Awalnya, dulu saya menganggap Menulis Kreatif itu adalah pelajaran menulis sesuatu, entah prosa
atau puisi. Ini anggapan yang juga bersarang di kepala banyak orang. Umumnya, kalau dengar
Menulis Kreatif, orang akan langsung membayangkan nulis puisi atau cerlen, atau novel.
Selama ini kita cenderung memisahkan antara critical thinking atau kemampuan berpikir kritis
dengan imajinasi. Juga memisahkan literasi dengan seni. Padahal, keempat hal ini sesungguhnya
satu kesatuan. Belahan otak kanan baru bisa bekerja maksimal bila otak kiri juga turut bekerja,
demikian sebaliknya.
Otak memiliki satu area yang disebut area abstrak, sebuah area yang dibutuhkan anak saat
mempelajari matematika. Area abstrak baru bisa aktif maksimal bila anak sering berinteraksi dengan
bacaan dan tulisan.
Jadi, jika anak tidak pandai matematika, bukan berarti dia bodoh. Guru atau orng tua hanya perlu
membantu mengaktifkan area abstrak otaknya dengan bacaan dan kemampuan menulis kreatif
Dalam metode Menulis Kreatif, yang terpenting adalah prosesnya, bukan hasilnya. Betul, hasil
penting sebagai tolak ukur keberhasilan, karena mudah dilihat, tetapi, proses jauh lebih penting
lagi, karena di dalamnya anak belajar untuk:
1. Merakit ide
2. Menyatukan ide-ide yang terpisah/fragmented menjadi satu kesatuan.
3. Menemukan teori belajarnya sendiri
4. Dan yang tak kalah pentingnya, ia belajar lima hal fundamental dalam ilmu pengetahuan.
Jadi, pelajaran Menulis Kreatif, ternyata tidak sesederhana menulis puisi atau cerpen.
Kemampuan ini, bila diolah menjadi metode belajar, akan membuat anak memahami pondasi dasar
ilmu pengetahuan. Kata orang, filsafat adalah ibu ilmu pengetahuan, dan matematika adalah
ibunya sains. Kita mungkin bisa menambahkan, Menulis Kreatif sebagai metode dasar untuk
mengajarkan anak kedua hal ini
Kita akan melongok tiga model belajar yang umum digunakan orang dewasa ini: Montessori,
Charlotte Mason dan Waldorf. Montessari cenderung lebih imajinatif, Charlotte Mason lebih
terstruktur sementara Waldorf lebih nyeni.
Metode belajar yang saya sukai sendiri lebih dekat ke Waldorf, karena seni itu menyentuh hati, dan
pelajaran baru bisa masuk ke anak bila dibarengi dengan seni. Dalam metode Menulis Kreatif,
pelajaran diberikan berbarengan dengan seni, sehingga menyentuh sisi emosional anak, dan
dengan begitu lebih menyenangkan
Tapi, bila ditilik lebih jauh, sebenarnya saya meniru bebas cara anak-anak belajar pada masa Dinasti
Abbasiyah dan Umayyah dulu. Dimana, pelajaran mereka diantarkan dengan sastra, dan saya
memberi sentuhan seni semampunya.
Pada dua masa yang saya sebut di atas, anak-anak usia 7+ pertama-tama belajar bahasa dengan
meniru syair atau cerita-cerita anak sederhana. Dengan menulis ulang syair, anak bukan cuma
belajar menulis, tapi juga belajar sastra itu sendiri.
Bahasa menjadi pelajaran paling penting karena:
1. Ilmu diajarkan dengan bahasa
2. Gagasan disampaikan dengan bahasa.
3. Anak-anak memahami ilmu dengan bahasa.
Sekarang pertanyaannya: bagaimana anak akan memahami ilmu pengetahuan bila bahasa itu tidak
'duduk' di kepala mereka? Dengan apa mereka akan memahami sebuah gagasan?Mari kita lihat
hasil tes PISA yang sampai saat ini masih menjadi standar kemampuan intelektual anak-anak di
seluruh dunia.
Indonesia selalu berada di lima atau sepuluh terbawah. Nilai matematikanya rendah, nilai sainsnya
rendah. Kenapa? Oh coba lihat nilai bahasanya. Rendah juga. Wajar kiranya.
Sekarang lihat nilai PISA anak-anak negara di ranking atas. Nilai matematika dan sainsnya tinggi.
Kenapa? Karena nilai bahasanya juga tinggi.
Ada beberapa cara mengajarkan bahasa pada anak, dan semua cara ini akan kita lakukan dalam
pembelajaran
1. Membacakan buku
Dalam hal ini, guru membacakan buku untuk anak-anak. Bagi yang masih kecil, bacakan buku cerita
bergambar, bagi yang sudah SMP atai SMA bisa dibacakan cerita-cerita pendek yang menarik.
Kalau saya, suka membacakan kisah lucu Nasruddin Hoja.
Selain membacakan buku, anak-anak juga bisa diajak berpartisipasi dalam cerita
2. Menulis ulang sebuah cerita. Metode ini biasanya saya pakai sehabis menonton sebuah film
pendek
3. Merakit ide.
Dalam hal ini guru memberikan berbagai ilustrasi dan siswa bertugas merangkai semua ilustrasi itu
menjadi sebuah cerita
Hasil. Buku saku ini dilengkapi narasi yang membuat semua ilustrasi memiliki satu kesatuan makna
4. Menyatukan ide yang terpisah menjadi satu kesatuan.
Metode ini sepintas mirip metode ketiga, namun, metode ini ditujukan bagi anak yang tidak suka
menulis narasi panjang, lebih suka menggambar, kurang fokus atau mudah terdistraksi
Ide berasal dari dalam diri anak sendiri.
Menulis Kreatif bisa menjadi metode belajar beragam mata pelajaran, IPA atau IPS, dengan
memperhatikan kelima pondasi dasar ilmu pengetahuan di atas
Untuk mempermudah saya akan beri beberapa contoh
Anak diajar untuk membuat satu tema besar, lalu, ajar mereka membuat pemetaan tema di situ.
Di foto di atas, temanya adalah peternakan ayam. Anak-anak ditanya apa saja hal yang terkait
dengan ayam dan peternakan. Pertanyaan dari guru/orang tua ini membantu siswa belajar
memetakan topik.
Jawaban yang muncul mungkin:
1. Kandang
2. Siklus hidup ayam
3. Hasil peternakan ayam
Dst...
anakku yang 7 th belum lancar membaca, sepertinya stumulasiku kurang pas, sehingga lebih lancar
huruf hijaiyyah duluan, aku sendiri merasa belum ketemu metode yang pas, bisa kasih masukkan
@penulis maya lestari 😁 kalau yang 4 th malah sangat suka huruf dan angka ?
Biasanya anak seperti ini rentang perhatiannya pendek-pendek. Kasi dia materi aktivitas, Naqi.
Cukup 3-5 menit.
Kalau dia udah kenal semua huruf, tinggal ajar dia nyambung kata aja dengan materi aktivitas ini.
Misal: materi aktivitasnya maze huruf. Setelah mengerjakan maze, anak biasanya lebih fokus. Nah
saat itu ajar dia mengeja. Kalau udah gak mood, kasi maze lagi. Kalau moodnya udah negatif, biarin
aja.
MATERI 2
Materi 2: Efek Menulis Kreatif Dalam Pencapaian Akademik Siswa dan Bagaimana Menggunakannya
dalam berbagai Mata Pelajaran
Materi berikut ini sebagian merupakan pengalaman mengajar saya selama empat tahun mengajar
menulis kreatif di berbagai tempat di Sumatra Barat, dengan beragam siswa dari berbagai latar
belakang dan usia. Sebagiannya lagi hasil riset para ahli
kelas menulis kreatif ini diselenggarakan KKI atawa Kelas Kreatif Indonesia yang terdiri atas beberapa
relawan. KKI bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Kota Padang, Perpusda Sumbar, Perpusda Kota
Solok, sekolah-sekolah dan media massa.
Seturut pengalaman saya ada beberapa efek yang muncul pasca kegiatan Menulis Kreatif dilakukan
dengan rutin, dengan berbagai metode kreatif
1. Menulis kreatif pada tahap awal, dimulai dengan mereview informasi, dan ini memperkuat
memori
2. Menulis Kreatif yang melibatkan kegiatan memilih dan memilah, mengelompokkan, menganalisa,
dan mengintegrasikan informasi, memicu munculnya kemampuan berpikir kritis.
3. MK yang melibatkan banyak material membuat anak bisa fokus, baik sikapnya saat belajar, dan
buntutnya meningkatkan kemampuan menulis itu sendiri
4. Kegiatan menulis selama ini dianggap sulit oleh banyak anak, berapapun usianya. Hal ini karena
menulis kreatif bukan cuma kerja berpikir tapi juga mental.
Bila kegiatan MK melibatkan banyak material, yang menantang anak untuk merakit ide, maka ini
akan memperbaiki mental mereka.
5. MK adalah salah satu alat yang sangt efektif untuk mengajarkan banyak hal, karena aktivitas
dasarnya adalah berpikir
Sebegitu besarnya efek MK pada perkembangan anak, maka saat mengajarkannya, kita harus
memperhatikan hal-hal berikut:
1. Materi yang diberikan sifatnya harus kongkret. Bila materi diberikan dalam bentuk narasi, maka:
A. Harus jelas menunjukkan sebuah peristiwa
B. Harus membangkitkan rasa penasaran
Hal ini dikarenakan:
1. Anak, setidaknya hingga 12 tahun masih pelajar visual. Mereka baru bisa memahami sesuatu jika
digambarkan secara jelas. Metode paling efektif adalah melalui gambar, karena gambar diserap 60
kali lebih cepat oleh otak anak ketimbang narasi
Guru di kelas bisa mencari satu contoh gambar imajinatif, memampangkannya di depan kelas, dan
meminta anak menulis cerita tentang gambar itu
Satu materi untuk 30 anak. Ini bisa menghasilkan 30 cerita fantastis
Yang akan enak sekali dijadikan antologi 😁😁
1. Bagian otak anak yang mempelajari bahasa, berdekatan dengan bagian emosi. Artinya, anak baru
bisa mempelajari empat kemampuan dasar berbahasa (mendengar, bicara, membaca, menulis)
bila pembelajaran dilakukan dalam keadaan rileks, menyenangkan dan imajinatif. Menggunakan
material seperti ini akan menghadirkan emosi positif anak. Ujung-ujungnya mereka akan pandai
menulis kreatif
2) Materi yang diberikan harus bersifat menantang kemampuan imajinasi mereka. Bila anak
mendapat tantangan begini, serabut-serabut syaraf di otaknya akan bersambung, menyalurkan
kejutan listrik. Artinya, ada loncatan intelektual yang hadir di otak
Materi yang menantang ini berupa:
1. Beragam material yang bisa dirakit menjadi satu ide besar
2. Beragam ide di kepala anak yang fragmented (anak yang tidak bisa fokus dalam waktu lama. Suka
loncat-loncat ide. Perhatian mudah teralihkan), disatukan dalam satu tema besar
Saya akan beri contoh untuk masing-masingnya
Ini materi belajar yang saya susun berdasarkan poin pertama. Ada beragam gambar yang harus
dirakit anak menjadi satu ide besar.
Sederhananya, dia mengarang berdasarkan gambar. Apa cerita yang bisa dia hasilkan. Bagaimana
dia membangun keterkaitan antar gambar? Bagaimana dia membangun penalarannya? Bagaimana
dia membangun kesimpulan akhir Ini halaman judul. Di sini anak menciptakan satu tema besar dari
gambar. Dia juga harus menciptakan tokoh di pikirannya.
Bisa jadi ide yang muncul adalah: Petualangan Tini di Hutan, atau, Tini Tersesat di Hutan, dll
penulis maya lestari: Ini halaman kedua. Di sini anak mulai membangun narasi. Siapa si tokoh.
Dimana dia berada. Apa yang dia lakukan. Mengapa dia ada di situ.
Ini halaman selanjutnya. Di sini anak belajar bagaimana menyusun cerita yang runtut. Dia belajar
menulis bagaimana situasi si Tini ini di hutan.
Tapi, bila materi belajarnya seperti ini, dia belajar semua teori menulis, termasuk cara
menyusun awal, akhir, tengah, dengan lebih baik
(paragraf terakhir ini poin keduanya 😁😁)
Cara efektif mengajarkan teori menulis ke anak itu adalah dengan gambar.
Contoh untuk yang kedua: menyatukan ide yang terpecah dalam kepala anak yg fragmented.
Terkadang ada anak yang pola fikirnya Anak fragmented ini istilah saya saja ya 😁😁. Sebutan
saya untuk anak yang durasi konsentrasinya sebentar, serta perhatiannya mudah teralalih.
Anak seperti ini kurang suka nulis panjang, lebih suka cerita dalam bentuk gambar
Anak fragmented suka meniru gambar atau bikin gambar sendiri. Setiap gambar tidak
berhubungan
Nah, mereka bisa diminta untuk membuat tema besar bagi gambar-gambar tersebut.
Seperti gambar di atas, si anak yang suka menggambar membuat satu tema besar untuk
gambar-gambarnya. Tema yang ia pilih adalah Pohon-Pohon Ajaib.
Saya meminta si anak bikin narasi singkat untuk mendeskripsikan pohon itu
1. Jika MK digunakan untuk mapel lain, misal IPA dan IPS, standarnya adalah, kemampuan mereka
memetakan topik.
Misal: topik adalah habitat hewan. Nah siswa bisa menguraikan tema menjadi: hewan yang hidup di
hutan tropis, di gurun. Prilaku hewan berdasarkan tempat tinggalnya. Kisah gajah yang masuk ke
pemukiman penduduk karena habitatnya dirusak, dll.
2. Bila MK digunakan dalam pelajaran menulis (Bahasa Indonesia), maka standarnya adalah
kemampuan siswa membuat cerita yang runtut dari awal sampai akhir, denhan detail.
MK Ini bisa membantu memecahkan masalah anak tersebut, karena pelajaran bahasa
mengaktifkan kemampuan abstrak, yang penting buat belajar matematika
Chat
Apa saya kasih latihan interpretasi soal terus gitu ya bun, jadi soalnya ga dikerjain, cuma digambar
dan dianalisa aja (?). Untuk menganalisis bacaan ini sy tertarik bgmn cara latihannya?
Ya, bisa juga gitu, Mbak.
Sebenarnya, saya yakin anak Mbak bisa, cuma dia malas mikir, jadi kayaknya gak paham. Umum
dialami anak yang melulu baca buku hanya untuk menikmati ceritanya.
Yang Mbak perlu lakukan adalah mengajak anak mikirin sesuatu. Bisa dimulai dari yang ringan:
1. Rutin mengerjakan maze yang makin lama makin naik levelnya
2. Suruh dia bikin maze sendiri karena ini memaksa otaknya buat mikir
3. Bikin review buku dan film
[Kalau Mbak memulai dari mengajari dia menginterpretasi soal, itu bagus juga, tapi itu kan cuma
memecahkan masalah di permukaan, karena masalah dia bukan itu
Kalau dia udah terbiasa mengerjakan ini, dia akan mudah memahami soal cerita, Mbak.
Tapi ini pengalaman saya pribadi saja, saya tidak tahu apakah cocok juga diterapkan ke anak
Mbak Sari, karena tiap anak beda
Meningkatkan aanalisa anak dengan maze