Anda di halaman 1dari 39

“PEMERIKSAAN HISTEROSALPINGOGRAFI PADA KASUS MASALAH

KESEHATAN FEMALE REPRODUCTION”

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknik Radiografi 4

Dosen Pengampu : Ibu Siti Masrochah, S.Si., M.Kes.

Oleh :

Franzeska Sunar Pramudita

P.1337430215016

Kelas 2B

PROGRAM STUDI D-IV TEKNIK RADIOLOGI SEMARANG

JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2016-2017

I
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan karena berkat dan rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “Pemeriksaan Histerosalpingografi Pada Kasus
Masalah Kesehatan Female Reproduction”. Makalah ini merupakan salah satu syarat
untuk menyelesaikan tugas Teknik Radiografi 4 Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan
Radioterapi.

Makalah ini terwujud dengan baik berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:

1. Bapak Sugianto, S.Pd., M.APP.Sc, selaku direktur Poltekkes Kemenkes Semarang


2. Ibu Siti Masrochah, S.Si., M.Kes., selaku dosen pengampu mata kuliah
Teknik Radiografi 4
3. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan kesalahan, mengingat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan
penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan. Penulis juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi
penulis maupun pembaca yang budiman.

Semarang, Maret 2017

Penulis

II
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... II

DAFTAR ISI................................................................................................................................... III

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................ 1

1.1. Latar belakang ........................................................................................................... 1


1.2. Rumusan masalah .................................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penulisan...................................................................................................... 2
1.4. Sistematika Penulisan ............................................................................................ 2

BAB II DASAR TEORI

2.1. Anatomi ........................................................................................................................ 4


2.2. Patologi Infertilitas .................................................................................................. 12
2.3. Pemeriksaan Hysterosalpingography ...................................................... 14
2.4. Teknik Radiografi ................................................................................................. 15
2.5. Kriteria Radiograf ................................................................................................. 25

BAB III PEMBAHASAN............................................................................................................. 28

3.1. Paparan Kasus ........................................................................................................... 28


3.2. Pembahasan ............................................................................................................. 30

BAB IV PENUTUP....................................................................................................................... 36

4.1. Kesimpulan ................................................................................................................. 36


4.2. Saran.............................................................................................................................. 36

III
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Pada tahun 1895 seorang ilmuwan yang bernama W.C. Roentgen
mengadakan penelitian dan menemukan Sinar-X yang sangat bermanfaat
bagi dunia kedokteran saat ini. Sinar-x ini dimanfaatkan untuk bidang
radiologi diagnostik karena sifatnya yang dapat berinteraksi dengan
bahan (organ) dalam memberikan gambaran diagnostik, meskipun sinar-
X juga menimbulkan efek radiasi bagi manusia. Ilmu pengetahuan,
khususnya di bidang imaging, semakin berkembang dengan
ditemukannya berbagai modalitas mutakhir guna menunjang diagnosa
penyakit yang lebih aman dan akurat, seperti ultrasonografi (USG),
Computed Tomography Scan (CT Scan) maupun Magnetic Resonance
Imaging (MRI), tetapi penggunaan sinar-X dalam mendiagnosa suatu
penyakit tidak dapat dikesampingkan begitu saja.
Salah satu pemanfaatan sinar-X untuk mendiagnosa suatu
penyakit atau kelainan organ manusia adalah hysterosalpingography atau
dikenal dengan HSG. Pemeriksaan HSG adalah pemeriksaan secara
radiografi dengan memasukkan media kontras pada uterus dan tuba
fallopi untuk menentukan ukuran, bentuk dan letak dari uterus dan tuba
fallopi.
Pemeriksaan HSG kini telah menjadi pemeriksaan rutin ditiap
rumah sakit, khususnya yang mempunyai pesawat dngan kemampuan
cukup untuk pemeriksan HSG. Pemeriksaan ini dilakukan sendiri oleh
ahli radiologi dengan atau tanpa bantuan fluoroskopi.
Salah satu indikasi dari pemeriksaan hysterosalpingography
( HSG ) adalah infertilitas baik infertilitas primer maupun infertilitas

1
sekunder. Infertilitas adalah suatu kondisi atau bisa juga penyakit pada
sistem reproduksi yang menyebabkan pasangan yang berhubungan intim
dengan teratur, tanpa alat kontrasepsi, tidak dapat menghasilkan
keturunan dalam waktu satu tahun. Atau bisa pula keadaan pada wanita
yang mengalami keguguran berulang kali.
Berdasarkan uraian diatas dan untuk mengkaji lebih jauh tentang
pemeriksaan hysterosalpingography ( HSG ) pada kasus infertilitas, maka
penulis mengangkatnya pada makalah tugas TR4 dengan
judul ”Pemeriksaan Histerosalpingografi Pada Kasus Masalah Kesehatan
Female Reproduction”

1.2. RUMUSAN MASALAH


Adapun rumusan dan pembatasan masalah kotrak belajar ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana teknik pemeriksaan yang digunakan dalam
pemeriksaan hysterosalpingography dengan indikasi infertilitas?
2. Bagaimana prosedur pemeriksaan hysterosalpingography pada kasus
infertilitas?
3. Bagaimana keakuratan pemeriksaan HSG pada kasus infertilitas?
1.3. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan kontrak belajar Teknik Radiografi Lanjut-II ini
adalah untuk :
1. Mengetahui teknik pemeriksaan yang digunakan dalam pemeriksaan
hysterosalpingography dengan indikasi infertilitas.
2. Mengetahui prosedur pemeriksaan hysterosalpingography pada
kasus infertilitas.
3. Mengetahui keakuratan pemeriksaan HSG pada kasus infertilitas.
1.4. SISTEMATIKA PENULISAN

2
Penulisan kontrak belajar ini kami susun sebagai berikut ini,
guna memudahkan dalam penulisan maupun dalam pembahasan :
BAB I PENDAHULUAN;
berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan, pembatasan masalah
serta sistematika penulisan.
BAB II DASAR TEORI;
menjelaskan anatomi dan patologi organ reproduksi wanita, pengertian,
indikasi dan kontraindikasi hysterosalpingography, teknik radiografi
hysterosalpingography termasuk prosedur pemeiksaan, pemasukan
media kontras serta kriteria radiografnya.
BAB III PEMBAHASAN;
membahas teknik pemeriksaan dalam indikasi infertilitas dan prosedur
pemeriksaan hysterosalpingography.
BAB IV PENUTUP;
berisi kesimpulan serta saran.

