Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi luka operasi hal yang paling mungkin terjadi, karena


pembedahan merupakan tindakan yang dengan sengaja membuat luka
pada jaringan dan merupakan suatu tempat jalan masuk dari bakteri,
sehingga membutuhkan tingkat sterilitas yang maksimal dan juga orang-
orang yang ikut dalam operasi harus dibatasi jumlahnya.
Infeksi luka operasi terdiri dari superfisial, dalam dan organ sehingga
penangannya pun berbeda. Infeksi luka operasi disebabkan oleh beberapa
bakteri, yaitu bakteri gram negatif, gram positif, dan bakteri anaerob.
Gejala yang muncul seperti tanda-tanda inflamasi, yaitu terasa panas,
nyeri, kemerahan, bengkak, dan kadang-kadang disertai dengan keluarnya
cairan atau pus dari tempat luka.
Berkembangnya infeksi tergantung dari beberapa faktor diantaranya
yaitu jumlah bakteri yang memasuki luka, tipe dan virulensi bakteri,
pertahanan tubuh host dan faktor eksternal lainnya. Juga terdapat beberapa
faktor resiko yang dapat mencetuskan terjadinya infeksi luka operasi, yaitu
faktor pasien, faktor operasi, dan faktor mikrobiologi.
Penanganan dan pencegahan terjadinya infeksi luka operasi pada
dasarnya adalah dengan menjaga sterilitas, dengan melakukan teknik
operasi yang baik.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Infeksi luka operasi adalah infeksi pada jaringan, organ, atau rongga
yang disebabkan karena prosedur invasif. Dapat terjadi dalam 30 hari
setelah operasi, biasanya terjadi antara 5 sampai 10 hari setelah operasi.
Infeksi luka operasi ini dapat terjadi pada luka yang tertutup ataupun pada
luka yang terbuka, dikarenakan untuk proses penyembuhannya. Dapat juga
terjadi pada jaringan maupun pada bagian dari organ tubuh dan juga dapat
terjadi pada jaringan superfisial (yang dekat dengan kulit) ataupun pada
jaringan yang lebih dalam. Pada kasus yang serius dapat mengenai organ
tubuh.
Menurut CDC terdapat kriteria untuk mendefinisikan infeksi luka
operasi, yaitu:
1. Infeksi Insisional Superfisial
Adalah infeksi yang terjadi dalam 30 hari setelah operasi; dan
infeksi hanya mengenai pada kulit atau jaringan subkutan pada
daerah bekas insisi.
2. Infeksi Insisional Dalam, yaitu infeksi yang terjadi dalam 30 hari
setelah operasi dimana tidak menggunakan alat-alat yang
ditanam pada daerah dalam dan jika menggunakan alat-alat
yang ditanam maka infeksi terjadi diantara 1 tahun dan infeksi
yang terjadi berhubungan dengan luka operasi; dan infeksi
mengenai jaringan lunak yang dalam dari luka bekas insisi.
3. Organ atau ruang, yaitu infeksi yang terjadi dalam 30 hari setelah
operasi dimana tidak menggunakan alat yang ditanam pada
daerah dalam dan jika menggunakan alat yang ditanam maka
infeksi terjadi dalam 1 tahun dan infeksi yang terjadi
berhubungan dengan luka operasi; dan infeksi mengenai salah
satu dari bagian organ tubuh, selain pada daerah insisi tapi juga
selama operasi berlangsung karena manipulasi yang terjadi.

2
2.2. Etiologi
Infeksi yang terjadi pada luka operasi disebabkan oleh bakteri, yaitu
bakteri gram negatif (E. coli), gram positif (Enterococcus) dan terkadang
bakteri anaerob dapat yang berasal dari kulit, lingkungan, dari alat-alat
untuk menutup luka dan operasi. Bakteri yang paling banyak adalah
Staphylococcus aureus.

3
2.3. Patogenesis
Pada akhir operasi, bakteri dan mikroorganisme lain mengkontaminasi
seluruh luka operasi, tapi hanya sedikit pasien yang secara klinis
menimbulkan infeksi. Infeksi tidak berkembang pada kebanyakan pasien
karena pertahanan tubuhnya yang efektif untuk menghilangkan organisme
yang mengkontaminasi luka operasi. Infeksi potensial terjadi tergantung
pada beberapa faktor, diantaranya yang terpenting adalah:
 Jumlah bakteri yang memasuki luka
 Tipe dan virulensi bakteri
 Pertahanan tubuh host
 Faktor eksternal, seperti : berada di rumah sakit beberapa hari
sebelum pembedahan dan operasi yang berlangsung lebih dari 4
jam.
Selain itu juga dipengaruhi faktor lain yaitu:
1. Operating suite, yaitu tidak adanya batas yang jelas antara ruang
untuk operasi dan ruang untuk mempersiapkan pasien atau untuk

4
pemulihan dan juga pakaian yang digunakan hampir tidak ada
bedanya.
2. Operating room, ruangan yang digunakan untuk operasi harus dijaga
sterilitasnya.
3. Tim operasi, yaitu harus ada orang yang merawat pasien dari
sebelum, saat dan setelah operasi. Operator, asisten dan instrumen
harus menjaga sterilitas karena berhubungan langsung dengan
daerah lapangan operasi. Orang-orang yang tidak ikut sebagai tim
operasi harus menjauhi daerah lapang operasi dan menjauhi daerah
alat karena mereka tidak steril dan pasien bisa terinfeksi nantinya.
Faktor pasien:
1. Status nutrisi yang buruk: Dapat menjadi atau tidak dapat menjadi
faktor yang mengkontribusi. Sayangnya beberapa penelitian tidak
dilakukan pada negara berkembang dimana malnutrisi berat lebih
banyak terjadi.
2. Diabetes Mellitus yang tidak terkontrol
3. Merokok. Rokok meningkatkan resiko infeksi melalui mekanisme
vasokonstriksi yang menurunkan PO2 jaringan.
4. Kegemukan: Meningkatkan resiko pada lapisan lemak abdomen
subkutan yang lebih dari 3 cm (1,5 inch). Resiko meningkat
dikarenakan dibutuhkan incisi yang lebih luas, sirkulasi yang
berkurang pada jaringan lemak atau kesulitan teknik operasi saat
melewati lapisan lemak
5. Infeksi pada tempat lain di tubuh: Dapat meningkatkan resiko
penyebaran infeksi melalui aliran darah
6. Kolonisasi dengan mikroorganisme
7. Perubahan respon imun ( HIV / AIDS dan penggunaan kortikosteroid
jangka panjang)
8. Lamanya perawatan sebelum operasi
Faktor Operasi:
1. Pencukuran sebelum operasi
2. Persiapan kulit sebelum operasi

5
3. Lamanya operasi
4. Profilaksis antimikroba
5. Ventilasi ruang operasi
6. Pembersihan atatu sterilisasi instrumen
7. Material asing pada tempat pembedahan
8. Drain
9. Teknik pembedahan
10. Hemostasis yang buruk
11. Kegagalan untuk menutupi dead space
12. Trauma jaringan
Faktor mikrobiologi:
1. Sekresi toksin
2. Resistensi (contoh: pembentukan kapsul)

2.4. Gejala Klinis


Pasien merasakan beberapa gejala yang dirasakan saat terjadi infeksi
pada luka operasi:
1. Nyeri
2. Hipotermi atau hipertermi
3. Tekanan darah rendah
4. Palpitasi
5. Keluar cairan dari luka operasi, bisa berupa darah ataupun pus (bisa
berwarna dan berbau)
6. Edema (pasien merasa nyeri, sekitar daerah yang membengkak
terasa hangat dan berwarna merah)

2.5. Diagnosa
Untuk mendiagnosa apakah itu suatu infeksi luka operasi dapat
dengan cara:
1. Pemeriksaan fisik, dengan memeriksa apakah ada pembengkakan,
cairan atau sekret yang keluar. Harus diperhatikan juga apakah ada
penyebaran dari infeksi.

