Jurnal
Jurnal
Abstrak
Penelitian dilaksanakan di lapang merpati balap tinggian di Kabupaten Kuningan
selama dua minggu. Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik sayap
dengan kecepatan terbang merpati tinggian jantan dewasa. Metode penelitian yang digunakan
adalah survei, sampel diambil sebanyak 40 ekor merpati tinggian jantan yang dikumpulkan
secara purposive random sampling dari merpati tinggian yang diperlombakan. Karakteristik
sayap merpati tinggian yang diteliti yaitu meliputi panjang rentang sayap dan rata-rata
panjang bulu primer. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
terdapat keeratan hubungan yang sangat kuat antara karakteristik sayap (rentang sayap dan
panjang bulu primer) dengan kecepatan terbang merpati tinggian.
Kata Kunci : Merpati Tinggian, Panjang Rentang Sayap, Rata-Rata Panjang Bulu Sayap
Primer,Kecepatan Terbang, Koefisien Korelasi
Abstract
The research was conducted in two field “tinggians” racing pigeons in Kuningan
Subdistrict, Kuningan for two weeks. The study aims to correlation between wing
characteristics and flying speed on race pigeon “tinggian” . The method used is survey, the
sample taken for 40 adult male racing pegeons “tinggian” thats coleccted by purposive
random sampling from the race. Characteristics of high pigeon wing studied include the
length of the wingspan and the average length of the primary feathers. Based on the results of
research and discussion can be concluded that the correlation between wing characteristics
and flying speed of pegeons “tinggian”
Key Words : Pegeons “tinggian”, lenght wingspan average of primary
feathers, speed racing pigeon, correlation coefficient
I. PENDAHULUAN
Burung merpati (Columba livia) merupakan salah satu jenis burung yang sudah lama
dipelihara dan dibudidayakan oleh para penggemarnya. Burung merpati adalah anggota
kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap, mayoritas
aktivitasnya adalah terbang di udara. Burung merpati memiliki kelebihan dibandingkan
dengan jenis burung yang lainnya yaitu mampu mengingat lokasi dengan baik dan mampu
terbang hingga sekitar 65-80 km/jam.
Burung merpati memiliki beberapa kegunaan, diantaranya sebagai merpati hias,
merpati konsumsi dan merpati balap. Merpati balap menjadi dua kelompok utama yaitu
merpati balap dasar dan merpati tinggian. Merpati tinggian mampu terbang mencapai 150
meter di atas permukaan tanah berbeda dengan merpati balap yang hanya mampu terbang 5
meter diatas permukaan tanah. Merpati tinggian memiliki keunikan tersendiri, karena mampu
terbang dengan jarak tempuh yang jauh serta terbang tinggi mencapai ratusan meter hingga
tidak tampak. Merpati tinggian juga sering menukik dengan kecepatan tinggi hingga bisa
terjadi kejadian membentur tanah.
Memilih karakter merpati tinggian tidaklah mudah, hal ini diperlukan pemahaman
mengenai indikator sebagai merpati tinggian yang unggul. Karakter postur tubuh merpati
tinggian memiliki keterkaitan dengan ciri-ciri morfologinya (bentuk). Karakteristik tersebut
dapat dikaitkan dengan kecepatan dan gaya menukik landas terbang merpati.
Karakteristik sayap yang meliputi jumlah bulu primer, panjang sayap dan rentang
sayap merupakan faktor penting yang harus diperhatikan pada merpati balap. Kelengkapan
jumlah bulu primer diperkirakan akan berpengaruh terhadap kecepatan dan kemampuan
terbang tinggi. Demikian pula panjang sayap dan rentang sayap akan berpengaruh terhadap
kepakan sayap ketika terbang sehingga mendapatkan kecepatan yang maksimal. Pengetahuan
akan karakteristik ukuran sayap yang berhubungan dengan kecepatan terbang merpati masih
belum dipahami oleh sebagian besar peternak atau penghobi merpati balap tinggian.
Penelitian untuk mengetahui karakteristik ukuran sayap yang berpengaruh terhadap kecepatan
terbang merpati sangat diperlukan untuk kepentingan seleksi agar para peternak dapat
memperoleh merpati yang berkualitas baik khususnya merpati tinggian
a. Pemberian Pakan
Pemberian pakan pada merpati tinggian diberikan dengan cara menempatkan setiap
jenis pakan di tempat pakan yang terpisah. Pakan utama yang diberikan adalah jagung kuning,
karena jagung kuning merupakan salah satu pakan terbaik untuk merpati selain jagung
merpati juga diberikan jamu yang dicampur dengan kuning telur. Merpati tinggian juga
diberikan vitamin dan jamu untuk menjaga kondisi fisik.
