Anda di halaman 1dari 6

Hendrik L Blum

Menurut Hendrik L Blum ada 4 faktor yang mempengaruhi status derajat kesehatan masyarakat atau
perorangan. Faktor-faktor tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Lingkungan

Lingkungan memiliki pengaruh yang dan peranan terbesar diikuti perilaku, fasilitas kesehatan dan
keturunan. Lingkungan sangat bervariasi, umumnya digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu yang
berhubungan dengan aspek fisik dan sosial. Lingkungan yang berhubungan dengan aspek fisik contohnya
sampah, air, udara, tanah, ilkim, perumahan, dan sebagainya. Sedangkan lingkungan sosial merupakan
hasil interaksi antar manusia seperti kebudayaan, pendidikan, ekonomi, dan sebagainya

2. Perilaku

Perilaku merupakan faktor kedua yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat karena sehat atau
tidak sehatnya lingkungan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat sangat tergantung pada perilaku
manusia itu sendiri. Di samping itu, juga dipengaruhi oleh kebiasaan, adat istiadat, kebiasaan,
kepercayaan, pendidikan sosial ekonomi, dan perilaku-perilaku lain yang melekat pada dirinya.

3. Pelayanan kesehatan

Pelayanan kesehatan merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat karena
keberadaan fasilitas kesehatan sangat menentukan dalam pelayanan pemulihan kesehatan, pencegahan
terhadap penyakit, pengobatan dan keperawatan serta kelompok dan masyarakat yang memerlukan
pelayanan kesehatan. Ketersediaan fasilitas dipengaruhi oleh lokasi, apakah dapat dijangkau atau tidak.
Yang kedua adalah tenaga kesehatan pemberi pelayanan, informasi dan motivasi masyarakat untuk
mendatangi fasilitas dalam memperoleh pelayanan serta program pelayanan kesehatan itu sendiri
apakah sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang memerlukan.

4. Keturunan

Keturunan (genetik) merupakan faktor yang telah ada dalam diri manusia yang dibawa sejak lahir,
misalnya dari golongan penyakit keturunan seperti diabetes melitus dan asma bronehial.

Teori Lawrence Green

Menurut Green, perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yakni:

a. Faktor predisposisi (predisposing factor)

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan
masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat,
tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya.

b. Faktor pemungkin (enabling factor)


Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat
seperti, puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek
swasta. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan.

c. Faktor penguat (reinforcing factor)

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama dan para petugas
kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun
pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang
bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif serta dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan
perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama dan para petugas terlebih lagi petugas
kesehatan. Di samping itu, undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat
tersebut.

Teori Hipocrates (460-377 SM). Hipocrates berpendapat bahwa sakit bukan disebabkan
oleh hal-hal yang bersifat supranatural tetapi ada kaitannya dengan elemen-elemen
bumi, api, udara, air yang dapat menyababkan kondisi dingin, kering, panas dan
lembab. Kondisi ini dapat berpengaruh pada cairan tubuh, darah, cairan empedu kuning
dan empedu hitam. Pada zaman ini hipocrates telah menghubungkan antara kejadian
sakit dengan faktor lingkungan. Ia mengemukakan teori tentang sebab musabab
penyakit, yaitu bahwa:
a.Penyakit terjadi karena adanya kontak dengan jasad hidup, dan
b.Penyakit berkaitan dengan lingkungan eksternal maupun internal seseorang.Teori itu
dimuat dalam karyanya berjudul “On Airs, Waters and Places”.
Hippocrates juga merujuk dan memasukkan ke dalam teorinya apa yang sekarang
disebut sebagai teori atom, yaitu segala sesuatu yang berasal dari partikel yang sangat
kecil. Teori ini kemudian dianggap tidak benar oleh kedokteran modern. Menurut
teorinya, tipe atom terdiri dari empat jenis: atom tanah (solid dan dingin), atom udara
(kering), atom api (panas), atom air (basah). Selain itu ia yakin bahwa tubuh tersusun
dari empat zat: flegma (atom tanah dan air), empedu kuning (atom api dan udara),
darah (atom api dan air) dan empedu hitam (atom tanah dan udara). Penyakit dianggap
terjadi akibat ketidakseimbangan cairan sementara demam dianggap terlalu banyak
darah.
Teori ini mampu menjawab masalah penyakit yang ada pada waktu itu dan dipakai
hingga tahun 1800-an.Kemudian ternyata teori ini tidak mamp[u menjawab tantangan
berbagai penyakit infeksi lainnya yang mempunyai rantai penularan yang lebih berbelit-
belit.
2. Teori Contagion. Menurut teori ini penyakit terjadi karena proses kontak atau
bersinggungan dengan sumber penyakit. Pada masa ini telah ada pemikiran konsep
penularan yang berawal dari pengamatan terhadap penyakit kusta di Mesir.Teori ini
tentu dikembangkan berdasarkan situasi penyakit pada masa itu di mana penyakit yang
melanda kebanyakan adalah penyakit menular yang terjadi karena adanya kontak
langsung. Konsep itu dirumuskan oleh Girolamo Fracastoro (1483-1553). Teorinya
menyatakan bahwa penyakit ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui zat penular
(transference) yang disebut kontagion.Fracastoro membedakan tiga jenis kontagion,
yaitu:
a) Jenis kontagion yang dapat menular melalui kontak langsung, misalnya bersentuhan,
berciuman, hubungan seksual.
b) Jenis kontagion yang menular melalui benda-benda perantara (benda tersebut tidak
tertular, namun mempertahankan benih dan kemudian menularkan pada orang lain)
misalnya melalui pakaian, handuk, sapu tangan.
c) Jenis kontagion yang dapat menularkan pada jarak jauh
Pada mulanya teori kontagion ini belum dinyatakan sebagai jasad renik atau
mikroorganisme yang baru karena pada saat itu teori tersebut tidak dapat diterima dan
tidak berkembang. Tapi penemunya, Fracastoro, tetap dianggap sebagai salah satu
perintis dalam bidang epidemiologi meskipun baru beberapa abad kemudian mulai
terungkap bahwa teori kontagion sebagai jasad renik. Karantina dan kegiatan-kegiatan
epidemik lainnya merupakan tindakan yang diperkenalkan pada zaman itu setelah
efektivitasnya dikonfirmasikan melalui pengalaman praktek.
3. Teori Humoral. Dikenal dalam kehidupan masyarakat China yang beranggapan bahwa
penyakit disebabkan oleh gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh. Dikatakan
bahwa dalam tubuh manusia terdapat empat macam cairan yaitu putih, kuning, merah
dan hitam. Bila terjadi ketidakseimbangan akan menyebabkan penyakit, tergantung dari
jenis cairan yang dominan.
4. Teori Miasma. Penyakit timbul karena sisa dari mahluk hidup yang mati membusuk,
meninggalkan pengotoran udara dan lingkungan. Pada zaman itu orang percaya bila
seseorang menghirup miasma atau uap busuk tadi maka ia akan terjangkit penyakit.
Sebagai pencegahannya rumah-rumah dianjurkan ditutup rapat terutama pada malam
hari dan tidak banyak keluar malam karena dipercaya miasma muncul terutama pada
waktu malam. Selain itu masyarakat juga percaya bahwa miasma dapat dihalau atau
diatasi dengan jalan membakar ramuan/ kemenyan (dupa) dan bisa juga diusir dengan
bunyi-bunyian keras seperti bel gereja, bedug, petasan, dll. Pada zamannya teori
miasma lebih dipercaya dan dapat diterima daripada teori contagion yang dicetuskan
oleh Fracastoro karena uap busuk lebih bisa diamati dan tercium baunya.
5. Teori Jasad Renik (Germ Theory). Jasad renik (germ) dianggap sebagai penyebab
tunggal penyakit yang berkembang setelah ditemukannya mikroskop. Suatu kuman
( mikroorganisme) ditunjuk sebagai kausa penyakit.Teori ini sejalan dengan kemajuan di
bidang teknologi kedokteran,ditemukannya mikroskop yang mampu mengidentifikasi
mikroorganisme.Kuman dianggap sebagai penyebab tunggal penyakit.Namun
selanjutnya ternyata teori ini mendapat tantangan karena sulit diterapkan pada berbagai
penyakit kronik,misalnya penyakit jantung dan kanker,yang penyebabnya bukan kuman.
6. Teori Ekologi Lingkungan. Manusia berinteraksi dengan berbagai faktor penyebab
dalam lingkungan tertentu. Pada keadaan tertentu akan menimbulkan penyakit. Teori ini
secara lebih luas membahas tentang penyebab penyakit yang menghubungkan antara
sumber penyakit, penderita dan lingkungannya. Model tradisional epidemiologi atau
segitiga epidemiologi dikemukakan oleh Gordon dan La Richt (1950), menyebutkan
bahwa timbul atau tidaknya penyakit pada manusia dipengaruhi oleh tiga faktor utama
yaitu host, agent, dan environment. Gordon berpendapat bahwa:
a) Penyakit timbul karena ketidakseimbangan antara agent (penyebab) dan manusia
(host)
b) Keadaan keseimbangan bergantung pada sifat alami dan
karakteristikagent dan host (baik individu/kelompok)
c) Karakteristik agent dan host akan mengadakan interaksi, dalam interaksi tersebut akan
berhubungan langsung pada keadaan alami dari lingkungan (lingkungan sosial, fisik,
ekonomi, dan biologis).
7. Teori Multiklausa
Disebut juga sebagai konsep multifaktorial di mana teori ini menekankan bahwa suatu
penyakit terjadi sebagai hasil dari interaksi berbagai faktor.Misalnya,faktor interaksi
lingkungan yang berupa faktor biologis,kimiawi dan sosial memegang peranan dalam
terjadinya penyakit.
Sebagai contoh,infeksi tubekulosis paru yang disebabkan oleh invasimycobacterium
tuberculosis pada jaringan paru,tidak dianggap sebagai penyebab tunggal terjadinya
TBC.Disini TBC tidak hanya terjadi sebagai akibat keterpaparan dengan kuman TBC
semata,tetapi secara multifaktorial berkaitan dengan faktor genetik,malnutrisi,kepadatan
penduduk dan derajat kemiskinan.Demikian pula halnya dengan kolera yang
disebabkan oleh tertelannya vibrio kolera ditambah dengan beberapa (multi) faktor
risiko lainnya.Kepekaan penjamu meningkat oleh keterpaparan berbagai
faktor:malnutrisi,perubahan padat,kemiskinan,dan genetik.Dalam kondisi demikian
seorang menelan vibrio kolera selama terpapar dengan air tidak bersih,yang dilanjutkan
dengan pengeluaran toksin.Kolera yang meracuni lambung sehingga terjadilah diare.

