Referat Identifikasi Tulang Belulang
Referat Identifikasi Tulang Belulang
PENDAHULUAN
1
korban tidak dapat diketahui, maka sebenarnya penyidikan menjadi tidak mungkin
dilakukan. Selanjutnya apabila penyidikan tidak sampai menemukan identitasnya
identitas korban, maka dapat dihindari adanya kekeliruan dalam proses peradilan
yang dapat berakibat fatal.
Antropologi adalah studi tentang umat manusia, budaya dan fisik, disemua
waktu dan tempat. Antropologi forensik adalah aplikasi pengetahuan antropologis
dan teknik dalam konteks hukum. Hal ini melibatkan pengetahuan rinci osteologi
(anatomi budaya tulang dan biologi) untuk membantu dalam identifikasi dan
penyebab kematian sisa-sisa kerangka, serta pemulihan tetap menggunakan teknik
arkeologi. Antropologi fisik forensik mengkhususkan diri dalam penelitian dan
penerapan teknik yang digunakan untuk menentukan usia saat kematian, seks,
afinitas populasi, perawakannya, kelainan dan atau patologi, dan keistimewaan
untuk bahan tulang modern.
Osteologi forensik adalah subdisiplin dari antropologi forensik dan secara
garis besar memfokuskan pada analisa dari rangka manusia untuk tujuan
medikologal. Osteologi forensik paling sering dibutuhkan saat investigasi sisa-sisa
dari tubuh manusia akibat dari kematian wajar yang tidak dapat dijelaskan,
pembunuhan, bunuh diri, atau bencana alam. Meskipun begitu, seiring
meningkatnya frekuensi tersebut, osteologi forensik seringkali diminta untuk
mendampingi dokter spesialis forensik dalam mengkonfirmasi usia dari makhluk
hidup maupun jenazah untuk keperluan peradilan. Pada refrat ini, kami akan
membahas tentang identifikasi tulang belulang.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.2 Identifikasi Forensik
Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan
membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal
sering merupakan masalah dalam kasus pidana maupun perdata. Menentukan
identitas personal dengan tepat amat penting dalam penyidikan karena adanya
kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan.
Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah
tidak dikenal, jenazah yang telah membusuk, rusak, hangus terbakar dan pada
kecelakaan masal, bencana alam atau huru hara yang mengakibatkan banyak
korban mati, serat potongan tubuh manusia atau kerangka. Selain itu identifikasi
forensik juga berperan dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak, bayi
yang tertukar atau diragukan orang tuanya.
Identitas seseorang dipastikan bila paling sedikit dua metode yang
digunakan memberikan hasil positif (tidak meragukan).
Penentuan identitas personal dapat menggunakan metode identifikasi sidik
jari, visual, dokumen, pakaian dan perhiasan, medik, gigi, serologik dan secara
eksklusi. Akhir-akhir ini dikembangkan pula metode identifikasi DNA.
1. Pemeriksaan Sidik Jari
Metode ini membandingkan gambaran sidik jari jenazah dengan
data sidik jari jenazah dengan data sidik jari ante mortem. Sampai saat ini,
pemeriksaan yang diakui paling tinggi ketepatannya untuk menentukan
identitas seseorang. Dengan demikian harus dilakukan penanganan yang
sebaiknya terhadap jari tangan jenazah untuk pemeriksaan jari, misalnya
melakukan pembungkusan kedua tangan jenazah dengan kantung plastik.
2. Metode Visual
Metode ini dilakukan dengan cara memperhatikan jenazah pada
orang-orang yang merasa kehilangan anggota keluarga atau temannya.
Cara ini hanya efektif pada jenazah yang belum membusuk sehingga
masih mungkin dikenali wajah dan bentuk tubuhnya oleh lebih dari satu
orang. Hal ini perlu diperhatikan mengingat adanya kemungkinan faktor
4
emosi yang turut berperan untuk membenarkan atau sebaliknya
menyangkal identitas jenazah tersebut.
3. Pemeriksaan Dokumen
Dokumen seperti kartu identitas (KTP, SIM, Paspor dsb) yang
kebetulan dijumpai dalam saku pakaian akan sangat membantu mengenali
jenazah tersebut. Perlu diingat bahwa pada kecelakaan masal, dokumen
yang terdapat dalam tas atau dompet yang berada dekat jenazah belum
tentu adalah milik jenazah yang bersangkutan.
4. Pemeriksaan Pakaian dan Perhiasan
Dari pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah, mungkin
dapat diketahui merek atau nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik,
badge, yang semuanya dapat membantu identifikasi walaupun telah terjadi
kerusakan pada jenazah tersebut. Khususnya anggota ABRI, masalah
identifikasi dipermudah dengan adanya nama serta NRP yang tertera pada
kalung logam yang dipakainya.
5. Idenfikasi Medik
Metode ini menggunakan data tinggi badan, berat badan, warna
rambut, warna mata, cacat/kelainan khusus, tatu (rajah). Metode ini
mempunyai nilai yang tinggi karena selain dilakukan seorang yang ahli
dengan menggunakan berbagai cara/modifikasi (termasuk dengan
pemeriksaan sinar-X), sehingga ketepatannya cukup tinggi. Bahkan pada
tengkorak/kerangkapun masih dapat dilakukan identifiaksi ini. Melalui
metode ini, diperoleh data tentang jenis kelamin, ras, perkiraan umur dan
tinggi badan, kelainan pada tulang dan sebagainya.
6. Pemeriksaan Gigi
Pemeriksaan ini meliputi pecatatan data gigi (ontogram) dan rahang
yang dapat dilakukan dengan pemeriksaan manual, sinar-X dan
pencetakan gigi serta rahang. Odontogram memuat data tentang jumlah,
bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi dan sebagainya. Seperti halnya
dengan sidik jari, maka setiap individu memiliki susunan gigi yang khas,
5
dengan demikian, dapat dilakukan identifikasi dengan cara
membandingkan data temuan dengan data banding ante mortem.
7. Pemeriksaan Serologik
Pemeriksaan serologik bertujuan untuk menentukan golongan
darah jenazah. Penentuan golongan darah pada jenazah yang telah
membusuk dapat dilakukan dengan memeriksa rambut, kuku dan tulang.
8. Metode Eksklusi
Metode ini digunakan pada kecelakaan masal yang melibatkan
sejumlah orang yang dapat diketahui jumlahnya, misalnya penumpang
pesawat udara, kapal laut dan sebainya. Bila sebagian besar korban telah
dapat dipastikan identitasnya dengan menggunakan metode-metode
identifikasi lainnya, sedangkan identitas sisa korban tidak dapat ditentukan
dengan metode tersebut diatas, maka sisa korban diidentifikasi menurut
daftar penumpang.
