Anda di halaman 1dari 14

KODE KEGIATAN : F.

UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN

PENYAKIT MENULAR DAN TIDAK MENULAR

0
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di

daerah tropis dan subtropics terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang

tidak memadai dengan standar hygiene dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal

yang mempercepat terjadinya penyebaran demam tifoid di negara berkembang

adalah urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air minum dan standar hygiene

industri pengolahan makanan yang masih rendah. Menurut Pang, selain karena

meningkatnya urbanisasi, demam tifoid masih terus menjadi masalah karena

beberapa faktor lain yaitu, adanya strain yang resisten terhadap antibiotic, masalah

pada identifikasi dan penatalaksanaan karier, keterlambatan membuat diagnosis

yang pasti, patogenesis dan faktor virulensi yang belum dimengerti sepenuhnya

serta belum tersedianya vaksin yang efektif, aman dan murah.

Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi yang dapat bertahan

hidup lama di lingkungan kering dan beku, peka terhadap proses klorinasi dan

pasteurisasi pada suhu 63ºC. Organisme ini juga mampu bertahan beberapa

minggu di dalam air, es, debu, sampah kering dan pakaian, mampu bertahan di

sampah mentah selama satu minggu dan dapat bertahan serta berkembang biak

dalam susu, daging, telur atau produknya tanpa merubah warna atau bentuknya.

Manusia merupakan satu-satunya sumber penularan alami Salmonella

typhi, melalui kontak langsung maupun tidak langsung dengan seorang penderita

1
demam tifoid atau karier kronis. Transmisi kuman terutama dengan cara menelan

makanan atau air yang tercemar tinja manusia. Epidemi demam tifoid yang

berasal dari sumber air yang tercemar merupakan masalah yang utama. Transmisi

secara kongenital dapat terjadi secara transplasental dari seorang ibu yang

mengalami bakteriemia kepada bayi dalam kandungan, atau tertular pada saat di

lahirkan oleh seorang ibu yang merupakan karier tifoid dengan rute fekal oral.

Seseorang yang telah terinfeksi Salmonella typhi dapat menjadi karier kronis dan

mengeksresikan mikro organisme selama beberapa tahun.

2
BAB II

PERMASALAHAN DI KELUARGA, MASYARAKAT DAN KASUS

Penyakit demam tifoid merupakan penyakit dengan jumlah kasus keenam

terbanyak dari 20 besar penyakit berdasarkan kunjungan ke Puskesmas Sugih

Mukti tahun 2010. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyaknya warga yang

mengalami penyakit demam tifoid. Beberapa faktor yang menyebabkan masih

tingginya angka kejadian penyakit demam tifoid di wilayah kerja Puskesmas

Sugih Mukti, antara lain:

a. Faktor Lingkungan

 Masih banyaknya warga yang menggunakan jamban cemplung sehingga

apabila ada tinja yang mengandung kuman S.typhi dari seorang carrier

akan menjadi sumber penularan ke warga sekitarnya.

 Sumber air bersih masih kurang.

b. Faktor Perilaku

 Kurangnya pengetahuan warga mengenai pentingnya mencuci tangan pada

5 waktu penting yaitu sebelum makan, sesudah buang air besar, sebelum

memegang bayi, sesudah menceboki anak dan sebelum menyiapkan

makanan. Hal ini merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit

demam tifoid dikarenakan transmisinya melalui fecal oral.

3
 Kebiasaan anak-anak yang sering berenang di sungai sedangkan banyak
warga yang buang air besar di jamban cemplung yang memungkinkan
terjadinya penularan penyakit.
 Tingkat pendidikan warga yang masih kurang sehingga mempengaruhi
pengetahuan penderita dalam pencegahan dan pengobatan demam tifoid.
 Status sosial ekonomi yang masih rendah dapat mempengaruhi penderita
untuk mendapatkan pengobatan yang sesuai.
 Tingkat kesadaran untuk hidup bersih perseorangan di lingkungan
keluarga masih rendah, seperti buang air besar tidak di jamban yang sesuai
kriteria jamban sehat, tapi masih banyak yang di pinggir sungai.

c. Faktor Pejamu ( Host )


 Kesadaran perseorangan ataupun keluarga untuk hidup bersih dan sehat
masih kurang.
 Status ekonomi warga yang masih kurang, sehingga kurang mengkonsumsi
makanan yang bergizi sehingga sistem pertahanan tubuhnya kurang.

BAB III

PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI

4
3.1 Penegakkan Diagnosis

Sebelum melakukan perencanaan pengobatan pada pasien demam tifoid

diperlukan diagnosis pasti, yang didapat dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang.

A. Anamnesis

 Demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam menetap

(kontinyu) atau remiten pada minggu kedua.

 Demam terutama sore/malam hari.

 Sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare.

B. Pemeriksaan Fisik

Febris, kesadaran berkabut, bradikardia relatif (peningkatan suhu 1°C

tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8x/menit), lidah yang berselaput (kotor di

tengah, tepi dan ujung merah, serta tremor), hepatomegali, splenomegali, nyeri

abdomen dan roseolae (jarang pada orang Indonesia).

C. Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium)

 Dapat ditemukan lekopeni, lekositosis, atau leukosit normal, aneosinofilia,

limfopenia, peningkatan LED, anemia ringan, trombositopenia, gangguan

fungsi hati.

 Kultur darah (biakan empedu) positif atau peningkatan titer uji Widal > 4

kali lipat setelah satu minggu memastikan diagnosis. Kultur darah negatif

tidak menyingkirkan diagnosis. Uji Widal tunggal dengan titer antibodi O

1/320 atau H 1/640 disertai gambaran klinis khas menyokong diagnosis.

5
Dikarenakan pemeriksaan penunjang untuk demam tifoid tidak tersedia di

Puskesmas Sugih Mukti sehingga diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis

dan pemeriksaan fisik.

3.2 Pengobatan Demam Tifoid

Pengobatan demam tifoid terdiri atas 3 bagian yaitu perawatan, diet dan

obat.

a. Perawatan

Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau

kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirang baring adalah untuk mencegah

terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi pasien

dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Defekasi dan

buang air kecil perlu diperhatikan, karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan

retensi air kemih.

b. Diet

Pasien demam tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan

akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien.

c. Obat-obatan

1). Obat-obat antimikroba yang sering dipergunakan, ialah:

 Kloramfenikol

 Tiamfenikol

6
 Kotrimoksazol

 Ampisilin dan Amoksisilin

 Sefalosporin Generasi Ketiga

 Fluorokinolon

2). Obat-obat Simptomatik

Antipiretika

Antipiretika tidak perlu diberikan secara rutin pada setiap pasien

demam tifoid, karena tidak banyak berguna.

3) Steroid

Steroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid atau demam tifoid

yang mengalami renjatan septik.

3.3 Perencanaan Pengobatan dan Pemilihan Intervensi Demam Tifoid di

Puskesmas Sugih Mukti

Perencanaan pengobatan dan pemilihan intervensi demam tifoid yang

dapat dilakukan di Puskesmas Sugih Mukti adalah:

a. Upaya Preventif

 Penyuluhan secara perseorangan atau perkelompok mengenai pentingnya

memelihara lingkungan.

 Penyuluhan mengenai kriteria jamban yang sehat dan penyediaan sumber

air bersih.

 Penyuluhan mengenai pentingnya menerapkan perilaku hidup bersih dan

sehat.

7
b. Upaya Promotif

 Pemberitahuan kepada masyarakat mengenai penyakit demam tifoid, cara

penularan, gejala dan komplikasi dari penyakit tersebut.

 Pemberitahuan kepada masyarakat agar segera membawa keluarga yang

memiliki gejala demam tifoid agar dibawa ke pelayanan kesehatan untuk

segera diperiksa dan mendapatkan pengobatan.

c. Upaya Kuratif

 Meyarankan agar pasien tirah baring di rumah selama sakit.

 Memberitahukan jenis makanan sesuai perkembangan kondisi pasien.

 Pemberian obat antimikroba dan simptomatik.

 Merujuk pasien ke pelayanan kesehatan yang lebih tinggi apabila

ditemukan komplikasi.

BAB IV

PELAKSANAAN

8
Penatalaksanaan demam tifoid yang dilakukan di Puskesmas Sugih Mukti

antara lain:

a. Upaya Preventif

Melakukan penyuluhan perseorangan pada saat di Balai Pengobatan

maupun penyuluhan perkelompok pada saat kegiatan Posyandu akan pentingnya

menjaga kebersihan lingkungan, kriteria jamban sehat dan penyediaan air bersih

dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Salah penerapan PHBS

yaitu memberitahukan akan pentingnya cuci tangan yang baik dan benar pada 5

waktu penting yaitu sebelum makan, sesudah buang air besar, sebelum memegang

bayi, sesudah menceboki anak dan sebelum menyiapkan makanan. Hal tersebut

bertujuan agar mencegah penularan demam tifoid dikarenakan transmisinya

melalui fecal oral.

b. Upaya Promotif

Memberitahukan kepada warga mengenai penyakit demam tifoid, cara

penularan, gejala dan komplikasinya yang dapat dilakukan di Bale Pengobatan

dan Posyandu. Hal tersebut dilakukan agar warga lebih mengenal penyakit demam

tifoid dan diharapkan warga dapat segera membawa keluarganya yang memiliki

gejala demam tifoid ke pelayanan kesehatan agar segera ditangani lebih lanjut dan

yang paling penting diharapkan warga dapat mencegah terjadinya penyakit dan

mencegah penularannya.

c. Upaya Kuratif

9
Upaya kuratif yang dapat dilakukan di Puskesmas Sugih Mukti adalah:

1) Menyarankan agar pasien tirah baring di rumah selama sakit. Pasien harus

tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih

selama 14 hari

2) Memberitahu pasien jenis makanan yang boleh dimakan sesuai dengan

perkembangan kondisi pasien pada setiap pasien kontrol ke Balai

Pengobatan. Pasien demam tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur

kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien.

Pemberian bubur saring dimaksudkan untuk menghindari komplikasi

perdarahan usus atau perforasi usus.

3) Pemberian obat-obatan

a) Pemberian obat antimikroba

 Kloramfenikol

Dosis untuk orang dewasa 4 kali 500 mg sehari oral atau intravena,

sampai 7 hari bebas demam. Dengan penggunaan kloramfenikol,

demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 5 hari.

Dosis untuk anak 100 mg/kgbb/hari (bayi < 2 minggu. 25

mg/kgbb/hari) per oral dibagi 4 dosis, selama 10-14 hari.

 Tiamfenikol

Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid sama dengan

kloramfenikol. Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol

10
lebih jarang daripada kloramfenikol. Dengan tiamfenikol demam pada

demam tifoid turun setelah rata-rata 5-6 hari.

 Kotrimoksazol

Efektivitas kotrimoksazol kurang lebih sama dengan

kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa 2 kali 2 tablet sehari,

digunakan sampai 7 hari bebas demam ( 1 tablet mengandung 80 mg

trimetoprim dan 400 mg sulfametoksazol). Dengan kotrimoksazol

demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 5-6 hari.

Dosis untuk anak 50 mg/kgbb/hari per oral dalam 3 dosis selama

10-14 hari.

 Ampisilin dan Amoksisilin

Dalam hal kemampuannya untuk menurunkan demam, efektifitas

ampisilin dan amoksisilin lebih kecil dibandingkan dengan

kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunaannya adalah pasien demam

tifoid dengan leukopenia. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 50-150

mg/kg berat badan sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam.

Dosis untuk anak Amoksisilin 100 mg/kgbb/hari per oral dalam 3-4

dosis selama 10-14 hari, Ampisilin 200 mg/kgbb/hari per oral dalam 3

dosis.

Dengan ampisilin atau amoksisilin demam pada demam tifoid

turun rata-rata setelah 7-9 hari.

11
b). Obat-obat Simptomatik

 Penurun panas

 Parasetamol

Dosis untuk dewasa 3 kali 500 mg sehari. Dosis untuk anak

10-15 mg/kgbb/kali per oral sebanyak 3 kali sehari.

 Ibuprofen

Dosis untuk dewasa 3 kali 200-400 mg sehari. Dosis untuk

anak 5-10 mg/kgbb/kali per oral sebanyak 3 kali.

BAB V

MONITORING DAN EVALUASI

12
5.1 Monitoring

Monitoring pengobatan dan pemberantasan penyakit menular seperti


demam tifoid yaitu dengan cara meminta pasien agar kontrol ke Puskesmas
secara teratur untuk pemberian obat dan mengetahui perkembangan kondisi pasien
dan perencanaan penanganan lebih lanjut serta menghilangkan faktor resiko
dengan cara pemantauan sanitasi lingkungan dan penilaian perilaku hidup bersih
dan sehat.

5.2 Evaluasi

Evaluasi pengobatan dan pemberantasan penyakit menular demam tifoid

yaitu dengan cara melihat angka kejadian demam tifoid berdasarkan data

kunjungan ke Puskesmas.

13

Anda mungkin juga menyukai