Anda di halaman 1dari 8

BAB III

PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan
Berdasarkan hasil analisa jurnal dengan judul “PENGARUH TINDAKAN
PENGHISAPAN LENDIR ENDOTRAKEAL TUBE (ETT) TERHADAP
KADAR SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN YANG DIRAWAT DI
RUANG ICU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO”
Penulis : Berty Irwin Kitong, Mulyadi, Reginus Malara
Institusi : Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi Manado
Tahun : 2013
Teknik penentuan pasien untuk penerapan Evidence Based Nursing dengan
menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria Inklusi dalam Evidence
Based Nursing ini adalah pasien yang sedang dirawat di ruang ICU RSUP Dr.
Kariadi Semarang, terpasang ETT, berlendir/sekret dan akan dilakukan
tindakan suction. Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah
pasien yang sedang dilakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP).
Identitas pasien yang dilakukan Evidence Based Nursing meliputi :

Nama : Ny. S
Umur : 57 th
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jepara
No register : 9177362

Evidence Based Nursing Penghisapan Lendir Endotrakeal Tube (ETT) yang


dilakukan pada Ny.S di ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang adalah sebagai
berikut :

Responden Waktu & Tanggal Saturasi (%)


Pre suction Post suction
Ny S Selasa 10 okt 2017
Pkl. 08.00 100% 98%
Pkl. 10.30 100% 99%
Pkl. 11.15 99% 96%
Pkl. 11.45 100% 97%
Ny S Selasa 10 okt 2017
Pkl. 16.15 99% 96%
Pkl. 17.30 100% 97%
Pkl. 19.15 100% 97%
Ny S Rabu 11 okt 2017
Pkl 08.15 97% 95%
Pkl 09.05 98% 97%
Pkl 10.30 98% 96%
Pkl 12.30 99% 98%
Pkl 13.30 99% 97%

