Anda di halaman 1dari 43

9

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori

1. Senam Hamil

a. Pengertian

Pada ibu hamil sangat dibutuhkan tubuh yang sehat dan

bugar, diupayakan dengan makan dan tidur, cukup, istirahat dan olah

tubuh sesuai takaran. Dengan tubuh bugar dan sehat, ibu hamil dapat

menjalankan tugas rutin sehari–hari, menurunkan stress akibat rasa

cemas yang dihadapi menjelang persalinan.11

Senam hamil adalah program kebugaran yang diperuntukkan

bagi ibu hamil. Oleh karena itu senam hamil memiliki prinsip gerakan

khusus yang disesuaikan dengan kondisi ibu hamil. Latihan pada

senam hamil dirancang khusus untuk menyehatkan dan membugarkan

ibu hamil, mengurangi keluhan yang timbul selama kehamilan serta

mempersiapkan fisik dan psikis ibu dalam menghadapi persalinan.

Tujuan dari program senam hamil adalah membantu ibu hamil agar

nyaman, aman dari sejak bayi dalam kandungan hingga lahir. Senam

hamil merupakan latihan relaksasi yang dilakukan oleh ibu yang

mengalami kehamilan sejak 23 minggu sampai dengan masa kelahiran

dan senam hamil ini merupakan salah satu kegiatan dalam pelayanan

selama kehamilan (prenatal care)11.

8
9

Senam hamil adalah terapi latihan gerak yang diberikan kepada

ibu hamil untuk mempersiapkan dirinya, baik persiapan fisik maupun

mental untuk menghadapi dan mempersiapkan persalinan yang cepat,

aman dan spontan.12 Senam hamil merupakan salah satu kegiatan

dalam pelayanan selama kehamilan (prenatal care) yang akan

memberikan suatu hasil produk kehamilan atau outcome persalinan

yang lebih baik, dibandingkan pada ibu hamil yang tidak melakukan

senam hamil.13

Jenis olah tubuh yang paling sesuai untuk ibu hamil adalah

senam hamil. Gerakan senam hamil disesuaikan dengan

banyaknya perubahan fisik seperti pada organ genital, perut

tambah membesar, dan lain lain. Dengan mengikuti senam hamil

secara teratur dan intensif, ibu hamil dapat mengikuti dapat

menjaga kesehatan tubuh dan janin yang dikandung secara

optimal. Aktif berolahraga senam kehamilan, jalan pagi atau sore

selama kehamilan akan membantuseorang wanita hamil merasa

lebih mudah melalui masa–masa 9 bulan kehamilannya dan

membantu melancarkan saat proses persalinan.14

b. Alasan Senam Hamil

Senam hamil sebaiknya dilakukan oleh ibu hamil dengan alasan

antara lain:

1) Senam hamil merupakan salah satu cara untuk membuat ibu hamil

nyaman dan mudah dalam persalinan.


10

2) Senam hamil mengakibatkan peningkatan norepinefrin di

dalam otak, sehingga meningkatkan daya kerja dan

mengurangi rasa tegang.14

c. Tujuan senam hamil

1) Persalinan yang fisiologis (alami) dengan ibu dan bayi

sehat.

2) Persiapan mental dan fisik untuk ibu hamil.

3) Kontraksi dengan baik, ritmis dan kuat pada segmen bawah

rahim, serviks, otot–otot dasar panggul.

4) Relaksasi.

5) Informasi kesehatan (termasuk) tentang kehamilan

kepada ibu, suami, keluarga atau masyarakat.15

d. Manfaat Senam Hamil

Berikut ini adalah beberapa manfaat Senam Hamil antara lain:

1) Menyesuaikan tubuh agar lebih baik dalam menyangga beban

kehamilan.

2) Memperkuat otot untuk menopang tekanan tambahan.

3) Membangun daya tahan tubuh.

4) Memperbaiki sirkulasi dan respirasi.

5) Menyesuaikan dengan adanya pertambahan berat badan dan

perubahan keseimbangan.

6) Meredakan ketegangan dan membantu relaks.

7) Membentuk kebiasaan bernafas yang baik.


11

8) Memperoleh kepercayaan dan sikap mental yang baik.14

e. Indikasi

1) Semua kasus kehamilan yang sehat.

2) Usia kehamilan 4–6 bulan dan keluhan–keluhan sudah berkurang

atau hilang. Tidak dimulai saat hamil lebih dari 8 bulan (kurang

bermanfaat).

3) Senam hamil yang aman di ajarkan sekarang adalah senam pilates

dengan teknik pernapasan.15

f. Kontraindikasi

1) Anemia gravidarum.

2) Hyperemesis gravidarum.

3) Kehamilan ganda.

4) Sesak nafas.

5) Tekanan darah tinggi.

6) Nyeri pinggang, pubis, dada

7) Tidak tahan dengan tempat panas atau lembab.

8) Mola hydatidosa.

9) Perdarahan pada kehamilan.

10) Kelainan jantung.

11) PEB (Pre eklamsia berat).15

g. Peralatan

1) Kaset.

2) Tape recorder.
12

3) Alas/matras.

4) Baju senam.

5) Ruangan aman nyaman.

h. Persyaratan

1) Setiap kelas di ikuti 6–12 orang dengan umur kehamilan

yang sama.

2) Jauh dari keramaian.

3) Tenang, bersih, dan warna cat yang terang.

4) Ventilasi cukup.

5) Dekat kamar mandi.

6) Ruang dilengkapi cermin.

7) Ada tiang besi yang kuat tertanam di tembok setinggi panggul

ibu.

8) Terdapat gambar yang berhubungan dengan kehamilan,

persalinan, menyusui, perkembangan janin, dsb.

9) Besar ruangan sesuai keadaan, jarak antara kasur 0,5 m.

10) Ukuran kasur 80 x 200 m.

