.73m2) Keterangan
G1 ≥ 90 Normal
G2 60 - 89 Ringan
G3a 45 – 59 Ringan-sedang
G3b 30 – 44 Sedang-berat
G4 15 – 29 Berat

BORANG ISHIP RSUD KOTA TANGERANG JUNI 2018 – JUNI 2019 11


dr. Analisa Ilmiaty
G5 < 15 Gagal ginjal

Kategori berdasarkan albuminuria pada CKD


Kategori AER ACR Keterangan
(mg/hari) (mg/mmol) (mg/g)
A1 <30 <3 <30 Normal –
Ringan
A2 30 – 300 3 – 30 30 – 300 Sedang
A3 >300 >30 > 300 Berat

Evaluasi pada CKD


a) Evaluasi kronisitasi : jika dengan GFR <60ml/min/1.73m2 atau dengan
marker kegagalan ginjal, evaluasi kembali riwayat penyakit dahulu dan
durasi kegagalan ginjal. Jika durasi > 3 bulan, maka CKD dapat
ditegakkan. Jika <3vulan, maka CKD belum dapat ditegakkan. Pasien
dapat memiliki CKD atau AKD (acute kidney disease (termasuk AKI)
atau keduanya.
b) Evaluasi penyebab : lihat ulang pada riwayat penyakit keluarga, faktor
lingkan dan sosial, riwayat pengobatan, pemeriksaan fisik, laboratorium,
untuk menentukan penyebab CKD
c) Evaluasi GFR : direkomendasikan untuk menggunakan serum kreatinin
dan rumus estimasi GFR (eGFRcreat) daripada menggunakan kreatinin saja
untuk penilaian awal. Direkomendasikan juga melakukan penilaian
sistein C untuk konfirmasi, jika eGFRcreat 45-59 ml/min/1.73m2 , dengan
marker kegagalan ginjal negatif. Jika eGFRsistein / eGFRcreat-syst jika <60
ml/min/1.73m2 , maka diagnosis CKD dapat ditegakkan.
d) Evaluasi pada albuminuria : direkomendasikan menggunakan urin
albumin-creatinin ratio (ACR), atau urin protein-creatinin ratio (PCR),
daripada menggunakan konsentrasi albumin dalam urin saja.
Jika sudah menentukan GFR dan albuminuria, penyebab CKD, dan
komorbid yang ada, maka dapat ditentukan prognosis dari CKD.

BORANG ISHIP RSUD KOTA TANGERANG JUNI 2018 – JUNI 2019 12


dr. Analisa Ilmiaty
Gambar 1. Prognosis CKD berdasarkan GFR dan kategori albuminuria

II. Anemia pada CKD


Anemia biasanya disebabkan karena tiga kategori etiologi, yaitu :
penurunan produksi eritrosit, peningkatan deksruksi eritrosit, dan
kehilangan darah. Anemia pada penyakit kronis maupun karena CKD
termasuk dalam kategori etiologi kurangnya produksi eritrosit.
Prevalensi terjadinya anemia pada CKD lebih tinggi pada pasien usia
lebih dari 60 tahun, jika dibandingkan pasien usia 46-60 tahun. Hal ini
terjadi mungkin karena penurunan GFR lebih banyak terjadi pada
pasien usia lanjut.
Anemia pada CKD terjadi karena berkurangnya sintesis eritropoietin,
yang ditandai dengan pusing, mudah lelah, dan berkurangnya kualitas
hidup. Anemia merupakan komplikasi yang penting pada CKD karena
anemia memperburuk gejala CKD, yang memiliki dampak besar bagi
hidup pasien dengan CKD namun bersifat reversibel.
Anemia yang ditimbulkan pasien CKD adalah anemia normositik
normokrom. Namun untuk mendiagnosis anemia akibat CKD perlu
menyingkirkan kemungkinan penyebab anemia lain terlebih dahulu.

