PENDAHULUAN
menuju kebaikan , yang tercantum dalam kitab suci veda . Gayatri mantra mempunyai kekuatan
yang luar biasa dan tidak terhingga , dimana surya merupakan dewa penguasanya , sehingga
gayatri mantra disebut ibu dari semua mantra yang dimiliki oleh umat Hindu . Mantra dalam
veda disebutkan memiliki potensi yang tidak terbatas dan merupakan formula yang penuh
dengan vibrasi energy positif . Gayatri mantra mempunyai tiga nama yaitu Gayatri , Saavitri ,
dan Saraswathi yang diyakini bersemayam dalam diri manusia untuk melaksanakan kemurnian
serta keselarasan dalam fikiran , perkataan , dan perbuatan yang disebut Tri Kaya Parisudha.
Filosofi Hindu meyakini ritual spiritual yang dilaksanakan tidak terlepas dari sebuah
mantra dalam veda untuk meminta keselamatan , perlindungan , kegembiraan , kesehatan dan
kebahagiaan sang pencipata . Gayatri mantra merupakan bait pertama dari mantra Trisandhya
Veda kuno menyebutkan mantra sebagai suara berbasis energy yang menghasilkan getaran
fisik berupa gelombang energy didalam tubuh seseorang. Getaran ini akan meningkatkan bawah
sadar seseorang untuk mencapai kejernihan fikiran . Ada agama yang berbeda dan budaya yang
berbeda di dunia melibatkan mantra yang berbea pula untuk mencapai penyembuhan . Suara
mantra yang kuat menciptakan energi yang membantu seseorang sembuh lebih cepat dari segala
patologi.
Pengucapan gayatri mantra juga membantu membuka chakra pada tubuh manusia.
Chakra(roda) adalah pusat psikis dalam tubuh yang aktif setiap saat, disadari atau tidak. Energi
yang aman, cepat, andal, dan efektif untuk aspek fisik dan psikologis. Emotional Freedom
Tehnique membuktikan bahwa kesehatan yang baik tergantung pada keseimbangan dari aliran
energy yang tepat ke seluruh tubuh . Setiap stressor dapat mengganggu aliran ini , menimbulkan
hambatan energy yang menyebabkan suatu penyakit konsep budaya dan penyembuhan cina kuno
ini , sangat diandalkan selama ribuan tahun lamanya. Sekarang terus dibuktikan bahkan
Kata vertigo berasal dari bahasa Yunani, yaitu “vertere” yang artinya berputar dan “igo”
yang berarti kondisi. Vertigo mengacu pada adanya sensasi di mana penderitanya merasa
bergerak atau berputar. Vertigo biasanya disertai dengan mual dan kehilangan keseimbangan dan
vertigo dapat berlangsung hanya beberapa saat atau bisa berlanjut sampai beberapa jam bahkan
hari. Penderita kadang-kadang merasa lebih baik jika berbaring, tetapi vertigo dapat terus
Menurut Wahyudi (2012) vertigo didefinisikan sebagai ilusi gerakan, umumnya berupa
perasaan atau sensasi tubuh berputar terhadap lingkungan, atau sebaliknya yaitu lingkungan
sekitar dirasakan berputar.1 Berdasarkan jenisnya, terdapat dua macam penyakit vertigo, yaitu
Gangguan pada otak kecil yang mengakibatkan vertigo jarang sekali ditemukan. Namun,
pasokan oksigen ke otak yang kurang dapat pula menjadi penyebab. Beberapa jenis obat, seperti
kina, streptomisin, dan salisilat, diketahui dapat menimbulkan radang kronis telinga dalam.
Jerman, berusia 18 tahun hingga 79 tahun adalah 30%, 24% diasumsikan karena kelainan
vestibuler. Penelitian di Prancis menemukan 12 bulan setelahnya prevalensi vertigo 48% (Grill
et al., 2013 cit., Bissdorf, 2013). Prevalensi di Amerika, disfungsi vestibular sekitar 35%
populasi dengan umur 40 tahun ke atas (Grill et al., 2013). Pasien yang mengalami vertigo
vestibular, 75% mendapatkan gangguan vertigo perifer dan 25% mengalami vertigo sentral
Di Indonesia angka kejadian vertigo sangat tinggi, pada tahun 2010 dari usia 40 sampai
50 tahun sekitar 50% yang merupakan keluhan nomor tiga paling sering dikeluhkan oleh
penderita yang datang ke praktek umum, setelah nyeri kepala, dan stroke (Sumarilyah, 2010 cit.,
widiantoro, 2010). Umumnya vertigo ditemukan sebesar 15% dari keseluruhan populasi dan
Pusing dan pening yang termasuk vertigo adalah keluhan yang paling dijumpai didunia
kedokteran pada Mei 2007 sampai September 2008 dialami sekitar 20-30% penduduk. Uniknya,
pusing berputar yang sering di interpretasikan sebagai vertigo, dijumpai pada 20-30% penduduk
dewasa. Mayoritas individu(90%) yang menderita vertigo biasa dirawat atau diatasi oleh dokter
umum. Prevalensi vertigo dalam satu tahun adalah 4,9-5%. Prevalensi pada dewasa berusia 18-
79 tahun adalah mencapai 7-7,4%. Angka insiden vertigo dalam satu tahun sekitar 1,4% pada
dewasa, penderita vertigo 2-3 kali lebih banyak wanita daripada pria.Migren dan vertigo dapat
terjadi secara bersamaan dengan angka kejadian sekitar 1,1-3,2%.VM memengaruhi lebih dari
mengingat dan berkonsentrasi juga kurang menyebabkan rasa tidak nyaman.Muntah adalah salah
satu akibat dari vertigo, pemberian metoklopramid mempunyai kerja antiemetik atau antimuntah
yang manjur, mampu mempercepat pengosongan lambung, namun tidak efektif untuk mencegah
mention sickness (mabuk perjalanan) (Anurogo & Usman, 2014& Yatim, 2004).
pendidik, peneliti, advokasi, dan pengelola. Maka peran perawat yang sangat dibutuhkan untuk
memberikan asuhan keperawatan pada pada pasien vertigo adalah sebagai pelaksana, diharapkan
klien mendapatkan kembali kesehatannya melalui proses keperawatan yang dilakukan secara
kesehatan kepada pasien agar tidak terlalu berat dalam bekerja sehingga dapat meminimalisir
kambuhnya vertigo.
Berdasarkan latar belakang diatas , maka peneliti ingin meneliti pengaruh gayatri mantra dan
1.3.2.1 Menjelaskan dan memahami konsep dasar medis tentang vertigo yang meliputi:
1.3.2.3 Menggambarkan dan menganalisis asuhan keperawatan pada pasien dengan vertigo,
evaluasi.
1.4.1.1 Menambah pengetahuan, pengalaman dan keterampilan nyata yang berkaitan dengan
1.4.1.2 Dapat digunakan sebagai acuan untuk mengembangkan asuhan keperawatan pada kasus-
kasus lainnya.
1.4.2.1 Dapat dijadikan tolak ukur untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa mampu
1.4.2.2 Menambah referensi dalam bidang pendidikan sehingga dapat menyiapkan perawat
yang holistik, khususnya dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
vertigo.
1.4.2.3 Dapat digunakan sebagai acuan untuk perbaikan kualitas dalam penyusunan asuhan
1.4.2.4 Bagi lahan praktik Menambah referensi dalam upaya peningkatan pelayanan
1.5.1 Penelitian sejenis sebelumnya pernah dilakukan oleh Henny Lilyantipada tahun 2016 ,
melakukan penelitian sejenis denan judul Studi Analisis Terhadap Penggunaan Terapi Spiritual
Emotional Freedom Techique (Seft) Yang Dapat Digunakan Sebagai Terapi Pada Klien Yang
Mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Metodologi yang digunakan adalah
deskriptif dalam bentuk studi literatur yang ditelusuri melalui Google Scholar, dan proquest
terdapat 13 artikel yang sesuai. Terapi SEFT dapat dijadikan alternatif psikoterapi untuk
mengatasi masalah emosi pada penderita PTSD atau yang mengalami gangguan emosi karena
pengalaman traumatis.Terapi ini adalah metode baru dari EFT yang telah terbukti efektif pada
kasus PTSD veteran perang Vietnam namun terapi ini lebih efektif karena menyertakan unsur
spiritualitas. Prinsip terapi ini adalah menyeimbangkan energi tubuh di 18 titik energi meridian
sehingga apabila energi tubuh kembali seimbang maka emosi negatif pun akan hilang dengan
sendirinya (Zainuddin, 2007). Terapi SEFT efektif untuk mengatasi PTSD atau yang mengalami
gangguan emosi karena pengalaman traumatis karena terapi ini mudah dan relatif cepat dengan
efektifitas tinggi
1.5.2 Penelitian sejenis sebelumnya pernah dilakukan oleh Angelika Lestari Siregar, Ketut
Widyastuti, Putu Eka Widyadharma tahun 2017 , melakukan penelitian sejenis denan judul Studi
Uji Reliabilitas Vertigo Symptom Scale Short Form (VSS-SF) Pada Penderita Dizziness Di
RSUP Sanglah Denpasar. Metodologi yang digunakan adalah Kuesioner vertigo symptom
scale-short form dapat digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan rehabilitasi vestibular yang
mengukur derajat keparahan dizziness satu bulan sebelumnya. Kuesioner ini menilai aspek
keseimbangan dan kecemasan atau gejala otonom yang menyertainya. Vertigo symptom scale-
short form sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Norwegia dengan hasil yang baik, tetapi
terjemahan kuesioner ini ke dalam bahasa Indonesia belum pernah dilakukan. Penelitian potong
lintang dilakukan untuk mengukur reliabilitas dan nilai kesepakatan kuesioner ini dalam versi
bahasa Indonesia di RSUP Sanglah Denpasar pada bulan April 2013. Dua puluh penderita
dizziness dianalisis dengan menggunakan koefisien Kappa Cohen yang terdiri dari 17 orang
perempuan (85%) dan 3 orang lelaki (15%), usia rerata 39,1 tahun (SB 14,03 tahun) dengan
diagnosis benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) sebanyak 18 kasus (90%) dan cervical
dizziness 2 kasus (10%). Hasil koefisien Kappa 0,89. Dapat disimpulkan kuesioner vertigo
symptom scale-short form (VSS-SF) versi bahasa Indonesia memiliki kesepakatan antar