Fakultas Peternakan UNPAD | 2017 3
Hubungan Karakteristik Sayap Dengan Kecepatan Terbang Merpati Tinggian........................
Muhamad Ikhsan Prawira Negara
Pakan yang diberikan untuk merpati balap di Kuningan hanya diberikan jagung
kuning. Pemberian pakan 2 kali dalam satu hari yaitu pada pagi dan siang hari, untuk sore
biasanya burung merpati dilepas atau diumbar. Pakan diberikan secara atlibitum biasanya
diberikan pada pagi/sore hari. Pemberian pakan untuk merpati balap dewasa dibutuhkan
protein sebesar 20-22% protein dan pakan kebutuhan perharinya yaitu 75 gram, yaitu pada
pagi hari 35 gram dan siang 40 gram. (Sumadi, 2003). Hal ini sejalan dengan teori menurut
Soeseno, merpati dewasa perlu pakan 75 gram per ekor, remaja 40 gram dan anakan 25-20
gram per ekor.
b. Kegiatan Latihan
Merpati tinggian dilatih setiap 3 kali dalam seminggu yaitu pada hari, selasa, rabu dan
kamis, khusus untuk event biasanya dilaksanakan pada hari minggu. Latihan burung merpati
biasanya dilakukan dengan cara melepaskan merpati dengan jarak tertentu, yaitu 500 meter,
800 meter dan 1000 meter, sedangkan merpati betina digunakan sebagai klepper (sebagai
tujuan mendarat merpati jantan). Merpati yang akan dilombakan biasanya dilepas mulai pada
jarak yang dekat secara bertahap sampai dilepas dengan jarak yang sesuai perlombaan.
c. Perawatan Rutin
Perawatan yang biasa dilakukan oleh penghobi merpati di Kuningan sangat sederhana.
Pada pagi hari burung merpati dikeluarkan dari kandang, sedangkan betina pasangannya
dimasukan ke dalam kurung. Melatih merpati jantan, dilakukan secara bertahap.
Pada jam 10.00 WIB burung merpati yang telah dilatih akan segera dimandikan ini
dimaksudkan agar merpati kembali segar. Setelah kering maka merpati akan dimasukan
kembali kekandang. Pada sore hari merpati kembali dilepas dari kandang untuk diberikan
makan dan minum. Minum diberikan secara adlibitum.
d. Pengendalian Penyakit
a. Cacingan
Pengendalian yang dilakukan oleh peternak biasanya hanya membersihkan serta mencuci
kandang yang dikhawatirkan bisa menimbulkan bibit penyakit. Burung yang sudah terkena
cacingan biasanya diberikan obat cacing 2 kali dalam seminggu.
b. Parasit
Kutu bulu akan merusak bulu sehingga akan mengganggu pertumbuhan bulu ketika burung
sedang molting (rontok bulu). Tungau merah akan menghisap darah hal ini akan mengganggu
aktifitas dari burung merpati dan akan mengganggu pertumbungan merpati. Pencegahan yang
biasa dilakukan oleh peternak yaitu memandikan merpati menggunakan shampo khusus serta
menjaga kebersihan kandang.
dewasa atau siap untuk dilombakan (soeseno, 2003). Berdasarkan hasil di lapangan
kebanyakan penghobi menggunakan kandang tunggal, penggunaan kandang tersebut
memudahkan penghobi untuk mengamati merpati.
Karakteristik sayap merpati tinggian yang diamati meliputi bagian rentang sayap dan
halnya data rentang sayap, data panjang bulu primer pada penelitian ini termasuk seragam,
karena koefisien variasinya di bawah 10%. Penelitian ini didukung dengan pernyataan.
Bentuk melengkung pada sayap merpati menghasilkan permukaan atas lebih cembung dan
permukaan bawah sedikit cekung atau malah sama sekali rata. Perbedaan kecepatan angin di
bawah dan di atas permukaan udara menghasilkan perbedaan pada tekanan udara Sutejo,
(2002)
Rata-rata kecepatan terbang merpati tinggian pada penelitian ini mencapai 12,91 ±
1,10 m/s, dengan kecepatan maksimal 15,28 m/s dan minimal 11,25 serta memiliki koefisien
variasi 8,51%. Berdasarkan hasil dari penelitian bahwa kecepatan terbang burung merpati
tinggian dipengaruhi oleh panjang sayap merpati. Data yang diperoleh menunjukkan
keseragaman karena koefisien variasinya di bawah 10% (sugiyono, 2011).
Tabel 2. Nilai Korelasi antara Panjang Rentang Sayap dan Panjang Bulu Primer
dengan Kecepatan Terbang Merpati Tinggian
Signifikansi
Berdasarkan Tabel 2, panjang rentang sayap dan panjang bulu primer memiliki nilai
korelasi yang relatif sama dengan kecepatan terbang merpati tinggian, masing-masing 0,78
dan 0,80. Hasil ini menunjukkan bahwa panjang rentang sayap dan panjang bulu primer
memiliki hubungan yang kuat dan/atau sangat kuat dengan kecepatan terbang (Sugiyono,
2011). Hasil uji t menunjukan nilai korelasi rentang sayap dan bulu primer dengan kecepatan
terbang memiliki korelasi (signifikan) nyata P<0,005 terhadap kecepatan terbang burung
merpati tinggian.
Fakultas Peternakan UNPAD | 2017 7
Hubungan Karakteristik Sayap Dengan Kecepatan Terbang Merpati Tinggian........................
Muhamad Ikhsan Prawira Negara
Semakin pendek bulu primer maka akan berpengaruh terhadap kecepatan terbang, bulu primer
merupakan bagian vital untuk terbang dalam kecepatan yang tingg (Boel 1929).
Daya dorong yang maksimal akan dihasilkan oleh sayap primer (surface area) yang
luas, yaitu bulu primer yang panjang dan rapat. Menggerakan sayap (surface area)
dibutuhkan energi yang besar karena kepakan akan menjadi berat. Burung merpati tinggian
memiliki 3 bulu primer terluar yang memliki panjang hampir sejajar hal ini bisa mengurangi
pemakaian energi yang berlebihan ketika menggerakan sayap (Worcester, 1996).
Pada penelitian (Brown dan Cogley, 1996), melakukan uji coba yaitu dengan
memotong bulu primer masing-masing sepanjang 24mm. Terlihat perbedaan yang sangat
signifikat yaitu mengalami penurunan kecepatan sebanyak 10% . Performa ini dapat dilihat
ketika burung merpati diterbangkan dengan burung merpati normal tanpa pemotongan bulu
primer.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ir. Dani Garnida M.S selaku dosen pembimbing
utama dan Dr.Ir. Iwan Setiawan DEA selaku pembimbing anggota, serta anggota kelompok
perkumpulan merpati kuningan yang telah bersedia memberikan informasi dalam penelitian
ini
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, J.D. 2010. Fundamentals of Aerodynamics. Five Edition. McGraw-Hill. New York.
Anderson, J.D. jr. 1997, A History of Aerodynamics and its impact on flying machine.
Cambridge University Press. Cambridge.
Boel, M. 1929. ‘Scientifics Studies of Natural Flight’. Transactions of the American Society
of Machanical Engineers, 51, 217-242.
Butler, M. and Johnson, A. S. 2004, ‘Are melanized feather barbs stronger’ Journal of
Experimental Biology, 207, 285–293.
Levi, M. W. 1945. The Pigeon. 2nded. The R. L. Bryan Company, Columbia. California.
Pennycuick, C. (1987). A Wind-Tunnel Study Of Gliding Flight In The Pigeon Columba Livia.
exp. Biol. 133, 33-58.
Rachmanto. 2001. Beternak dan Mencetak Merpati Menjadi Jago Balap dan Raja Awan.
Penerbit kasinus. Yogyakarta.
Rothe, H. J., Biesel, W., and Nachtigall, W. 1987, “Pigeon flight in a wind tunne II”. “Gas
exchange and power requirements”. Journal of Comparative Physiology, 157B, 99–
109.
Soeseno, A. 2003. Memelihara Dan Beternak Burung Merpati. PT Penebar Swadaya. Jakarta
Suparman. 2007. Cara Memelihara Dan Melatih Merpati Balap, JP Books, Surabaya.
Tyne, J. V. & A. J. Berger. 1976. Fundamentals of Ornithology. 2nd ed. A Willey Interscience
Publication.John Willey and Sons. NewYork-London-SidneyTorontalo.
Vazquez, R. J. 1992. Functional Osteology of the Avian Wrist and the Evolution of Flapping
Flight. Journal of Morphology, 211, 259-268.
Warwick, J,M. Astuti dan Harjosubroto. 1995. Pembuliaan Ternak, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
William, H. A. Jr. 1980. How to Raise and Train Pigeions. Sterling Publishing Co, Inc. New
York.
Worcester, S. E. 1996. The scaling of the Size and Stiffness of Primary Flight Feathers.
Journal of Zoology, London, 293, 609-624.
Yonathan, E. 2003. Merawat dan Melatih Merpati Balap. Agromedia Pustaka. Jakarta.