9. Identifikasi Potongan Tubuh Manusia (kasus mutilasi)
Pemeriksaan bertujuan untuk menentukan apakah potongan berasal
dari manusia atau binatang. Bila berasal dari manusia, ditentukan apakah
potongan-potongan tersebut berasal dari satu tubuh. Penentuan juga
meliputi jenis kelamin, ras, umur, tinggi badan, dan keterangan lainnya
seperti cacat tubuh, penyakit yang pernah diderita, status sosial ekonomi,
kebiasaan-kebiasaan tertentu dan sebagainya serta cara pemotongan tubuh
yang mengalami mutilasi.
Untuk memastikan bahwa potongan tubuh berasal dari manusia
dapat digunakan beberapa pemeriksaan seperti pengamatan jaringan secara
makroskopik, mikroskopik dan pemeriksaan serologik berupa rekasi
antigen-antibodi (reaksi presiptin). Penentuan jenis kelamin dilakukan
dengan pemeriksaan makroskopik dan diperkuat dengan pemeriksaan
mikroskopik yang bertujuan menemukan kromatin seks wanita seperti
drum stick pada leukosit dan barr body pada sel epitel.
6
Upaya identifikasi pada kerangka bertujuan membuktikan bahwa
kerangka tersebut adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan
umur, tinggi badan, ciri-ciri khusus, deformitas dan bila memungkinkan
dapat dilakukan rekontruksi wajah orang tersebut. Dicari pula tanda
kekerasan pada tulang. Perkiraan saat kematian dilakukan dengan
memperhatikan keadaan kekeringan tulang.
Bila terdapat dugaan berasal dari seseorang tertentu, maka
dilakuakn identifikasi dengan membandingkannya dengan data ante
mortem. Bila terdapat foto terakhir wajah orang tersebut semasa hidup,
dapat dilaksanakan metode superimposisi, yaitu dengan jalan
menumpukann foto rontgen tulang tengkorak diatas foto wajah yang
dibuat berukuran sama dan diambil dari sudut pemotretan yang sama dan
diambil dari sudut pemotretan yang sama. Dengan demikian dapat dicari
adanya titik-titik persamaan.
Pemeriksaan anatomik dapat memastikan bahwa kerangka adalah
kerangka manusia. Kesalahan penafsiran dapat timbul bila hanya terdapat
sepotong tulang saja, dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan serologik
(reaksi presiptin) dan histologik jumlah dan diameter kanal-kanal havers.24
7
Osteologi harus mengerti mengenai kerangka manusia. Langkah
pertama pertama dari osteologi menentukan sisa rangka yang ditemukan
apakah dari manusia atau bukan. Walaupun banyak sekali variasi yang
terdapat pada manusia atau hewan, namun terdapat persamaan-persamaan
umum pada setiap spesies. Jika tengkorak tidak ditemukan, tulang manusia
dapat dibedakan dari hewan berdasarkan bentuk, ukuran dan perbedaan
densitas tulang. Penentuan spesies akan sangat sulit jika tulang yang
ditemukan berupa pecahan-pecahan.
Ada dua tipe sifat yang dapat ditemukan dari sisa-sisa rangka yaitu
metrik dan nonmetrik. Tipe metrik adalah variasi ukuran tulang.
Contohnya panjang dari humerus pada seseorang dapat lebih panjang
dari orang lain yang mempunyai tinggi badan yang sama. Sifat nonmetrik
adalah perbedaan antara tulang-tulang seseorang yang tidak dapat diukur.
Contohnya penyatuan pada tulang seseorang dapat berbeda dengan orang
lainnya.
2. Dentisi
Dentisi merupakan ilmu yang mempelajari sisa-sisa gigi. Analisa dari
sisa-sisa gigi dapat digunakan untuk menentukan beberapa aspek pada
antropologi forensik. Digunakan bersama dengan osteologi untuk
menentukan usia, jenis kelamin dan diet. Pada orang dewasa terdapat 32 gigi
yang pada masing-masing sisinya, pada rahang atas dan bawah terdapat dua
insisivus, satu kaninus, dan dua atau tiga molar. Pada anak-anak terdapat dua
puluh gigi dengan dua insisivus dan satu kaninus serta dua molar pada
masing-masing kuadran.
3. Etnobotani
Etnobotani merupakan ilmu yang mempelajari tentang serbuk sari dan
tanaman dari masa lalu. Ini berguna untuk menentukan waktu sejak kematian
dan menentukan diet dari sisi arkeologi.23
8
2.4 Antropologi
Antropologi merupakan bidang studi sains tentang asal usul, prilaku,
fisik, sosial dan pengembangan lingkungan manusia. Antropologi forensik
merupakan bidang ilmu untuk physical anthropologists yang mengaplikasikan
ilmunya dalam bidang biologi, sains, dan budaya dalam proses hukum.
Antropologi Forensik adalah pemeriksaan pada sisa-sisa rangka. Pemeriksaan
ini dapat dilakukan sebagai langkah pertama untuk menentukan apakah sisa-sisa
tersebut berasal dari manusia.23
Menurut American Board of Forensic Anthropology, forensik
antropologi adalah aplikasi ilmu pengetahuan dari antropologi fisik untuk
proses hukum identifikasi dari kerangka, atau sediaan lain dari sisa-sisa
jasad (dugaan manusia) yang tidak teridentifikasi penting untuk alasan
hukum maupun alasan kemanusiaan. Forensik antropologi mengaplikasikan
teknik sains sederhana yang berdasarkan antropologi fisik untuk mengidentifikasi
sisa-sisa jasad manusia dan mengungkap tindak kejahatan.
Antropologi forensik meliputi penggalian arkeologis, pemeriksaan
rambut, serangga, plant materials dan jejak kaki, penentuan waktu kematian;
facial reproduction, photographic superimposition, detection of anatomical
variants, dan analisa mengenai cedera masa lalu dan penanganan medis.
Namun, pada pelaksanaannya forensik antropologi terutama untuk menentukan
identitas jasad berdasar bukti yang tersedia, yaitu menentukan jenis kelamin,
perkiraan usia, bentuk tubuh, dan pertalian ras.
2.5 Antropometri
Antropometri berasal dari kata Anthropos yang berarti man (orang) dan
Metron yang berarti ukuran. Jadi, antropometri merupakan pengukuran terhadap
manusia (mengukur manusia). Johan Sigismund Elsholtz adalah orang pertama
yang menggunakan istilah antropometri dalam pengertian sesungguhnya (tahun
1654). Ia adalah seorang ahli anatomi berkebangsaan Jerman. Pada saat itu ia
menciptakan alat ukurnya dan inilah cikal bakal alat ukur yang sekarang kita
kenal sebagai antropometer.
9
Gambar 2.1 Papan Osteometri
10
menentukan garis dasar posisi kepala atau kranium ditetapkan sebagai garis
Frankfurt Horizontal Plane” atau “Dataran Frankfurt”.6
11
merupakan titik paling distal pada ujung processus styloideus. Disamping itu
masing-masing ukuran lazimnya disertai nomor sesuai numerus pada buku
Martin.
12
baik untuk identifikasi manusia karena selain cukup lama mengalami
pembusukan, tulang juga mempunyai karakteristik yang sangat menonjol untuk
identifikasi.10,11
Upaya identifikasi pada tulang atau kerangka bertujuan untuk membuktikan
bahwa tulang tersebut adalah:
1. Apakah tulang manusia atau hewan
2. Apakah tulang berasal dari satu individu
3. Berapakah usianya
4. Berapakah umur tulang itu sendiri
5. Jenis kelamin
6. Tinggi badan
7. Ras
Gambar 2.4 Tengkorak dari Tiga Kelompok Utama (a) Kulit Putih; (b) Orang Asia; (c) Kulit
Hitam
13
Gambar 2.5 Kematian karena Luka Tembak
Ada begitu banyak hal yang dapat diungkap dari pemeriksaan terhadap
tulang atau kerangka, dan kenyataannya bahwa tinggi badan memiliki peranan
penting dalam sebuah proses identifikasi. Pengetahuan identifikasi terhadap
tulang sangat berperan tidak hanya pada saat organ tubuh hanya tinggal tulang
belulang saja, tetapi banyak hal yang dapat diungkap dari tulang atau kerangka
tersebut pada saat masih dibaluti oleh jaringan otot, tendon dan kulit. Diantara hal
yang dapat diungkapkan pada saat tulang terbalut jaringan lunak adalah
pengukuran panjang dari tulang-tulang panjang untuk mengukur tinggi badan,
perkiraan usia korban juga dapat dilakukan dengan melihat garis epifise. Hal
tersebut tentunya dapat dilakukan dengan mengukur tulang secara langsung pada
organ tersebut ataupun dengan mengukur panjangnya organ dan melihat garis
epifise melalui pemeriksaan radiologis. 9,12,13
14
Gambar 2.7 Gambaran Radiologis Processus Olecranii Ulnae di daerah siku
Gambar 2.8 Gambaran posisi titik Processus Olecranii Ulna lengan kanan bawah pada saat posisi difleksikan
15
2.8 Penentuan Jenis Kelamin
Pada umumnya penentuan jenis kelamin pada orang hidup tidaklah sukar.
Hanya dari penampilan wajah, potongan tubuh, bentuk rambut, pakaian serta ciri-
ciri seks dan pertumbuhan buah dada, kita sudah dapat mengenali apakah orang
tersebut laki-laki atau perempuan. Hanya pada kasus-kasus khusus yang jarang
terjadi, diperlukan permeriksaan mikroskopik dari ovarium dan testis.
Penentuan jenis kelamin dalam kasus kriminal dimana tubuh korban rusak
oleh karena proses pembusukan atau kerusakan tersebut memang disengaja oleh
pelaku, misalnya mutilasi.
Penentuan jenis kelamin pada rangka (tulang), seperti tulang panggul,
tengkorak, tulang-tulang panjang, tulang dada, dimana yang mempunyai nilai
tinggi di dalam hal penentuan jenis kelamin adalah tulang panggul dan kemudian
tengkorak.23 Jenis kelamin ditentukan berdasarkan pemeriksaan tulang panggul,
tulang tengkorak, sternum, tulang panjang serta skapula dan metakarpal. Pada
panggul, indeks isio- pubis (panjang pubis dikali seratus dibagi panjang isium)
merupakan ukuran yang paling sering digunakan. Nilai laki-laki sekitar 83,6 dan
wanita 99,5.
1. Panggul
Pemeriksaan panggul secara tersendiri tanpa pemeriksaan lain, jenis kelamin
sudah dapat ditentukan pada sekitar 90 persen kasus. Indek Ischium- pubis pada
wanita 15 persen lebih besar dari pria, ini terdapat pada lebih dari 90 persen
wanita. Indeks tersebut diukur dari ischium dan pubis dari titik dimana mereka
bertemu pada acetabulum.
Bentuk dari “Greater schiatic notch”, mempunyai nilai tinggi dalam
penentuan jenis kelamin dari tulang panggul, 75 persen kasus dapat ditentukan
hanya dari pemeriksaan tersebut.23
16
Gambar 2.9 Menentukan Jenis Kelamin Menggunakan Pelvis
2. Tengkorak
Untuk dapat menentukan jenis kelamin dari tengkorak, diperlukan penilaian
dari berbagai data ciri-ciri yang terdapat pada tengkorak tersebut. Ciri utama
adalah tonjolan diatas orbita (supra orbital ridges), processus mastoideus,
palatum, bentuk rongga mata dan rahang bawah.
Ciri-ciri tersebut akan tampak jelas setelah usia 14-16 tahun. Menurut
Korgman ketetapan penentuan jenis kelamin atas dasar pemeriksaan tengkorak
dewasa adalah 90 persen. Luas permukaan processus mastoideus pada pria lebih
besar dibanding wanita, hal ini dikaitkan dengan adanya insersi otot leher yang
lebih kuat pada pria.
17
Berikut adalah tabel perbandingan tengkorak pada perempuan dan laki-laki.
3. Tulang Dada
Ratio panjang dari manubrium sterni dan corpus sterni menetukan jenis
kellamin. Pada wanita manubrium sterni melebihi separuh panjang corpus sterni
dan ini mempunyai ketepatan sekitar 80 persen.
4. Tulang Panjang
18
Pria pada umumnya memiliki tulang yang lebih panjang lebih berat dan
lebih kasar, serta impresinya lebih banyak. Tulang paha (os femur), merupakan
tulang panjang yang dapat diandalkan dalam penentuan jenis kelamin,
ketetapannya pada orang dewasa sekitar 80 persen. Konfigurasi, ketebalan, ukuran
dan caput femoris, serta bentukan dari otot dan ligamen serta perangai radiologis
perlu diperhatikan.
Tulang panjang laki-laki lebih panjang dan lebih masif dibandingkan
dengan tulang wanita dengan perbandingan 100:90. Pada tulang-tulang femur,
humerus dan ulna terdapat beberapa ciri khas yang menunjukan jenis kelamin
seperti ukuran caput dan kondilus, sudut antara caput femoris terhadap batangnya
yang lebih kecil pada laki-laki, perforasi fosa olekranii menunjukan jenis wanita,
serta adanya belahan pada sigmoid notch pada laki-laki. 24
19
Metoda yang praktis untuk kepentingan Kedokteran Forensik adalah
pemeriksaan kromosom dari biopsi kulit. Untuk maksud tersebut dipakai fiksasi:
merkuri-khlorida setengah jenuh dalam 15 persen formol-saline.
Cara lain yang lebih praktis adalah dengan melakukan pemeriksaan atas sel
PMN laukosit yaitu melihat adanya bentuk “drumstick”. Kemungkinan
dijumpainya drumstick pada wanita lebih banyak dibanding pria.
Pada pemeriksaan didapatkan adanya bentuk drumstick atau tidak
ditemukan adanya bentuk drumstick. Ini disebabkan adanya fakta: enam
drumstick adalah normal ditemukan pada 300 neutropil wanita, dimana untuk pria
drumstick tidak dijumpai pada 500 atau lebih.
Pemeriksaan seks-kromatin dapat dilakukan pada akar rambut, dimana pada
wanita didapatkan pada 70 persen sedang pada pria hanya 7 persen.
Pemeriksaan penentuan jenis kelamin secara histologik yang paling penting
tepat (ketepatan 100 persen) ialah pemeriksaan atas struktur inti darah putih dan
dari kulit, pemeriksaanpun dapat dikerjakan pada bahan post mortal. Adapun
ketepatan pemeriksaan pada bahan post mortal adalah 85.8 persen.
20
Pemeriksaan terhadap penutupan sutura pada tulang-tulang atap tengkorak
guna perkiraan umur sudah lama diteliti dan telah berkembang berbagai metode,
namun pada akhirnya hampir semua ahli menyatakan bahwa cara ini tidak dapat
dipercaya/ tidak akurat dan hanya dipakai dalam lingkup dekade (umur 20-30-40
tahun) atau mid-dekade umur (25-35-45tahun)
Pemeriksaan permukaan simfisis pubis dapat memberikan skala umur dari
18-50 tahun, baik yang dikemukakan oleh Todd maupun oleh mokern dan stewart.
Mokern dan stewart membagi simfisis pubis menjadi 3 komponen yang masing-
masing diberi nilai. Jumlah nialai tersebut menunjukan umur berdasarkan tabel.
Scharanz mengajukan cara pemeriksaan tulang humerus dan femur guna
penentuan umur. Demikian pula clavicula, sternum, tulang iga dan tulang
belakang mempunyai ciri yang dapat digunakan untuk memperkirakan umur.
Nemeskeri, Harsanyi dan Ascadi menggabungkan pemeriksaan penutupan
sutura endokranial, relief permukaan simfisis pubis dan struktur spongiosa
humerus proksimal/epifise femur, dan mereka dapat menentukan umur dengan
kesalahan sekitar 2,55 tahun.
21
Perkiraan umur dari gigi dilakukan dilakukan dengan melihat
pertumbuhan dan perkembangan gigi (intrauterin, gigi susu 6 bulan-3 tahun, masa
statis gigi susu 3-6 tahun, geligi campuran 6-12 tahun).
Selain itu juga dapat digunakan metode gustafson yang memperhatikan
atrisi (keausan), penurunan tepi gusi,pembentukan dentin sekunder, semen
sekuinder, tranparansi dentin dan penyempitan atau penutupan foramen apikalis.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan dalammenentukan umur tulang
yaitu dengan cara:
1. Tes Fisika
Seperti pemeriksaan gambaran fisik dari tulang, fluoresensi cahaya
ultra violet dapat menjadi suatu metode pemeriksaan yang berguna. Jika
batang tulang dipotong melintang, kemudian diamati ditempat gelap,
dibawah cahaya ultra violet, tulang-tulang yang masih baru akan
memancarkan warna perak kebiruan pada tempat pemotongan. Sementara
yang sudah tua, lingkaran bagian luar tidak berfluorosensi sampai ke bagian
tengah.
Dengan pengamatan yang baik akan terlihat bahwa daerah tersebut
akan membentuk jalan keluar dari rongga sumsum tulang. Jalan ini
kemudian pecah dan bahkan lenyap, maka semua permukaan pemotongan
menjadi tidak berfluoresensi. Waktu untuk terjadinya proses ini berubah-
ubah, tetapi diperkirakan efek fluoresensi ultra violet akan hilang dengan
sempurna kira-kira 100 -150 tahun.
Tes Fisika yang lain adalah pengukuran kepadatan dan berat tulang,
pemanasan secara ultra sonik dan pengamatan terhadap sifat-sifat yang
timbul akibat pemanasan pada kondisi tertentu. Semua kriteria ini
bergantung pada berkurangnya stroma organik dan pembentukan dari
kalsifikasi tulang seperti pengoroposannya.
22
Keterangan gambar 2.13:
2. Setelah satu abad atau lebih sisa fluoresensi mengerut ke pusat sumsum tulang.
2. Tes Serologi
Tes yang positif pada pemeriksaan hemoglobin yang dijumpai
pada pemeriksaan permukaan tulang ataupun pada serbuk tulang,
mungkin akan memberikan pernyataan yang berbeda tentang lamanya
kematian tergantung pada kepekaan dari tehnik yang dilakukan.
penggunaan metode cairan peroksida yang hasilnya positif, diperkirakan
lamanya kematian sekitar 100 tahun. Aktifitas serologi pada tulang akan
berakhir dengan cepat pada tulang yang terdapat di daerah berhawa panas.
Pemeriksaan dengan memakai reaksi Benzidin dimana dipakai campuran
Benzidin peroksida. Jika reaksi negatif penilaian akan lebih berarti. Jika
reaksi positif menyingkirkan bahwa tulang masih baru. Reaksi positif,
diperkirakan umur tulang saat kematian sampai 150 tahun. Reaksi ini
dapat dipakai pada tulang yang masih utuh ataupun pada tulang yang telah
menjadi serbuk. Aktifitas Immunologik ditentukan dengan metode gel
difusion technique dengan anti human serum. Serbuk tulang yang diolesi
dengan amoniak yang konsentrasinnya rendah, mungkin akan memberi
23
reaksi yang positif dengan serum anti human seperti reagen coombs, lama
kematian kira-kira 5–10 tahun, dan ini dipengaruhi kondisi lingkungan.
3. Tes Kimia
Tes Kimia dilakukan dengan metode mikro-Kjeld-hal dengan cara
mengukur pengurangan jumlah protein dan Nitrogen tulang. Tulang-
tulang yang baru mengandung kira-kira 4,5 % Nitrogen, yang akan
berkurang dengan cepat. Jika pada pemeriksaan tulang mengandung lebih
dari 4 % Nitrogen, diperkirakan bahwa lama kematian tidak lebih dari 100
tahun, tetapi jika tulang mengandung kurang dari 2,4 %, diperkirakan
tidak lebih dari 350 tahun. Penulis lain menyatakan jika nitrogen lebih
besar dari 3,5 gram percentimeter berarti umur tulang saat kematian
kurang dari 50 tahun, jika Nitrogen lebih besar dari 2,5 per centimeter
berarti umur tulang atau saat kematian kurang dari 350 tahun. Inti protein
dapat dianalisa, dengan metode Autoanalisa ataupun dengan Cromatografi
dua dimensi. Tulang segar mengandung kira-kira 15 asam amino, terutama
jika yang diperiksa dari bagian kolagen tulang. Glisin dan Alanin adalah
yang terutama. Tetapi Fralin dan Hidroksiprolin merupakan tanda yang
spesifik jika yang diperiksa kolagen tulang. Jika pada pemeriksaan Fralin
dan Hidroksiprolin tidak dijumpai, diperkirakan lamanya kematian sekitar
50 tahun. Bila hanya didapatkan Fralin dan Hidroksiprolin maka perkiraan
umur saat kematian kurang dari 500 tahun. Asam amino yang lain akan
lenyap setelah beratus tahun, sehingga jika diamati tulang-tulang dari
jaman purbakala akan hanya mengandung 4 atau 5 asam amino saja.
Sementara itu ditemukan bahwa Glisin akan tetap bertahan sampai masa
1000 tahun. Bila umur saat kematian kurang dari 70 -100 tahun, akan
didapatkan 7 jenis asam amino atau lebih.
24
Gambar 2.14 : Ringkasan Kriteria Penentuan Lama Kematian dari Identifikasi Tulang
25
Pemeriksaan terhadap penutupan sutura pada tulang-tulang atap tengkorak
guna perkiraan umur sudah lama diteliti dan telah berkembang berbagai metode,
namun pada akhirnya hampir semua ahli menyatakan bahwa cara ini tidak akurat
dan hanya dipakai dalam lingkup dekade (umur 20-30-40 tahun) atau mid-dekade
(umur 25-35-45 tahun) saja.1
26
epifisis akan menyatu pada diafisis pada usia-usia tertentu. Dewasa muda dan
dewasa tua mempunyai metode-metode yang berbeda dalam penentuan usia;
penutupan sutura cranium; morfologi dari ujung iga, permukaan aurikula dan
simfisis pubis; struktur mikro dari tulang dan gigi.
1. Persambungan speno-oksipital terjadi pada umur 17 – 25 tahun.
2. Tulang selangka merupakan tulang panjang terakhir unifikasi.
3. Unifikasi dimulai umur 18 – 25 tahun.
4. Unifikasi lengkap 25 – 30 tahun, usia lebih dari 31 tahun sudah lengkap
5. Tulang belakang sebelum 30 tahun menunjukkan alur yang dalam dan
radier pada permukaan atas dan bawah.
6. Dewasa > 30 tahun
Sutura kranium (persendian non-moveable pada kepala) perlahan-
perlahan menyatu. Walaupun ini sudah diketahui sejak lama, namun
hubungan penyatuan sutura dengan penentuan umur kurang valid.
Morfologi pada ujung iga berubah sesuai dengan umur. Iga berhubungan
dengan sternum melalui tulang rawan. Ujung iga saat mulai terbentuk
tulang rawan awalnya berbentuk datar, namun selama proses penuaan
ujung iga mulai menjadi kasar dan tulang rawan menjadi berbintik-bintik.
Iregularitas dari ujung iga mulai ditemukan saat usia menua.
Pemeriksaan tengkorak :
1. Pemeriksaan sutura, penutupan tabula interna mendahului eksterna
2. Sutura sagitalis, koronarius dan sutura lambdoideus mulai menutup umur
20-30 tahun
27
3. Sutura parieto-mastoid dan squamaeus 25-35 tahun tetapi dapat tetap
terbuka sebagian pada umur 60 tahun.
4. Sutura spheno-parietal umumnya tidak akan menutup sampai umur 70
tahun.
Pemeriksaan permukaan simfisis pubis dapat memberikan skala umur dari
18 tahun hingga 50 tahun, baik yang dikemukakan oleh Todd maupun oleh
Mokern dan Stewart. Mokern dan Stewart membagi simfisis pubis menjadi 3
komponen yang masing-masing diberi nilai. Jumlah nilai tersebut menunjukkan
umur berdasarkan sebuah tabel.Schranz mengajukan cara pemeriksaan tulang
humerus dan femur guna penentuan umur.
Demikian pula tulang klavikula, sternum, tulang iga dan tulang belakang
mempunyai ciri yang dapat digunakan untuk memperkirakan umur. Nemeskeri,
Harsanyi dan Ascadi menggabungkan pemeriksaan penutupan sutura endokranial,
relief permukan simfisis pubis dan struktur spongiosa humerus proksimal/epifise
femur, dan mereka dapat menentukan umur dengan kesalahan sekitar 2,55
tahun.Perkiraan umur dari gigi dilakukan dengan melihat pertumbuhan dan
perkembangan gigi (intrauterin, gigi susu 6 bulan-3 tahun, masa statis gigi susu 3-
6 tahun, geligi campuran 6-12 tahun).Selain itu dapat juga digunakan metode
Gustafson yang memperhatikan atrisi (keausan), penurunan tepi gusi,
pembentukan dentin sekunder, semen sekunder, transparasi dentin dan
penyempitan/penutupan foramen apikalis.
Ketika tidak ada yang dapat diidentifikasi, gigi dapat membantu untuk
membedakan usia seseorang, jenis kelamin,dan ras. Hal ini dapat membantu untuk
membatasi korban yang sedang dicari atau untuk membenarkan/memperkuat
identitas korban.Perkembangan gigi secara regular terjadi sampai usia 15 tahun.
Identifikasi melalui pertumbuhan gigi ini memberikan hasil yang yang lebih baik
daripada pemeriksaan antropologi lainnya pada masa pertumbuhan.Pertumbuhan
gigi desidua diawali pada minggu ke 6 intra uteri.Mineralisasi gigi dimulai saat
12-16 minggu dan berlanjut setelah bayi lahir. Trauma pada bayi dapat
merangsang stress metabolik yang mempengaruhi pembentukan sel gigi. Kelainan
sel ini akan mengakibatkan garis tipis yang memisahkan enamel dan dentin di
28
sebut sebagai neonatal line. Neonatal line ini akan tetap ada walaupun seluruh
enamel dan dentin telah dibentuk. Ketika ditemukan mayat bayi, dan ditemukan
garis ini menunjukkan bahwa mayat sudah pernah dilahirkan sebelumnya.
Pembentukan enamel dan dentin ini umumnya secara kasar berdasarkan teori
dapat digunakan dengan melihat ketebalan dari struktur di atas neonatal line.
Pertumbuhan gigi permanen diikuti dengan penyerapan kalsium, dimulai dari gigi
molar pertama dan dilanjutkan sampai akar dan gigi molar kedua yang menjadi
lengkap pada usia 14-16 tahun. Ini bukan referensi standar yang dapat digunakan
untuk menentukan umur, penentuan secara klinis dan radiografi juga dapat
digunakan untuk penentuan perkembangan gigi.
29
Penentuan usia antara 15 dan 22 tahun tergantung dari perkembangan gigi
molar tiga yang pertumbuhannya bervariasi. Setelah melebihi usia 22 tahun,
terjadi degenerasi dan perubahan pada gigi melalui terjadinya proses patologis
yang lambat dan hal seperti ini dapat digunakan untuk aplikasi forensik.
30
Gambar 2.15Kerangka Tubuh Manusia Tampak Depan dan Belakang
31
panjang memiliki hubungan yang signifikan dalam memperkirakan tinggi badan
manusia.
Sering sekali autopsi yang dilakukan oleh ahli forensik tidak dilakukan
terhadap tubuh yang masih utuh, tetapi sudah dalam keadaan rusak atau
terpotong-potong. Dalam autopsi yang dilakukan terhadap tubuh-tubuh yang tidak
lagi sempurna atau utuh, teori ataupun rumus yang menyatakan tentang hubungan
panjang tulang-tulang tertentu dengan tinggi badan merupakan acuan yang tidak
lagi dapat dipungkiri.17,18,19,20
Tulang-tulang panjang yang terdapat dalam tulang atau kerangka tubuh
manusia meliputi humerus, radius, ulna, femur, tibia dan fibula.13,20 Ruas lengan
dibangun atas tulang-tulang panjang seperti humerus pada ruas lengan atas dan
radius dan ulna pada ruas lengan bawah.19,20,21
Dalam memperkirakan tinggi badan seseorang, maka harus diperhatikan
bahwa pembentukan tinggi badan seseorang yang memang sudah dimulai sejak
masih dalam kandungan (intra uterin), dan pertumbuhan tinggi badan tersebut
akan terus bertambah ukurannya hingga usia sekitar 20-21 tahun. Setelah usia
tersebut tidaklah terlalu signifikan pertumbuhan tinggi badan dan akan berkurang
seiring dengan pertambahan umur.5,16,22
Selain yang disebutkan diatas, perlu diperhatikan pula tentang tinggi badan
yang masih akan mengalami perpanjangan pada beberapa hal, seperti: bahwa
pertumbuhan maksimum akan terjasi pada usia 21-25 tahun usia seseorang, dapat
terjadi pertambahan tinggi badan 1-3 cm, dan pada jenazah akan terjadi
pertambahan panjang badan selama fase relaksasi primer (sepanjang 1,5 cm pada
pria dan 2 cm pada wanita).3,6
Disisi lain pula ternyata tinggi badan dapat mengalami penurunan atau
pengurangan dalam hal: pertambahan usia setelah 25 tahun akan mengakibatkan
terjadinya pengurangan tinggi badan sebanyaj sekitar 1 mm pertahun, pada saat
sore dan malam hari terjadi pengurangan tinggi badan sekitar 1,5 cm
dibandingkan dengan pada saat pagi hari, ini disebabkan terjadinya penurunan
elastisitas dan peningkatan kekuatan otot tulang punggung belakang pada waktu
sore atau malam hari, pada posisi berdiri badan mengalami pengurangan
32
dibandingkan pada posisi telanjang atau berbaring, pada tubuh mayat, dapat terjasi
pengurangan panjang badan selama terjadinya kaku mayat (rigor mortis).3,16
Pada keadaan tubuh yang tidak lagi utuh dapat di perkirakan tinggi badan
secara kasar, yaitu dengan: 2,5
1. Mengukur jarak kedua ujung jari tengah kiri dan kanan pada saat
direntangkan secara maksimum, akan sama dengan ukuran tinggi badan.
2. Mengukur panjang dari pucak kepala (Vertex) sampai symphisis pubi
kali 2 ataupun ukuran panjang dari symphisis pubis sampai ke salah satu
tumit, dengan posisi pinggang dan kaki direngang serta tumit dijanjikan.
3. Mengukur panjang salah satu lengan (diukur dari salah satu ujung jari
tengah sampai ke acromion di klavikula pada sisi yang sama) dikali dua
(cm), lalu ditambah lagi 34 cm (terdiri dari 30 cm panjang 2 buah
klavikula dan 4 cm lebar dari manubrium sterni/sternum).
4. Mengukur panjang dari lekuk diatas sternum (sterni notch) sapai
symphisis pubis lali dikali 3,3.
5. Mengukur panjang ujung jari tengah sampai ujung olecranon pada satu
sisi yang sama, lalu dikali 3,7.
6. Panjang femur dikali 4.
7. Panjang humerus dikali 6.
Bila pengukuran dilakukan pada tulang-tulang saja, maka dilakukan
penambahan 2,5 sampai 4 cm untuk mengganti jarak sambungan dari sendi-sendi.
Ketika sendi-sendi tidak lagi didapat, maka perhitungan tinggi badan dapat
dilakukan dengan mengukur tulang-tulang panjang dengan menggunakan
beberapa formula yang ada.2,16,21 Ketebalan bagian tulang rawan yang hilang rata-
rata adalah:
33
Tabel2.2 Perkiraan rata-rata kehilangan tulang rawan
Maka harus
Tulang Ujung Atas Ujung Bawah Total
ditambah
Femur 2,0 mm 2,5 mm 4,5 mm 7,1 mm
Humerus 1,5 mm 1,3 mm 2,8 mm 4,1 mm
Tibia 3,0 mm 1,5 mm 4,5 mm 6,2 mm
Radius 1,5 mm 1,0 mm 2,5 mm 3,2 mm
Bila yang diukur adalah tulang yang dalam keadaan kering, maka umumnya
telah terjadi pemendekan sepanjang 2 millimeter (mm) dibanding dengan tulang
yang segar, yang tentunya hal tersebut harus diperhatikan dalam melakukan
perhitungan tinggi badan.1 Dalam mencari tinggi badan sebenarnya, perlu
diketahui pula bahwa rata-rata tinggi badan laki-laki lebih besar dari perempuan,
maka perlu ada rumus yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. Apabila tidak
dibedakan, maka perhitungan ratio laki-laki:perempuan adalah 100:90.1,2
34
Dibawah ini akan dijabarkan beberapa formula yang ada tentang
perhitungan perkiraan tinggi badan oleh beberapa ahli:
a. Formula Karl Pearson
Formula ini telah dipakai luas diseluruh dunia sejak lama. Formula ini
membedakan formula untuk laki-laki dan perempuan untuk subjek orang-orang
Eropa dengan melakukan pengukuran pada tulang-tulang panjang yang kering.
Laki-laki
1. Tinggi badan = 81,306 + 1,88 x F1
2. Tinggi badan = 70,641 + 2,894 x H1
3. Tinggi badan = 78,6674 + 2,376 x T1
4. Tinggi badan = 85,925 + 3,271 x R1
5. Tinggi badan = 71,272 + 1,159 x (F1 + T1)
6. Tinggi badan= 71,443 + 1,22 x (F1 + 1,08 x T1)
7. Tinggi badan = 66,855 + 1,73 x (H1 + R1)
8. Tinggi badan = 69,788 + 2,769 x (H1 + 0,195 x R1)
9. Tinggi badan = 68,397 + 1,03 x F1 + 1,557 x H1
10. Tinggi badan = 67,049 + 0,913 x F1 + 0,6 x T1 + 1,225 x H1 – 0,187 x R1
Perempuan
1. Tinggi badan = 72,844 + 1,945 x F1
2. Tinggi badan = 71,475 + 2,754 x H1
3. Tinggi badan = 74,774 + 2,352 x T1
4. Tinggi badan = 81,224 + 3,343 x R1
5. Tinggi badan = 69,154 + 1,126 x (F1 + T1)
6. Tinggi badan = 69, 154 + 1,126 x (F1 + 1,125 x T1)
7. Tinggi badan = 69,911 + 1,628 x (H1 + R1)
8. Tinggi badan = 70,542 + 2,582 x (H1 + 0,281 x R1)
9. Tinggi badan = 67,435 + 1,339 x F1 + 1,027 x H1
10. Tinggi badan = 67,469 + 0,782 x F1 + 1,12 x T1 + 1,059 x H1 – 0,711 x R1
Note: F1 Panjang maksimal tulang paha (Femur)
H1 Panjang maksimal tulang lengan atas (Humerus)
R1 Panjang maksimal tulang pengumpil (Radius)
35
T1 Panjang maksimal tulang kering (Tibia)
b. Formula Trotter-Glesser
Formula ini memakai subjek penelitian orang-orang Amerika kulit hitam
(negro) dan kulit hitam dan kulit putih yang berusia anatara 18-30 tahun baik
laki-laki maupun perermpuan. Pertama sekali diteliti pada tahun 1952 oleh Trotter
dan kemudian disempurnakan oleh Krogman dan Iscan pada tahun 1977.
Tabel 2.3 Formula Trotter-Glesser (1952)
36
Tabel 2.4. Krogman dan Iscan (1977)
Male Whites Male Negroes
Strature = 50,12 + 0,68Humerus + 1,17 Strature = 57,33 + 0,44 Humerus – 0,20
Femur + 1,15 tibia + 3,51 cm Radius + 1,46 Femur + 0,86 Tibia + 3,22
cm
Strature = 53,20 + 1,39 (Femur + Tibia) + Strature = 58,54 + 1,53 Femur + 0,96
3,55 cm Tibia + 3,28 cm
Strature = 53.07 + 1,48 Femur + 1,28 Strature = 59,72 + 1,26(Femur +
Tibia+ 3,55 cm Tibia)+3,28 cm
Strature = 59,61 + 2,93 Fibula+ 3,57 cm Strature = 59,76 + 2,28 Femur+ 3.41 cm
Strature = 61,53 + 2,90 Tibia + 3,66 cm Strature = 62,80 + 1,08 Humerus + 1,79
Tibia+3,58 cm
Strature = 52,77 + 1,35 Humerus + 1,95 Strature = 72,65 + 2,45 Tibia+3,70 cm
Tubia+3,67 cm
Strature = 54,10 + 2,47 Femur+ 3,72 cm Strature = 70,90 + 2,49 Fibula+3,80 cm
Strature = 54,93 + 4,74 Radius+ 4,24 cm Strature = 64,67 + 3,08 Humerus + 4,25
cm
Strature = 57,76 + 4,27Ulna+ 4,20 cm Strature = 75,38 + 3,31Ulna + 4,83 cm
Strature = 57,97 + 3,36 Humerus+ 4,45 cm Strature = 94,51 + 2,75 Radius+5,05 cm
37
TB = 1,22 x (F1 + Fi1) + 70,2 + 3,2
Note: Angka dengan tanda + adalah nilai Standard Error, yang dapat
dikurangi atau ditambah pada nilai yang diterima dari kalkulasi. Makin kecil
SE, makin tepat taksiran menurut rumus regresi.
e. Formula Telkka
Merupakan formula yang didasarkan dari pemeriksaan terhadap orang-orang
Finisia.
Tabel 2.6 Formula Telkka
Men SE Women SE
169,4 + 2,8 (Humerus – 32,9) 5,0 156,8 + 2,7(Humerus – 30,7) 3,9
169,4 + 3,4 (Radius – 22,7) 5,0 156,8 + 3,1 (Radius – 20,8) 4,5
169,4 + 3,2 (Ulna – 23,1) 5,2 156,8 + 3,3 (Ulna – 21,3) 4,4
169,4 + 2,1 (Femur – 45,5) 4,9 156,8 + 1,8 (Femur – 41,8) 4,0
169,4 + 2,1 (Tibia – 36,6) 4,6 156,8 + 1,9 (Tibia – 33,1) 4,6
169,4 + 2,5 (Fibula – 36,1) 4,4 156,8 + 2,3 (Fibula – 32,7) 4,5
38
f. Formula Parikh
Formula ini didasarkan atas pemeriksaan terhadap tulang-tulang kering.
39
h. Formula Antropologi Ragawi UGM
Merupakan formula perkiraan tinggi badan untuk jenis kelamin pria orang
dewasa suku Jawa.
Tinggi badan 897 + 1.74 y (femur kanan)
40
j. Formula Amri Amir
Formula yang dibuat oleh Prof.dr.Amri pada tahun 1989 ini dibuat
berdasarkan pemeriksaan terhadap orang hidup pada laki-laki dan perempuan
dewasa muda.
