Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gayatri mantra merupakan “doa” sekaligus “mantra” dituangkan dalam suatu keyakinan

menuju kebaikan , yang tercantum dalam kitab suci veda . Gayatri mantra mempunyai kekuatan

yang luar biasa dan tidak terhingga , dimana surya merupakan dewa penguasanya , sehingga

gayatri mantra disebut ibu dari semua mantra yang dimiliki oleh umat Hindu . Mantra dalam

veda disebutkan memiliki potensi yang tidak terbatas dan merupakan formula yang penuh

dengan vibrasi energy positif . Gayatri mantra mempunyai tiga nama yaitu Gayatri , Saavitri ,

dan Saraswathi yang diyakini bersemayam dalam diri manusia untuk melaksanakan kemurnian

serta keselarasan dalam fikiran , perkataan , dan perbuatan yang disebut Tri Kaya Parisudha.

Filosofi Hindu meyakini ritual spiritual yang dilaksanakan tidak terlepas dari sebuah

mantra dalam veda untuk meminta keselamatan , perlindungan , kegembiraan , kesehatan dan

kebahagiaan sang pencipata . Gayatri mantra merupakan bait pertama dari mantra Trisandhya

uang merupakan ibu dari veda.

Veda kuno menyebutkan mantra sebagai suara berbasis energy yang menghasilkan getaran

fisik berupa gelombang energy didalam tubuh seseorang. Getaran ini akan meningkatkan bawah

sadar seseorang untuk mencapai kejernihan fikiran . Ada agama yang berbeda dan budaya yang

berbeda di dunia melibatkan mantra yang berbea pula untuk mencapai penyembuhan . Suara

mantra yang kuat menciptakan energi yang membantu seseorang sembuh lebih cepat dari segala

patologi.
Pengucapan gayatri mantra juga membantu membuka chakra pada tubuh manusia.

Chakra(roda) adalah pusat psikis dalam tubuh yang aktif setiap saat, disadari atau tidak. Energi

bergerak melalui Chakra untuk menghasilkan keadaan psikis .

Emotional Freedom Tehnique termasuk ke dalam perawatan primer, sebagai perawatan

yang aman, cepat, andal, dan efektif untuk aspek fisik dan psikologis. Emotional Freedom

Tehnique membuktikan bahwa kesehatan yang baik tergantung pada keseimbangan dari aliran

energy yang tepat ke seluruh tubuh . Setiap stressor dapat mengganggu aliran ini , menimbulkan

hambatan energy yang menyebabkan suatu penyakit konsep budaya dan penyembuhan cina kuno

ini , sangat diandalkan selama ribuan tahun lamanya. Sekarang terus dibuktikan bahkan

dihubungkan dengan ilmu pengetahuan dan pengobatan modern .

Kata vertigo berasal dari bahasa Yunani, yaitu “vertere” yang artinya berputar dan “igo”

yang berarti kondisi. Vertigo mengacu pada adanya sensasi di mana penderitanya merasa

bergerak atau berputar,puyeng, atau merasa seolah-olah benda-benda di sekitar penderita

bergerak atau berputar. Vertigo biasanya disertai dengan mual dan kehilangan keseimbangan dan

vertigo dapat berlangsung hanya beberapa saat atau bisa berlanjut sampai beberapa jam bahkan

hari. Penderita kadang-kadang merasa lebih baik jika berbaring, tetapi vertigo dapat terus

berlanjut meskipun penderitanya tidak bergerak sama sekali (Fransisca2013).

Menurut Wahyudi (2012) vertigo didefinisikan sebagai ilusi gerakan, umumnya berupa

perasaan atau sensasi tubuh berputar terhadap lingkungan, atau sebaliknya yaitu lingkungan

sekitar dirasakan berputar.1 Berdasarkan jenisnya, terdapat dua macam penyakit vertigo, yaitu

vertigo perifer dan vertigo sentral. Menurut Grill et al. (2013)

Gangguan pada otak kecil yang mengakibatkan vertigo jarang sekali ditemukan. Namun,

pasokan oksigen ke otak yang kurang dapat pula menjadi penyebab. Beberapa jenis obat, seperti
kina, streptomisin, dan salisilat, diketahui dapat menimbulkan radang kronis telinga dalam.

Keadaan ini juga dapat menimbukan vertigo (Fransisca2013).

Neuhauser (2008) dalam Grill et al. (2013) menyatakan prevalensi vertigo di

Jerman, berusia 18 tahun hingga 79 tahun adalah 30%, 24% diasumsikan karena kelainan

vestibuler. Penelitian di Prancis menemukan 12 bulan setelahnya prevalensi vertigo 48% (Grill

et al., 2013 cit., Bissdorf, 2013). Prevalensi di Amerika, disfungsi vestibular sekitar 35%

populasi dengan umur 40 tahun ke atas (Grill et al., 2013). Pasien yang mengalami vertigo

vestibular, 75% mendapatkan gangguan vertigo perifer dan 25% mengalami vertigo sentral

(Chaker et al., 2012).

Di Indonesia angka kejadian vertigo sangat tinggi, pada tahun 2010 dari usia 40 sampai

50 tahun sekitar 50% yang merupakan keluhan nomor tiga paling sering dikeluhkan oleh

penderita yang datang ke praktek umum, setelah nyeri kepala, dan stroke (Sumarilyah, 2010 cit.,

widiantoro, 2010). Umumnya vertigo ditemukan sebesar 15% dari keseluruhan populasi dan

hanya 4% – 7% yang diperiksakan ke dokter (Sumarilyah, 2010).

Pusing dan pening yang termasuk vertigo adalah keluhan yang paling dijumpai didunia

kedokteran pada Mei 2007 sampai September 2008 dialami sekitar 20-30% penduduk. Uniknya,

pusing berputar yang sering di interpretasikan sebagai vertigo, dijumpai pada 20-30% penduduk

dewasa. Mayoritas individu(90%) yang menderita vertigo biasa dirawat atau diatasi oleh dokter

umum. Prevalensi vertigo dalam satu tahun adalah 4,9-5%. Prevalensi pada dewasa berusia 18-

79 tahun adalah mencapai 7-7,4%. Angka insiden vertigo dalam satu tahun sekitar 1,4% pada

dewasa, penderita vertigo 2-3 kali lebih banyak wanita daripada pria.Migren dan vertigo dapat

terjadi secara bersamaan dengan angka kejadian sekitar 1,1-3,2%.VM memengaruhi lebih dari

1%populasi Prevalensiseumur hidup dari 2,4%.(Anugroho & Usman, 2014).


Vertigo bisa menyebabkan gangguan keseimbangan, puyeng, nyeri kepala tidak toleran

terhadap zat toksik,tinnitus,depresi,tegang,gelisah, kemampuan berfikir kurang,kemampuan

mengingat dan berkonsentrasi juga kurang menyebabkan rasa tidak nyaman.Muntah adalah salah

satu akibat dari vertigo, pemberian metoklopramid mempunyai kerja antiemetik atau antimuntah

yang manjur, mampu mempercepat pengosongan lambung, namun tidak efektif untuk mencegah

mention sickness (mabuk perjalanan) (Anurogo & Usman, 2014& Yatim, 2004).

Menurut (Muttaqin, 2008)perawat memiliki beberapa peran antara lain pelaksana,

pendidik, peneliti, advokasi, dan pengelola. Maka peran perawat yang sangat dibutuhkan untuk

memberikan asuhan keperawatan pada pada pasien vertigo adalah sebagai pelaksana, diharapkan

klien mendapatkan kembali kesehatannya melalui proses keperawatan yang dilakukan secara

komperhensif dan sistematis. Perawat sebagai pendidik adalah memberikan pendidikan

kesehatan kepada pasien agar tidak terlalu berat dalam bekerja sehingga dapat meminimalisir

kambuhnya vertigo.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas , maka peneliti ingin meneliti pengaruh gayatri mantra dan

emotional freedom technique terhadap penurunn vertigo.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan vertigo.

1.3.2 Tujuan khusus

1.3.2.1 Menjelaskan dan memahami konsep dasar medis tentang vertigo yang meliputi:

pengertian,etiologi, patofisiologi, komplikasi, klasifikasi, manifestasi klinik, pemeriksaan

penunjang dan penatalaksanaan medis.


1.3.2.2 Menjelaskan dan memahami konsep dasar keperawatan tentang vertigo yang meliputi

pengkajian, diagnosa dan fokus intervensi.

1.3.2.3 Menggambarkan dan menganalisis asuhan keperawatan pada pasien dengan vertigo,

meliputi pengkajian, analisa data, diagnose keperawatan, intervensi, implementasi sampai

evaluasi.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

1.4.1.1 Menambah pengetahuan, pengalaman dan keterampilan nyata yang berkaitan dengan

asuhan keperawatan pada klien khususnya dengan vertigo.

1.4.1.2 Dapat digunakan sebagai acuan untuk mengembangkan asuhan keperawatan pada kasus-

kasus lainnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Dapat dijadikan tolak ukur untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa mampu

melaksanakan asuhan keperawatan khususnya pada klien dengan vertigo.

1.4.2.2 Menambah referensi dalam bidang pendidikan sehingga dapat menyiapkan perawat

yang berkompetensi dan berdedikasi tinggi dalam memberikan asuhan keperawatan

yang holistik, khususnya dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan

vertigo.

1.4.2.3 Dapat digunakan sebagai acuan untuk perbaikan kualitas dalam penyusunan asuhan

keperawatan lainnya pada waktu yang akan datang.

1.4.2.4 Bagi lahan praktik Menambah referensi dalam upaya peningkatan pelayanan

keperawatan khususnya perawatan klien dengan vertigo.


1.4.2.5 Bagi masyarakat Memberikan tambahan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada

klien dengan vertigo.

1.5 Keaslian Penelitian

1.5.1 Penelitian sejenis sebelumnya pernah dilakukan oleh Henny Lilyantipada tahun 2016 ,

melakukan penelitian sejenis denan judul Studi Analisis Terhadap Penggunaan Terapi Spiritual

Emotional Freedom Techique (Seft) Yang Dapat Digunakan Sebagai Terapi Pada Klien Yang

Mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Metodologi yang digunakan adalah

deskriptif dalam bentuk studi literatur yang ditelusuri melalui Google Scholar, dan proquest

terdapat 13 artikel yang sesuai. Terapi SEFT dapat dijadikan alternatif psikoterapi untuk

mengatasi masalah emosi pada penderita PTSD atau yang mengalami gangguan emosi karena

pengalaman traumatis.Terapi ini adalah metode baru dari EFT yang telah terbukti efektif pada

kasus PTSD veteran perang Vietnam namun terapi ini lebih efektif karena menyertakan unsur

spiritualitas. Prinsip terapi ini adalah menyeimbangkan energi tubuh di 18 titik energi meridian

sehingga apabila energi tubuh kembali seimbang maka emosi negatif pun akan hilang dengan

sendirinya (Zainuddin, 2007). Terapi SEFT efektif untuk mengatasi PTSD atau yang mengalami

gangguan emosi karena pengalaman traumatis karena terapi ini mudah dan relatif cepat dengan

efektifitas tinggi

1.5.2 Penelitian sejenis sebelumnya pernah dilakukan oleh Angelika Lestari Siregar, Ketut

Widyastuti, Putu Eka Widyadharma tahun 2017 , melakukan penelitian sejenis denan judul Studi

Uji Reliabilitas Vertigo Symptom Scale Short Form (VSS-SF) Pada Penderita Dizziness Di

RSUP Sanglah Denpasar. Metodologi yang digunakan adalah Kuesioner vertigo symptom

scale-short form dapat digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan rehabilitasi vestibular yang
mengukur derajat keparahan dizziness satu bulan sebelumnya. Kuesioner ini menilai aspek

keseimbangan dan kecemasan atau gejala otonom yang menyertainya. Vertigo symptom scale-

short form sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Norwegia dengan hasil yang baik, tetapi

terjemahan kuesioner ini ke dalam bahasa Indonesia belum pernah dilakukan. Penelitian potong

lintang dilakukan untuk mengukur reliabilitas dan nilai kesepakatan kuesioner ini dalam versi

bahasa Indonesia di RSUP Sanglah Denpasar pada bulan April 2013. Dua puluh penderita

dizziness dianalisis dengan menggunakan koefisien Kappa Cohen yang terdiri dari 17 orang

perempuan (85%) dan 3 orang lelaki (15%), usia rerata 39,1 tahun (SB 14,03 tahun) dengan

diagnosis benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) sebanyak 18 kasus (90%) dan cervical

dizziness 2 kasus (10%). Hasil koefisien Kappa 0,89. Dapat disimpulkan kuesioner vertigo

symptom scale-short form (VSS-SF) versi bahasa Indonesia memiliki kesepakatan antar

pemeriksa sangat baik dengan nilai reliabilitas yang memuaskan.

Anda mungkin juga menyukai