6
2. Pemeriksaan darah, darah dapat mengetahui bagaimana keadaan
tubuh kita dan bakteri apa yang terdapat dan yang menginfeksi.
3. Pemeriksaan radiologis, termasuk X-ray dan MRI.
4. Kultur dari luka dan biopsi jaringan, untuk mengidentifikasikan
bakteri apa yang terdapat pada luka, jenis infeksi dan pengobatan
apa yang tepat. Faktor luka lokal dihubungkan dengan fakta bahwa
pembedahan merusak mekanisme benteng pertahanan seperti kulit
dan mukosa saluran pencernaan selam dilakukan pembedahan.
Teknik pembedahan yang baik adalah jalan terbaik untuk mencegah
infeksi luka operasi.
Klasifikasi luka operasi
 Clean (class I): Luka operasi yang tidak terinfeksi yang mana tidak
ada peradangan yang ditemukan pada saluran pernafasan, saluran
pencernaan, genital, atau traktus urinarius tidak terkena. Luka
biasanya tertutup dan jika perlu drainase dengan closed drainage.
Luka operasi diikuti dengan trauma tumpul seharusnya dimasukkan
pada kategori ini jika masuk dalam kriteria. (contoh: hernia repair,
biopsi mammae)
 Clean-contaminated (Class II) Luka operasi yang mana saluran
pencernaan, saluran pernafasan, traktus urinarius dan genital
terkena dengan kondisi terkontrol dan tanpa kontaminasi yang tidak
biasanya. (contoh: pembedahan colorectal)
 Contaminated (Class III): Luka terbuka, baru, dan tiba-tiba. Sebagai
tambahannya, pembedahan dengan potongan besar dengan teknik
steril atau kebocoran besar pada saluran pencernaan, dan sayatan
yang akut, inflamasi yang nonpurulen termasuk dalam kategori ini.
(contoh: trauma abdomen penetrasi, luka jaringan yang luas,
enterotomy)
 Dirty (Class IV) Luka traumatik lama yang ada pada jaringan yang
dilemahkan dan organ yang terinfeksi aau perforasi. Hal ini
menunjukkan bahwa organisme penyebab infeksi post operasi

7
sudah ada pada daerah operasi sebelum dilakukan operasi. (contoh:
perforasi divertikulitis, infeksi nekrotik jaringan lunak)

2.6. Penatalaksanaan
1. Pembersihan luka. Hal ini bisa dilakukan dengan mencuci luka dengan
air steril. Hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan tekanan tinggi
dengan jarum atau kateter dan alat penyemprot yang besar. Solusi
pembunuhan kuman dapat digunakan unuk membersihkan luka.
2. Debridement. Hal ini dilakukan untuk membersihkan dan membuang
objek, atau kulit mati dan jaringan dari daerah luka. Dokter dapat
membatasi area yang rusak pada luka atau sekitar luka. Pembalut
basah bisa ditempatkan pada luka dan dibiarkan mengering. Dokter
juga bisa mengeringkan luka untuk membersihkan pus.
3. Penutup luka. Hal ini juga disebut pembalut luka. Pembalut digunakan
untuk melindungi luka dari kerusakan lebih lanjut dan infeksi. Hal ini
juga menolong menyediakan tekanan untuk mengurangi
pembengkakan. Pembalut bisa berbagai bentuk. Pembalut bisa
mengandung beberapa substansi untuk menlong mempercepat
penyembuhan.
4. Obat-obatan. Dokter mungkin memberikan antibiotik untuk mengatasi
infeksi. Pasien juga mungkin diberikan obat-obatan untuk mengurangi
nyeri, inflamasi, atau demam.
5. Terapi oksigen hyperbarik. Juga disebut HBO. HBO digunakan untuk
memperoleh oksigen lebih banyak ke dalam tubuh. Oksigen diberikan
dibawah tekanan untuk menolong oksigen supaya sampai ke jaringan
dan darah. Pasien dimasukkan ke ruangan yang berbentuk seperti
tabung yang disebut ruangan hiperbarik atau ruangan tekanan. Pasien
bisa melihat dokter dan berbicara dengan mereka melalui pengeras
suara. Pasien mungkin mebutuhkan terapi ini lebih dari sekali.
6. Terapi tekanan negatif. Juga sisebut vacuum-assisted closure (VAC).
Pembalut berbentuk spesial dengan melekat pada sebuah tabung

8
diletakkan didalam kavitas luka dan ditutup dengan ketat. Tabung
berhubungan ke sebuah pompa yang akan menolong menyedot
keluar cairan berlebih dan kotoran dari luka. VAC juga mungkin
menolong untuk meningkatkan aliran darah dan mengurangi jumlah
bakteri di luka.
7. Pengobatan lain. Mengontrol atau mengobati kondisi medis yang
menyebabkan penyembuhan luka yang buruk menolong mengobati
infeksi pada luka. Pasien mungkin perlu minum obat untuk mengontrol
penyakit seperti diabetes atau tekanan darah tinggi. Dokter mungkin
memberikan pasien suplemen atau menyarankan diet spesial untuk
meningkatkan nutrisi dan kesehatan pasien. Pembedahan mungkin
dilakukan untuk meningkatkan aliran darah jika pasien mempunyai
masalah dengan pembuluh darah.

2.7. Terapi Antibiotik pada Infeksi Luka Operasi


Tidak semua infeksi luka operasi membutuhkan terapi antibiotik. Pada
infeksi minor cukup dilakukan drainase pus dan antiseptik topikal.
Kultur bakteri sebaiknya dilakukan pada infeksi yang secara klinis
berat, ketika pasien yang hipersensitif pada terapi antibiotik lini pertama,
dan ketika diduga adanya patogen yang resisten.
Terapi antibiotik lini pertama (terapi empiris) ditentukan berdasarkan
pada sebagian besar patogen yang menginfeksi, status klinis pasien
(termasuk riwayat pemakaian antibiotik), dan pola resistensi antibiotik di
suatu daerah. Terapi empiris harus broad-spectrum dan sentitif terhadap S.
aureus, yang merupakan penyebab terbanyak infeksi luka operasi.
Infeksi luka operasi pada mukosa sebaiknya diterapi dengan antibiotik
yang sensitif terhadap bakteri anaerob (contoh: metronidazole, co-
amoxiclav, piperacillin-tazobactam, atau meropenem).
Perkembangan klinis pasien pada terapi antibiotik harus diperhatikan
sambil menunggu hasil kultur.

2.8. Debridement

9
Adanya jaingan nekrotik atau jaringan yang rusak pada luka operasi
akan menghambat proses penyembuhan. Jaringan nekrotik dan jaringan
yang rusak merupakan media untuk proliferasi bakteri, oleh karena itu harus
dibuang dengan debridement.

2.9. Prevensi
A. Preoperative
1. Persiapan pasien
a. Kapanpun jika memungkinkan, identifikasi dan obati semua
infeksi yang terlokalisir di daerah operasi sebelum operasi
elektif dan operasi elektif yang tertunda pada pasien dengan
dearah infeksi pada luka sampai infeksi terobati.
b. Jangan mencukur rambut sebelum operasi kecuali jika rambut
tersebut atau sekitar daerah insisi akan mengganggu operasi.
c. Jika rambut dicukur, cukur secepatnya sebelum operasi, lebih
baik dengan pemotong elektrik.
d. Kontrol tingkat glukosa darah serum secara adekuat pada
semua pasien diabetes dan selalu hindari hiperglikemi sebelum
operasi.
e. Sarankan penghentian merokok. Minimal instruksikan pasien
untuk tidak merokok kretek, tembakau, atau bentuk konsumsi
tembakau lain selama paling tidak 30 hari sebelum operasi
elektif.
f. Jangan menahan darah pasien yang di operasi untuk
mencegah infeksi luka operasi.
g. Minta pasien untuk mandi dengan cairan antiseptik pada paling
tidak malam sebelum operasi dilaksanakan.
h. Cuci dan bersihkan dengan benar sekitar daerah insisi untuk
membuang kontaminasi sebelum menyiapkan antiseptik kulit.
i. Gunakan antiseptik yang tepat.

10
j. Oleskan antiseptik secara sentrifugal. Daerah yang
dipersiapkan harus cukup besar untuk memperpanjang
sayatan atau membuat sayatan baru jika diperlukan.
k. Usahakan pre operasi pasien di rumah sakit sesingkat
mungkin.
l. Tidak direkomendasikan untuk menurunkan atau
menghentikan penggunaan steroid sistemik sebelum operasi
selektif.
m. Tidak direkomendasikan untuk hanya meningkatkan support
nutrisi untuk pasien operasi yang dimaksudkan untuk
mencegah infeksi luka operasi.
n. Tidak direkomendasikan untuk menggunakan mupicorin ke
hidung untuk mencegah infeksi luka operasi.
2. Antiseptik tangan/ lengan bawah untuk anggota tim bedah.
a. Potong pendek kuku dan jangan memakai kuku palsu.
b. Lakukan pencucian tangan sebelum operasi paling tidak 2
sampai 5 menit menggunakan antiseptik yang tepat. Cuci
tangan dan lengan bawah sampai ke siku.
c. Setelah mencuci tangan, jaga tangan di atas dan tidak
bersentuhan dengan tubuh (siku pada posisi fleksi) sehingga
air bergerak dari ujung jari menuju siku. Keringkan tangan
dengn handuk steril dan pakai baju operasi steril dan sarung
tangan steril.
d. Bersihkan bawah tiap kuku sebelum mencuci tangan
pertamakali.
e. Jangan menggunakan perhiasan.
f. Tidak direkomendasikan menggunakan cat kuku.
3. Penanganan personel bedah yang terinfeksi
a. Edukasi dan sarankan personel bedah yang memiliki gejala dan
tpasien penyakit infeksi yang menular agar melaporkan keadan
mereka dengan segera kepada supervisor dan personel
kesehatan kerja.

11
b. Membuat kebijakan yang baik mengenai tanggung jawab
perawatan pasien ketika personal potensial berada pada
kondisi infeksius yang menular. Kebijakan-kebijakan ini
seharusnya mengatur : (a) Tanggung jawab personel dalam
menggunakan pelayanan kesehatan dan melaporkan penyakit,
(b) pembatasan kerja, dan (c) ijin untuk kembali bekerja setelah
menderita penyakit yang membutuhkan pembatasan kerja.
Kebijakan-kebijakan tersebut seharusnya mengidentifikasi
individu yang memiliki kekuasaan untuk mengistirahatkan
personel dari kerja mereka.
c. Menghentikan dari tugas operasi personel yang mempunyai
lesi kulit yang telah mengering sampai infeksi hilang atau
personel tersebut telah menerima terapi adekuat dan infeksi
telah sembuh.
d. Jangan secara rutin mengeluarkan personel operasi yang
terkolonisasi dengan organisasi seperti S. aureus (hidung,
tangan atau bagian tubuh lain) atau grup A Streptococcus,
kecuali personel tersebut telah dihubungkan secara
epidemiologi kepada penyebaran organisme di wilayah pusat
kesehatan.
4. Profilaksis antimicrobial
a. Berikan antimikroba profilaksis hanya ketika diindikasikan, dan
dipilih berdasarkan patogen yang paling umum menyebabkan
infeksi luka operasi untuk operasi spesifik dan rekomendasi
yang dipublikasikan.
b. Berikan dosis inisial antimikroba profilaktik secara intravena,
dihitung seperti konsentrasi bakterisidal obat yang ada dalam
serum dan jaringan ketika insisi dilakukan. Pertahankan tingkat
terapeutik agen dalam serum dan jaringan selama operasi dan
sampai, kebanyakan, beberapa jam setelah insisi ditutup di
kamar operasi.

12
c. Beberapa penelitian mengatakan bahwa administrasi antibiotik
preoperatif lebih penting dibandingkan dengan antibiotik
postoperatif. Rekomendasi pemberian antibiotik adalah 2 jam
sebelum pembedahan. Pemberian antibiotik profilaksis
dihentikan 24 jam setelah pembedahan (48 jam pada
pembedahan cardiothorax)
d. Sebelum operasi elektif kolorektal sebagai tambahan 4b diatas,
persiapkan kolon secara mekanik dengan menggunakan
enema dan agen katartik. Berikan agen antimikroba
nonabsorbel dalam dosis terbagi sehari sebelum operasi.
e. Untuk seksio sesaria risiko tinggi, berikan agen antimikroba
profilaktik segera setelah tali pusat diklem.
f. Jangan gunakan vankomisin sebagai anti mikroba profilaksis.
B. Intra operatif
1. Ventilasi
a. Pertahankan ventilasi tekanan positif di kamar operasi dengan
memperhatikan koridor dan area yang berdekatan.
b. Pertahankan minimal pergantian udara 15 kali perjam.
c. Saring semua udara, disirkulasi ulang dan segar, melalui filter
yang baik sesuai rekomendasi institut arsitek Amerika.
d. Memasukkan semua udara di langit-langit, dan alat
pembuangan uap dekat lantai.
e. Jangan menggunakan radiasi UV di kamar operasi untuk
mencegah infeksi luka operasi.
f. Tetap tutup pintu ruang operasi kecuali dibutuhkan untuk jalan
peralatan, personel dan pasien.
g. Pertimbangkan melakukan operasi implan ortopedik dimana
tesedia udara sangat bersih.
h. Batasi jumlah personel yang memasuki ruang operasi sesuai
yang dibutuhkan.
i. Pertahankan normotermia (suhu 35,5oC atau lebih) selama
periode perioperatif. Hipotermia dapat mempercepat

13
terjadinya infeksi. Hipotermia menyebabkan gangguan fungsi
neutrofil dan vasokonstriksi pada subkutan. Selain itu,
hipotermia dapat meningkatkan kehilangan darah, sehingga
terjadi hematom atau membutuhkan transfusi, yang
meningkatkan resiko infeksi.
2. Pembersihan dan disinfeksi permukaan operasi
a. Ketika kotoran yang terlihat atau kontaminasi dengan darah
atau cairan tubuh permukaan atau peralatan terjadi selama
operasi, gunakan disinfektan untuk membersihkan area yang
terkena sebelum operasi berikutnya.
b. Jangan melakukan pembersihan khusus atau menutup kamar
operasi setelah terkontaminasi atau operasi yang kotor.
c. Jangan menggunakan keset kaki yang lengket di jalan masuk
kamar operasi atau kamar operasi individu untuk mengontrol
infeksi.
d. Vakum basah lantai kamar operasi setelah operasi terakhir
dengan disinfektan.
e. Tidak ada rekomendasi untuk disinfeksi permukaan
lingkungan atau peralatan yang digunakan di kamar operasi
dalam beberapa operasi jika tidak terlihat kotoran.
3. Sterilisasi peralatan bedah
a. Sterilisasi instrumen operasi sesuai dengan panduan yang
dipublikasikan.
b. Lakukan sterilisasi cepat hanya pada peralatan perawatan
penyakit yang akan digunakan segera. Jangan gunakan
sterilisasi cepat untuk alasan kenyamanan, seperti sebuah
alternatif membeli peralatan tambahan, atau untuk
menghemat waktu.
4. Pakaian operasi
a. Pakai masker operasi yang menutup keseluruhan mulut dan
hidung ketika memasuki ruang operasi jika operasi akan

14
dimulai atau sedang berjalan atau jika instrument steril sedang
terekspos. Pakai masker selama operasi.
b. Gunakan surgical cap/hood untuk menutupi rambut secara
keseluruhan di kepala dan wajah ketika memasuki ruang
operasi.
c. Pakai sarung tangan steril jika menjadi tim operasi. Pakai
sarung tangan setelah memakai baju steril.
d. Gunakan jubah operasi dan penutup yang merupakan barier
efektif ketika basah.
e. Ganti baju operasi yang terlihat sudah kotor, terkontaminasi
oleh darah atau material lain yang potensial infeksius.
5. Asepsis dan teknik operasi
a. Mengikuti prinsip asepsis ketika menempatkan peralatan
intravaskular, kateter anesthesia spinal atau epidural, atau
ketika memberikan obat secara intravena.
b. Susun peralatan steril dan obat cair sebelum digunakan.
c. Perlakukan jaringan dengan lembut, pertahankan hemotasis
efektif, minimalkan jaringan lemah dan benda asing dan
eradikasi ruang mati di tepat operasi.
d. Lakukan penutupan tunda kulit primer atau biarkan sebuah
sayatan terbuka agar sembuh kemudian jika ahli bedah
memperkirakan daerah operasi terkontaminasi berat.
6. Perawatan insisi setelah operasi
a. Lindungi dengan penutup steril untuk 24 sampai 48 jam
setelah operasi, sebuah sayatan yang telah tertutup secara
primer.
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah mengganti penutup dan
setelah kontak dengan tempat operasi.
c. Ketika penutup sayatan harus diganti, gunakan teknik yang
steril.

15
d. Edukasi pasien dan keluarga menyangkut perawatan sayatan
yang baik, gejala infeksi luka operasi, dan perlunya melapor
segera.
e. Tidak ada rekomendasi untuk menutupi sayatan yang tertutup
secara primer melebihi 48 jam.

16
DAFTAR PUSTAKA

Alexander J, Solomkin JS, Edwards MJ. 2011. Updated Recommendations


for Control of Surgical Site Infections. Annals of Surgery. 253(6):1082-
1093
Anderson DJ, Podgorny K, Berrios-Torres SI, et al. 2014. Strategies to
Prevent Surgical Site Infections in Acute Care Hospitals. Cambridge
University Press. http://www.jstor.org/stable/10.1086/676022
Burnicardi F C, Anderson D K, Bizliar T R, Durin D L, Hunter J G, Pollock M
E. 2006. Schwartz’s Manual of Surgery 9th edition. MacGrawhill; New
York.
Gordon S M. 2001. New Surgical Techniques and Surgical Site Infections.
Cleveland Clinic Foundation: Cleveland.
Mangram A J, Horan T C, Pearson M L,Silver L C, Jarvis W R.1999.
Guideline for Prevention of Surgical Site of Infection.
National Collaborating Centre for Women’s and Children’s Health. 2008
Surgical Site Infection Prevention and Treatment of Surgical Site
Infection. Rcog Press: London.
Townsend C M, Beauchamp R D, Evers B M, Mattox K L. 2004. Sabiston
Textbook of Surgery.The Biological Basis of Modern Surgical Practice
17th edition. Elsevier Saunders; Philadelphia.

17

Anda mungkin juga menyukai