Metode Pengujian Kekerasan Makalah Pengetahuan Bahan Febri Irawan 05091002006
Metode Pengujian Kekerasan Makalah Pengetahuan Bahan Febri Irawan 05091002006
NIM
: 13713054
Kelompok
:2
Anggota (NIM)
Tanggal Praktikum
: 27 Oktober 2015
: 02 November 2015
tersebut
kemudian
cepat
laju
maka
akan
nilai
semakin
holding time maka akan terbentuk larutan padat lewat jenuh (super saturated solid
solution kemudian
annealing
yang
memiliki
di
bawah
temperatur
rekristalisasinya.
- Terjadi peristiwa difusi atau pergerakan
atom dalam keadaan padat
- Terjadi
penataan
ulang
atau
Gambar 2.4 Tahap-tahap annealing
rekonfigurasi dislokasi
- Terjadi pembebasan lattice strain energy
- Hasil recovery adalah pelunakan logam
Rekristalisasi merupakan fase kedua dari proses annealing yang memiliki
karakteristik sebagai berikut :
- Terjadi ketika proses pemanasan logam telah mencapai temperatur
rekristalisasinya
- Inti butir baru dengan regangan bebas mulai terbentuk
- Inti dari butir baru tersebut terus tumbuh dan berkembang
- Terbentuk butir kristal yang berbentuk bulat (equiaxial) dengan densitas
dislokasi yang dihasilkan rendah
- Restorasi sifat mekanik dari logam
- Kekerasan berkurang, tensile strength berkurang, dan keuletan meningkat
Pertumbuhan butir merupakan fase akhir dari proses annealing yang memiliki
tahapan sebagai berikut :
- Pertumbuhan butir baru akan berlanjut pada temperatur tinggi di atas
temperatur rekristalisasi
- Terjadi migrasi dari batas butir
- Terjadi fenomena grain cannibalism dimana butir kristal yang besar akan
mengekspansi butir kristal yang kecil
- Terjadi proses reduksi area batas butir
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pengerasan baja karbon
Menyiapkan 2 spesimen yang terdiri dari baja karbon rendah dan tinggi pelat
tembaga
3.3 Rekristalisasi
Memanaskan 6 spesimen tembaga pada T=8000 C, lalu didinginkan di udara dan
dirol dengan dengan reduksi 50% (sudah dilakukan)
Memberi tanda setiap spesimen dengan nomor 1,2,3,4,5, dan 6
Mengukur kekerasan awal specimen nomor 6
T (o C)
Waktu (menit)
HRA awal
HRA akhir
900
30
43.16
63.36
900
30
64.33
73.66
T (o C)
Waktu (menit)
HRE awal
HRE akhir
200
10
82.5
76
200
30
93
200
60
101.33
200
120
95.33
HRE vs time
120
100
80
60
40
20
0
50
100
150
1.3 Rekristalisasi
Specimen
T (o C)
Waktu (menit)
HRE awal
HRE akhir
800
120
80
85.66
2
400
15
82
400
30
70
4
400
45
84
400
60
75.66
100
90
78.75
BAB V
ANALISIS DATA
Praktikum metal hardening ini dilakukan dengan menggunakan specimen baja
karbon, paduan Al-Cu, dan tembaga. Data yang diperoleh pada pengujian ini adalah
harga kekerasan specimen yang sudah melalui tahapan proses masing- masing.
Dari data proses pengerasan baja karbon diperoleh harga kekerasan akhir
sebesar 63.36 HRA untuk baja karbon rendah, naik sebesar 46.8% dan 73.66 HRA
untuk baja karbon tinggi, naik sebesar 14.5%. Persen kekerasan baja karbon tinggi
yang lebih rendah daripada baja karbon rendah disebabkan oleh masih adanya
austenite sisa dalam baja karbon tersebut. Pernyataan ini didukung berdasarkan
diagram CCT, dimana baja karbon tinggi memiliki range pembentukan martensit
yang lebih panjang daripada baja karbon rendah sehingga transformasi fasa martensit
belum sepenuhnya selesai (belum mencapai martensite finish).