Gejala anemia :
- Kelemahan tubuh secara umum
- Tidak nyaman atau sakit tubuh secara umum

BORANG ISHIP RSUD KOTA TANGERANG JUNI 2018 – JUNI 2019 13


dr. Analisa Ilmiaty
- Kepala terasa ringan, pusing, berputar
- Pingsan atau hampir pingsan
- Berkurangnya toleransi terhadap aktivitas
- Ketidaknyamanan pada dada
- Palpitasi
- Tidak tahan dingin
- Gangguan pada tidur
- Tidak bisa konsentrasi
- Berkurangnya nafsu makan

Tanda pada anemia:


- Kulit pucat
- Berkurangnya kemampuan kognitif
- Konjungtiva anemis
- Hipotensi, takikardi
- Takipnoe
- Hepatosplenomegali
Diagnosis anemia dapat ditegakkan pada orang dewasa dan anak >15
tahun dengan CKD jika Hb < 13.0g/dL (laki-laki) dan <12.0 g/dL pada
perempuan.
Untuk menyingkirkan penyebab anemia lain dapat dilakukan
pemeriksaan :
- Panel besi : serum iron, TIBC, saturasi besi
- Serum vitamin B12 dan asam folat
- Tiroid-stimulating hormone (TSH)
Pada pasien tanpa gejala anemia, maka dianjurkan pemeriksaan rutin
untuk anemia pada pasien CKD, yang disarankan KDIGO sebagai
berikut:
- Minimal setiap tahun sekali pada pasien CKD stage 3
- Minimal dua kali per tahun pada pasien CKD stage 4-5
- Minimal 3 bulan sekali pada pasien dengan CKD dengan HD

III. Hipertensi pada CKD

BORANG ISHIP RSUD KOTA TANGERANG JUNI 2018 – JUNI 2019 14


dr. Analisa Ilmiaty
Ada sebuah relasi yang kuat antara CKD dan peningkatan tekanan
darah, sehinggak pengontrolan terhadap tekanan darah menjadi hal
yang fundamental untuk dilakukan pada semua stage CDK apapun
penyakit penyertanya. Dengan menurunnya tekanan darah, diharapkan
dapat menurunkan mortilitas, resiko penyakit jantung, dan
pengembalian fungsi ginjal.
Hipertensi oleh karena penyakit ginjal kronik, terjadi karena hal-hal
berikut:
a) Retensi natrium
b) Peningkatan sistem RAAS akibat iskemi relatif karena
kerusakan regional
c) Aktivitas saraf simpatis meningkat akibat kerusakan ginjal
d) Hiperparatiroid sekunder
e) Pemberian ertropoietin
Target tekanan darah setiap pasien CKD berbeda tegantung ada atau
tidaknya resiko CVD pada pasien. Target tekanan darah tergantung
juga pada eusia, penyakit jantung penyerta, komorbiditas lain, resiko
progresifitas CKD, adanya retinopati pada pasien dengan DM, dan
toleransi terhadap penatalaksanaan.

IV. Diabetes Melitus dengan CKD


Prevalensi diabetes di seluruh dunia mencapai epidemik, dimana
menyerang lebih dari 8% populasi dunia – lebih dari 425 juta orang.
Diperkirakan juga 40% atau lebih orang dengan diabetes mellitus akan
terkena CKD, termasuk di dalamnya pasien dengan end-stage kidney
disease (ESKD) yang membutuhkan dialysis dan transplantasi.
Diabetes telah menjadi penyebab utama pasien mengalami ESKD di
sebagian besar negara. Pada pasien dengan diabetes, peningkatan
albuminuria dan penurunann GFR dikarenakan glomerulopati diabetik.
Secara tradisional, penyakitginjal diabetik dibagi dalam tahapan
sebagai berikut :
a) Tahapan I : pada tahap ini GFR cenderung meningkat sampai
40% dia atas normal yang disertai pembesaran ukuran ginjal.

