Disfagia
Disfagia
I. PENDAHULUAN
Keluhan sulit menelan (disfagia), merupakan salah satu gejala kelainan atau
penyakit di orofaring dan esofagus. Keluhan ini akan timbul bila terdapat gangguan
gerakan otot-otot menelan dan gangguan transportasi makanan dari rongga mulut ke
lambung. Disfagia dapat disertai dengan keluhan lainnya, seperti odino-fagia (rasa nyeri
waktu menelan), rasa panas di dada, rasa mual, muntah, regurgitasi, hema-temesis,
melena, anoreksia, hipersalivasi, batuk dan berat badan yang cepat berkurang.
Manifestasi klinik yang sering ditemukan ialah sensasi makanan yang tersangkut di
daerah leher atau dada ketika menelan. Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas
Sejarah mengambil menyeluruh dan pemeriksaan fisik dengan teliti penting dalam
leher, mulut, orofaring, dan laring. Pemeriksaan neurologis juga harus dilakukan.
Disfagia dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan dan dapat meningkatkan risiko
terjadi aspirasi peumonia, malnutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan dan sumbatan
jalan napas. Salah satu resiko yang paling serius adalah aspirasi pneumonia terutama
dapat terjadi pada setiap kelainan yang mengenai organ yang berperan pada fase oral
1
batang otak, kelainan saraf otak n.V, n.VII, nIX, n.X dan n.XII, kelumpuhan otot faring
dan lidah serta gangguan peristaltik esofagus dapat menyebabkan disfagia. Kelainan
otot polos esofagus yang dipersarafi oleh komponen parasimpatik n. vagus dan neuron
II. INSIDENSI
prevalensi dapat mencapai 22% pada mereka di atas 50 tahun Diketahui bahwa sekitar
III. ANATOMI
Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga mulut terletak
di depan bat bebas palatum mole, arkus faringeus anterior dan dasar lidah. Nasofaring
meluas dari dasar tengkorg-sampai batas palatum mole. Orofaring meluas dari batas
tadi sampai batas epiglotis, sedangkan di bawah garis batas ini adalah laringofaring
atau hipofaring. 2
2
Gambar 1: Anatomi faring 4
Rongga Mulut. 2
Bibir dan pipi terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis oris yang
dipersarafi oleh san fasialis. Vermilion berwarna merah karena ditutupi oleh lapisan tipis
epitel skuamosa. Ruangan di ar tara mukosa pipi bagian dalam dan gigi adalah
vestibulum oris. Muara duktus kelenjar parotis mer,; hadap gigi molar kedua atas.
Gigi ditunjang oleh krista alveolar mandibula dibagian bawah dan krista alveolar
maksila di bagia: atas. Gigi pada bayi terdiri dari dua gigi seri, satu gigi taring dan dua
gigi geraham. Gigi dewasa terdir dari dua gigi seri dan satu gigi taring, dua gigi
premolar dan tiga gigi molar. Permukaan oklusal dar gigi seri berbentuk menyerupai
pahat dan gigi taring tajam, sedangkan gigi premolar dan molar mem-pwnyai
permukaan oklusal yang datar. Daerah di antara gigi molar paling belakang atas dan
Palatum dibentuk oleh tulang dari palatum durum dibagian depan dan sebagian
besar dari otot palatum mole dibagian belakang. Palatum mole dapat diangkat untuk
3
faring bagian nasal dari rongga mulut dan orofaring. Ketidakmampuan palatum mole
menutup akan mengakibatkan bicara yang abnormal (rinolalia aperta) dan kesulitan
menelan. Dasar mulut diantara lidah dan gigi terdapat kelenjar lingual dan sebagian dari
kelenjar liur untuk mengeluarkan liur menyebabkan mulut menjadi kering, atau
xerostomia. Hal ini merupakan keluhan yang menyulitkan pada beberapa pasien. Lidah
merupakan organ muskular yang aktif. Dua pertiga bagian depan dapat digerakkan,
sedangkan pangkalnya terfiksasi. Otot dari lidah dipersarafi oleh saraf hipoglosus.