Teori poenyebab masalah Gizi Kurang

UNICEF

Terdapat sebuah model yang dikembangkan Unicef tahun 1990, untuk mengurai faktor
penyebab gizi buruk ini (Soekirman, 2000). Dengan model tersebut, penyebab masalah gizi
dibagi dalam tiga tahap, yaitu penyebab langsung, penyebab tidak langsung dan penyebab
mendasar.

1. Terdapat dua penyebab langsung gizi buruk, yaitu asupan gizi yang
kurang dan penyakit infeksi.
2. Terdapat 3 faktor pada penyebab tidak langsung, yaitu tidak cukup
pangan, pola asuh yang tidak memadai, dan sanitasi, air bersih/
pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadai.
3. Penyebab mendasar/akar masalah gizi buruk adalah terjadinya krisis
ekonomi, politik dan sosial termasuk bencana alam, yang mempengaruhi
ketersediaan pangan, pola asuh dalam keluarga dan pelayanan kesehatan
serta sanitasi yang memadai, yang pada akhirnya mempengaruhi status
gizi balita.

menurut Azwar (2005), faktor kemiskinan merupakan penyebab mendasar yang

mengakibatkan masalah gizi kurang akibat minimnya asupan gizi dan tingginya

penyakit infeksi.
menurut Kurniawan et all (2001), masalah inti yang menjadi penyebab gizi kurang

antara lain karena keadaan keluarga memburuk, pendidikan dan penyediaan

bahan makanan tidak baik, serta kurangnya hasil pertanian, sehingga

menyebabkan kurangnya ketersediaan makanan pada skala rumah tangga. Juga

karena minimnya akses rumah tangga pada sarana pelayanan kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai