Anda di halaman 1dari 9

J.

Rencana Asuhan Keperawatan


Dx Tujuan Intervensi Rasional
Risiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan Neurologic monitoring
ketidakefektifan selama 1 jam diharapkan status 1. Monitor ukuran pupil, bentuk, 1. Klien dengan cedera
perfusi jaringan neurologi membaik dan ketidakefektifan simetris dan reaktifitas pupil kepala akan
otak berhubungan perfusi jaringan serebral teratasi dengan 2. Monitor keadaan klien dengan mempengaruhi reaktivitas
dengan pre indikator: GCS pupil karena pupil diatur
eklamsia berat. NOC: Management neurology 3. Monitor TTV oleh syaraf cranialis
Indikator Awal Target 4. Monitor status respirasi: 2. Mengetahui penurunan
Status neurologi: 2 3 ABClevels, pola nafas, kesadaran klien
syaraf sensorik dan kedalaman nafas, RR 3. Memantau kondisi
motorik dbn 5. Monitor reflek muntah hemodinamik klien
Ukuran pupil 4 4 6. Monitor pergerakan otot 4. Mengetahui kondisi
Pulil reaktif 3 4 7. Monitor tremor pernafasan klien
Pola pergerakan 3 4 8. Monitor reflek babinski 5. Peningkatan TIK
mata 9. Identifikasi kondisi gawat 6. Memonitor kelemahan
Pola nafas 3 5 darurat pada pasien. 7. Memonitor persyarafan di
TTV dalam batas 3 4 10. Monitor tanda peningkatan perifer
normal tekanan intrakranial 8. Reflek babinsky (+)
Pola istirahat dan 3 4 11. Kolaborasi dengan dokter jika menunjukan adanya
tidur terjadi perubahan kondisi pada perdarahan otak
Tidak muntah 5 5 klien 9. Peningkatan TIK dengan
Tidak gelisah 3 4 tanda muntah proyektil,
Keterangan : kejang, penurunan
1= keluhan ekstrim kesadaran
2= keluhan substansial
3= keluhan sedang
4= keluhan ringan
5= tidak ada keluhan

17
Gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC: Airway management
pertukaran gas 3x24 jam, status respiratori: pertukaran a. Posisikan klien untuk a. Untuk mempermudah
berhubungan gas dengan indikator: memaksimalkan potensi pertukaran gas
dengan ventilasi- 1. Status mental dalam batas ventilasinya.
perfusi akibat normal (5) b. Identifikasi kebutuhan klien akan b. Untuk memantau kondisi
penimbunan cairan 2. Dapat melakukan napas dalam insersi jalan nafas baik aktual jalan nafas klien
paru : adanya (5) maupun potensial.
edema paru. 3. Tidak terlihat sianosis (5) c. Lakukan terapi fisik dada c. Untuk mengeluarkan
4. Tidak mengalami somnolen (4) sputum
5. PaO2 dalam rentang normal (4) d. Auskultasi suara nafas, tandai area d. Memantau kondisi
6. pH arteri normal (4) penurunan atau hilangnya ventilasi pernafasan klien
7. ventilasi-perfusi dalam kondisi dan adanya bunyi tambahan
seimbang (4) e. Monitor status pernafasan dan e. Memantau kondisi klien
oksigenasi, sesuai kebutuhan

Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Evaluasi adanya nyeri dada 1. Menunjukan jantung
jantung selama 3x24 jam diharapkan penurunan 2. Catat adanya disritmia jantung dalam kondisi abnormal
berhubungan curah jantung teratasi dengan indikator: 3. Catat adanya tanda dan gejala 2. Takikardi, bradikardi
dengan perubahan NOC: penurunan cardiac putput 3. Tanda dan gejala
preload dan - Cardiac Pump effectiveness 4. Monitor status pernafasan yang penurunan cardiac output
afterload. - Circulation Status menandakan gagal jantung : pucat, akral dingin,
- Vital Sign Status 5. Monitor balance cairan udema ekstermitas
- Tissue perfusion: perifer 6. Monitor respon pasien terhadap 4. Gagal jantung kiri
Indikator Awal Target efek pengobatan antiaritmia menyebabkan udema di
TTV dbn 2 3 7. Monitor adanya dyspneu, fatigue, paru dan gagal jantung
Dapat mentoleransi 1 3 tekipneu dan ortopneu kanan menyebabkan
aktivitas, tidak ada 8. Anjurkan untuk menurunkan stress udema ekstermitas
kelelahan 9. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR 5. Mengetahui adanya
Tidak ada edema 1 1 10. Monitor irama jantung kelebihan cairan karena
paru 11. Monitor frekuensi dan irama klien biasanya udema
Tidak ada asites 5 5 pernapasan 6. Mengetahui respon pasien
Tidak ada udema 2 2 12. Monitor pola pernapasan abnormal terhadap obat
perifer 13. Monitor suhu, warna, dan 7. Udema paru
Tidak terjadi 5 5 kelembaban kulit menyebabkan dyspnea
penurunan 14. Monitor sianosis perifer 8. Stres menambah berat
kesadaran 15. Jelaskan pada pasien tujuan dari kerja jantung
Tidak ada distensi 5 5 pemberian oksigen 9. Mengetahui kondisi
Vena jugularis 16. Kelola pemberian obat anti aritmia hemodinamik klien
Warna kulit normal 1 2 dan vasodilator 10. Suara jantung tambahan,
Keterangan : S3, S4
1= keluhan ekstrim 11. Ronchi basah
2= keluhan substansial menunjukan adanya
3= keluhan sedang cairan di pulmo
4= keluhan ringan 12. Dyspnea, cepat dan
5= tidak ada keluhan dangkal
13. Memungkinkan terjadinya
sianosis
14. Kurang 02 menyebabkan
sianosis perifer
15. Membantu suplai O2 ke
pasien
16. Obat antiaritmia dan
vasodilatator untuk
membantu pengelolaan
kontraktilitas jantung

Kelebihan volume Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Monitor pengeluaran urin, catat 1. Pengeluaran urin
cairan berhubungan selama 3x24 jam, diharapkan volume jumlah dan warna saat dimana mungkin sedikit dan pekat
dengan gangguan cairan pasien stabil dengan kriteria hasil: diuresis terjadi. karena penurunan perfusi
mekanisme 1. Keseimbangan intake dan output ginjal. Pemantauan urin
regulasi cairan (4). dengan memperhatikan
2. TTV normal (4). jumlah dan warna urin
3. BB stabil dan tidak terdapat edema akan membantu dalam
(4). proses penentuan
4. Menyatakan pemahaman tentang diagnosa pasien.
pembatasan cairan individual (5). 2. Monitor dan hitung intake dan 2. Pemantauan intake dan
output cairan selama 24 jam. output cairan membantu
dalam proses penentuan
keseimbangan cairan dan
elektrolit pasien.
3. Pertahankan duduk atau tirah baring 3. Posisi duduk atau tirah
dengan posisi semifowler atau baring dengan posisi
posisi yang nyaman bagi pasien semifowler dapat
selama fase akut. meningkatkan filtrasi
ginjal dan menurunkan
produksi ADH sehingga
meningkatkan diuresis.
4. Monitor TTV terutama TD dan 4. Hipertensi dan
CVP (bila ada). peningkatan CVP
menunjukkan kelebihan
cairan dan dapat
menunjukkan kongesti
paru serta gagal jantung.
5. Monitor rehidrasi cairan dan batasi 5. Pemantauan dan
asupan cairan. pembatasan cairan akan
menentukan BB ideal,
keluaran urin, dan respon
terhadap terapi.
6. Timbang berat badan setiap hari 6. Berat badan, turgor kulit,
jika memungkinkan dan amati dan adanya edema
turgor kulit serta adanya edema. mempengaruhi kondisi
cairan dalam tubuh.
7. Kolaborasi pemberian medikasi 7. Diuretik bertujuan untuk
seperti pemberian diuretik: menurunkan volume
furosemid, spironolacton, dan plasma dan menurunkan
hidronolacton. retensi cairan dijaringan
sehingga menurunkan
risiko terjadinya edema.

Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji aktivitas dan periode istirahat 1. Mengetahui aktivitas dan
berhubungan selama 3x24 jam, pasien mempunyai pasien, rencanakan dan jadwalkan periode istirahat pasien
dengan kelemahan cukup energi untuk beraktivitas periode istirahat dan tirah baring serta upaya untuk
umum sehingga toleran terhadap aktivitas, yang cukup dan adekuat. menurunkan keletihan dan
dengan kriteria hasil: kelemahan pasien.
1. TTV normal (4).
2. EKG normal (4). 2. Berikan latihan aktivitas fisik secara 2. Tahapan-tahapan yang
3. Koordinasi otot, tulang, dan bertahap (ROM, ambulasi dini, cara diberikan membantu
anggota gerak lainnya baik (4). berpindah, dan pemenuhan proses aktivitas secara
4. Pasien melaporkan kemampuan kebutuhan dasar). perlahan dengan
dalam ADL (4). menghemat tenaga namun
tujuan tepat.
3. Bantu pasien dalam memenuhi 3. Mengurangi pemakaian
kebutuhan dasar. enargi sampai kekuatan
pasien pulih kembali.
4. Lakukan terapi komponen darah 4. Mencegah dan
sesuai resep bila pasien menderita mengurangi anemia berat
anemia berat. yang berakibat pada
kelemahan.
5. Kaji aktivitas dan respon pasien 5. Menjaga kemungkinan
setelah latihan aktivitas (Monitor adanya respon abnormal
TTV). dari tubuh sebagai akibat
dari latihan.

Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tidakan keperawatan 1. Kaji pola makan, kebiasaan makan, 1. Meningkatkan nafsu
nutrisi: kurang dari selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan dan makanan yang disukai pasien. makan pasien dan
kebutuhan tubuh nutrisi pasien terpenuhi dengan kriteria menghindari makanan
b.d faktor hasil: yang alergi.
psikologis dan
ketidakmampuan a. Masukan per oral meningkat (5). 2. Kaji TTV pasien secara rutin, status 2. Monitor KU pasien,
untuk mencerna, b. Porsi makan yang disediakan habis mual, muntah, dan bising usus. mengetahui kemampuan
menelan, dan (5). pasien dalam memenuhi
mengabsorpsi c. Masa dan tonus otot baik (5). kebutuhan nutrisi.
makanan. d. Tidak terjadi penurunan BB (5). 3. Berikan makanan sesuai diet dan 3. Meminimalkan anoreksia
e. Mual dan muntah tidak ada (5). berikan selagi hangat. dan mengurangi iritasi
gaster.
4. Jelaskan pentingnya makanan untuk 4. Pasien termotivasi untuk
kesembuhan. makan.
5. Anjurkan pasien makan sedikit 5. Meningkatkan
tetapi sering. kenyamanan saat makan.
6. Anjurkan pasien untuk 6. Glukosa dalam
meningkatkan asupan nutrisi yang karbohidrat cukup efektif
adekuat terutama makanan yang untuk pemenuhan energi,
banyak mengandung karbohidrat sedangkan lemak sulit
atau glukosa, protein, dan makanan untuk diserap sehingga
berserat. akan membebani hepar,
protein baik untuk
meningkatkan dan
mempercepat
kesembuhan pasien,
makanan berserat
membantu mencegah
terjadinya konstipasi.
7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk 7. Meningkatkan proses
pemberian diet sesuai indikasi. penyembuhan

Risiko cedera Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Identifikasi keterbatasan fisik 1. Mengetahui penyebab
berhubungan selama 3x24 jam, diharapkan tidak dan kognitif pasien yang dapat pasien mengalami
dengan diplopia, terjadi cedera, dengan kriteria hasil: meningkatkan risiko cedera. risiko cedera.
dan peningkatan 1. Pasien tidak mengeluh pusing 2. Ajarkan pasien untuk 2. Memberikan
intrakranial: kejang (5). meminimalkan cedera, misalnya pengetahuan kepada
2. Pasien tidak mengalami cedera ketika ditempat tidur maka pasien sehinggapasien
(5). gunakan side rail, ketika bisa terhindar dari
3. Pasien mampu menjelaskan cara mobilitas dari tempat tidur cedera.
mencegah terjadinya cedera (5) anjurkan untuk dibantu oleh
keluarga atau gunakan tongkat
sebagai pegangan dan jika
pasien pusing anjurkan untuk
istirahat terlebih dahulu.
3. Dampingi pasien dalam 3. Mengantisipasi hal-
melakukan pemenuhan hal yang dapat
kebutuhan ADL. menyebabkan
terjadinya cedera.
4. Anjurkan pasien untuk banyak 4. Sayuran hijau dapat
mengkonsumsi makanan yang menambah darah dan
dapat menambah darah seperti mengobati anemia
sayur-sayuran hijau dan diet serta diet rendah
rendah garam untuk garam dapat
menurunkan tekanan darah, mengurangi
sehingga bisa mengurango kekambuhan penyakit
pusing. hipertensi.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pre eklamsia adalah penyakit khas akibat kehamilan yang memperlihatkan gejala
trias (hipertensi, edema, dan proteinuria), kadang-kadang hanya hipertensi dan edema
atau hipertensi dan proteinuria (dua gejala dari trias dan satu gejala yang harus ada yaitu
hipertensi). Pre eklampsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi
terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah
normal dan diartikan juga sebagai penyakit vasospastik yang melibatkan banyak sistem
dan ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi dan proteinuria. Komplikasi yang dapat
terjadi pada pasien dengan pre eklamsia tergantung pada derajat pre eklamsia yang
dialami. Untuk mengantisipasi berbagai dampak atau komplikasi yang disebabkan pre-
eklampsia dapat dilakukan berbagai upaya salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
mengantisipasi adalah merujuk sesegera mungkin ibu bersalin yang di duga mengalami
PEB ke puskesmas, rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnya agar resiko
yang dapat ditimbulkan sesegera mungkin dikurangi. Selain itu terdapat 3
penatalaksanaan yang dapat dilakukan sebagi langkah awal penanganan pre eklamsia,
yaitu dengan pencegahan atau tindakan preventif, penatalaksanaan atau tindakan kuratif,
dan perawatan mandiri khusus pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Arif, M. (2002). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.

Bobak, I.M., Deitra L.L., & Margaret D. J. (2005). Buku ajar keperawatan maternitas, Edisi
4. Jakarta: EGC

Febriani, Ferra (2013). Laporan Pendahuluan Keperawatan Maternitas Peb (Pre Eklamsi
Berat) Di Ruang Anggrek Rumah Sakit Umum Daerah Banyuma. Kementerian
Pendidikan Nasional Universitas Jenderal Soedirman Fakultas Kedokteran Dan Ilmu-
Ilmu Kesehatan Jurusan Keperawatan Program Profesi Ners Purwokerto.

Herdman, T. H. (2012). Diagnosis keperawatan: definisi dan klasifikasi 2012-2014. Jakarta:


EGC.

Johnson, M. M., & Sue M. (2000). Nursing outcame clasification. Philadelphia: Mosby.

McCloskey & Gloria M.B. (1996). Nursing Intervention Clasification. USA: Mosby.

Prawirohardjo, S. (2006). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Sumiati & Dwi F. (2012). “Hubungan obesitas terhadap pre eklamsia pada kehamilan di RSU
Haji Surabaya”. Embrio, Jurnal Kebidanan, Vol 1, No.2, Hal. 21-24.

Widiastuti, N. P. A. (2012). “Asuhan keperawatan pre eklamsia”.


http://nursingisbeautiful.wordpress.com/2010/12/03/askep-preeklampsia/.

Anda mungkin juga menyukai