Anda di halaman 1dari 5

APLIKASI EBN TINDAKAN PENGGUNAAN POSISI HIGH FOWLER PADA ASUHAN

KEPERAWATAN NY. S DENGAN EFUSI PLEURA


DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT
RSUP DR. KARIADI SEMARANG

DISUSUN OLEH :
EVITA HENDRASARI
NIM. G3A020202

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2021
APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET

A. Identitas Klien
Nama : Ny. S
No. RM : C890xxx
Tempat & tgl lahir : Grobogan, 27 Agustus 1957
Pendidikan terakhir : tamat SD
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Grobogan
Diagnosa medik : Efusi Pleura, CHF, HT
B. Data Fokus Pasien
DS:
Pasien mengeluh sesak napas sejak 3 hari terakhir, semakin memberat saat berbaring dan
beraktifitas, nyeri ulu hati dan batuk.
DO:
 TTV
RR: 30 x/menit
N: 113 x/menit
TD: 148/116 mmHg
SpO2: 96 %
 Terpasang O 2 nasal canul 3 liter/ menit
 Adanya retraksi dinding dada dan penggunaan otot bantu pernapasan
 Saat diauskultasi terdengar bunyi napas tambahan ronkhi.
C. Diagnosa Keperawatan yang berhubungan dengan jurnal evidence based nursing riset
yang diaplikasikan
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas (D.0005)
D. Evidence based nursing practice yang diterapkan pada pasien
“Observasi penggunaan posisi high fowler pada pasien efusi pleura diruang perawatan
penyakit dalam Fresia 2 RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung : studi kasus”
E. Analisa sintesa justifikasi / alasan penerapan evidence based nursing practice
Efusi pleura adalah penumpukan cairan pada rongga pleura. Efusi Pleura dapat berupa
cairan jernih yang merupakan transudat dan berupa pus atau darah pleura (Joyce M. Black,
2014). Efusi pleura merupakan salah satu gejala penyakit serius yang dapat mengancam jiwa
penderita. Tingkat kegawatan pada efusi pleura ditentukan oleh jumlah cairan, kecepatan
pembentukan cairan dan tingkat penekanan paru. Jika efusi luas, ekspansi paru akan
terganggu dan pasien akan mengalami sesak, nyeri dada, batuk non produktif bahkan akan
terjadi kolaps paru dan akibatnya akan terjadilah gagal nafas (Dugdale, 2014).
Salah satu tanda mayor pada pasien Efusi Pleura dengan masalah keperawatan pola nafas
tidak efektif adalah dyspneu atau sesak napas. Efusi Pleura yang luas akan menyebabkan
sesak napas, sehingga kebutuhan oksigen dalam tubuh kurang terpenuhi. Hal tersebut dapat
menyebabkan metabolisme sel dalam tubuh tidak seimbang. Pemilihan posisi untuk penderita
dengan masalah pernapasan sangat penting untuk memfasilitasi pernapasan yang adekuat.
Terdapat berbagai macam posisi tidur mulai dari supine, pronasi, lateral dan fowler. Posisi
fowler merupakan posisi pilihan untuk orang yang mengalami kesulitan pernapasan
(Kozier,2011). Oleh karena itu pemilihan posisi yang tepat sangat menentukan keberhasilan
intervensi keperawatan yang dilakukan.

F. Landasan teori terkait penerapan evidence based nursing practice


Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan viceralis dan parietalis. Proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Nurarif & Kusuma, 2015).
Masalah keperawatan yang umum terjadi pada pasien dengan efusi pleura salah
satunya adalah pola napas tidak efektif dan gangguan pertukaran gas (NANDA, 2012). Pola
napas tidak efektif diakibatkan oleh terganggunya ekspansi paru akibat akumulasi cairan di
pleura sehingga akan menimbulkan manifestasi klinis seperti peningkatan frekuensi napas,
kesulitan bernapas (dipsnea), penggunaan otot-otot bantu pernapasan, dan pada kasus-kasus
berat muncul gejala hipoksia seperti sianosis. Sementara itu, efusi pleura juga berakibat pada
terganggunya pertukaran gas yang bermanifestasi klinis pada perubahan nilai gas darah arteri
(Wilkinson & Ahern, 2005).
Penanganan efusi pleura berfokus pada pemenuhan kebutuhan oksigenasi yang
maksimum. Beberapa tindakan keperawatan untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan
oksigenasi pada pasien efusi pleura adalah dengan “Positioning” yang bertujuan untuk
meningkatkan ekspansi paru sehingga mengurangi sesak (Dean, 2014). Terdapat berbagai
macam “Positioning” mulai dari supine, pronasi, lateral dan fowler. Posisi fowler merupakan
posisi pilihan untuk orang yang mengalami kesulitan pernapasan (Kozier, 2011). Penelitian
Moaty, Mokadem dan Elhy (2017) tentang efek posisi fowler terhadap oksigenasi dan status
hemodinamik pada pasien dengan cedera kepala menunjukan bahwa posisi semi fowler
dengan elevasi 30° memiliki dampak positif terhadap pernapasan dengan hasil terjadinya
peningkatan PaO2, SaO2, dan RR serta penurunan PaCO2.
Safitri dan Andriyani (2008) menyatakan saat terjadi sesak nafas penderita biasanya
tidak dapat tidur dengan posisi berbaring, melainkan harus dalam posisi duduk atau setengah
duduk untuk meningkatkan ekspansi paru sehingga oksigen lebih mudah untuk masuk ke
paru dan pola napas kembali optimal. Tindakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
oksigenasi, agar tidak ketergantungan dengan pemberian oksigen dalam jangka panjang yaitu
dengan positioning high fowler. Posisi high fowler adalah posisi dimana tempat tidur di
posisikan dengan ketinggian 60-90° bagian lutut tidak di tinggikan. Kemiringan
menggunakan gravitasi membantu mengembangkan dada dan mengurangi tekanan abdomen
dan diafragma. Pada saat gravitasi terjadi akan menarik diafragma ke bawah serta
memungkinkan ekspansi dada dan ventilasi paru yang lebih besar. Posisi ini dibantu
penopang sandaran yang sering digunakan dua bantal yang diletakkan di punggung dan
kepala (Kozier dkk, 2011).

G. Justifikasi pemilihan tindakan berdasarkan evidence based nursing practice


Posisi high fowler adalah posisi dimana tempat tidur diposisikan dengan ketinggian
60-90° bagian lutut tidak ditinggikan. Tujuan tindakan pemberian posisi yang efektif pada
penderita sesak nafas adalah untuk menurunkan konsumsi O2 dan ekspansi paru yang
maksimal,serta mempertahankan kenyamanan.

H. Mekanisme penerapan EBN


1. Memilih pasien yang mengalami sesak nafas (RR > 24 x/menit), pasien dewasa atau
lanjut, pasien dapat berkomunikasi dan bersedia diwawancara, terpasang CTT atau pigtail
dan terpasang oksigen.
2. Menginformasikan kepada pasien yang akan dijadikan sebagi responden
3. Pasien diposisikan pada posisi standar diruangan dengan menggunakan posisi semi
fowler.
4. Lakukan pengukuran nilai pernafasan dan saturasi oksigen selama satu menit.
5. Kemudian posisikan pasien dengan posisi high fowler selama 30 menit
6. Lakukan pengukuran nilai pernafasan dan saturasi oksigen selama satu menit.
I. Hasil yang dicapai
Rentang nilai pernafasan pasien sebelum posisi high fowler pada hari pertama adalah
26-30 kali permenit dengan nilai saturasi oksigen 96 – 98%. Sedangkan setelah dilakukan
posisi high fowler selama 30 menit, rentang nilai frekuensi pernafasan 22 – 27 kali permenit
dan nilai saturasi oksigen 97 – 98%. Rentang nilai pernafasan pasien sebelum posisi
highfowler pada hari kedua adalah 26-28 kali permenit dengan nilai saturasi oksigen 97–98
%. Sedangkan setelah dilakukan posisi high fowler selama 30 menit, rentang nilai frekuensi
pernafasan 22–25 kali permenit dan nilai saturasi oksigen 98–99 %. Rentang nilai pernafasan
pasien sebelum posisi high fowler pada hari ketiga adalah 24-28 kali permenit dengan nilai
saturasi oksigen 98–99 %. Sedangkan setelah dilakukan posisi high fowler selama 30 menit,
rentang nilai frekuensi pernafasan 22–24 kali permenit dan nilai saturasi oksigen 98–99 %.

Anda mungkin juga menyukai