Ny S Rabu 11 okt 2017


Pkl. 16.45 98% 96%
Pkl. 18.15 99% 95%
Pkl. 19.55 99% 96%

B. Pembahasan
1. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang diangkat dalam kasus Ny.S adalah
bersihan jalan nafas tidak efektif. Definisi dari Bersihan Jalan Nafas
Tidak Efektif adalah ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi
atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk mempertahankan
kebersihan jalan nafas. Penulis mengangkat ketidakefektifan bersihan
jalan napas sesuai dengan batasan karakteristik dari diagnosa yang
ditegakkan yaitu terdengar suara napas tambahan, perubahan frekuensi
napas, perubahan irama napas, sputum dalam jumlah yang berlebih
dengan mengacu pada hasil analisa data dimana data subjektif tidak
terkaji. Data objektif yang didapatkan ada sumbatan jalan nafas yaitu
sekret. Terdengan suara napas tambahan pada saat dilakukkan
peneriksaan paru yaitu terdengar suara napas tambahan yaitu bunyi
paru ronchi.
Obstruksi jalan nafas merupakan kondisi pernafasan yang tidak
normal akibat ketidakmampuan batuk secara efektif, dapat disebabkan
oleh sekresi yang kental atau berlebihan akibat penyakit infeksi,
imobilisasi. Statis sekresi batuk yang tidak efektif karena penyakit
persyarafan seperti cierebronvaskular accident (CVA). Hipersekresi
mukosa saluran pernafasan yang menghasilkan lendir sehingga
partikel-partikel kecil yang masuk bersama udara akan mudah
menempel di dinding saluran pernafasan. Hal ini lama-lama akan
mengakibatkan terjadi sumbatan sehingga ada udara yang menjebak di
bagian distal saluran nafas, maka individu akan berusaha lebih keras
untuk mengeluarkan udara tersebut. Itulah sehingga pada fase ekspirasi
yang panjang akan muncul bunyi-bunyi yang abnormal seperti mengi,
dan ronchi (Hidayat, 2007).
2. Intervensi
Diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan
dengan peningkatan produksi sputum, penulis mencantumkan tujuan
yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan bersihan jalan napas efektif dengan kriteria hasil suara
napas bronkovasikuler tidak ada suaran napas tambahan, sekret
berkurang, pernapasan 16 –20 x/ menit. Interversi yang pertama kaji
suara nafas, rasionalnya untuk mengetahui adanya suara nafas
tambahan. Intervensi yang kedua lakukan tindakan suction.
3. Implementasi
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan
rencana asuhan keperawatan dengan tujuan untuk membantu klien
dalam tujuan yang ditetapkan (Christensen, 2009). Implementasi untuk
diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
peningkatan produksi sekret Nanda (2015) yaitu mengkaji adanya
suara napas tambahan, adanya sumbatan, untuk mengetahui adanya
pernapasan yang abnormal. Dilakukan pemeriksaan tanda –tanda vital
pasien. Mengobservasi adanya suara napas tambahan dan adanya
sumbatan, melakukan suction untuk mengeluarkan dahak dan
melancarakab pernapasan. Memonitor saturasi O2 sebelum dilakukan
suction dan setelah dilakukan suction. Alasan dilakukannya tindakan
suction adalah untuk mengencerkan sekret dan mengeluarkan sekret
untuk melancarkan pernapasan. Berkolaborasi dengan dokter dalam
pemberian terapi.
Tindakan Penghisapan Lendir Endotrakeal Tube (ETT) yang
dilakukan pada pasien Ny.S dan Ny.N di ruang ICU RSUP Dr. Kariadi
Semarang didapatkan data bahwa kadar saturasi oksigen sebelum dan
sesudah dilakukan tindakan penghisapan lendir ETT mengalami
penurunan nilai kadar saturasi oksigen antara 2-5%.
Suction adalah suatu tindakan untuk membersihkan jalan nafas
dengan kateter penghisap melalui trakeal tube pada saluran pernapasan
bagian atas. Tujuan dilakukan suction adalah untuk membebaskan
jalan nafas, untuk mengurangi retensi sputum yang mengganggu jalan
nafas, mencegah terjadinya infeksi paru pada pasien yang mengalami
gangguan pernapasan (Norton, 2011). Menurut Wiyoto (2010), apabila
tindakan suction tidak dilakukan pada pasien dengan gangguan
bersihan jalan napas maka pasien tersebut akan mengalami kekurangan
suplai O2 (hipoksemia), dan apabila suplai O2 tidak terpenuhi dalam
waktu 4 menit maka dapat menyebabkan kerusakan otak yang
permanen. Cara yang mudah untuk mengetahui hipoksemia adalah
dengan pemantauan kadar saturasi oksigen (SpO2) yang dapat
mengukur. Seberapa banyak prosentase O2 yang mampu dibawa oleh
hemoglobin. Pemantauan kadar saturasi oksigen adalah dengan
menggunakan alat oksimetri nadi (pulse oxymetri), dengan
pemantauan kadar saturasi oksigen yang benar dan tepat saat
pelaksanaan tindakan penghisapan lendir, maka kasus hipoksemia yang
dapat menyebabkan gagal napas hingga mengancam nyawa bahkan
