Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang ,
kami panjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya , karena yang telah melimpahkan
rahmat,hidayah dan inayah-Nya kepada kami , sehingga kami dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah (KTI) tentang sejarah Bukit Kerang.

Adapun Karya Ilmiah tentang Bukit Kerang ini dan manfaatnya yang telah kami
buat dengan semaksimal mungkin.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadar sepenuhnya bahwa ada kekurangan
baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan
tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin member saran dan
kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki Karya Ilmiah ini agar terlihat lebih baik.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………..i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………….ii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………….1
1.1 LATAR BELAKANG………………………………………………………………………1
1.2 PERUMUSAN MASALAH………………………………………………………………..2
1.3 TUJUAN PENULISAN………………………………………........................................2
1.4 MANFAAT PENULISAN…………………………………………………………………2
1.5 METODE PENULISAN…………………………………………………………………..3

BAB II GAMBAR DAERAH PENELITIAN


2.1 LETAK GEOGRAFIS KABUPATEN BINTAN…………………………………….4
2.2 LETAK GEOGRAFIS KELURAHAN KAWAL…………………………………….4

BAB III PEMBAHASAN


3.1 PENGERTIAN MANUSIA PRA-SEJARAH…………………………………………5
3.2 PENGERTIAN KJOKKENMONDDINGER………………………………………...6
3.3 PENEMUAN PENINGGALAN BERSEJARAH BUKIT KERANG……………(6,7)
3.4 KONDISI PENINGGALAN BERSEJARAH BUKIT KERANG……………….....8
3.5 JEJAK PENGEMBARAAN MANUSIA PRA-SEJARAH BINTAN……………9
3.6 UPAYA PEMERINTAH DALAM MELESTARIKAN BUKIT KERANG……….10
3.7 MAKNA PENINGGALAN SEJARAH BAGI JATI DIRI …………………………..11

BAB IV PENUTUP
4.1 KESIMPULAN…………………………………………………………………………12
4.2 SARAN………………………………………………………………………………….1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mengenal dan mempelajari sejarah bagi generasi muda adalah suatu keharusan, karena
dengan mengetahui sejarah kita akan tahu bagaimana kondisi riil pada zaman itu, baik pada masa
pra-sejarah atau manusia purba maupun pada masa-masa sesudahnya. Sejarah memberi peran
yang sangat besar terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena dari sejarah kita dapat
belajar banyak, mengetahui peradaban dan kehidupan pada masa lalu. Banyak sekali
peninggalan-peninggalan sejarah yang sangat mengagumkan apabila para arkeolog bekerja siang
dan malam untuk mengungkap realita sejarah di masa lampau ini.
Berbicara sejarah Indonesia tentunya tidak terlepas dari wilayah-wilayahnya yang ada di
seluruh Nusantara, termasuk wilayah kita Kepulauan Riau yang di dalamnya terdapat Pulau
Bintan. Pulau Bintan merupakan Pulau terbesar di Kepulauan Riau yang sejak 2004 diresmikan
sebagai provinsi ke- 32 di Indonesia. Zaman dahulu, Pulau Bintan merupakan pusat Kerajaan
Melayu Riau – Lingga, sehingga banyak ditemukan situs-situs peninggalan kerajaan-kerajaan
Melayu di seputaran Pulau Bintan.
Tak hanya itu, ternyata pada tahun 2008, sejarawan Kepulauan Riau, Aswandi Syahri,
bersama tim pengumpulan dan penulisan cerita rakyat menemukan situs peninggalan zaman pra-
sejarah ini di Pulau Bintan, tepatnya di daerah Kawal Darat, Kabupaten Bintan. Diduga, Bukit
Kerang (dikenal dengan Kjokkenmoddinger) yang terdapat di Bumi Tanah Melayu ini adalah sisa
kebudayaan Bacson – Hoabin; salah satu cabang kebudayaan yang penting pada
zamanMesolithikum (manusia purba sudah hidup menetap) di Indonesia, yang berkembang pada
3000 – 5000 tahun SM.
Selama ini, baik di buku pelajaran, internet, maupun sumber
lainnya, Kjokkenmoddinger disebut-sebut hanya terdapat di pulau Jawa, dan pesisir pulau
Sumatera saja. Tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa peninggalan pra-sejarah yang dikenal
sebagai “Kebudayaan Sumatera” inijuga pernah berkembang di daerah Pulau Bintan, Kepulauan
Riau.
Adapun Bukit Kerang yang penulis maksud sebagai salah satu warisan dari “Kebudayaan
Sumatra” tersebut. Namun keadaan Bukit Kerang di Pulau Bintan saat ini dapat dikatakan
memprihatinkan, dilihat dari tingginya yang semakin lama semakin menurun yaitu dari 6 meter
pada pengkuran pertama tahun 2009, dan pada tahun 2010, tingginya sudah hampir menjadi 5
meter. Hal ini diduga kuat akibat dari abrasi tanah, karena letaknya yang hanya ±500 m dari
sungai Kawal. Selain itu, penelitiannya yang dua tahun ke belakang ini selalu rutin dilakukan
tiap awal tahun, untuk periode tahun 2011 ini tertunda hingga pertengahan atau bahkan akhir
tahun (sekitar Juli – Oktober). Sebenarnya, terdapat tiga buah Bukit Kerang di daerah Kawal
Darat. Tetapi, dua lainnya sekarang sudah rata dengan tanah, dan telah dijadikan perkebunan
Sawit oleh warga sekitar.
Oleh karena itu, penulis ingin mengenalkan daerah Kepulauan Riau, khususnya Pulau
Bintan, bahwa selain terdapat situs-situs bersejarah peninggalan kerajaan-kerajaan Melayu, juga
mempunyai situs peninggalan pra-sejarah, dimana situs ini (Bukit Kerang) merupakan situs
peninggalan pra-sejarah tertua di Pulau Bintan yang sekarang sangat butuh perhatian lebih, tidak
hanya dari lembaga pemerintah, tetapi juga dari lembaga non pemerintah. Penulis berharap,
dengan dibuatnya karya tulis sejarah dengan topik ini, akan ada tindak lanjut yang lebih konkrit
oleh seluruh badan terkait mengingat keadaannya yang sudah sangat memprihatinkan. Selain itu,
diharapkan juga dapat membuat kita lebih mencintai dan akan timbul hasrat untuk menjaga serta
aktif mempromosikan benda bersejarah yang telah diwariskanoleh nenek moyang kita.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun perumusan masalah dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut:
1) Apa yang dimaksud dengan kjokkenmoddinger?
2) Bagaimana terbentuknya peninggalan bersejarah Bukit Kerang di Pulau Bintan?
3) Bagaimana keadaan Bukit Kerang pada saat ini?
4) Bagaimana upaya pemerintah dalam melestarikan Bukit Kerang di Pulau Bintan?

1.3 Tujuan penulisan


Adapun tujuan dari penulisan ini adalah:
1) Untuk mengikuti lomba penulisan sejarah lokal yang diselenggarakan oleh Balai Pelestarian
Sejarah dan Nilai Tradisional Tanjungpinang.
2) Untuk memberikan informasi mengenai peninggalan bersejarah di Kabupaten Bintan.
3) Untuk mengangkat salah satu peninggalan bersejarah di Kabupaten Bintan khususnya Bukit
Kerang.
4) Untuk menumbuhkan kesadaran sejarah di kalangan para pelajar dan masyarakat.
5) Ikut melestarikan warisan sejarah dari zaman dahulu kala.

1.4 Manfaat penulisan


Adapun manfaat dari penulisan ini adalah:
1) Menambah pengetahuan dan wawasan kepada para pembaca mengenai aset sejarah yaitu Bukit
Kerang.
2) Memberikan deskripsi tentang Bukit Kerang.
3) Agar para pelajar mengenal dan memahami arti penting terhadap peninggalan-peninggalan
sejarah di tingkat lokal.
4) Agar pihak pemerintah peduli dengan peninggalan situs pra-sejarah dalam hal ini Bukit Kerang.

1.5 Metode penulisan


Metode penulisan merupakan cara kerja dalam memahami objek yang menjadi sasaran
penelitian. Penulisan ini menggunakan metode kualitatif-analysis content, dimana
mengutamakan mengambil data dari berbagai literature yang relevan dengan
penelitian. Pengumpulan data dalam penulisan ini adalah dengan pengumpulan data pustaka,
mengunjungi langsung serta wawancara dengan narasumber.Wawancara adalah tanya jawab
kepada beberapa orang narasumber untuk memberikan informasi mengenai permasalahan yang
terkait. Studi kepustakaan adalah meninjau pustaka untuk memperoleh data secara akurat sebagai
bahan pembanding yang didapat dari maupun keterangan narasumber.
BAB II
GAMBARAN DAERAH PENELITIAN

2.1 Letak Geografis Kabupaten Bintan


Secara geografis, Kabupaten Bintan terletak antara 006’17” Lintang Utara – 1034’52”
Lintang Utara dan 104012’47” Bujur Timur disebelah barat – 10802’27” Bujur Timur disebelah
Timur. Daerah Kabupaten Bintan merupakan bagian dari paparan kontinental yang terkenal
dengan nama “Paparan Sunda”. Pulau-pulau yang tersebar di daerah ini merupakan sisa-sisa
erosi atau pencetusan daerah daratan pra tersier, wilayahnya membentang dari Semenanjung
Malaysia dibagian Utara sampai Pulau Bangka dan Belitung di bagian Selatan. Luas wilayah
kabupaten Bintan mencapai 88.038,54 km2, namun luas daratannya hanya 2,21 %, 1.946,13
km2 saja. Daerah Kabupaten Bintan berbatasan dengan:
Utara : Kabupaten Natuna
Selatan : Kabupaten Lingga
Barat : Kota Tanjungpinang dan Kota Batam
Timur : Provinsi Kalimantan Barat

2.2 Letak Geografis Kelurahan Kawal


Kabupaten Bintan dibagi menjadi beberapa Kecamatan. Kecamatan Gunung Kijang adalah
salah satu dari Kecamatan yang ada. Kecamatan Gunung Kijang terbagi dalam beberapa Desa
dan Kelurahan, salah satunya adalah Kelurahan Kawal. Luas Kelurahan Kawal adalah 548,12
km2 (Sumber : Kabupaten Dalam Angka, Tahun 2000) yang terdiri dari daratan, laut dan pantai.
Kelurahan ini dilintasi sungai yang peranannya sangat vital bagi warga sekitar. Jumlah penduduk
Kelurahan Kawal adalah 13.045 jiwa (Sumber : Kecamatan Dalam Angka, 1990 – 2000,
Monografi Desa, 1990 – 2000)dengan mata pencaharian mayoritas warga adalah nelayan,
pertanian, dan perkebunan. Perkebunan utamanya adalah karet dan kelapa. Sehingga tidak asing
lagi di sepanjang jalan dan tepi pantai kita jumpai pohon kelapa dan pabrik pengolah minyak
kelapa. Namun saat ini, sudah mulai dikembangkan perkebunan kelapa sawit. Di areal ini
ditemukan peninggalan pra-sejarah yang biasa disebut masyarakat sekitar dengan Bukit Kerang
yang menjadi objek penelitian dan penulisan ini.
BAB III
BUKIT KERANG ASET SEJARAH YANG TERABAIKAN

Terkait masalah yang telah penulis utarakan di atas, selanjutnya penulis akan
mengenalkan dan memberikan informasi kepada para pembaca mengenai peninggalan pra-
sejarah Bukit Kerang di Kabupaten Kawal, Provinsi Kepulauan Riau.

3.1 Pengertian Manusia Pra-sejarah


Pra-sejarah atau nirleka (nir: tidak ada, leka: tulisan) adalah istilah yang digunakan untuk
merujuk kepada masa di mana catatan sejarah yang tertulis belum tersedia. Zaman pra-sejarah
dapat dikatakan bermula pada saat terbentuknya alam semesta, namun umumnya digunakan
untuk mengacu kepada masa di mana terdapat kehidupan di muka Bumi dimana manusia mulai
hidup (www.wikipedia.com).
Manusia pra-sejarah atau pra-aksara adalah manusia yang hidup jauh sebelum tulisan
ditemukan. Mereka hidup sederhana dalam kelompok-kelompok kecil. Alat-alat yang digunakan
untuk keperluan sehari-hari masih sederhana. Karena belum ditemukannya peninggalan tertulis
maka gambaran mengenai kehidupannya dapat diketahui melalui peninggalan-peninggalan tidak
tertulis seperti fosil, relief dan alat-alat sederhana tersebut. Manusia prasejarah sering juga
disebut sebagai manusia purba (www.edu2000.org).

3.2 Pengertian Kjokkenmoddinger


Ciri kebudayaan Mesolithikum tidak jauh berbeda dengan kebudayaan Palaeolithikum,
tetapi pada masa Mesolithikum manusia yang hidup pada zaman tersebut sudah ada yang
menetap sehingga kebudayaan Mesolithikum yang sangat menonjol dan sekaligus menjadi ciri
dari zaman ini yang disebut dengan kebudayaan Kjokkenmoddinger dan Abris sous Roche.
Kjokkenmoddinger adalah istilah yang berasal dari bahasa Denmark yaitu kjokken artinya
dapur dan modding artinya sampah. Jadi Kjokkenmoddinger dalam arti sebenarnya adalah
sampah dapur. Dalam kenyataan Kjokkenmoddinger adalah timbunan atau tumpukan kulit
kerang dan siput yang mencapai ketinggian ± 7 meter dan sudah membatu/menjadi fosil.
Kjokkenmoddinger ditemukan disepanjang pantai timur Sumatera yakni antara Langsa dan
Medan. Dari bekas-bekas penemuan tersebut menunjukkan bahwa manusia purba yang hidup
pada zaman ini sudah menetap (www.bahan ajar2/sejarah/kebudayaan%prasejarah.com).
Tahun 1925 Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di Bukit Kerang tersebut
dan hasilnya banyak menemukan kapak genggam yang ternyata berbeda dengan chopper (kapak
genggam Palaeolithikum). Kapak genggam yang ditemukan di dalam Bukit Kerang tersebut
dinamakan denganpebble atau kapak Sumatera (Sumatralith) sesuai dengan lokasi penemuannya
yaitu di Pulau Sumatera.

3.3 Penemuan Peninggalan Bersejarah Bukit Kerang


Kerang adalah sejenis hewan laut yang memang digemari oleh masyarakat untuk
dikonsumsi. Lokasi penemuan tumpukan kerang itu berada di kawasan Kawal Darat, sebuah desa
di tepi Pantai Trikora, sekitar 40 kilometer dari pusat kota Tanjungpinang. Secara administratif,
kawasan ini masuk wilayah Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan.
Kawal adalah kampung tua yang banyak menyimpan kisah masa lalu. Sekilas, tidak ada
yang menarik dari tumpukan sampah kerang itu. Memang ada yang mengundang tanya, yakni
mengapa kulit kerang dalam jumlah besar ditumpuk di suatu tempat hingga membentuk sebuah
gundukan tanah. Berdasarkan informasi yang berhasil digali dari warga di kawasan Kawal, ada
sisi lain yang menarik dari tumpukan kulit kerang itu. Masyarakat tersebut mengatakan bahwa
pernah ada beberapa orang datang ke tempat tersebut. Mereka menginap dan seperti bersemedi.
Tumpukan kerang itu bukan sekedar tempat yang memiliki aura mistis saja, melainkan juga
sebuah jejak peninggalan sejarah yang nyaris terkubur seiring dengan berjalannya waktu.
Tumpukan kerang itu dalam istilah sejarah dikenal dengan sebutan kjokkenmoddinger.
Nama atau istilah Bukit Kerang diambil dari gundukan tanah yang sebagian besar
materialnya berasal dari cangkang kerang-kerangan. Kerang-kerangan ini merupakan sisa
makanan manusia purba yang hidup pada masa mesolitikum atau masa perubahan antara zaman
batu ke zaman perunggu sekitar 3000 tahun – 5000 tahun sebelum masehi.
Menurut hasil wawancara dengan Lurah Kawal Darat, Hazratul Izral, bahwa para arkeolog
dari BP3 Batu Sangkar pernah menemukan fosil kapak genggam (pebble), atau lebih spesifik lagi
adalah kapak sumatera (sumateralith). Hasil penemuan itu sempat beberapa bulan dibawa ke
laboratorium.
Penemuan fosil kapak genggam ini kemudian akan memperkuat bukti sejarah di kawasan
Kawal tersebut. Setidaknya bagi buku sejarah di Tanah Melayu, dapat ditambah satu bab lagi,
yang khusus mengupas tentang kehidupan di rentang waktu pra-sejarah. Sebab, sejarah Bintan
yang sampai ke masyarakat pada saat ini baru terlacak pada pendulum waktu sekitar 900 masehi
sampai 1100 masehi, di mana pernah berdiri sebuah kerajaan di kaki Gunung Bintan. Dalam
sejumlah buku sejarah, termasuk di antaranya “Hikayat Hang Tuah: Analisa Struktur dan
Fungsi” yang ditulis oleh Guru Besar UGM Sulastin Sutrisno memang menguatkan bahwa di
kaki gunung itu pernah berdiri sebuah kerajaan.
Lantas bila menilik lagi satu buku “Kota Kara dan Situs-Situs Sejarah Bintan Lama” yang
ditulis oleh Aswandi Syahri, pada sekitar tahun 1512-1513 masehi di kaki Gunung Bintan, atau
di kawasan yang dikenal sebagai Kota Kara, juga pernah menjadi pusat pemerintahan Sultan
Mahmud. Jatuhnya Kota Melaka ke tangan Portugis pada 1511 membuat Sultan Mahmud dan
rombongan menyingkir ke selatan. Diperkirakan, ia dan rombongan sampai ke Bintan setahun
setelah Melaka jatuh. Kemudian Sultan Mahmud pun membangun basis pertahanan di sekitar
kaki Gunung Bintan. Keberadaan bukti sejarah di kaki gunung itu juga kemudian dikuatkan oleh
adanya sejumlah makam tua.
Bila melihat dari dua data di atas, artinya titik sejarah Bintan terjauh yang bisa ditarik adalah
pada pendulum waktu sekitar 900 masehi. Sementara sebelum itu, semua masih merupakan
sebuah teka-teki sejarah yang gelap. Lalu dengan penemuan bukit kerang di Kawal tersebut,
maka bisa sedikit menguak jejak masa lalu manusia Bintan.

3.4 Kondisi Peninggalan Bersejarah Bukit Kerang


Bukit Kerang bisa jadi adalah tumpukan sampah dapur. Waktu itu, bisa jadi manusia purba
memakan kerang sebagai santapan keseharian, mengingat sampai saat ini saja, kerang masih
banyak ditemukan di bibir Pantai Trikora. Saat itu, menurut penelitian tim arkeolog, bisa jadi ada
semacam kepercayaan mereka bahwa setelah memakan isinya, maka kulit kerang tak boleh
dibuang sembarangan, melainkan harus ditumpuk di satu tempat. Selain itu, juga mungkin waktu
itu ada konsepsi manusia prasejarah yang memandang kerang sebagai hewan suci, yang akan
kualat bila membuang sembarangan.
Bukit Kerang yang ditemukan di kawasan Kawal itu sendiri memang tidak terlalu tinggi.
Bentuknya tidak sampai menjadi bukit, melainkan hanya sebatas tumpukan kerang saja.
Tingginya saat ini dari permukaan tanah sekitar 5 meter, atau 12 meter di atas permukan laut.
Lebar gundukan Bukit Kerang mencapai 18 x 24 meter. Bisa jadi pada masa lalu, tinggi
tumpukan kerang itu di atas 4 meter.
Namun karena berjalannya waktu, tinggi tumpukan kerang semakin berkurang. Apalagi di
bagian tengah tumpukan kerang itu kini sudah ada lubang. Kemunculan lubang itu jauh terjadi
sebelum para arkeolog melakukan penelitian. Diperkirakan warga setempat, ada orang yang
menggalinya untuk keperluan mengambil benda tertentu. Warga kampung sekitar tempat
tersebut sendiri sudah menemukan keberadaan Bukit Kerang sekitar tahun 1960-an, seiring
pembukaan hutan menjadi kebun-kebun warga. Sebelumnya ada dua tumpukan kerang, namun
yang satu kini sudah nyaris rata dengan tanah.
Dalam penelitiannya, tim arkeolog dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Batu
Sangkar, selain menemukan gundukan kerang setinggi 4 meter, juga masih ada batu yang diduga
sebagai kapak genggam manusia purba, dan satu lagi, serpihan tulang kepala manusia purba.

3.5 Jejak Pengembaraan Manusia Pra-sejarah Bintan


Para arkeolog menemukan bukti adanya kehidupan manusia pra-sejarah atau purba di situs
tersebut. Manusia pra-sejarah di Bukit Kerang Kawal Darat ini diperkirakan hidup di zaman
Mesolithikum (zaman batu pertengahan) atau sekitar 1500-1900 tahun sebelum masehi.
Manusia pra-sejarah di Bintan sudah menggunakan gerabah yang sudah ditera (dihias),
meski hiasannya hanya berupa garis lurus-lurus pada gerabah. Seperti yang ditemukan di BKKD
Bintan tersebut. Termasuk adanya kerang mutiara yang tengahnya berlubang. Ini merupakan
bagian dari estetika pada masa tersebut. Mereka hidup berkelompok-kelompok, ada
kemungkinan mereka tinggal di sekitar muara sungai, tepi sungai dan di pinggir laut. Melihat
situs itu (jaraknya dari tepi pantai sekarang sekitar 4,7 kilometer) ada kemungkinan garis pantai
Bintan Timur sudah mengalami perubahan (menurut Kepala Balai Arkeologi Medan, Lucas
Partanda Koestoro DEA menjawab Batam Pos, Senin 16/2).
Menanggapi pertanyaan apakah manusia pra-sejarah di Kawal Darat Bintan ini punah,
dikatakan bahwa tidak bisa punah. Sebab, mereka bisa saja bermigrasi ke tempat lain atau
mungkin berkembang. Sedangkan mengenai pola kehidupannya, dijelaskan pada umumnya
mereka hidup berkelompok-kelompok. Di situs Kawal Darat ini ada tiga situs
Kjokkenmoddinger, yang masing-masing digunakan kelompok yang berbeda. Setiap kelompok
beranggotakan sekitar 25 – 30 orang yang tinggal di rumah berbentuk panggung seperti yang
ditemukan di Aceh.
Mereka mencari makan dengan berburu yang dilakukan oleh pria dewasa. Sedangkan, yang
anak-anak, wanita dan orang tua mencari atau mengumpulkan makanan seperti kerang-kerangan
serta umbi-umbian di sekitar tempat tinggal mereka. Itu sebabnya, tulang manusia yang biasanya
ditemukan di dalam tumpukan Kjokkenmoddinger berasal dari anak-anak atau wanita. Dalam pra
penelitian di Kjokkenmoddinger Kawal Darat ini belum ditemukan adanya tulang manusia. Satu
hal lagi yang bisa ditarik dari penemuan situs bukit kerang di Kawal itu adalah pembuktian
bahwa laut telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan orang-orang Bintan sejak
sekitar 4000 tahun yang lalu.

3.6 Upaya Pemerintah dalam Melestarikan Bukit Kerang


Penemuan situs purbakala di Kawal tampaknya akan menjadi berkah tersendiri bagi warga
Bintan. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Pemkab Bintan sudah merencanakan
untuk menjadikan kawasan ini sebagai objek wisata baru di Bintan, melengkapi sejumlah objek
lain yang sudah ada. Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Bintan menjelaskan saat ini Pemkab
Bintan sudah berencana membebaskan lahan warga di sekitar lokasi penemuan situs purbakala
tersebut. Selanjutnya wisata budaya ini nantinya akan disejalankan dengan wisata hutan bakau di
Bintan. Apalagi di jarak tak sampai 10 km dari lokasi, Pemkab Bintan sudah merencanakan
untuk membangun dermaga feri internasional di Tanjungberakit yang nantinya turis asing bisa
masuk ke kawasan bukit kerang melalui dermaga feri yang akan membuka rute ke Singapura.
Terlepas dari potensi wisata yang tengah mengintai itu, penemuan situs bukit kerang di
Kawal ini sekaligus menjadi sebuah pintu masuk untuk kajian sejarah lebih mendalam yang
akan menjadi lokasi objek penelitian lanjutan para arkeolog Indonesia.

3.7 Makna Peninggalan Sejarah bagi Jati Diri


Terlepas dari kondisi fisiknya, peninggalan sejarah tersebut, bila dikaji secara seksama
memiliki arti penting bagi masyarakat dan juga Pemerintah Daerah Pulau Bintan untuk lebih
memahami jati dirinya. Dalam arti luas, jati diri bukan hanya mengacu pada awal keberadaan
masyarakat, tetapi mencakup jati diri masyarakat dari generasi ke generasi yang menyangkut
kiprah yang menunjukkan kepribadian dan budaya masyarakat yang bersangkutan.
Pada titik inilah, sejarah Bintan kemudian harus dipikirkan kembali. Apa kemudian makna
dari penemuan situs pra-sejarah di Kawal itu. Satu di antaranya, tidak lain membuktikan bahwa
kehidupan sudah bermula di Bintan pada sekitar 1900 tahun sebelum masehi. Bila ditambah
dengan penanggalan masehi yang saat ini sudah memasuki angka tahun 2009, maka berarti
kehidupan sudah bermula di Bintan pada hampir empat ribu tahun yang lampau. Angka ini bisa
menjadi lebih panjang lagi, bila suatu saat kembali ditemukan situs pra-sejarah lagi di Bintan,
yang usianya lebih tua dari Bukit Kerang di Kawal tersebut.
Serta dalam rentang waktu hampir 4000 tahun itulah, tentu banyak kisah yang sempat
berlangsung. Dan itu semua menjadi bagian dari sejarah orang-orang Bintan. Seperti kata
pepatah, tidak boleh kita melupakan sejarah, sebab sejarah itu adalah kunci untuk mengetahui
jati diri kita. Bagi orang-orang Bintan, penelusuran terhadap sejarah yang mungkin masih banyak
tersebar itu akan membuka sebuah kotak pandora, bahwa ada banyak sisi kehidupan yang telah
luput dari catatan pena dan kertas. Membuka masa lalu orang-orang Bintan, berarti juga adalah
proses untuk menemukan jati diri orang-orang Bintan itu sendiri.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan semua yang telah penulis utarakan di atas dapat disimpulkan bahwa:
· Pulau Bintan memiliki aset peninggalan bersejarah yang saat ini terabaikan.
· Keadaan Bukit Kerang di daerah Pulau Bintan saat ini dapat dikatakan memprihatinkan.
· Ekskavasi yang dilakukan di lokasi Kawal Darat menemukan sejumlah bukti arkeologi, bahwa
di BKKD itu sudah ada kehidupan manusia pra-sejarah sekitar zaman Mesolithikum (zaman batu
pertengahan) atau sekitar 3000 – 5000 tahun sebelum Masehi.
· Diperkirakan sudah ada penghuni Pulau Bintan pada kurun 4000 tahun yang lampau.
· Keadaan Bukit Kerang pada saat ini menunjukkan masih minimnya perhatian pemerintah dan
kesadaran masyarakat sekitarnya untuk menjaga peninggalan bersejarah ini.

4.2 Saran
· Peninggalan Bukit Kerang di Kawal ini adalah bukti sejarah yang tak terbantahkan untuk
diambil pelajaran bahwa laut sudah digunakan untuk kehidupan sejak zaman pra-sejarah.
Harusnya kita bisa mulai mengoptimalkan menggunakan sumber daya laut untuk meningkatkan
kehidupan.
· Pemerintah seharusnya melakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui lebih jauh sisi lainnya
dari peninggalan tersebut dan mengupayakan konservasi terhadap peninggalan bersejarah yang
hampir hilang ini.
· Masyarakat dan pemerintah bekerja sama dalam menjaga peninggalan ini baik dengan cara
meningkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap peninggalan ini melalui penyuluhan maupun
dengan menjadikan daerah peninggalan tersebut sebagai wilayah konservasi.
SEJARAH BUKIT KARANG DI DESA KAWAL
KABUPATEN BINTAN

Disusun oleh :

PANJI PRATAMA

SMA NEGERI 3 BINTAN


Jl. TOK SADEK NO.3 TEMBELING
TAHUN PELAJARAN 2015/2016

Anda mungkin juga menyukai