Pengecapan dua pertiga lidah bagian depan dipersarafi oleh saraf lingualis dan saraf
Faring 2,4
Di belakang mukosa dinding belakang faring terdapat dasar tulang sfenoid dan
dasar tulang oksiput sebelah atas, kemudian bagian depan tulang atlas dan sumbu
badan, dan vertebra servikalis lain. Nasofaring membuka kearah depan ke hidung
melalui koana posterior. Superior, adenoid terletak pada ukosa atap nasofanng. Di
samping, muara tuba eustakius kartilaginosa terdapat di depan lekukan ing disebut fosa
Rosenmiiller. Kedua struktur ini berada di atas batas bebas otot konstriktor faringis
superior. Otot tensor veli palatini, merupakan otot yang menegangkan palatum dan
membuka tuba eustaki, masuk ke faring melalui ruangan ini. Otot ini membentuk tendon
yang melekat sekitar hamulus tulang untuk memasuki palatum mole. Otot tensor veli
4
Gambar 2: Persarafan Regio Oral dan Faring 5
dalam kapsulnya terletak pada mukosa pada dinding lateral rongga mulut. Di depan
tonsila, arkus faring anterior disusun ,oleh otot palatoglosus, dan di belakang dari arkus
Tonsila disusun oleh jaringan limfoid yang diliputi oleh epitel skuamosa yang
berisi beberapa krip-ta Tampaknya tidak dapat dibuktikan adanya penurunan kekebalan
yang disebabkan oleh pengangkatan tonsila (atau adenoid). Celah di atas tonsila
merupakan sisa dari endodermal muara arkus brankial kedua; di mana fistula brankial
atau sinus internal bermuara. Infeksi dapat terjadi di antara kapsul tonsila dan ruangan
5
sekitar jaringan dan dapat meluas ke atas pada dasar pa la turn mole sebagai abses
pcritonsilar.
pada dasar lidah oleh dua frenulum lateral dan satu frenulum di garis tengah. Hal ini
permukaan laringeal dari epiglotis. Di bawah muara glotis bagian medial dan lateral
terdapat ruangan yang disebut sinus pirifonnis yaitu di antara lipatan ariepiglotika dan
kartilago tiroid. Lebih ke bawah lagi terdapat otot-otot dari lamina krikoid, dan di
Esofagus bagian servikal terletak kurang lebih pada garis tengah leher d;
belakang trakea dan di depan korpus vertebra. Saraf laringeus rekurens terdapat pada
6
alur diantara esofagus dan trakea. Arteri karotis komunis dan isi dari selubung karotis
terletak dilateral esofagus. Pada lapisan otot faring terdapat daerah trigonum yang
lemah di atas otot krikofaringeus yang berkem-bang dari krikoid dan mengelilingi
esofagus bagian atas. Divertikulum yang disebut divertikulum Zenker dapat keluar
Faring merupakan daerah di mana udara melaluinya dari hidung ke laring juga
dilalui oleh makanan dari rongga mulut ke esofagus. Oleh karena itu, kegagalan dari
otot-otot faringea], terutama y ang menyusun ketiga otot konstriktor faringis, akan
menyebabkan kesulitan dalam menelan dan biasanya juga terjadi aspirasi air liur dan
7
Gambar 5: Nervus Otonom pada Leher 5
5. kerjasama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus
kesinambungan.
8
Proses menelan dapat dibagi dalam 3 fase : fase oral, fase faringal dan fase
esofagal.1
FASE ORAL
Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan bercampur
dengan liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini bergerak dari rongga
mulut melalui dorsum lidah, terletak di tengah lidah akibat kontraksi otot intrinsik
lidah.
lidah diperluas, palatum mole terangkat dan bagian atas dinding posterior faring
FASE FARINGAL
Fase faringal terjadi secara refleks pada akhir fase oral, yaitu perpindahan bolus
Aditus laring tertutup oleh epiglotis, sedang-kan ketiga sfingter laring, yaitu plika
9
FASE ESOFAGAL
Fase esofagal ialah fase perpindahan bolus makanan dari esofagus ke lambung.
rangsangan bolus makanan pada akhir fase faringal, maka terjadi relaksasi
dalam esofagus.
Setelah bolus makanan lewat, maka sfingter akan berkontraksi lebih kuat,
melebihi tonus introitus esofagus pada waktu istirahat, sehingga makanan tidak
Gerak bolus makanan di esofagus ba-gian atas masih dipengaruhi oleh kontraksi
m.konstriktor faring inferior pada akhir fase faringal. Selanjutnya bolus makanan
Dalam keadaan istirahat sfingter esofagus bagian bawah selalu tertutup dengan
tekanan rata-rata 8 mmHg lebih dari tekanan di dalam lambung, sehingga tidak
Pada akhir fase esofagal sfingter ini akan terbuka secara refleks ketika
distal. Selanjutnya setelah bolus makanan lewat, maka sfringter ini akan
menutup
10
Gambar 6: Fisiologi menelan 1
V. ETIOLOGI
Proses menelan yang normal tergantung pada integritas anatomi dan fungsional
dari struktur saraf dan jalur yang luas, dalam sistem saraf pusat dan perifer. Lesi dari
korteks serebral, ganglia basal, batang otak, otak kecil, dan saraf kranial dapat
menyebabkan disfagia. .Hal ini sering terjadi pada pasien dengan usia lanjut karena
fungsi menelan. yang menurun, penyakit pada sistem saraf pusat seperti stroke, trauma
11
distrofi, Myotonic Muscular Dystrophy (MMD), Limb Girdle symdrome, Duchenne
Muscular dystrophy. Penyakit motor neuron juga dapat menyebabkan disfagia adalah
amyotrophic lateral sclerosis, congenital spinal muscular atrophy, dan post polio
syndrome. 1,6,7
Tabel 1
Mekanisme Contoh
Neurologik Stroke
Parkinson's disease
Multiple sclerosis
Bulbar poliomyelitis
Dermatomyositis
Muscular dystrophy
Cricopharyngeal incoordination
12
VI. PATOGENESIS
Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang berperan
Keberhasilan mekanisme menelan ini tergantung dari beberapa faktor, yaitu (a) ukuran
bolus makanan, (b) diameter lumen esofagus yang dilalui bolus, (c) kontraksi peristaltik
esofagus, (d) fungsi sfingter esofagus bagian atas dan bagian bawah dan (e) kerja otot-
mulai dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik dinding faring dan
bekerja dengan baik, sehingga aktivitas motorik berjalan lancar. Ke-rusakan pada pusat
esofagus dan sfingter esofagus bagian atas. Oleh karena otot lurik esofagus dan
sfingter esofagus bagian atas juga men-dapat persarafan dari inti motor n. vagus, maka
aktivitas peristaltik esofagus masih tampak pada kelainan di otak. Relaksasi sfingter
VII. ANAMNESIS
13
keluhan penyerta : odinofagi, BB turun cepat, demam, sesak nafas, batuk,
kardiovaskuler dll)
muskulorelaksan pusat)
Pemeriksaan rongga mulut, evaluasi gerakan dan kekuatan otot mulut dan
otot lidah.
dgn sentuhan spatel lidah, cari refleks muntah, refleks menelan, dan
14
IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk diagnosis selain anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan
1,6
pemeriksaan penunjang untuk diagnosis kelainan disfagia neurogenik :
1. Radiologi
Pemeriksaan penunjang, foto polos esofagus dan yang memakai zat kontras, dapat
gangguan peristaltik, penekanan lumen esofagus dari luar, isi lumen esofagus dan
esofagus lebih maju lagi. Untuk memperlihatkan adanya gangguan motilitas esofagus
dibuat cine-film atau video tapenya. Tomogram dan CT scan dapat mengevaluasi
bentuk esofagus dan jaringan di sekitarnya. MRI (Magnetic Resonance Imaging) dapat
2. Esofagoskopi
Tujuan tindakan esofagoskopi adalah untuk melihat langsung isi lumen esofagus
pemeriksaan ini bersifat invasif, maka perlu persiapan yang baik. Dapat di-lakukan
pasien, operator, peralatan dan ruang pemeriksaan perlu dilakukan. Risiko dari
15
3. Pemeriksaan manometrik
mengukur tekanan dalam lumen esofagus dan tekanan sfingter esofagus dapat dinilai
Pemeriksaan ini dikenal sebagai Modified Barium Swallow (MBS) adalah pemeriksa-
an yang sering dilakukan dalam mengevaluasi disfagia dan aspirasi. Pemeriksaan ini
menggambarkan struktur dan fisiologi menelan pada rongga mulut, faring, laring dan
esofagus bagian atas. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan bolus kecil de-
ngan berbagai konsistensi yang dicampur dengan barium. VFSS dapat untuk panduan
dalam terapi menelan dengan memberikan bermacam bentuk makanan pada berbagai
posisi kepala dan melakukan beberapa maneuver untuk mencegah aspirasi untuk
16
5. FEES (Flexible Endoscopy Evaluation of Swallowing)
optik lentur. Pasien diberikan berbagai jenis konsistensi makanan dari jenis makanan
cair sampai padat dan dinilai kemampuan pasien dalam proses menelan. Tahap
kemampuan pasien dan diketahui konsistensi apa yang paling aman untuk pasien
1. Sensitivitas pada daerah orofaring dan hipofaring yang sangat berperan dalam
terjadinya aspirasi.
3. Residu: menumpuknya sisa makanan pada daerah valekula, sinus piriformis kanan
dan kiri, poskrikoid dan dinding faring posterior sehingga makanan tersebut akan
mudah masuk ke jalan napas pada saat proses menelan terjadi ataupun sesudah
proses menelan.
suara. Sehingga menyebabkan mudah masuknya makanan ke jalan napas saat inhalasi
17
5. Aspirasi : masuknya makanan ke jalan napas melewati pita suara yang sangat
X. PENATALAKSANAAN
beberapa metode :
1. PENGOBATAN
pasien harus dihentikan bila memungkinkan. Pada pasien Parkinson dengan diskenesia
akibat obat dapat memperburuk disfagia. Drooling pada pasien Parkinson mulanya
disebabkan oleh disfagia dan bukannya dari produksi air liur yang berlebihan.
18
2. MODIFIKASI DIET
Mempertahankan cairan dan nutrisi dapat dilakukan dengan aman pada pasien
terhadap cairan dibandingkan dengan makanan padat. Ini disebabkan kesulitan dalam
mengendalikan bolus dan keterlambatan atau tidak munculnya refleks menelan. Hal ini
Namun, viskositas optimal cairan yang aman bagi pasien disfagia neurogenik belum
ditentukan standarnya. Pengental cairan berbasis pati adalah salah satu strategi
3. TUBE FEEDING
digunakan pada pasien yang beresiko aspirasi paru jika makan per oral. Tube feeding
sebaiknya dilakukan jika kemungkinan tingkat terjadinya aspirasi makanan sekitar 10%
atau lebih, atau melambatnya waktu transit bolus makanan, yang lebih dari 10 detik
19
Penggunaan nasogastric tube dalam tempoh masa yang lama tidak diperkenankan.
atau bertahan untuk waktu yang lama. Sebagai contoh, dokter akan
mempertimbangkan gastrostomy tube pada pasien stroke jika tidak ada tanda-tanda
4. TERAPI MENELAN
manuver untuk meningkatkan elevasi laring dan penutupan laring pada saat menelan,
serta teknik untuk merangsang refleks menelan. Metode ini biasanya digunakan
segel bibir, pengunyahan, dan gerakan lidah. Teknik sederhana yang dikenal dengan
"the supraglottic swallow" dapat meningkatkan elevasi dan penutupan laring saat
menelan. Selama manuver ini, pasien menahan napas dan menelan dan kemudiannya
5. OPERASI
pengobatan disfagia pada gangguan neurologis termasuk stroke, distrofi otot, serta
20
pada pasien dengan penyakit motor neuron. Namun, pemilihan prosedur ini haruslah
hati-hati dan terdapat dua kondisi yang harus dipenuhi. Pertama, kegagalan relaksasi
sfingter faring harus dibuktikan pada videofluoroscopy. Kedua, pada fase oral , yaitu
bibir segel, inisiasi volunter menelan, serta kekuatan untuk menggerakkan lidah juga
harus diperhatikan. Gerakan lidah terbatas ( ketidak mampuan untuk mendorong atau
Pasien dengan refleks menelan yang tertunda dengan 10 detik atau lebih mungkin tidak
dapat manfaat dari operasi ini. Operasi untuk disfungsi cricopharyngeal pada stroke dan
cedera otak harus dipertimbangkan setelah tiga bulan pertama dari onset penyakit. 6,10
XI. PROGNOSIS
banyak perbaikan telah dibuat dalam pengobatan disfagia, khususnya yang berkaitan
dengan malnutrisi akibat disfagia. Selain itu, dengan tes dan pilihan manajemen yang
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi, Efiaty Arsyad dkk, Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Ed. 6th .
2. ADAM, BOIES, HIGLER ,Rongga Mulut dan Faring, BOEIS Buku ajar Penyakit THT
http://www.britannica.com/EBchecked/media/68641/Sagittal-section-of-the-Pharynx
5. Netter FH, Cranial and Cervical Nerves, Atlls of Human Anatomy Ed.4 th United States
http://emedicine.medscape.com/article/324096-overview#a1
www.bidmc.org/FiberopticEndoscopicEvaluationofSwallowingFEES.aspx
22
11. Dawodu ST, Swallowing Disorders, Medscape Drugs, Diseases & Procedures :
2012:
http://emedicine.medscape.com/article/317667
23