Kenaikan harga kekerasan kedua specimen ini disebabkan oleh baja yang
dipanaskan sampai temperatur 9000 C telah mengalami perubahan fasa menjadi
austenite dan ketika diquench kedalam air fasa austenit tersebut berubah menjadi
fasa
martensit. Fasa martensit ini keras karena karbon bebas yang terlarut di dalam
austenite tidak sempat berdifusi keluar kisi kristal sehingga tidak terjadi
transformasi
FCC menjadi BCC melainkan terjadi transformasi geser pada kisi kristal menjadi
bentuk struktur BCT yang mengandung karbon sangat jenuh sehingga material
tersebut memiliki tegangan.
Pada proses precipitation hardening paduan Al-Cu, harga kekerasan akhir naik
dari mulai menit ke-10 sampai menit ke-60 lalu turun pada menit ke 120. Kenaikan
harga kekerasan dari menit ke-10 sampai 60 biasa disebut GP zone dan disebabkan
oleh adanya partikel precipitat yang masih koheren dengan solvent atom (Al).
Adanya presipitat ini menyebabkan pergerakan dislokasi akan terhambat dan partikel
precipitat tersebut akan terus membesar seiring dengan lamanya pemanasan. Mulai
menit ke-120, harga kekerasan paduan menurun karena terjadi overaging. Overaging
terjadi karena butir CuAl2 membesar ketika terus dipanasi pada temperatur tinggi.
Walaupun data kekerasan yang diperoleh sesuai dengan literature namun data
kekerasan pada menit ke-10 lebih rendah daripada data kekerasan awal. Hal ini
mungkin disebabkan oleh beberapa hal, antara lain pengukuran kekerasan awal
spesmien hanya dilakukan 1 spesimen dari 4 spesimen yang tersedia dan
ketidakakuratan praktikan dalam uji keras. Pengukuran kekerasan yang hanya
dilakukan pada 1 spesimen sebetulnya kurang akurat meskipun bisa menghemat
waktu pengujian. Walaupun specimen yang diuji materialnya sama namun jika
keempat specimen diuji keras bisa jadi harga kekerasannya berbeda-beda karena tiap
specimen bisa jadi memiliki sejarah perlakuan yang berbeda-beda sebelumnya.
Berdasarkan literature, tembaga memiliki temperature melting sekitar 1085 o C,
yang artinya temperatur rekristalisasinya bernilai 542.5 o C. Tembaga no.6 yang
dipanaskan pada temperatur 100o C selama 90 menit mengalami sedikit penurunan
harga kekerasan. Adanya sedikit penurunan ini disebabkan oleh specimen hanya
mengalami proses recovery dimana
dislokasi berkurang sedikit sehingga harga kekerasannya turun sedikit dan tidak
terlalu berpengaruh.
Pada tembaga no.1 yang dipanaskan pada temperatur 850 0 C selama 120 menit,
harga kekerasannya naik 5.65 HRA. Pemanasan tembaga diatas temperatur
rekristalisasinya ini seharusnya menjadikan nilai kekerasan tembaga turun, namun
pada kasus ini kekerasannya naik. Adanya ketidaksesuaian kasus ini dengan teori
mungkin disebabkan oleh pengukuran kekerasan awal spesmien hanya dilakukan 1
spesimen dari 6 spesimen yang tersedia dan ketidakakuratan praktikan dalam uji
keras.
Pada tembaga no.2-5 yang dipanaskan pada temperatur 400 0 C, harga kekerasan
yang diperoleh berbeda beda sejalan dengan waktu pemanasan yang berbeda pula.
Pada temperatur 4000 C ini terjadi rekristalisasi butir-butir. Pada percobaan ini
kekerasan specimen no.2 dan 4 naik sedangkan specimen no.3 dan 5 turun. Walaupun
harga kekerasannya berbeda-beda namun rentang perbedaan dengan harga kekerasan
awal terpaut cukup dekat dan tidak terlalu signifikan. Adanya perbedaan ini mungkin
disebabkan oleh ketidakakuratan dalam pengambilan data.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Harga kekerasan setelah dipanaskan pada temperatur 9000 C selama 30 menit
pada baja karbon rendah sebesar 63.36 HRA dan baja karbon tinggi 73.66
HRA.
2. Harga kekerasan 4 spesimen tembaga setelah dipanaskan pada temperatur
4000 C selama 15,30,45, dan 60 menit secara berturut-turut sebesar 82,70,84,
dan 75.6 HRE. Sedangkan 1 spesimen yang dipanaskan pada temperatur
8000 C selama 120 menit sebesar 85.65 HRE, dan 1 spesimen yang dipanaskan
pada temperatur 1000 C selama 90 menit sebesar 78.75 HRE.
3. Harga kekerasan 4 spesimen paduan Al-Cu setelah dipanaskan pada
temperatur 2000 C
selama 10,30,60,120
LAMPIRAN
Tugas Setelah Praktikum 1
Pengerasan baja karbon
1. Mengapa baja dengan karbon lebih tinggi memiliki kekerasan yang lebih tinggi
daripada baja karbon dengan karbon rendah setelah proses quenching ?
2. Apakah pengaruh proses quenching dengan kekuatan dan kekerasan baja ?
3. Jelaskan mekanisme terbentuknya martensit dan mengapa martensit memiliki
kekerasan yang tinggi pada baja ?
4. Kapan terbentuk austenite sisa pada proses quenching dan apa pengaruhnya
terhadap kekerasan ?
5. Jelaskan cara yang dilakukan untuk mengurangi keberadaan austenite sisa ?
Jawab :
1. Karena baja karbon rendah memiliki jumlah atom karbon yang tidak cukup untuk
memicu terbentuknya tetragonalitas pada martensit
2. Pengaruh proses quenching akan mengubah harga kekerasan maupun kekuatan
baja. Semakin cepat laju pendinginan maka kekuatan dan kekerasannya akan naik
dan akan terbentuk fasa martensit.
3. Baja
kamar
Artificial aging
persen
cold
working,
temperatur
working
merupakan
proses
pengerjaan
logam
diatas
temperatur
proses
annealing
dan
struktur
mikronya
Jawab :
1. Recovery merupakan fase awal dari proses
annealing yang memiliki karakteristik sebagai
berikut :
- Logam
tertentu
dipanaskan
di
sampai
bawah
temperatur
temperatur
rekristalisasinya.
- Terjadi peristiwa difusi atau pergerakan atom
dalam keadaan padat
- Terjadi penataan ulang atau rekonfigurasi dislokasi
- Terjadi pembebasan lattice strain energy
- Hasil recovery adalah pelunakan logam
Rekristalisasi merupakan fase kedua dari proses annealing yang memiliki
karakteristik sebagai berikut :
- Terjadi
ketika
proses
pemanasan
logam
telah
mencapai
temperatur
rekristalisasinya
- Inti butir baru dengan regangan bebas mulai terbentuk
- Inti dari butir baru tersebut terus tumbuh dan berkembang
- Terbentuk butir Kristal yang berbentuk bulat (equiaxial) dengan densitas
dislokasi yang dihasilkan rendah
- Restorasi sifat mekanik dari logam
- Kekerasan berkurang, tensile strength berkurang, dan keuletan meningkat
Grain growth merupakan fase akhir dari proses annealing yang memiliki tahapan
sebagai berikut :
- Pertumbuhan butir baru akan berlanjut pada temperatur tinggi di atas temperatur
rekristalisasi
- Terjadi migrasi dari batas butir
- Terjadi fenomena grain cannibalism dimana butir Kristal yang besar akan
mengekspansi butir Kristal yang kecil
- Terjadi proses reduksi area batas butir