BORANG ISHIP RSUD KOTA TANGERANG JUNI 2018 – JUNI 2019 15


dr. Analisa Ilmiaty
Albuminuria belum nyata dan tekanan darah biasanya normal.
Tahp ini masih reversibel.
b) Tahap II : terjadi perubahan struktur ginjal dan GFR masih
meingkat. Albuminuria terjadi jika dalam keadaan stres,
latihan jasmani.
c) Tahap III: mikroalbuminuria telah nyata, GFR mulai
meningkat dan tekanan darah sudah ada yang meningkat.
Keadaan dapat terjadi bertahun-tahun, dan progresifitas msih
mungkin dicegah dengan kontrol tekanan darah dan kadar gula
darah.
d) Tahap IV: mulai bermanifestasi secara klinis, dengan
proteinuria yang nyata, tekanan darah meningkat, GFR
menurun.
e) Tahap V: tahap gagal ginjal, GFR sudah sedemikian rendah
sehingga pasien sudah menunjukkan tanda-tanda uremik,
sehingga memerlukan tindakan pengganti ginjal.

4. Plan- I. CKD (Chronic Kidney Disease) :


ning Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi:
- Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
- Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbidnya
- Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
- Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal
Perencanaan tatalaksana (action plan) CKD sesuai derajatnya adalah
sebagai berikut:
Derajat GFR Rencana tatalaksana
1 >90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,
evaluasi fungsi ginjal, perkecil resiko
kardiovaskular
2 60-89 Menghambat perburukan fungsi ginjal
3 30-59 Evaluasi terhadap komplikasi
4 15-29 Persiapan untuk teraapi pengganti ginjal
5 <15 Terapi pengganti ginjal

BORANG ISHIP RSUD KOTA TANGERANG JUNI 2018 – JUNI 2019 16


dr. Analisa Ilmiaty
Renal Replacement Therapy (RRT) : antara lain dialisis (dengan
peritoneal dialisis maupun hemodialisis), transplan ginjal (dari kadaver
maupun yang masih hidup). KDIGO menyarankan untuk memulai
hemodialiasa ketika satu atau lebih dari tanda berikut ditemukan : tanda
kegagalan ginjal (serositis, abnormalitas pada elektrolit, pruritis),
ketidak-mampuan untuk mengontrol tekanan darah, adanya masalah
pada status gizi pasien, dan adanya masalah pada kognitif pasien. GFR
berada di antara 5-10 ml/min/1.73m2, atau GFR 15 mL/min/1.73m2
pada pasien diabetik. Beberapa jenis terapi pengganti, adalah sebagai
berikut :
a) Dialisis
a. Dialisis peritoneal
b. Hemodialisis
b) Transplantasi Ginjal
a. Transplantasi donor hidup
b. Transplantasi donor jenazah
Hemodialisis intermiten (IHD) adalah teknik yang paling sering
digunkan. Digunakan teknik mesin yang konvensional sehingga relatif
lebih mudah dan murah. Dialisis dilakukan secara intermitten yaitu
antara 4-6 jam, 3-6 kali/minggu. Di Indonesia hemodialisis dilakukan
2 kali seminggu dengan setiap hemodialisis dilakukan selama 5 jam.
Di senter dialisis lain ada juga dialisis yang dilakukan 3 kali seminggu
dengan lama dialisis 4 jam.
Komplikasi pada hemodialisis:
- Terkait akses : infeksi lokal, trombosis, stenosis pembuluh darah
- Hipotensi
- Mual muntah, sakit kepala, kram
- Demam, menggigil
- Reaksi pada anafilaktik dari dialiser
- Trombositopenia akibat heparin
- Depresi

BORANG ISHIP RSUD KOTA TANGERANG JUNI 2018 – JUNI 2019 17


dr. Analisa Ilmiaty
Jika terdapat donor ginjal, maka transplantasi dapat dilakukan ketika
GFR <20 ml/min/1.73m2 dan adanya bukti progresivitas dan CKD
selama 6-12 bulan.
Pada pasien, jika dimungkinkan HD di RSU Kota Tangerang dan sudah
dikonsulkan ke bagian HD, dan mendapat jadwal hari Selasa tgl 17 Juli
2018, dengan saran transfusi PRC 250cc/hari terlebih dahulu. Namun
pasien sudah mendapat jadwal HD tetap di Klinik Avio, Ciledug setiap
Senin-Kamis, jadi jika memungkinkan pasien dapat dipulangkan
sebelum hari Senin, 16 Juli 2018.

II. Anemia pada CKD


- ketika Hb <10, penatalaksanaan terbaik adalah dengan
erythropoietin-stmulating agent (ESA) seperti epoetin alfa atau
darbepoetin alfa. Dengan penatalaksanaan eritropoietin, target Hb
adalah 10-12g/dL. Sebelum eritropoietin dimulai, pasien harus
memiliki persediaan zat besi, dengan target iron saturation 30-50%
dan feritin 200-500ng/ml. Hal yang harus diingat adalah: suplemen
besi efektif untuk anemia pada CKD sebagai terapi inisial, ESA tidak
boleh digunakan untuk pasien dengan keganasan. ESA tidak boleh
digunakan jika Hb >11.5 g/dL. Penggunaan ESA dan transfusi dapat
diberikan pada pasien dengan anemia berat dan simtomatis.
Target Hb untuk koreksi anemia masih bervariasi. Namun semakin
tinggi target Hb, semakin meningkatkan resiko kematian. FDA
(Food and Drug Administration) menyatakan bahwa resiko penyakit
kardiovaskular dan resiko kematian meningkat pada pemberian ESA
jika Hb lebih dari 12g/dl.
FDA merekomendasikan pemeriksaan Hb secara rutin 2 kali per
minggi selama 2 – 6 minggu setelah pemberian ESA pertama, dan
dihentikan penggunaannya jika Hb lebih dari 12g/dl atau
peningkatan 1 g/dl dalam 2 minggu berturut-turut.
- Pemberian suplemen besi : jika memberikan terapi besi,
pertimbangkan keuntungan dari pemberian besi dan hindari transfusi
darah. Evaluasi status besi perlu dilakukan minimal setiap 3 bulan

BORANG ISHIP RSUD KOTA TANGERANG JUNI 2018 – JUNI 2019 18


dr. Analisa Ilmiaty
jika menggunakan ESA, dan lebih sering jika akan menaikkan dosis
ESA atau adanya kehilangan darah.
- Penatalaksanaan lainnya yang bisa menunjang adalah pemberian
vitamin B12, dan asam folat.
- Transfusi : pemberian transfusi pada CKD sebaiknya dihindari,
untuk meminimalisir efek samping dari transfusi. Namun dapat
diberikan pada pasien CKD untuk mempertahankan kapasitas
pengangkutan oksigen dan perbaikan gejala akibat anemia.
Estimasi resiko berkaitan dengan transfusi per unitnya dapat dilihat
di Gambar 2. Termasuk juga di antaranya volume overload,
hiperkalemia, toksisitas sitrat yang bisa menuju pada alkalosis dan
hipokalemia, hipotermia, koagulopati, reaksi imun termasuk
transfusion-related acute lung injury (TRALI), kelebihan besi,
bahkan infeksi akibat transfusi.

Gambar 2. Estimasi resiko berkaitan dengan transfusi darah per unit


PRC berisi eritrosit, trombosit, leukosit, dan sedikit plasma. Nilai
hematokritnya 60-70%. Volume 1 bag adalah 150-300ml terantung
besarnya kantung darah yang dipakai, dengan massa sel darah merah
100-200ml. Sel darah merah ini digunakan untuk meningkatkan jumla
sel darah merah pada pasien yang menunjukkan gejala anemia, yang
hanya memerlukan massa sel darah merah pembawa oksigen saja
misalnya pada pasien gagal ginjal atau anemia pada keganasan.
Pemberian unit ini disesuaikan dengan kodisi klinis pasien, bukan dari
nilai Hb atau hematokrit. Keuntungan memakai PRC adalah dapat
memperbaiki oksigenasi dan jumlah eritrosit tanpa menambah beban

BORANG ISHIP RSUD KOTA TANGERANG JUNI 2018 – JUNI 2019 19


dr. Analisa Ilmiaty
volume. Pada orang dewasa, 1 unit sel darah merah pekat dapat
meningkatkan Hb sekitar 1gr/dL atau hematokrit 3-4%. Pada pasien
diberikan Transfusi PRC 1 bag per hari dengan target Hb 8 mg/dL, dan
diberikan suplemen asam folat 1 x1mg.

III. Hipertensi pada CKD


Target tekanan darah tergantung dari usia dan kondisi komorbiditas
pasien, Target tekanan darah biasanya sulit tercapai pada pasien CKD
yang lanjut usia, dengan diabetes, dan komorbit lain. Tekanan darah
pada pasien seperti ini biasanya tinggi pada sistolik namun diastolik
normal atau rendah karena kekakuan pada arteri. Pasien usia lanjut dan
dengan diabtes juga sensitif terhadap perubahan posisi sehingga sering
pusing akibat postur tubuh. Banyak pasien yang memerlukan obat
penurun tekanan darah namun sering hipotensi postural.
Sebagian besar pasien memerlukan agen antihipertensi sebanyak 2 atau
lebih untuk pasien CKD.
- ACE-I dan ARB : ACEI menghambat angiotensin I menjadi
angiotensin II dan degradasi bradikinin, sehingga bisa menimbulkan
batuk kering. ARB bekerja sebagai antagonis kompetitif terrhadap
angiotensin II dan reseptornya, dan bisa menjadi pilihan untuk
menghindari batuk akibat ACEI. ACE-I dan ARB dapat
dikombinasikan dengan obat penurun tekanan darah lain seperti beta
bloker, CCB (calcium-channel blockers). ARB Candesartan
dikombinasikan dengan CCB amlodipin, dapat menurunkan
progresivitas CKD stage 4. Pasien hipertensi dengan diabetes dan
CKD dengan GFR <60ml/min/1.73m2 dapat diawali dengan
pemberian ACE-I atau ARB dengan target tekanan darah < 140/90
mmHg.
- Antagonis aldosteron : spironolakton dapat digunakan untuk
menurunkan tekanan darah dan bekerja sebagai diuretik untuk
edema. Dosisnya bisa 12,5-50mg/hari. Antagonis aldosteron bisa
direkomendasikan untuk MI, dan hipertensi yang resisten terhadap
terapi lain.

BORANG ISHIP RSUD KOTA TANGERANG JUNI 2018 – JUNI 2019 20


dr. Analisa Ilmiaty
- Diuretik : retensi air dan garam adalah faktor utama terjadinya
hipertensi pada pasien CKD, sehingga diuretik memegang peranan
penting. Tiazid paling sering digunakan untuk hipertensi (12.5-25mg
per hari). Furosemid juga dapat digunakan untuk pasien CKD stage
4 – 5 sebagai tambahan atau alternatif tiazide.
- Beta bloker : dapat digunakan untuk menurunkan tekanan darah
namun tidak direkomendasikan untuk pasien dengan komorbid pada
CKD.
- CCB : dibagi dalam kelas dihidropiridin (amlodipin, nifedipin,
lercanidipin), dan non-dihidropiridin benzothiazepin (diltiazem),
dan fenilalkilamin (verapamil). Golongan dihidropiridin lebih
selektif untuk otot pembuluh darah saja, tidak mengendap di ginjal.

Gambar 3. Jenis Calcium Channel Blocker (CCB)


- Alfa-adrenergic agonis : dapat menyebabkan vasodilatasi dengan
menurunkan simpatis dari otak, contohnya adalah clonidine,
methyldopa.
Pada pasien diberikan Candesartan 1x16 mg, dan Furosemid 3x1 tab,
dan Clonidine 3 x 0,15 mg.

IV. Diabetes Melitus dengan CKD


Pasien DM dengan CKD memerlukan pencegahan sekunder untuk
mencegah perburukan dari CKD, termasuk penyakit kardiovaskular.
Hal yang dapat diberikan adalah penatalaksanaan RAAS dan
hipertensi, dan juga kontrol kadar gula darah. Yang paling ideal untuk

BORANG ISHIP RSUD KOTA TANGERANG JUNI 2018 – JUNI 2019 21


dr. Analisa Ilmiaty
melihat kadar gula darah sebagai kontrol pada pasien CKD adalah
HbA1c.
Pada umunya pasien DM memerlukan penanganan intensif untuk
menurunkan resiko komplikasi diabetes, namun hal ini meningkatkan
resiko hipoglikemia. Yang dimaksud dengan pengendalian secara
intensif adalah pencapaian kadar HbA1c <7%, kadar gula darah
preprandial 90-130 mg/dL, post-prandial <180 mg/dL. Medikasi anti-
diabetes memiliki efek yang menguntungkan dan merugikan,
contohnya SGLT2 inhibitor dan GLP-1 reseptor agonis dapat
menurunkan resiko kardiovaskular namun bisa menyebabkan
hipoglikemia.
Pada pasien diberikan Metformin 3x500mg, dan Gliquidone 2x30mg.

V. Lain-lain
Pasien juga diberikan Calporosis D 3x1 tab, sebagai calcium
carbonate, yang mana adalah pengikat fosfat untuk menurunkan fosfor
serum pada pasien ESRD. Dosis inisial Calporosis D (calcium
carbonate) untuk orang dewasa dengan dialisis adalah 2 kapsul setiap
kali makan, yang dapat ditingkatkan secara perlahan untuk
menurunkan forfor serum, sepanjang tidak terjadi hiperkalsemia. Dosis
dapat dititrasi setiap 2 sapai 3 minggu sampai mencapai kadar fosfor
serum yang ditargetkan.
Pasien juga diberikan Natrium bicarbonate 3 x 500mg untuk
menurunkan asam lambung. Obat ini juga diberikan untuk mengtasi
rasa terbakar pada dada, nyeri perut, mual, dan muntah. Natrium
bicarbonate bekerja untuk mencegah terjadinya asidosis metabolik agar
pH darah > 7,2 dan bikarbonat serum >15mmol/L. Nabic juga dapat
digunakan untuk memindahkan Kalium ke dalam sel sehingga
mencegah terjadinya hiperkalemia.

VI. Edukasi : perubahan gaya hidup diperlukan untuk mencapai target BMI
20-25, memperbaiki profil lipid, dan sensitivitas insulin. Dibandingkan
dengan pasien BMI normal, pasien obesitas cenderung memiliki

BORANG ISHIP RSUD KOTA TANGERANG JUNI 2018 – JUNI 2019 22


dr. Analisa Ilmiaty
tekanan darah tinggi, dislipidemia, dan peningkatan resiko penyakit
kardiovaskular. Hal yang dapat dilakukan adalah meminimalisir intake
garam menjadi <2gr per hari. Olah raga juga dapat dilakukan untuk
meningkatkan kesehatan kardiovaskular dengan tujuan minimal 30
menit 5 kali seminggu. Kondumsi alkohol juga perlu dikurangi untuk
menurunkan tekanan darah. Hal lainnya adalah berhenti merokok.

BORANG ISHIP RSUD KOTA TANGERANG JUNI 2018 – JUNI 2019 23


dr. Analisa Ilmiaty

Anda mungkin juga menyukai