11) Bantal tipis dan selimut (kalau perlu).

12) Pakaian senam: longgar dan tertutup.

i. Lama Senam

Pelaksanaan senam hamil sedikitnya seminggu sekali dalam

waktu sekitar 30–60 menit.15


13

j. Metode Senam Hamil

Berikut ini adalah tahapan–tahapan Latihan Senam Hamil yakni:

1) Latihan I

a) Duduk rileks dan badan ditopang tangan dibelakang.

b) Kaki diluruskan dengan sedikit terbuka.

c) Gerakan latihan:

(1) Gerakan kaki kanan dan kaki kiri kedepan dan kebelakang.

(2) Putar persendian kaki melingkar kedalam dan keluar.

(3) Bila mungkin angkat bokong dengan bantuan kedua

tangan dan ujung kedua telapak kaki.

(4) Kembangkan dan kempiskan otot dinding perut.

(5) Kerutkan dan kendorkan otot dubur.

Gambar 2.1 Gerakan latihan 115

d) Lakukan gerakan ini sedikitnya 8–10 kali setiap gerakan.

2) Latihan II

a) Sikap duduk tegak dengan badan disangga oleh tangan

dibelakang badan

b) Kedua tungkai bawah lurus dalam posisi rapat.

c) Tujuan latihan:
14

(1) Melatih otot dasar panggul agar dapat berfungsi optimal

saat persalinan.

(2) Meningkatkan peredaran darah alat kelamin bagian dalam

sehingga sirkulasi menuju plasenta makin sempurna.

d) Bentuk latihan:

(1) Tempatkan tungkai kanan di atas tungkai bawah kiri, silih

bergantian.

(2) Kembangkan dan kempeskan otot dinding perut bagian

bawah.

(3) Kerutkan dan kendorkan otot liang dubur.

(4) Lakukan gerakan ini sedikitnya 8–10 kali.

Gambar 2.2 Gerakan Latihan 2 Untuk Otot Dasar Panggul15

3) Latihan III

a) Sikap duduk bersila dengan tegak.

b) Tangan di atas bahu sedangkan siku disamping badan.

c) Tujuan latihan:

(1) Melatih otot perut bagian atas.

(2) Meningkatkan kemampuan sekat rongga badan untuk

membantu persalinan.

d) Bentuk latihan:
15

(1) Lengan diletakkan didepan (dada).

(2) Putar keatas dan kesamping, kebelakang dan selanjutnya

kembali kedepan badan (dada).

(3) Lakukan latihan ini sedikitnya 8–10 kali.

Gambar 2.3 Latihan 3 untuk melatih otot perut15

4) Latihan IV

a) Sikap duduk bersila dengan tumit bersekatan satu sama lain.

b) Badan tegak rileks dan paha lemas.

c) Kedua tangan di persendian lutut.

d) Tujuan latihan:

(1) Melatih otot punggung agar berfungsi dengan baik.

(2) Meningkatkan peredaran darah kealat kelamin bagian

dalam.

(3) Melatih agar persendian tulang punggung jangan kaku.

e) Bentuk latihan:

(1) Tekanlah persendian lutut dengan berat badan sekitar 20

kali.
16

(2) Badan diturunkan kedepan semaksimal mungkin.

5) Latihan V

a) Sikap latihan tidur di atas tempat tidur datar.

b) Tangan di samping badan.

c) Tungkai bawah di tekuk pada persendian lutut dengan sudut

tungkai bawah bagian bawah sekitar 80–90 derajat.

d) Tujuan latihan:

(1) Melatih persendian tulang punggung bagian atas.

(2) Melatih otot perut dan otot tulang belakang.

e) Bentuk latihan:

(1) Angkat badan dengan topangan pada ujung telapak kedua

kaki dan bahu.

(2) Pertahankan selama mungkin di atas dan selanjutnya

turunkan perlahan–lahan.

Gambar 2.4 Latihan 4 untuk melatih otot tulang belakang11

6) Latihan V

a) Sikap tidur terlentang di tempat tidur mendatar.

b) Badan seluruhnya rileks.


17

c) Tangan dan tungkai bawah lurus dengan rileks.

d) Tujuan latihan:

(1) Melatih persendian tulang punggung dan pinggul.

(2) Meningkatkan peredaran darah menuju alat kelamin bagian

dalam.

(3) Meningkatkan peredaran darah menuju janin melalui

plasenta.

e) Bentuk latihan

(1) Badan dilemaskan pada tempat tidur.

(2) Tangan dan tungkai bawah membujur lurus.

(3) Pinggul di angkat kekanan dan kekiri sambil melatih otot

liang dubur.

(4) Kembang dan kempeskan otot bagian bawah.

(5) Lakukan latihan ini sedikitnya 10–15 kali.

Gambar 2.5 Latihan 5 untuk melatih persendian panggul11

7) Latihan Pernapasan

a) Sikap tubuh tidur terlentang di tempat tidur yang datar.

b) Kedua tangan di samping badan dan tungkai bawah ditekuk

pada lutut dan santai.

c) Satu tangan di letakkan di atas perut.


18

d) Tujuan latihan pernapasan:

(1) Meningkatkan penerimaan konsumsi oksigen ibu dan

janin.

(2) Menghilangkan rasa takut dan tertekan.

(3) Mengurangi nyeri saat kontraksi.

e) Bentuk latihan:

(1) Tarik nafas perlahan dari hidung serta pertahankan dalam

paru beberapa saat.

(2) Bersamaan dengan tarikan nafas tersebut, tangan yang

berada di atas perut ikut serta di angkat mencapai kepala

(3) Keluarkan napas melalui mulut perlahan.

(4) Tangan yang diangkat ikut serta diturunkan.