3
BAB II
DASAR TEORI

2.1. ANATOMI
Organ reproduksi wanita terbagi menjadi organ luar (externa) dan
organ dalam (interna).
 Organ Reproduksi Externa
Pada umumnya disebut dengan vulva, meliputi semua organ
yang terdapat di antara os pubis ramus inferior dan perineum. Yang
termasuk organ reproduksi externa adalah : (Pearce, 1999)
1) Mons veneris
Mons veneris adalah bagian yang menonjol dan terdiri dari
jaringan lemak yang menutupi bagian depan simpisis pubis.
Daerah ini ditutupi bulu pada masa pubertas.
2) Labia mayora ( bibir besar )
Dua lapisan besar / tebal yang membentuk sisi vulva. Terdiri
atas kulit, lemak, jaringan otot polos, pembuluh darah dan
serabut saraf. Labia mayora panjangya kira-kira 7,5 cm.
3) Labia minora (nimfae / bibir kecil )
Dua lipatan kulit yang sempit dan berpigmen dan terletak
diantara labia mayora. Labia minora mengandung jaringan
erektil.Lipatan kanan dan kiri bertemu di atas klitoris sebagai
preputium klitoridis dan dibawah klitoris sebagai frenulum
klitoridis.Di bagian belakang, setelah mengelilingi orifisium
vagina, kedua lipatan bersatu dengan fourchet, yang akan
tempat hanya pada wanita yang belum melahirkan.
4) Klitoris

4
Adalah jaringan erektil kecil yang serupa dengan penis pada
laki-laki. Letaknya anterior dalam vestibula.

5) Vestibula
Di setiap sisi dibatasi oleh lipatan labia dan bersambung
dengan vagina. Uretra juga masuk vestibula di depan vagina
tepat di belakang klitoris.
6) Hymen (selaput dara)
Himen adalah diafragma dari membran kecil yang pada
tengahnya berlubang untuk jalan kotoran menstruasi yang
terletak di mulut vagina dan sebagai pemisah organ
genetalia eksterna dan interna. Bila himen tertutup sama
sekali ( tidak ada lubang ), keadaan abnormal ini disebut
himen imperforata. Pada wanita yang sudah melahirkan,
himen hanya tinggal sisa-sisa kecil pada pinggir introitus.

Gambar 1. Organ reproduksi wanita

5
 Organ Reproduksi Interna
Organ reproduksi interna wanita terletak dalam rongga pelvis.
Yang termasuk organ reproduksi interna adalah : (Pearce,1999)

1) Vagina
Tabung berongga berotot yang dilapisi membran dari jenis
epithelium bergaris yang khusus. Dialiri pembuluh darah dan
serabut saraf secara berlimpah. Panjang vagina adalah dari
vestibula sampai ke uterus. Permukaan anterior vagina
menyentuh basis kandung kemih dan uretra. Sedangkan
dinding posteriornya membentuk rektum dan kantung
rektovaginal (ruang Douglas). Dinding vagina terdiri dari 3
lapis. Lapisan dalam adalah selaput lendir (membran mukosa)
yang dilengkapi lipatan-lipatan atau rugae. Lapisan luar adalah
lapisan berotot yang terdiri atas serabut longitudinal dan
melingkar. Diantara kedua lapisan ini terdapat lapisan
jaringan erektil yang terdiri dari jaringan areoler, pembuluh
darah dan beberapa selaput otot tak bergaris. (Pearce,1999)

6
Gambar 2. Penampang sagital organ reproduksi wanita
2) Uterus
Uterus adalah organ yang tebal berotot berbentuk buah pir
terletak di dalam pelvis, antara rektum dibelakang dan
kandung kemih didepan. Peritoneum menutupi sebagian besar
permukaan luar uterus. Panjang uterus 5 s/d 8 cm.
Uterus terbagi atas 3 bagian :
1. Fundus, bagian cembung di atas tuba fallopi.
2. Badan uterus, melebar dari fundus ke serviks, sedangkan
antara badan dan seviks terdapat isthmus.
3. Serviks, bagian bawah yang sempit pada uterus.
Fungsi uterus yaitu untuk menahan dan menerima ovum yang
telah dibuahi selama perkembangannya menjadi fetus.
Ada 4 tipe letak uterus, yakni :
1. Antefleksio dan retrofleksio
Sumbu cervix dan sumbu corpus uteri membentuk
sudut. Jika sudut membuka ke depan disebut antefleksio,
sedang bila membuka ke belakang disebut retrofleksio.
2. Anteversio dan retroversio
Sumbu vagina dan sumbu uterus membentuk sudut. Jika
sudut membuka ke depan disebut anteversio, sedang bila
membuka ke belakang disebut retroversio.
3. Positio
Uterus biasanya tidak terletak tepat pada sumbu
panggul, bisa lebih ke kiri/kanan (sinistro/dextro
positio), ke depan/belakang (antero/dorso positio).
4. Torsio
Letak uterus agak terputar.

7
Letak normal uterus sedikit anteflexi pada bagian
lehernya dan sedikit anteversi pada
fundusnya.(Bag.Obsgin FK Unpad,1983)

Gambar 3. Uterus dan tuba fallopi normal (Yoder,1988)

3) Tuba Fallopi
Tuba fallopi atau saluran telur terdapat pada tepi atas
ligamentum latum berjalan ke arah lateral, mulai dari kornu
uterus kanan dan kiri. Panjang kira-kira 10 cm, makin jauh
dari rahim makin membesar dan membentuk ampul dan belok
ke bawah berakhir menjadi tepi berfimbria. Salah satu fimbria
menempel ke ovarium dan tuba fallopi ditutupi oleh
peritoneum, fungsi normal tuba fallopi adalah mengantarkan
ovum dari ovarium ke uterus dan sehingga sebagai tempat
untuk pembuahan.(Pearce, 1995:264)
Tuba fallopi dibagi menjadi 4 bagian yaitu :
1. Pars intertitialis ( intramuralis )
2. Pars isthmika
3. Pars ampularis
4. Infundibulum

8
Gambar 4. Hubungan uterus, tuba fallopi dan ovarium
4) Ovarium
Kedua ovarium adalah kelenjar berbentuk biji buah
kenari, terletak di kanan dan kiri uterus, di bawah tuba fallopi
dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uteri.
Ovarium berisi sejumlah besar ovarium belum matang yang
disebut oosit primer. Setiap oosit dikelilingi oleh sel folikel
pemberi makanan. Pada setiap siklus haid, satu dari ovum
primitif ini mulai mematang dan kemudian berkembang
menjadi folikel Graaf. Pada masa folikel Graaf mendekati
pematangan, letaknya dekat ovarium dan semakin mekar
karena berisi cairan liquor folikuli. Tekanan dari dalam folikel
menyebabkan ovarium sobek dan mengeluarkan cairan dan
ovum melalui rongga peritoneal dan masuk ke dalam lubang
yang berbentuk corong dari tuba fallopi. Proses pematangan
folikel Graaf dan pelepasan ovum disebut ovulasi. Bila folikel
Graaf sobek maka terjadi perdarahan yang menjadi gumpalan
di dalam ruang folikel dan sel-sel yang berwarna kuning dari
dinding folikel tumbuh masuk ke dalam gumpalan membentuk
korpus luteum. Bila ovum yang keluar dibuahi oleh sperma,

9
maka korpus luteum terus tumbuh besar dan mulai atrofik 5
sampai 6 bulan kemudian. Bila ovum tidak dibuahi maka
korpus luteum bertahan selama 12 – 14 hari, sampai tepat
sebelum masa menstruasi selanjutnya. (Pearce,1999)
Siklus ovarium dipengaruhi oleh kerja hormon
estrogen dan progesteron. Estrogen dihasilkan oleh folikel
sebelum ovulasi, dan oleh korpus luteum setelah ovulasi,
sedangkan progesteron dihasilkan oleh korpus luteum. Kedua
hormon tersebut dipengaruhi oleh hipotalamus. Hipotalamus
juga mempengaruhi anterior pituitary memproduksi FSH
(Follicle Stimulating Hormon) dan LH (Luteinizing Homon).
Siklus ovarium berlangsung selama 14 hari. Siklus menstruasi
berlangsung 15 – 31 hari. Terjadi jika tidak terjadi
pembuahan. Terdiri dari masa menstruasi kira-kira 5 hari.
Pada masa ini kadar FSH dan LH yang menurun menyebabkan
korpus luteum meluruh dan lapisan endometrium dari
dinding uterus runtuh sehingga terjadi perdarahan. Masa
sesudah menstruasi adalah tahap perbaikan dan pertumbuhan
selama 9 hari. FSH dan LH bekerja merangsang pematangan
folikel dan pengeluaran estrogen hingga terjadi lagi ovulasi.

10
Gambar 5. Siklus reproduksi wanita dan perubahan
hormonnya
2.2. PATOLOGI INFERTILITAS
Infertilitas adalah suatu kondisi atau bisa juga penyakit pada
sistem reproduksi yang menyebabkan pasangan yang berhubungan intim
dengan teratur, tanpa alat kontrasepsi, tidak dapat menghasilkan
keturunan dalam waktu satu tahun. Atau bisa pula keadaan pada wanita
yang mengalami keguguran berulang kali.
Infertilitas bisa terjadi pada pihak laki-laki, wanita atau keduanya.
Kira-kira 46.7% dari kasus infertilitas terjadi pada wanita. Pada laki-laki
19.0%, pada keduanya 18.2%, tidak diketahui sebabnya 11.2%,karena
sebab lain 5.2%.
Faktor yang berpengaruh terhadap infertilitas wanita adalah :
1. Berat badan
Pada wanita dengan berat badan berlebih 10 - 15% dari
berat badan normal dapat mengakibatkan produksi estrogen yang
berlebih, sehingga mengganggu siklus reproduksi. Sedangkan pada
wanita dengan berat badan kurang dari 10 – 15% berat badan

11
normal dapat mengakibatkan gangguan pada sistem reproduksi.
Wanita dengan gangguan makan seperti anorexia nervosa dan
bulimia serta wanita dengan diet ketat dan sangat kekurangan
kalori berisiko terkena infertilitas. Vegetarian yang terlalu ketat
juga berisiko terkena karena kekurangan nutrisi seperti vitamin B-
12, mineral seng, besi dan asam folat.
2. Usia
Pada wanita usia 40 tahun, kemungkinan ia hamil berkurang
dari 90% menjadi 67%. Pada usia 45 tahun peluangnya berkurang
15%. Infertilitas pada usia tersebut disebabkan sudah rusaknya
kromosom pada sel telur. Risiko keguguran juga meningkat pada
wanita yang semakin tua.
3. Pekerjaan dan lingkungan
Stress, suhu yang terlalu panas, terkena bahan kimia
berbahaya, radiasi, emisi gelombang elektromagnet atau
gelombang micro yang tinggi dapat menyebabkan infertilitas.
4. Penyakit seks menular
Salah satunya adalah Pelvic Inflammatory Disease (PID). PID
dapat disebabkan karena infeksi Neisseria gonorrhoeae maupun
Chlamydia trachomatis. Kedua bakteri ini mudah berpindah pada
saat hubungan seksual. Komplikasinya dapat menyebabkan borok
pada organ interna, perlengketan, keguguran, tersumbatnya tuba
falopi dan kehamilan ektopik. Cara menghindarinya : berhubungan
seks hanya dengan pasangannya saja, memakai kondom saat
berhubungan, deteksi sendiri sejak awal dan menjaga agar tidak
terinfeksi.
5. Penyakit atau kelainan pada tuba fallopi

12
Sekitar 20% penyebab infertilitas adalah penyakit/kelainan
pada tuba fallopi. Macamnya antara lain : Pelvic Inflammatory
Disease (PID), perlengketan tuba, tuberculosis tuba, kehamilan
ektopik, tumor tuba, polip tuba dan fistula pada tuba.
(Yoder,1988)
6. Endometriosis
Endometriosis adalah penyakit dimana terdapat jaringan
abnormal di luar uterus, di ovarium, di tuba fallopi, dan terkadang
di kandung kencing dan usus. Endometriosis dapat terjadi pada
wanita yang mengalami menstruasi di semua usia, termasuk
remaja. Deteksi dini dapat mencegah terjadinya infertilitas karena
faktor ini, yakni dengan cara menghubungi dokter jika mengalami
hal-hal berikut ini : rasa sakit yang berlebih pada saat menstruasi
yang disebabkan karena kejang perut selama menstruasi, aliran
darah haid yang berlebihan, diare atau mulas selama menstruasi
atau rasa sakit saat berhubungan seksual. Endometriosis bisa jadi
penyakit keturunan. Penggunaan DES pada uterus
Diethylstilbestrol (DES) diberikan pada wanita hamil antara
tahun 1940 - 1975 untuk alasan abortus atau kehamilan prematur.
Adenosis pada vagina sering diderita bayi perempuan yang ibunya
terpapar zat ini. Karsinoma vagina atau cervix dan inkompetensi
cervix kadang ditemukan pada keturunannya. (Swartz,1995)
7. Merokok dan minum alkohol
Merokok menaikkan risiko terkena infertilitas pada wanita.
Tembakau dapat meningkatkan mucus pada cervix dan
mengganggu transpor gamet. Minum alkohol, meski dosis sedang –
5 gelas selama seminggu – dapat menurunkan kemungkinan

13
pembuahan ovum oleh sperma dan gangguan ovulasi yang
mengakibatkan infertilitas.
2.3. PEMERIKSAAN HYSTEROSALPINGOGRAPHY
2.3.1 Pengertian
Hysterosalpingography atau HSG merupakan pemeriksaan
dengan memasukkan media kontras radio-opaque melalui cannula
untuk memperlihatkan bentuk, ukuran dan posisi uterus serta
tuba fallopi. Dapat pula untuk memperlihatkan lesi seperti polip,
tumor atau fistula dan untuk memeriksa patensi tuba fallopi pada
kasus sterilitas. (Balinger, 1995)
Menurut Yoder, hysterosalpingography adalah
pemeriksaan radiologi bisa dengan fluoroskopi, yang
menampakkan uterus dan tuba fallopi dengan memasukkan media
kontras ke dalam uterus melalui ostium cervical sampai sisi dalam
rongga uterus, memperlihatkan lumen tuba fallopi dan untuk
menilai paten-tidaknya tuba fallopi. Sering digunakan untuk
mendiagnosa infertilitas.

2.3.2 Indikasi
Pemeriksaan HSG memiliki indikasi yang cukup banyak,
diantaranya :
1) Infertilitas.
2) Kelainan kongenital pada uterus, seperti : arcuate uterus,
bicornuate uterus, uterus didelphys.
3) Perlengketan uterus (sindrom Asherman’s).
4) Pemeriksaan sebelum myomectomy.
5) Pendarahan abnormal pada uterus.
6) Operasi tuba fallopi.

14
7) Lokalisasi IUD (Intra Uterine Device).
8) Penyinaran diethylstilbestrol (DES) pada uterus.
9) Endometrial carcinoma. (Yoder,1988)

2.3.3 Kontraindikasi
Ada beberapa hal yag dapat menjadi penyebab tidak dapat
dilakukannya HSG, yaitu :
1) Hamil.
2) Perdarahan uterus yang hebat.
3) Radang pelvis akut. (Yoder,1988)
4) Alergi media kontras.
5) Mengidap penyakit seksual menular, seperti gonorrhea atau
chlamydia.
6) Memiliki riwayat penyakit ginjal atau diabetes.
2.4 TEKNIK RADIOGRAFI
2.4.1 Persiapan Pasien
Sebelum pemeriksaan HSG ini dilakukan, ada beberapa persiapan
pasien yang harus dilakukan. Persiapan tersebut antara lain :
1) Pasien diberitahu tentang prosedur HSG, termasuk ditanyai
kapan haid terakhir, karena HSG dilakukan pada waktu 2 –
5 hari setelah haid terakhir dan sebelum terjadi ovulasi.
Atau pada 10 – 14 hari dari hari pertama haid terakhir.
2) Malam hari sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien
melakukan urus-urus. Bisa dengan minum obat laksatif
seperti Dulcolax. (Ballinger,1995)
3) Sebelum dilakukan pemeriksaan, pasien memberi pernyataan
bersedia mengikuti pemeriksaan.

15
4) Pasien akan ditawari obat sedative untuk penenang dan
mengurangi kontraksi perut bila perlu.
5) Pasien berganti baju pasien dan mengosongkan kandung
kencing.

2.4.2 Persiapan Alat


Persiapan lainnya adalah persiapan alat. Alat-alat yang dibutuhkan
untuk pemeriksaan HSG antara lain :
1) Pesawat sinar-X dilengkapi dengan fluoroskopi.
(Ballinger,1995)
2) Kaset dan film ukuran 18X24 cm2.
3) Larutan desinfektan.
4) Obat antiseptik.
5) Obat sedative atau anti peristaltik.
6) Peralatan memasukkan kontras, ada dua macam :
 Hysterosalpingography set, terdiri atas :
pertubator / metal cannula, speculum, tang porsio,
conus, sphigmanometer, spuit glass.

1 2 3 4 5
Gambar 6. Hysterosalpingography set
Keterangan :

16
1. Conus : untuk fiksasi pertubator di dalam canalis
cervicalis
2. Pertubator (metal cannula) : untuk mengalirkan
media kontras ke dalam cavum uteri
3. Pengait tang porsio : fiksasi tang porsio
4. Sphigmanometer : mengukur tekanan media kontras
yang disuntikkan
5. Spuit glass : tempat media kontras dan untuk
menyuntikkan media kontras

 Foley catheter, biasanya ukuran 8 atau 10,


speculum, long forcep, Colby adaptor, extension
tube, 2-way stopcock dan dua spuit, ukuran 12 ml
untuk wadah media kontras, ukuran 3 ml untuk air
steril. (Yoder,1988)

Gambar 7. Foley catheter


7) Media kontras radio-opaque, biasanya water-soluble.
Contohnya Sinografin. Water-soluble dipilih karena
menghasilkan gambaran diagnostik yang lebih baik
daripada oil-soluble dan tidak memiliki efek samping.
(Yoder,1988)

17
Gambar 8. Media kontras
8) Duk steril dan handscoen.
2.4.3 Proyeksi Radiografi
Pemeriksaan HSG dengan fluoroskopi menggunakan plain
foto, proyeksi anteroposterior sambil mengikuti jalannya media
kontras dan proyeksi tambahan. Proyeksi tambahan adalah
oblique, axial maupun lateral, sesuai kebutuhan radiolog saat
mengamati obyek dengan fluoroskopi. Serta foto post
pemeriksaan. (Ballinger,1995)
1) Plain Foto
Digunakan untuk mengetahui persiapan pasien, yakni
dengan tidak adanya obyek yang mengganggu (feses) di
sekitar area pemeriksaan, benda asing seperti IUD,
melatih pasien untuk ekspirasi dan tahan nafas saat
dilakukan ekspose serta menentukan faktor eksposi yang
tepat.
Posisi pasien : posisi lithotomi di atas meja
pemeriksaan
Posisi obyek : cavum pelvis tercover dalam film,
batas atas SIAS, batas bawah simphisis pubis
Arah sinar : vertikal tegak lurus kaset
Pusat sinar : 2 inchi proximal simphisis pubis
FFD : 100 cm

18
Ukuran kaset : 18X24 cm2
Faktor eksposi : menggunakan kV tinggi dan waktu
eksposi yang singkat. Pasien ekspirasi dan tahan nafas
saat dilakukan ekspose.

Gambar 9. Plain foto HSG


2) Proyeksi Anteroposterior
Posisi pasien : posisi lithotomi di atas meja
pemeriksaan
Posisi obyek : cavum pelvis tercover dalam film
Arah sinar : vertikal tegak lurus kaset
Pusat sinar : 2 inchi proximal simphisis pubis
FFD : 100 cm
Ukuran kaset : 18X24 cm2
Faktor eksposi : menggunakan kV tinggi dan waktu
eksposi yang singkat. Pasien ekspirasi dan tahan nafas
saat dilakukan ekspose.

19
Gambar 10. Proyeksi AP HSG
3) Proyeksi Tambahan
Menggunakan fluoroskopi memberikan kemudahan
saat mengamati jalannya media kontras. Termasuk
dengan proyeksi tambahan yang digunakan untuk
mengamati struktur anatomi maupun kelainan pada
uterus dan tuba fallopi. Proyeksi tambahan yang biasa
digunakan adalah oblique kanan-kiri.
 Proyeksi oblique kanan
Digunakan untuk melihat tuba fallopi sebelah kanan.
Pasien diposisikan agak miring ke arah kanan,
sehingga sisi kanan belakang dekat dengan kaset.
Gambaran tuba fallopi sebelah kanan akan tampak
lebih jelas.
 Proyeksi oblique kiri
Digunakan untuk melihat tuba fallopi sebelah kiri.
Pasien diposisikan agak miring ke arah kiri, sehingga
sisi kiri belakang dekat dengan kaset. Gambaran tuba
fallopi sebelah kiri akan tampak lebih jelas.

20
4) Proyeksi post pemeriksaan
Digunakan untuk melihat sisa media kontras yang
menempel di cavum uteri maupun di rongga peritoneal.
Biasanya sekitar 10 – 20 menit sejak kontras dimasukkan.
2.4.4 Prosedur Pemasukan Media Kontras
Prosedur pemasukan media kontras ada dua cara, dengan
portubator dan foley catheter.
1) Pemasukan media kontras dengan portubator
Portubator atau metal cannula, digunakan untuk
memasukkan media kontras ke cavum uteri. Prosedurnya
sebagai berikut :
1. Sterilkan HSG set, yakni : portubator, speculum, tang
porsio, conus dan spuit glass.
2. Pasang conus pada ujung portubator. Sphigmanometer
di antara pertubator dan spuit glass. Isi spuit glass
dengan media kontras.
3. Setelah pasien diposisikan lithotomi, bersihkan daerah
vagina dengan larutan desinfektan. Berikan juga obat
antiseptic pada daerah cervix.
4. Gunakan speculum untuk membuka vagina guna
memudahkan pemasukan pertubator.
5. Masukkan tang porsio untuk menjepit porsio.
6. Masukkan portubator ke dalam vagina, atur agar ujung
pertubator (conus) terletak di canalis servicalis atau
ostium cervical.

21
7. Mulai suntikkan media kontras, sambil diamati dengan
fluoroskopi. Jumlahnya minimal 6 ml, atau rata-rata 8
ml.
8. Perhatikan tekanan media kontras dengan
sphigmanometer. Atur agar jumlah media kontras
yang masuk sesuai dengan kebutuhan.
9. Amati dengan fluoroskopi aliran media kontras mengisi
uterus, tuba fallopi hingga terjadi spill (tumpahan)
media kontras di rongga peritoneal, bila kondisi
uterus dan tuba normal.
10. Ambil spot film radiograf yang dibutuhkan, berikut
proyeksi yang diinginkan.
11. Setelah selesai, tarik perlahan speculum, tang porsio
dan pertubator. Berikan obat antiseptic bila terjadi
perdarahan.
12. Biarkan pasien beristirahat dulu sebentar, sambil
radiografer membereskan peralatan.
(Ballinger,1995)
2) Pemasukan media kontras dengan foley catheter
Foley Catheter Technique (FCT) digunakan sebagai
alternatif alat untuk memasukkan media kontras, demi
alasan kenyamanan pasien. Prosedurnya cukup berbeda
dengan pertubator, meski pada prinsipnya sama-sama
digunakan untuk memasukkan media kontras. Prosedurnya
adalah :
1. Setelah pasien diposisikan lithotomi, bersihkan daerah
vagina dengan larutan desinfektan. Berikan juga obat
antiseptic pada daerah cervix.

22
2. Gunakan speculum untuk membuka vagina dan
memudahkan catheter masuk.
3. Pasang spuit yang terisi media kontras dengan salah
satu ujung catheter. Isi dahulu catheter dengan media
kontras, sampai lumen catheter penuh.
4. Dengan bantuan long forcep, masukkan perlahan
catheter ke ostium uteri externa.
5. Isi balon catheter dengan air steril kira-kira 3 ml
sampai balon mengembang di antara ostium interna
dan ostium externa.
6. Pastikan balon terkait erat pada canalis servicalis.
Lepas speculum.
7. Posisikan pasien di tengah meja pemeriksaan.
8. Mulai suntikkan media kontras sambil amati dengan
fluoroskopi. Jumlahnya sekitar 6 ml atau lebih.
9. Media kontras akan mengisi uterus dan tuba fallopi.
Atur proyeksi yang diinginkan. Ambil spot film
radiograf.
10. Kempiskan balon, tarik catheter secara perlahan.
11. Bersihkan daerah vagina.
12. Pasien dapat beristirahat sebentar sambil menunggu
hasil radiograf. (Yoder,1988) (Radiology
131:542,1979)

23
Gambar 11. Foley Catheter Technique pada HSG (Yoder,1988)

2.4.5 Perawatan Post Pemasukan Media Kontras


Prosedur pemasukan media kontras, baik menggunakan
pertubator maupun foley catheter, merupakan bagian yang dapat
menimbulkan ketidaknyamanan pasien ataupun rasa sakit saat
organ reproduksi interna wanita dimasuki alat tersebut. Tindakan
perawatan perlu dilakukan untuk mengurangi ketidaknyamanan
pasien maupun rasa sakit yang mungkin ditimbulkan.
Tindakan perawatan post pemasukan media kontras yang
dapat dilakukan adakah :
1) Membersihkan area vagina dari media kontras yang mungkin
keluar, atau darah bila terjadi perdarahan.

24
2) Berikan obat antiseptik untuk mencegah iritasi.
3) Biarkan pasien beristirahat sebentar atau beri kesempatan
untuk berganti baju.
4) Pemberian obat anti peristaltik (anti mulas).

2.5 KRITERIA RADIOGRAF


Hysterosalpingography merupakan pemeriksaan dengan media
kontras yang masuk mengisi organ uterus, tuba fallopi, maupun struktur
di sekitarnya, sehingga gambaran yang dihasilkan akan menampakkan
keadaan anatomi, kelainan atau patologis yang diderita pada daerah
tersebut.
Kriteria radiograf HSG normal yaitu :
1) Bentuk uterus normal yaitu berbentuk segitiga, bagian dasarnya
pada fundus dan apexnya pada sisi inferior. Berhubungan dengan
canalis cervicalis. Uterus normal anteversi dengan kandung kencing
dan corpus uteri antefleksi dengan cervix.
2) Tidak ada gambaran kelainan, seperti tumor, polip atau bentuk
abnormal dari uterus.
3) Media kontras tidak keluar (bocor) dari uterus.
4) Tuba fallopi terletak di kanan-kiri uterus. Terbagi atas empat
daerah; interstitial, isthmus, ampulla dan infundibulum. Daerah
yang terlhat jelas dengan kontras adalah isthmus yang panjang dan
lurus serta ampulla yang seperti huruf “s” dan tampak melebar.
Tuba fallopi tidak tersumbat, media kontras mengisi tuba hingga
tumpah ke rongga peritoneal (tampak “spill”) (Yoder, 1988)
5) Tidak ada benda asing, seperti IUD.

25
6) Terdapat gambaran speculum ataupun ujung pertubator (conus) di
rongga uterus pada metode pemasukan media kontras dengan
metal cannula. Hal ini yang dikenal dengan metal artifacts.
7) Pada radiograf dengan Foley Cathether Technique, tidak diperoleh
gambaran metal artifact yang mengganggu di sekitar rongga uterus.
(Radiology 131 : 542, 1979)

Contoh radiograf

Gambar 12. HSG dengan portubator atau metal cannula

26
Gambar 13. HSG dengan FCT, tak ada gambaran metal artifact

Gambar 14. HSG dengan portubator, media kontras sudah mengisi uterus
dan kedua tuba fallopi, tampak “spill”

Gambar 15. HSG dengan FCT, tampak catheter melalui canalis cervicalis
mengisi uterus dan kedua tuba fallopi

27
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Paparan Kasus


Tugas ini dibuat berdasarkan kasus yang ditemukan oleh penulis
diinternet :
http://health.detik.com/read/2011/02/23/125615/1577083/813/belu
m-hamil-hamil-perlukah-tes-hsg. Gambaran kasus tersebut sebagai
berikut.

detikHealth : Belum Hamil-hamil, Perlukah Tes HSG?


Rabu, 23/02/2011 12:56 WIB

Pertanyaan :
Dok, saya sudah menikah selama 3 tahun tapi belum memiliki anak.
Saya pernah konsultasi dengan bidan dan dokter spesialis kandungan dan
tindakannya hanya USG yang hasilnya kandungan saya baik-baik saja.
Kemudian saya disarankan untuk melakukan HSG
(histerosalpingografi), tapi saya belum melakukan tes tersebut karena
yang saya dengar itu sakit seperti kuret.
Yang ingin saya tanyakan, haruskah saya melakukan tes tersebut
sebab saya belum kunjung hamil hingga sekarang? Terimakasih.

Fida (Perempuan Menikah, 24 Tahun), fiedhaharjanto@yahoo.com


Tinggi Badan 153 Cm dan Berat Badan 60 Kg

Jawaban :

28
Kehamilan terjadi bila sel sperma yang masuk ke dalam vagina
bergerak melewati saluran leher rahim, rongga rahim, dan saluran telur
bisa membuahi sel telur yang berada dalam pangkal saluran telur.
Dapat disimpulkan, bahwa ada empat faktor penting yang
menentukan terjadinya kehamilan, yaitu:
1. Faktor sperma: apakah jumlah dan kualitasnya baik? Dalam
hal ini perlu dilakukan analisa sperma.
2. Faktor sel telur: apakah ada dihasilkan sel telur oleh indung
telur? Apakah istri subur?
Dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan hormon dalam
darah atau pemeriksaan USG untuk menentukan apakah
ada sel telur yang dihasilkan.
3. Faktor saluran telur: apakah saluran telur tidak tersumbat,
misalnya akibat peradangan?
Dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaaan HSG
(histerosalpingografi)
4. Faktor pertemuan antara sel telur dengan sel sperma:
setiap bulan sel sperma hanya mempunyai waktu sekitar 24
jam untuk membuahi sel telur.
Dalam hal ini perlu ditentukan saat untuk melakukan
hubungan suami istri sesuai dengan masa subur wanita.

Jadi, kalau ada kesulitan untuk menjadi hamil, harus diperiksa dulu
baik istri maupun suami untuk menentukan faktor yang mengganggu
terjadinya kehamilan. Penanganan yang akan dilakukan tentunya
tergantung pada masalah yang ada. Harus diketahui dulu alasannya
kenapa harus melakukan tes HSG.

29
DR. Med. Dr. Calvin Tjong, SpOG
Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi. Praktik di RS PURI INDAH
PONDOK INDAH, Jl. Puri Indah Raya Blok S-2, Kembangan Selatan,
Jakarta Barat. Telepon: 25695222.

3.2 Pembahasan
Berdasarkan kasus di atas, penulis menyarankan untuk
dilakukan pemeriksaan Hysterosalpingography (HSG) agar dapat
diketahui penyebab infertilitas primer yang dialami oleh Ibu Nn.
Hysterosalpingography (HSG) pada kasus infertilitas dilakukan untuk
melihat keadaan atau letak uterus dan paten-tidaknya tuba fallopi.
Keadaan uterus yang tidak normal bisa menyebabkan keguguran pada
kehamilan karena gagalnya implantasi pada uterus. Sedangkan tuba
yang tidak paten, mungkin karena sumbatan, perlengketan atau tumor,
bisa menghambat pergerakan sperma menuju ovarium, sehingga tidak
terjadi pembuahan.
Salah satu bagian terpenting dari seluruh prosedur pemeriksaan
HSG adalah saat pemasukan media kontras, karena :
a. Keberhasilan mengamati organ yang diperiksa rongga uterus
ditentukan dari media kontras yang masuk. Media kontras yang
masuk akan dapat memperlihatkan struktur uterus dan tuba fallopi.
b. Pemasukan media kontras ke dalam organ reproduksi interna
wanita tersebut merupakan hal yang cukup sulit dan memerlukan
kerjasama yang baik dari pasien dan dokter.
c. Kesulitan yang timbul bisa disebabkan karena alat atau metode
yang digunakan.

30
Pemasukan media kontras dalam HSG dapat dilakukan dengan dua
metode. Pertama yakni metode portubator atau metal cannula.
Portubator berfungsi untuk memasukkan media kontras ke dalam
rongga uterus. Bentuknya adalah logam berlubang, panjang dan kaku.
Pada ujungnya terdapat conus, logam berbentuk kerucut kecil yang
berfungsi untuk fiksasi portubator dalam ostium cervical. Di ujung
portubator yang lain, disambungkan dengan spuit untuk wadah dan
menyuntikkan media kontras. Portubator atau metal cannula ini lebih
dahulu digunakan dalam HSG dibanding metode yang kedua, yaitu
Foley Catheter Technique (FCT).
Foley catheter berbentuk selang karet kecil yang lentur dan
mempunyai ciri khas yakni pada bagian ujungnya terdapat bagian yang
bisa mengembang seperti balon. Oleh karena itu, foley catheter juga
disebut balon catheter. Balon ini berfungsi seperti conus pada
pertubator, hanya saja bisa dikembang-kempiskan dengan cara diisi air
atau udara.

Portubator

Foley catheter

Gambar 16. Portubator dan Foley Catheter (Human Reproduction 13:75,1998)

Portubator dalam memasukkan media kontras, memerlukan


peralatan pendukung, seperti speculum untuk membuka labia mayora

31
dan labia minora; tang porsio untuk memfiksasi porsio. Semua
peralatan ini terbuat dari logam. Bagi wanita pasien HSG yang alergi
logam atau keadaan umumnya kurang begitu baik, seperti sudah ada
luka pada organ reproduksi internanya, penggunaan peralatan-
peralatan ini tampak menakutkan. Tidak jarang pasien mengalami
ketidaknyamanan bahkan trauma pasca pemeriksaan HSG yang
disebabkan karena benda logam yang masuk ke alat kelaminnya. Alasan
inilah yang melatarbelakangi penggunaan FCT pada HSG. Foley catheter
yang lentur dan lebih nyaman digunakan untuk memasukkan media
kontras.
Dalam pemasukan media kontras, baik dengan portubator
maupun catheter, sama-sama melakukan prosedur desinfeksi dan
pemberian obat antiseptik pada cervix. Pada tahap berikutnya,
speculum dipasang untuk memudahkan portubator atau catheter
masuk. Tahap selanjutnya mulai berbeda. Portubator dengan conus di
ujungnya dimasukkan ke dalam ostium cervicalis, sedangkan catheter
mulai dikembangkan balonnya bila posisi catheter sudah di canalis
cervicalis. Pada metode FCT, speculum bisa dilepas begitu catheter
sudah tepat posisinya, sehingga lebih mudah saat memposisikan pasien
untuk ekspose. Sedangkan metode portubator, speculum belum bisa
dilepas dan saat ekspose, speculum bisa masuk ke dalam radiograf.
Tahap berikutnya media kontras mulai disuntikkan sesuai kebutuhan
dan diamati dengan fluoroskopi. Saat radiograf yang diinginkan sudah
diperoleh, lepas speculum dan portubator, begitu pula balon catheter
dapat dikempiskan dan tarik perlahan. Beri kesempatan pasien untuk
istirahat dan lakukan tindakan perawatan.
Waktu optimum melakukan HSG ialah pada hari ke 9-10 sesudah
haid mulai. Pada sat itu biasanya haid sudah berhenti dan selaput lendir

32
uterus sifatnya tenang. Bilamana masih ada perdarahan, dengan
sendirinya HSG tidak boleh dilakukan karena ada kemungkinan
masuknya kontras ke dalam pembuluh darah balik.
HSG juga mempunyai efek terapeuitik, Shane dkk memberitahukan
bahwa kehamilan sering terjadi dalam tiga siklus setelah pemeriksaan
ini dilakukan. Kehamilan juga sering terjadi segera sesudah
pemeriksaan HSG dilakukan.
Robins dan Shapiro memberitahukan bahwa dari 889 wanita
dengan infertilitas primer atau sekunder dengan pemeriksaan HSG , 134
diantaranya menjadi hamil. Kemungkinan besar bahan kontras
membuka secara mekanis obstruksi-obstruksi yang disebabkanoleh
sekret, melepaskan adhesi, ramat-ramat yang ada dalam tuba,
meluruskan bengkokan tuba dan menimbulkan peristaltik yang leih
aktif karena masuknya belum kontras. Kalau memang demikian, maka
pemakaian kontras yang dicampur dalam minyak seperti lipiodol
ultrafluid dapat menyebabkan kehamilan lebih banyak dibandingkan
dengan pemakaian kontras yang cair dalam air. Rasyad dkk juga
berpendapat, bahwa secara positif HSG mempunyai efek terapeutik
untuk menimbulkan kehamilan. Hal ini ternyata dari komunikasi
dengan para ahli obstetri – ginekologi di Indonesia yang menyatakan
bahwa sering terjadi kehamilan setelah dilakukan pemeriksaan HSG.
( Rasad, 1992 ).
Pemeriksaan HSG dilakukan dengan menggunakan plain foto,
proyeksi anteroposterior sambil mengikuti jalannya media kontras dan
proyeksi tambahan. Proyeksi tambahan adalah oblique, axial maupun
lateral, sesuai kebutuhan radiolog saat mengamati obyek dengan
fluoroskopi. Serta foto post pemeriksaan. (Ballinger,1995)
1. Plain Foto

33
Digunakan untuk mengetahui persiapan pasien, yakni dengan
tidak adanya obyek yang mengganggu (feses) di sekitar area
pemeriksaan, benda asing seperti IUD, melatih pasien untuk
ekspirasi dan tahan nafas saat dilakukan ekspose serta
menentukan faktor eksposi yang tepat.
Posisi pasien : posisi lithotomi di atas meja pemeriksaan
Posisi obyek : cavum pelvis tercover dalam film, batas
atas SIAS, batas bawah simphisis pubis
Arah sinar : vertikal tegak lurus kaset
Pusat sinar : 2 inchi proximal simphisis pubis
FFD : 100 cm
Ukuran kaset : 18X24 cm2
Faktor eksposi : menggunakan kV tinggi dan waktu eksposi
yang singkat. Pasien ekspirasi dan tahan nafas saat dilakukan
ekspose.
2. Proyeksi Anteroposterior
Posisi pasien : posisi lithotomi di atas meja pemeriksaan
Posisi obyek : cavum pelvis tercover dalam film
Arah sinar : vertikal tegak lurus kaset
Pusat sinar : 2 inchi proximal simphisis pubis
FFD : 100 cm
Ukuran kaset : 18X24 cm2
Faktor eksposi : menggunakan kV tinggi dan waktu eksposi
yang singkat. Pasien ekspirasi dan tahan nafas saat dilakukan
ekspose.
3. Proyeksi Tambahan
Menggunakan fluoroskopi memberikan kemudahan saat
mengamati jalannya media kontras. Termasuk dengan proyeksi

34
tambahan yang digunakan untuk mengamati struktur anatomi
maupun kelainan pada uterus dan tuba fallopi. Proyeksi
tambahan yang biasa digunakan adalah oblique kanan-kiri.
 Proyeksi oblique kanan
Digunakan untuk melihat tuba fallopi sebelah kanan. Pasien
diposisikan agak miring ke arah kanan, sehingga sisi kanan
belakang dekat dengan kaset. Gambaran tuba fallopi sebelah
kanan akan tampak lebih jelas.
 Proyeksi oblique kiri
Digunakan untuk melihat tuba fallopi sebelah kiri. Pasien
diposisikan agak miring ke arah kiri, sehingga sisi kiri
belakang dekat dengan kaset. Gambaran tuba fallopi sebelah
kiri akan tampak lebih jelas.

4. Proyeksi post pemeriksaan


Digunakan untuk melihat sisa media kontras yang
menempel di cavum uteri maupun di rongga peritoneal.
Biasanya sekitar 10 – 20 menit sejak kontras dimasukkan.

35
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa :
1. Pemeriksaan HSG dengan indikasi infertilitas dilakukan pada waktu
9-10 setelah HPHT ( Hari Pertama Haid Terakhir ).
2. Kaset yang digunakan pada pemeriksan HSG adalah 18 x 24 cm.
3. Proyeksi yang digunakan pada pemeriksaan HSG dengan indikasi
infertilitas adalah proyeksi anteroposterior ( AP ) serta proyeksi
tambahan yaitu proyeksi oblique kanan dan oblique kiri serta
proyeksi post miksi.
4. Dengan dilakukan pemeriksaan HSG, pada wanita dengan indikasi
infertilitas primer atau sekunder dapat terjadi kehamilan.

4.2 Saran
1. Pemeriksaan HSG dilakukan pada wanita yang sudah menikah dan
menginginkan kehamilan.
2. Pemeriksaam HSG jangan dilakukan ketika wanita sedang
menstruasi.
3. Sebelum dilakukan pemeriksaan HSG, sebaiknya pasien ditanyakan
tanggal terakhir menstruasi sehingga dapat ditentukan tanggal
pemeriksaan HSG.
4. Berikan penjelasan yang jelas pada pasien ketika dilakukan
pemeriksaan HSG.

36

Anda mungkin juga menyukai