Tabel 2.10 FormulaAmri AmirRumus regresi hubungan tinggi badan dengan
tulang panjang pada laki-laki dengan nilai r2 untuk masing-masing tulang
No Tulang Rumus Regresi r2
1 Humerus 1.34 x H + 123.43 0.22
2 Radius 3.13 x Ra + 87.91 0.45
3 Ulna 2.88 x U + 91.27 0.43
4 Femur 1.42 x Fe + 109.28 0.30
5 Tibia 1.12 x T + 124.88 0.23
6 Fibula 1.35 x Fi + 117.20 9.29
Tabel 2.11 Formula Amri AmirRumus regresi hubungan tinggi badan dengan
ukuran beberapa bagian tubuh pada laki-laki dengan nilai r2 untuk masng-masing
tulang :
No Bagian Tubuh Rumus Regresi r2
1 Rentang tangan 0.64 x RT + 56.98 0.62
2 Lengan 0.99 x L +89.01 0.46
3 Lengan bawah 1.81 x LB + 83.65 0.52
4 Symphisis kaki 1.09 x SK + 71.59 0.62
5 Dagu vertex 2.47 x DV + 104.53 0.14
6 Clavicula 2.27 x C + 130.30 0.14
Keterangan : Panjang lengan bawah diukur jarak antara olecranon sampai ke ujung jari tangan tengah
Tabel 2.12 Formula Amri Amir Rumus regresi hubungan tinggi badan dengan
tulang panjang pada wanita dengan nilai R2 untuk masing-masing tulang:
No Tulang Rumus Regresi r2
1 Humerus 1.46 x H + 111.3 0.32
2 Radius 1.50 x Ra + 119.58 0.30
3 Ulna 2.85 x U + 86.75 0.46
4 Femur 0.79 x Fe + 124.67 0.17
5 Tibia 1.33 x T +110.70 0.26
6 Fibula 1.71 x Fi + 99.20 0.36
41
Tabel 2.13 Formula Amri AmirRumus regresi hubungan tinggi badan dengan
ukuran beberapa bagian tubuh pada wanita dengan nilai R2 untuk masing-masing
tulang
No Bagian Tubuh Rumus Regresi r2
1 Rentang tangan 0.64 x RT + 53.64 0.69
2 Lengan 0.87 x L + 92.65 0.39
3 Lengan bawah 1.83 x LB + 78.36 0.44
4 Symphisis kaki 0.98 x SK + 76.92 0.56
5 Dagu vertex 0.49x DV + 143.30 0..02
6 Clavicula 2.15 x C + 124.58 0.27
k. Formula India
Faktor perkalian untuk menentukan tinggi badan pada orang dibeberapa
negara bagian India oleh beberapa peneliti India.
42
BAB III
KESIMPULAN
1. Ilmu kedokteran forensik adalah salah satu cabang spesialistik dari ilmu
kedokteran yang mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan
penegakan hukum serta keadilan. Dalam istilah lain, ilmu kedokteraan forensik
juga dikenal dengan nama legal medicine
2. Identifikasi adalah salah satu usaha untuk mengetahui identitas seseorang
melalui sejumlah ciri yang ada pada orang tak dikenal. Identifikasi mempunyai
arti penting baik ditinjau dari segi untuk kepentingan forensik maupun non-
forensik.
3. Upaya identifikasi pada tulang belulang bertujuan membuktikan bahwa
kerangka tersebut adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur,
tinggi badan, ciri-ciri khusus, deformitas dan bila memungkinkan dapat
dilakukan rekontruksi wajah orang tersebut. Dicari pula tanda kekerasan pada
tulang. Perkiraan saat kematian dilakukan dengan memperhatikan keadaan
kekeringan tulang.
4. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan
membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi
personal sering merupakan masalah dalam kasus pidana maupun perdata.
Penentuan identitas personal dapat menggunakan metode identifikasi sidik jari,
visual, dokumen, pakaian dan perhiasan, medik,gigi, serologik dan secara
eksklusi, identifikasi kerangka dan potongan tubuh manusia. Akhir-akhir ini
dikembangkan pula metode identifikasi DNA.
5. Penentuan jenis kelamin dapat dilihat berdasarkan tulang panggul, tengkorak,
tulang dada serta tulang panjang, sedangkan untuk penentuan umur dapat
dilakukan dengan metode fisika, serologi dan kimia.
43
DAFTAR PUSTAKA
4. William D.J., Ansford A.J., Friday D.D., et all. Identification. In: Dcolour
Guide Forensic Phatology. Churchill Livingstone. 2002: 13-20.
10. Wahid S.A. Identifikasi. Dalam: Patologi Forensik. Dewan Bahasa dan
Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia. Kuala Lumpur. 1993: 13-48, 56-
78.
44
11. Curran W.J., McGarry A.L. Petty C.S Identification Procedures in Death
Ivestigation. In: Modern Legal Medicine, Psychiatry, and Forensic Science.
F.A. Davis Company. Philadelphia. 1980: 1206-1220.
13. Snell R.S. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Bagian 2. Edisi 3
Alih Bahasa Adji Dharma, Mulyani. EGC. Jakarta. 1998: 113-270.
14. Mcminn R.M.H., Hutchings R.T., Pegington J., et all. A Colour Atlas of
Human Anatomy. Third Edition. Wolfie. 1993: 99-154.
15. Chacha P.V. Identifikasi. Dalam: Catatan Kuliah Ilmu Forensik dan
Toksikologi. Edisi V. Alih Bahada Johan Hutauruk. Widya Medika. Jakarta.
1995: 24-45.
16. Byers S.N. Basics of Human Osteology and Odontology. In: Introduction to
Forensic Anthropology. Third Edistion. Boston. 2008: 28-59.
17. Iscan. M.Y., Kennedy K.A.R. Skeletal Markers of Occupational Stress. In:
Recontruction of Life from The Skeleton. Alan R. Liss, Inc. New York. 1989:
129-160.
19. Ludwig J. Skeletal System. In: Handbook of Autopsy Practice. Third Edition.
Humana Press. New Jersey. 2002: 95-99.
21. Mann G.T., Jordan T.D. Anatomy of The Extremities. In: Personal Injury
Problems. Charles C. Thomas Publisher. Illinois. 1963: 86-101.
45
22. DiMaio V.J.M., Dana S.E. Intoduction to Medicolegal Case Work. In:
Handbook of Forensic Pathology. Landes Bioscience. Texas. 1998: 1-11.
23. Idries, A.M., Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Pertama. Bab I
Visum et Repertum dan Bab II Identifikasi. PT Binarupa Aksara. Jakarta.
Indonesia.1989.
46