(5) Lakukan gerakan latihan ini sekitar 8–10 kali dengan

tangan silih berganti.

f) Bentuk gerakan lain:

(1) Tangan yang berada di atas perut di biarkan mengikuti

gerak saat di lakukan tarikan dan saat mengeluarkannya.

(2) Tangan tersebut seolah–olah memberikan pemberat pada

perut untuk memperkuat diafragma (sekat rongga badan ).


19

Gambar 2.6 latihan pernapasan11

8) Latihan relaksasi

Latihan relaksasi dapat dilakukan bersamaan dengan

latihan otot tulang belakang, otot dinding perut dan otot liang

dubur atau sama sekali relaksasi total.

Gambar 2.7 Latihan relaksasi11

a) Latihan Relaksasi Kombinasi

b) Sikap tubuh seperti merangkak.

c) Bersikap tenang dan rileks.

d) Badan disangga pada persendian bahu dan tulang belakang.

e) Tujuan latihan kombinasi:

(1) Melatih melemaskan persendian pinggul dan persendian

tulang paha

(2) Melatih otot tulang belakang, otot dinding perut, dan otot

liang dubur.
20

f) Bentuk latihan:

(1) Badan disangga persendian bahu dan tulang paha.

(2) Lengkukan dan kendorkan tulang belakang.

(3) Kembangkan dan kempiskan otot dinding perut.

(4) Kerutkan dan kendorkan otot liang dubur.

(5) Lakukan latihan ini 8–10 kali.

g) Bentuk latihan yang lain:

(1) Tidur miring dengan kaki membujur.

(2) Telentang dengan disangga bantal pada bagian bawah lutut.

(3) Tidur terlentang dengan kaki ditekuk.

(4) Tidur miring dengan kaki ditekuk.

Gambar 2.8 Latihan relaksasi kombinasi11

1) Latihan Relaksasi dengan Posisi Duduk

Telungkup

a) Sikap tubuh duduk menghadap sandaran kursi.

b) Kedua tangan disandaran kursi.

c) Kepala diletakkan di atas tangan


21

d) Tujuan relaksasi:

(1) Meningkatkan ketenangan.

(2) Mengurangi pengaruh yang berasal dari luar.

(3) Mengendalikan dan mengurangi rasa nyeri.

(4) Latihan ini dapat dilakukan pada kala pertama (masa

pembukaan pada proses persalinan) sehingga

mengurangi nyeri.

e) Bentuk latihan:

(1) Tarik napas dalam dan perlahan

(2) Dilakukan pada kala pertama.

Gambar 2.9 Latihan Relaksasi dengan Posisi Duduk Telungkup11

2) Latihan Menurunkan dan Memasukkan Kepala Janin ke

Pintu Atas Panggul.

Untuk mengusahakan agar kepala janin masuk pintu atas

panggul dapat dilakukan latihan sebagai berikut:

a) Sikap badan berdiri tegak dan jongkok.

b) Berdiri dengan berpegangan pada sandaran tempat tidur

atau kursi dan jongkok.


22

c) Tujuan latihan:

(1) Dengan jongkok selama beberapa waku diharapkan

tulang panggul melengkung, sehingga rahim tertekan.

(2) Sekat rongga badan menekan rahim sehingga kepala

janin dapat masuk pintu atas panggul.

d) Bentuk latihan:

(1) Lakukan berdiri dan jongkok, tahan beberapa saat

sehingga tekanan pada rahim mencapai maksimal

untuk memasukkan kepala janin ke pintu atas

panggul.

Gambar 2.10 Latihan memasukkan kepala janin ke pintu atas panggul11

e) Bentuk latihan lain:

(1) Membersihkan lantai dengan tangan sambil bergerak

sehingga tekanan sekat rongga badan dan tulang

belakang menyebabkan masukknya kepala janin

kedalam pintu atas panggul.


23

3) Latihan Koordinasi Persalinan

Urutan latihan adalah:

a) ikap badan dengan dagu diletakkan kearah dada sampai

menyentuhnya.

b) Tulang punggung di lengkungkan

c) Pinggul ditarik keatas.

d) Paha ditarik kearah badan dengan jalan menarik persendian

lutut dengan tangan mencapai siku.

e) Badan melengkung demikian rupa sehingga terjadi hasil

akhir kekuatan his untuk mengejan.11

Gambar 2.11 Latihan koordinasi persalinan11

4) Latihan Anti Sungsang

a) Tujuan: Agar letak bayi normal, yaitu letak bayi dengan

kepala di bawah dan kaki di atas.

b) Posisi: ibu hamil merangkak

c) Kegiatan:

(1) Kepala diletakkan di antara kedua telapak tangan

melihat ke samping.
24

(2) Siku diturunkan dibawah dan bergeser sejauh mungkin

kesamping sehingga dada menyentuh kasur selama

setengah menit.

d) Anjuran: buatlah 6 kali gerak dalam satu kali latihan dalam

sehari.

Gambar 2.12 Latihan anti sungsang11

9) Senam yang harus dihindari16

a) Menaikkan kedua kaki bersamaan

Gambar 2.13 Menaikkan kedua kaki secara bersamaan.11

b) Sit – up dengan kaki lurus

Gambar 2.14 Sit – up dengan kaki lurus11


25

2. Persalinan Kala I

a. Pengertian Persalinan

Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi

pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan

presentasi belakang kepala yang berlangsung tidak lebih dari 18 jam

tanpa komplikasi baik bagi ibu maupun janin.17

Persalinan normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi

yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar

dengan presentasi belakang kepala tanpa memakai alat-alat atau

pertolongan istimewa serta tidak melukai ibu dan bayi, dan pada

umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam18

Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran

janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir

spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18

jam tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.19

b. Tahap Persalinan

Persalinan dibagi menjadi 4 tahap. Pada kala I serviks

membuka dari 0 sampai 10 cm. Kala I dinamakan juga kala

pembukaan. Kala II disebut juga dengan kala pengeluaran, oleh karena

kekuatan his dan kekuatan mengedan, janin di dorong keluar sampai

lahir. Dalam kala III atau disebut juga kala uri, plasenta terlepas dari

dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya plasenta


26

sampai 2 jam kemudian. Dalam kala tersebut diobservasi apakah

terjadi perdarahan post partum.20

1) Kala I (Kala Pembukaan)

Inpartu ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah karena

serviks mulai membuka dan mendatar. Darah berasal dari

pecahnya pembuluh darah kapiler sekitar kanalis servikalis karena

pergeseran-pergeseran, ketika serviks mendatar dan membuka.

Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan

pembukaan serviks, hingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm).

Persalinan kala I dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase laten dan fase

aktif.

a) Kala I fase laten pada primipara 8-9 jam tetapi tidak lebih dari

20 jam. Pada multipara 5-14 jam.

b) Fase aktif (pembukaan serviks 4-10 cm), berlangsung selama 6

jam dan dibagi dalam 3 subfase.

(1) Periode akselerasi : berlangsung selama 2 jam, pembukaan

menjadi 4 cm.

(2) Periode dilatasi maksimal : berlangsung selama 2 jam,

pembukaan berlangsung cepat menjadi 9 cm.

(3) Periode deselerasi : berlangsung lambat, dalam 2 jam

pembukaan jadi 10 cm atau lengkap.

Pada fase aktif persalinan, frekuensi dan lama kontraksi uterus

umumnya meningkat (kontraksi dianggap adekuat jika terjadi


27

tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit dan berlangsung

selama 40 detik atau lebih) dan terjadi penurunan bagian

terbawah janin. Berdasarkan kurve Friedman, diperhitungkan

pembukaan pada primigravida 1 cm/jam dan pembukaan

multigravida 2 cm/ jam.

Mekanisme membukanya serviks berbeda antara primigravida

dan multigravida. Pada primigravida, ostium uteri internum

akanmembuka lebih dulu, sehingga serviks akan mendatar dan

menipis, kemudian ostium internum sudah sedikit terbuka.

Ostium uteri internum dan eksternum serta penipisan dan

pendataran serviks terjadi dalam waktu yang sama.

2) Kala II (Kala Pengeluaran Janin)

Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah

lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II pada

primipara berlangsung selama 2 jam dan pada multipara 1 jam.

Tanda dan gejala kala II

a) His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit.

b) Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya

kontraksi.

c) Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rektum

dan/atau vagina.

d) Perineum terlihat menonjol.

e) Vulva-vagina dan sfingter ani terlihat membuka.


28

f) Peningkatan pengeluaran lendir dan darah.

Diagnosis kala II ditegakkan atas dasar pemeriksaan dalam yang

menunjukkan :

a) Pembukaan serviks telah lengkap.

b) Terlihat bagian kepala bayi pada introitus vagina.

3) Kala III (Kala Pengeluaran Plasenta)

Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir

dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Seluruh proses

biasanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir

Perubahan psikologis kala III

a) Ibu ingin melihat, menyentuh, dan memeluk bayinya.

b) Merasa gembira, lega, dan bangga akan dirinya; juga merasa

sangat lelah.

c) Memusatkan diri dan kerap bertanya apakah vagina perlu

dijahit.

d) Menaruh perhatian terhadap plasenta

4) Kala IV (Kala Pengawasan)

Kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir 2 jam

setelah proses tersebut. Observasi yang harus dilakukan pada kala


29

IV :

a) Tingkat kesadaran.

b) Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi,dan

pernapasan.

c) Kontraksi uterus.

d) Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal jika

jumlahnya tidak melebihi 400 samapai 500 cc.

Asuhan dan pemantauan pada kala IV

a) Lakukan rangsangan taktil (seperti pemijatan) pada uterus,

untuk merangsang uterus berkontraksi.

b) Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan secara

melintang antara pusat dan fundus uteri.

c) Perkirakan kehilangan darah secara keseluruhan.

d) Periksa perineum dari perdarahan aktif (misalnya apakah ada

laserasi atau episiotomi).

e) Evaluasi kondisi ibu secara umum.

f) Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama kala IV

persalinan di halaman belakang partograf segera setelah asuhan

diberikan atau setelah penilaian dilakukan.


30

c. Faktor-faktor persalinan kala I

Proses persalinan normal, ditentukan oleh lima faktor utama, yaitu:11

1) Kekuatan his yang adekuat dan tambahan kekuatan mengejan.

Kekuatan his yang adekuat adalah kekuatan yang

mendorong janin keluar. Kekuatan yang mendorong janin keluar

dalam persalinan ialah : his, kontraksi otot-otot perut, kontraksi

diafragma dan aksi dari ligament, dengan kerjasama yang baik dan

sempurna. Inisiasi his dipicu oleh oksitosin yang dikeluarkan

semakin lama semakin meningkat jumlahnya sejak usia 20-23

minggu. Keregangan uterus yang bersifat elastis menyebabkan

makin meningkatnya jumlah reseptor oksitosin. Peningkatan

jumlah reseptor oksitosin yang dipicu oleh estrogen yang semakin

meningkat, sedangkan progesteron makin menurun jumlahnya

seiring dengan penuaan plasenta, memberikan peluang semakin

besar terhadap rangsangan oksitosin yang dikeluarkan secara

pulsatif.

Dalam melakukan observasi pada ibu bersalin, hal-hal yang

harus diperhatikan dari his adalah:

a) Frekuensi his : adalah jumlah his dalam waktu tertentu

biasanya permenit atau per 10 menit.

b) Intensitas his : adalah kekuatan his (adekuat atau lemah)

c) Durasi (lama his) : adalah lamanya setiap his berlangsung dan

ditentukan dengan detik, misalnya 50 detik.


31

d) Interval his : adalah jarak antara his satu dengan his

berikutnya, misalnya his datang tiap 2 – 3 menit.

e) Datangnya his : apakah sering, teratur atau tidak.

Pace maker adalah pusat koordinasi his yang berada di

sudut tuba dimana gelombang his berasal. Dari sini gelombang his

bergerak ke dalam dan ke bawah. Pembagian his dan sifat-

sifatnya:

a) His pendahuluan: his tidak kuat & tidak teratur namun

menyebabkan keluarnya bloody show..

b) His pembukaan (Kala I) : menyebabkan pembukaan serviks,

semakin kuat, teratur dan sakit.

c) His pengeluaran (Kala II) : Untuk mengeluarkan janin; sangat

kuat, teratur, simetris, terkoordinir dan lama ; Koordinasi

bersama antara kontraksi otot perut, diafragma dan ligament.

d) His pelepasan uri (Kala III) : kontraksi sedang untuk

melepaskan dan melahirkan plasenta.

e) His pengiring (Kala IV) : kontraksi lemah, masih sedikit nyeri

(merian), terjadi pengecilan rahim dalam beberapa jam atau

hari.

2) Passage (Jalan lahir keras, jalan lahir lunak)

Passage atau faktor jalan lahir dibagi atas:

a) Bagian keras Tulang-tulang panggul (Rangka panggul).

b) Bagian lunak : Otot-otot, jaringan-jaringan dan ligament-ligamen.


32

(1) Rangka Panggul

(a) Tulang panggul

(b) 2 Os. coxae

(c) 1 Os. sacrum

(d) 1 Os. Coccygis

(2) Ruang panggul

(a) Pelvis mayor (False pelvis)

(b) Pelvis minor (True pelvis)

(3) Panggul kecil

(a) Pintu atas panggul (PAP) = bidang yang membatasi

bagian atas pelvis minor. Batas-batasnya adalah

promontorium, sayap sacrum, linea inominata, ramus

posterior ossis pubis, pinggir atas sympisis

(b) Bidang luas panggul = bidang dengan ukuran yang

terbesar. Bidang ini terbentang antara pertengahan

sympisis, pertengahan acetabulum, pertemuan antara ruas

sacral II & III.

(c) Bidang sempit panggul = Bidang dengan ukuran yang

terkecil. Bidang ini terdapat setinggi pinggir bawah

sympisis, kedua spina ischiadica, dan memotong sacrum ±

1 – 2 cm diatas ujung sacrum.

(d) Pintu bawah panggul (PBP) = gabungan 2 bidang yang di

bentuk oleh garis antara kedua tuberositas ischii dengan


33

ujung os sacrum dan bidang yang dibentuk oleh garis

kedua tuberositas ischii dengan tepi bawah simpisis

(4) Sumbu panggul

Adalah garis yang menghubungkan titik-titik tengah ruang

panggul yang melengkung ke depan (sumbu carus).

(5) Bidang-bidang

(a) Bidang Hodge I : jarak antara promontorium dan pinggir

atas simfisis, sejajar dengan PAP.

(b) Bidang Hodge II : sejajar dengan PAP, melewati pinggir

bawah simfisis.

(c) Bidang Hodge III : sejajar dengan PAP, melewati Spina

ischiadika

(d) Bidang Hodge IV : sejajar dengan PAP, melewati ujung

coccygeus.

3) Passanger ( janin, plasenta, dan selaput)

a) Janin

Faktor lain yang berpengaruh terhadap persalinan

adalah faktor janin, yang meliputi sikap janin, letak janin,

presentasi janin, bagian terbawah, dan posisi janin.

(1) Sikap (Habitus)

Menunjukkan hubungan bagian-bagian janin dengan

sumbu janin, biasanya terhadap tulang punggungnya.

Janin umumnya dalam sikap fleksi dimana kepala, tulang


34

punggung, dan kaki dalam keadaan fleksi, lengan

bersilang di dada.

(2) Letak (Situs)

Adalah bagaimana sumbu janin berada terhadap sumbu

ibu misalnya Letak Lintang dimana sumbu janin tegak

lurus pada sumbu ibu. Letak membujur dimana sumbu

janin sejajar dengan sumbu ibu, ini bisa letak kepala atau

letak sungsang.

(3) Presentasi: Dipakai untuk menentukan bagian janin yang

ada di bagian bawah rahim yang dijumpai pada palpasi

atau pada pemeriksaan dalam. Misalnya presentasi kepala,

presentasi bokong, presentasi bahu dan lain-lain.

4) Psikis Ibu

Banyaknya wanita normal bisa merasakan kegairahan dan

kegembiraan disaat merasa kesakitan awal menjelang kelahiran

bayinya. Perasaan positif ini berupa kelegaan hati, seolah-olah

pada saat itulah benar-benar terjadi realitas “kewanitaan sejati”

yaitu munculnya rasa bangga bias melahirkan atau memproduksi

anaknya. Khususnya rasa lega itu berlangsung bila kehamilannya

mengalami perpanjangan waktu. Mereka seolah-olah mendapatkan

kepastian bahwa kehamilan yang semula dianggap sebagai suatu

“keadaan yang belum pasti“ sekarang menjadi hal yang

nyata.Psikologis meliputi :
35

a) Melibatkan psikologis ibu, emosi dan persiapan intelektual

b) Pengalaman bayi sebelumnya

c) Kebiasaan adat

d) Dukungan dari orang terdekat pada kehidupan ibu

5) Penolong persalinan

Peran dari penolong persalinan adalah mengantisipasi dan menangani

komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin. Dalam hal ini

proses tergantung dari kemampuan skill dan kesiapan penolong dalam

menghadapi proses persalinan.

3. Robekan Perineum

a. Pengertian robekan perineum

Perineum adalah daerah yang terletak antara vulva dan anus,

panjangnya rata-rata 4 cm.21 Perineum merupakan daerah tepi bawah

vulva dengan tepi depan anus. Perineum meregang pada saat

persalinan kadang perlu dipotong (episiotomi) untuk memperbesar

jalam lahir dan mencegah robekan.22 Ruptur perinea adalah robeknya

perineum pada saat janin lahir. Berbeda dengan episiotomy, robekan

ini sifatnya traumatic karena perineum tidak kuat menahan regangan

pada saat janin lewat23

Robekan pada vagina atau peineum dapat terjadi saat kepala

dan bahu dilahirkan. Kejadian robekan akan meningkat jika bayi

dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali. Jalin kerjasama dengan


36

ibu dan dapat mengatur kecepatan kelahiran bayi dan mencegah

terjadinya robekan.24

Robekan perineum seperti yang telah diuraikan diatas terjadi

pada saat pengeluaran bayi / kala II persalinan yaitu bagian terdepan

anak telah berada di dasar panggul, sehingga untuk memberi tempat

bagian terdepan dari anak maka perineum harus mengembang/

merengang. Peregangan perineum tersebut harus ditahan dengan

tangan penolong persalinan untuk menghindari terjadinya robekan

perineum. Selain menahan perineum yang meregang, untuk mencegah

robekan perineum bidan dapat menahan bagian subocciput janin agar

tidak terlalu cepat melakukan defleksi.24

b. Penyebab Robekan perineum

1) Faktor maternal

a) Partus presipitatus

Partus presipitatus merupakan partus yang sudah selesai

kurang dari tiga jam. His yang terlalu kuat dan terlalu efisien

menyebabkan persalinan menyebabkan persalinan selesai

dalam waktu yang sangat singkat. His yang terlalu kuat atau

juga disebut hypertonic uterine contraction.21

b) Mengejan terlalu kuat

Kekuatan kontraksi rahim dibantu tenaga ibu yang kuat

pada waktu mengejan, akan mendorong kepala bayi berada

pada dasar otot panggul.25 Pelahiran kepala bayi dilakukan


37

diantara kontraksi, alasanya adalah bahwa kombinasi kontraksi

dan upaya mendorong ibu memberikan kekuatan ganda pada

saat melahirkan. Hal ini membuat pelahiran kepala lebih cepat

dan melepaskan tekanan secara mendadak, yang keduanya

meningkatkan risiko kerusakan intrakranial pada bayi dan

robekan pada jalan lahir. Bernafas pendek dan cepat selama

kontraksi dan kemudian secara perlahan mendorong diantara

kontraksi, yang akan mempermudah kepala bayi keluar dengan

trauma minimal pada bayi dan pada wanita.26

c) Edema dan kerapuhan pada perineum.

Pada proses persalinan jika terjadi oedem pada

perineum maka perlu dihindarkan persalinan pervaginam

karena dapat dipastikan akan terjadi robekan perineum.11

d) Primipara

Seorang Primipara adalah seorang wanita yang telah

pernah melahirkan satu kali dengan janin yang telah mencapai

batas viabilitas, tanpa mengingat janinnya hidup atau mati pada

waktu lahir.27

e) Kesempitan panggul dan CPD (chepalo pelvic disproportional)

Merupakan disproporsi antara ukuran janin dengan

ukuran panggul, dimana bentuk panggul tidak cukup lebar

untuk mengakomodasi keluarnya janin pada kelahiran per

vaginam.26 Jika tidak ada disproporsi (ketidaksesuaian) antara


38

pelvis dan janin normal serta letak anak tidak patologis, maka

persalinan dapat ditunggu spontan. Apabila dipaksakan

mungkin janin dapat lahir namun akan terjadi trauma

persalinan salah satunya adalah robekan perineum.

f) Jaringan parut pada perineum dan vagina.

Pemeriksaan pada daerah perineum bertujuan untuk

menemukan adanya jaringan parut akibat robekan yang pernah

terjadi sebelumnya atau bekas episiotomi, juga periksa adanya

penipisan, fistula, massa, lesi, dan peradangan. Kadang-kadang

setelah mengalami suatu persalinan traumatik disertai robekan

yang mengenai sfingter anus, otot belum benar-benar pulih.28

Jaringan parut pada jalan lahir akan menghalangi atau

menghambat kemajuan persalinan, sehingga episiotomi pada

kasus ini dapat dipertimbangkan.24

g) Kelenturan Jalan Lahir

Perineum yang lunak dan elastis serta cukup lebar,

umumnya tidak memberikan kesukaran dalam kelahiran kepala

janin. Jika terjadi robekan hanya sampai ruptura perinei tingkat

I atau II. Perineum yang kaku dan tidak elastis akan

menghambat persalinan kala II dan dapat meningkatkan risiko

terhadap janin. Juga dapat menyebabkan robekan perineum

yang luas sampai tingkat III. Hal ini sering ditemui pada

primitua yaitu primigravida berumur diatas 35 tahun.


39

h) Persalinan dengan tindakan (ekstraksi vakum, ekstraksi forcep,

versi ekstraksi, dan embriotomi)

Persalinan dengan tindakan menggunakan forcep

menambah peningkatan cedera perineum ibu, trauma yang

paling besar dengan menggunakan forsep rotasional.29

Persalinan dengan tindakan embriotomi harus

mempertimbangkan keuntungan dan risiko komplikasi yang

mungkin terjadi yaitu : perlukaan jalan lahir, cedera saluran

kemih/ cerna, ruptura uteri, atonia uteri dan infeksi.21

2) Faktor janin

a) Lingkar kepala janin

Kepala janin merupakan bagian yang paling besar dan

keras dari pada bagian-bagian lain yang akan dilahirkan. Janin

dapat mempengaruhi jalannya persalinan dengan besarnya dan

posisi kepala tersebut.21

b) Berat badan bayi

Berat badan janin dapat mempengaruhi proses persalinan

kala II. Berat neonatus pada umumnya < 4000 gr dan jarang

mebihi 5000 gr.21 Kriteria janin cukup bulan yang lama

kandungannya 40 pekan mempunyai panjang 48-50 cm dan berat

badan 2750 – 3000 gram. (Saifuddin;2008). Pada janin yang

mempunyai berat lebih dari 4000 gram memiliki kesukaran yang

ditimbulkan dalam persalinan adalah karena besarnya kepala atau


40

besarnya bahu. Bagian paling keras dan besar dari janin adalah

kepala,sehingga besarnya kepala janin mempengaruhi berat badan

janin. Oleh karena itu sebagian ukuran kepala digunakan Berat

Badan( BB) janin. Kepala janin besar dan janin besar dapat

menyebabkan robekan perineum.21

c) Presentasi defleksi

Presentasi defleksi dibagi menjadi 3 yaitu defleksi ringan

(presentasi puncak kepala), defleksi sedang (presentasi dahi), dan

defleksi maksimal (presentasi muka). Pada sikap defleksi sedang,

janin dengan ukuran normal tidak mungkin dapat dilahirkan secara

pervaginam.30

d) Letak sungsang dengan after coming head

Apabila terjadi kesukaran melahirkan kepala janin dengan

cara mauriceau, dapat digunakan cunam piper.21 Ekstraksi cunam

adalah tindakan obstetric yang bertujuan untuk mempercepat kala

pengeluaran dengan jalan menarik bagian terbawah janin (kepala)

dengan alat cunam.3 Komplikasi dapat timbul pada janin dan ibu,

komplikasi pada janin adalah hematom pada kepala, perdarahan

dalam tengkorak (intracranial hemorrhage), fraktur cranium,

luka-luka lecet pada kepala. Sedangkan komplikasi yang terjadi

pada ibu adalah rupture uteri, robekan pada portio uteri, vagina

dan peritoneum, syok serta perdarahan postpartum.3


41

e) Distosia bahu

Distosia bahu merupakan penyulit yang berat karena sering

kali baru diketahui saat kepala sudah lahir dan tali pusat sudah

terjepit antara panggul dan badan anak. Angka kejadian pada bayi

dengan berat badan >2500 gram adalah 0,15%, sedangkan pada

bayi dengan berat badan >4000 gram 1,7%. Distosia bahu

umumnya terjadi pada makrosomia, yakni suatu keadaan yang

ditandai oleh ukuran badan bayi yang relatif lebih besar dari

ukuran kepalanya bukan semata-mata berat badan lebih >4000

gram. Kemungkinan makrosomia perlu dipikirkan bila dalam

kehamilan terdapat penyulit-penyulit obesitas, diabetes melitus,

kehamilan lewat waktu, atau bila dalam persalinan pemanjangan

kala II. Distosia bahu juga dapat terjadi pada bayi anensefalus

yang disertai kehamilan serotinus.31

f) Kelainan kongenital seperti hidrosefalus

Hidrocefalus ialah keadaan dimana terjadi penimbunan

cairan serebrospenalis dalkam ventrikel otak, sehingga kepala

menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun.

Bayi yang mempunyai lingkar kepala yang besar seperti

hidroicefalus dapat menimbulkan penyulit dalam persalinan.

Bagaimanapun letaknya, hibrocefalus akan menyebabkan

disproporsi sefalopelvic dengan segala akibatnya. Persalinan pada

wanita dengan janin hidrocefalus perlu dilakukan pengawasan


42

yang seksama, karena bahaya terjadinya ruptur uteri selalu

mengancam.21

3) Faktor penolong persalinan

a) Cara berkomunikasi dengan ibu

Jalin kerjasama dengan ibu dan dapat mengatur kecepatan

kelahiran bayi dan mencegah terjadinya robekan. Kerjasama

sangat bermanfaat saat kepala bayi pada diameter 5-6 cm tengah

membuka vulva (crowning) karena pengendalian kecepatan dan

pengaturan diameter kepala saat melewati introitus dan perineum

dapat mengurangi kemungkinan robekan.24

b) Cara memimpin mengejan

Setelah terjadi pembukaan lengkap, anjurkan ibu hanya

meneran apabila ada dorongan kuat dan spontan untuk meneran.

Jangan menganjurkan untuk meneran berkepanjangan dan

menahan nafas, anjurkan ibu beristirahat diantara kontraksi.

Beritahukan pada ibu bahwa hanya dorongan alamiahnya yang

mengisyaratkan ia untuk meneran dan kemudian beristirahat

diantara kontraksi. Penolong persalinan hanya memberikan

bimbingan tentang cara meneran yang efektif dan benar.24

c) Anjuran posisi meneran

Sebagai penolong persalinan harus membantu ibu untuk

memilih posisi yang paling nyaman. Posisi meneran yang

dianjurkan pada saat proses persalinan diantaranya adalah posisi


43

duduk, setengah duduk, jongkok, berdiri, merangkak, dan

berbaring miring ke kiri. Ibu dapat mengubah-ubah posisi secara

teratur selama kala II karena hal ini dapat membantu kemajuan

persalinan, mencari posisi meneran yang paling efektif dan

menjaga sirkulasi utero-plasenter tetap baik.

d) Ketrampilan menahan perineum pada saat ekspulsi kepala

Saat kepala membuka vulva (5-6 cm), letakkan kain yang

bersih dan kering yang dilipat 1/3 nya di bawah bokong ibu dan

siapkan kain atau handuk bersih di atas perut ibu (untuk

mengeringkan bayi segera setelah lahir). Lindungi perineum

dengan satu tangan ( dibawah kain bersih dan kering), ibu jari

pada salah satu sisi perineum dan 4 jari tangan pada sisi yang lain

pada belakang kepala bayi. Tahan belakang kepala bayi agar

posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar secara bertahap

melewati introitus dan perineum.24

e) Episiotomi

Episiotomi adalah bedah yang dibuat di perineum untuk

memudahkan proses kelahiran.29 Perineum harus dievaluasi

sebelum waktu pelahiran untuk mengetahui panjangnya,

ketebalan, dan distensibilitasnya. Evaluasi ini membantu

menentukan apakah episiotomi dilakukan atau tidak. Perineum

yang sangat tebal dan kaku serta resisten terhadap distensi,

sehingga memerlukan episiotomi. Indikasi utama episiotomi


44

adalah gawat janin. Episiotoimi yang cepat sebelum saat crowning

mungkin dilakukan dan dapat mencegah robekan yang tidak

beraturan.26

c. Bentuk luka perineum

Bentuk luka perineum setelah melahirkan ada 2 macam yaitu :

1) Ruptur perineum

Ruptur perineum adalah luka pada perineum yang

diakibatkan oleh rusaknya jaringan secara alamiah karena proses

desakan kepala janin atau bahu pada saat proses persalinan. Bentuk

ruptur biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang robek sulit

dilakukan penjahitan.18

2) Episotomi

Episiotomi adalah sebuah irisan bedah pada perineum

untuk memperbesar muara vagina yang dilakukan tepat sebelum

keluarnya kepala bayi. Episiotomi, suatu tindakan yang disengaja

pada perineum dan vagina yang sedang dalam keadaan meregang.

Tindakan dilakukan jika perineum diperkirakan akan robek

teregang oleh kepala janin.20

Insisi episiotomi dapat dilakukan di garis tengah atau

medial. Insisi medial mempunyai keuntungan karena tidak banyak

pembuluh darah besar dijumpai disini dan daerah ini lebih mudah

diperbaiki, akan tetapi beresiko perluasan insisi ke rectum.


45

Sehingga insisi mediolateral lebih sering digunakan karena lebih

aman.32

d. Derajat Robekan Perineum

Robekan diklasifisikan berdasarkan luas robekan:24

Gambar. 2.15. Derajat robekan perineum

1) Derajat I : robekan terjadi pada selaput lender (mukosa) vagina,

komisura posterior, dengan atau tanpa mengenai kulit perineum 1-

1,5 cm. Tidak perlu untuk dilakukan penjahitan tetapi dipastikan

bahwa luka tidak menimbulkan perdarahan dan luka masih baik

dan beraturan.

Gambar 2.16. Robekan perineum derajat I


46

2) Derajat II : robekan terjadi pada mukosa vagina, komisura

posterior, kulit perineum, otot perineum. Perlu untuk dilakukan

jahitan secara jelujur ataupuin dengan teknik tertentu yang

dianjurkan.

Gambar 2.17. Robekan perineum derajat II

3) Derajat III : robekan terjadi pada mukosa vagina, komisura

posterior, kulit perineum, otot perineum dan otot sfinger ani.

Gambar 2.18. Robekan perineum derajat III


47

4) Derajat IV : robekan terjadi pada mukosa vagina, komisura

posterior, kulit perineum, otot perineum, otot sfingter ani,dan

dinding depan rektum. Sebagai tenaga kesehatan yang tidak

dibekali ketrampilan dan wewenang untuk menjahitan pada

robekan derajat tiga dan empat maka perlu untuk melakukan

rujukan di rumah sakit karena resiko perdarahan terlalu besar.

Gambar 2.19. Robekan perineum derajat IV

e. Penanganan Luka Perineum

Perawatan perineum adalah pemenuhan kebutuhan untuk

menyehatkan daerah antara paha yang dibatasi vulva dan anus pada ibu

yang dalam masa antara kelahiran placenta sampai dengan kembalinya

organ genetik seperti pada waktu sebelum hamil.33

Perawatan khusus perineal bagi wanita setelah melahirkan anak

mengurangi rasa ketidaknyamanan, kebersihan, mencegah infeksi, dan

meningkatkan penyembuhan dengan prosedur pelaksanaan menurut

adalah sebagai berikut:34


48

1) Mencuci tangannya

2) Mengisi botol plastik yang dimiliki dengan air hangat

3) Buang pembalut yang telah penuh dengan gerakan ke bawah

mengarah ke rectum dan letakkan pembalut tersebut ke dalam

kantung plastik.

4) Berkemih dan BAB ke toilet.

5) Semprotkan ke seluruh perineum dengan air.

6) Keringkan perineum dengan menggunakan tisu dari depan ke

belakang.

7) Pasang pembalut dari depan ke belakang.

8) Cuci kembali tangan.


49

B. Kerangka Teori

Faktor internal
a. Partus presipitatus
b. Mengejan terlalu kuat Senam hamil
c. Edema dan kerapuhan pada
perineum
d. Kesempitan panggul dan
CPD
e. Kelenturan jalan lahir

Faktor Janin
a. Lingkar kepala janin
b. Berat badan bayi
c. Distosia bahu Robekan
Perineum
Faktor penolong persalinan
a. Cara berkomunikasi dengan
ibu
b. Cara memimpin mengejan
c. Anjuran posisi meneran
d. Ketrampilan menahan
perineum
e. Episiotomi
Lama Kala I

Penolong
Bidan, dokter

Gambar 1. Kerangka teori21, 24, 26


50

C. Kerangka Konsep Lama kala I

Senam hamil

Robekan perineum

Gambar 2. Kerangka Konsep

D. Hipotesis

Ha : Ada hubungan senam hamil terhadap lamanya kala I persalinan

pada ibu bersalin di klinik A Mranak Demak.

Ha : Ada hubungan senam hamil terhadap kejadian robekan perineum

pada ibu bersalin di klinik A Mranak Demak.

Anda mungkin juga menyukai