berujung pada kematian bisa dicegah lebih dini.
Penelitian yang dilakukan Berty, dkk di ICU RSUP Prof. Dr. R.
D. Kandou Manado tahun 2013 pada 16 pasien yang terpasang ETT
dan terdapat lendir. Sesudah dilakukan tindakan suction mengalami
penurunan saturasi oksigen. Tindakan suction ETT dapat memberikan
efek samping antara lain terjadi penurunan kadar saturasi oksigen
>5%. Sebagian besar responden yang mengalami penurunan kadar
saturasi oksigen secara signifikan pada saat dilakukan tindakan
penghisapan lendir ETT yaitu terdiagnosis dengan penyakit pada
sistem pernapasan.
Komplikasi yang mungkin muncul dari tindakan penghisapan
lendir salah satunya adalah hipoksemia/hipoksia. Hal ini diperkuat
oleh penelitian Maggiore et al, (2013) tentang efek samping dari
penghisapan lendir ETT salah satunya adalah dapat terjadi penurunan
kadar saturasi oksigen ≥5%. Sehingga pasien yang menderita penyakit
pada sistem pernapasan akan sangat rentan mengalami penurunan nilai
kadar saturasi oksigen yang signifikan pada saat dilakukan tindakan
penghisapan lendir, hal tersebut sangat berbahaya karena bisa
menyebabkan gagal napas (Berty, 2013).
4. Hambatan Pelaksanaan
Terdapat dua hambatan yang mempengaruhi Tindakan
Penghisapan Lendir Endotrakeal Tube (ETT) adalah tidak adanya
keseragaman dalam menggunakan ukuran kanul untuk penghisapan
lendir. Sebab ukuran dapat mempengaruhi dan memberikan perbedaan
pada nilai saturasi oksigen pada pasien yang dilakukan tindakan
suctioning. Menurut Muhamat Nofiyanto dalam penelitiannya tentang
“Perbedaan Nilai Saturasi Oksigen Berdasarkan Ukuran Kateter
Suction pada Tindakan Open Suction Di Ruang General Intensive Care
Unit RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung” menyimpulkan bahwa ukuran
kanul penghisapan lendir yang lebih besar (14 Fr) dapat menurunkan
Kadar Saturasi Oksigen lebih banyak dibandingkan dengan ukuran
yang lebih kecil (12 Fr).
Hambatan lain juga yang ditemui dan tidak dibahas secara
mendalam dalam yaitu mengenai tingkat pendidikan dan masa kerja
perawat yang melakukan tindakan suctioning tidak memiliki
keseragaman. Sebab hal tersebut bisa memberikan pengaruh secara
tidak langsung terhadap ketrampilan perawat dalam melakukan suatu
tindakan.
Mengingat tindakan suction ini dapat menyebabkan bahaya, maka
sangat diperlukan kewaspadaan yang dini, kepatuhan untuk melakukan
tindakan sesuai dengan SPO yang benar dan ketrampilan yang baik
bagi petugas kesehatan yang akan melakukan tindakan tersebut,
terlebih khusus bagi tenaga perawat. Sebab tanpa hal-hal tersebut dapat
memberikan dampak yang buruk bagi pasien yang sementara dirawat.
Salah satunya bisa terjadi penurunan kadar oksigen dan jika petugas
kesehatan/ perawat tidak peka terhadap masalah yang muncul bisa
mengakibatkan pasien mengalami gagal napas bahkan sampai kepada
kematian.
Hal ini dapat terlihat dari penelitian yang dilakukan dimana
semua tindakan penghisapan lendir telah dilakukan sesuai dengan SPO
yang berlaku namun tetap terjadi penurunan kadar saturasi oksigen
yang signifikan, apalagi ketika petugas kesehatan/ perawat tidak
melakukan tindakan sesuai dengan SPO, tentunya bisa sangat
membahayakan nyawa pasien.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Pada klien yang terpasang endotrakheal tube akan mengalami penurunan
saturasi oksigen selama waktu suction, selama suction penurunan saturasi
oksigen dapat dipengaruhi oleh terhisapnya kadar oksigen dalam tubuh,
selain itu sebelum prosedur suction pada klien yang terpasang ventilator
klien tidak diberikan tambahan aliran oksigen yang seharusnya dialirkan
sebanyak 100% selama 1-2 menit.
B. Saran
Jurnal terkait dapat dijadikan sebagai referensi terkait penghisapan lendir
yang dapat mempengaruhi kadar saturasi oksigen bahwa ukuran kanul
suction, dan presentase aliran oksigen yang diberikan kepada klien dapat
mempengaruhi kadar saturasi oksigen.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.


Edisi 8. Jakarta : EGC
Djojodibroto, D. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta :
EGC
Hidayat, A.A.A. 2005. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Buku 2.
Jakarta : Penerbit Salemba Medika
Oda, Debora. 2011.
Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba
Medika
Oman, K.S, McLain, Scheetz. 2008. Panduan Belajar Keperawatan
Emergensi. Jakarta : EGC
Kozier & Erb. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi 5.
Jakarta : EGC
Timby, B. K. (2009). Fundamental Nursing Skills and Concepts.
Philadelphia: Lippincot William & Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai