Saya menghampiri receptionist, kebetulan saya lihat sedang telepon, entah dengan siapa,
karena tampak bergurau, ada sekitar 3 menit-an, saya memang lihat jam, sengaja saya hitung.
Begitu selesai mbak receptionist langsung nanya ke saya, “Bapak cari siapa ?”
Saya jawab dengan menyebut nama teman saya, dan langsung di sahut, “Oh,,, sudah janji ya
Pak, saya telponkan bentar”.
Dan mbak tersebut langsung angkat telpon, putar nomer dan berbicara dengan orang di
seberang.
Mbak itu kemudian menyahut, “Iya pak, silahkan duduk, Pak . . . (nama teman saya) mau turun
bentar lagi”.
Kemudian si mbak meninggalkan meja resepsionisnya, sambil membawa bekal makan siangnya.
Belum hilang dari pintu, si mbak sudah memanggil temannya dalam suara yang lumayan keras,
sembari berlari kecil.
Meski hanya sekejap, saya bisa melihat kalau si embak resepsionis ini hanya memakai sandal,
yaaa. . . , mungkin karena pas jam istirahat, sehingga si sepatu ikutan di istirahat-kan di kolong
meja.
Untuk Anda, 3 Ebook Menarik & Inspiratif tentang Motivasi, Karir dan Strategi Bisnis
Download
Kemudian langsung bertanya ke tamu, seperti percakapan di atas, sungguh ini si embak belum
pernah di “excellent service-kan . . .!!!”, begitu saya berguman.
Untuk menerapkan budaya Pelayanan Prima, sebuah perusahaan tidak harus memiliki divisi
Customer Service, kecuali perusahaan tersebut bergerak dibidang yang berkaitan erat dengan
jasa, seperti bank, hotel, resto, rumah sakit, mall, dll.,harus ada.
Tetapi budaya pelayanan prima tetap harus diterapkan dengan baik, karena selain akan
memberikan dampak positif keluar (eksternal perusahaan), juga akan memberikan dampak
positif kedalam internal perusahaan.
Berikut ini adalah konsep dasar dari pelayanan prima, yang menggunakan pendekatan 6A,
yaituattitude, ability, attention, action, accountability dan appearance.
Pelayanan Prima ini memang banyak diterapkan di bisnis yang bergerak dibidang jasa, namun
seperti kita ketahui bahwa saat ini hampir semua bisnis pada hakekatnya adalah jasa, jadi
semua bisnis membutuhkan manfaat pelayanan prima, dengan sekian penyesuaian tentunya.
Gunakan link SITEMAPS ini, untuk mencari artikel menarik seputar distribusi,
pemasaran dan komunikasi.
Excellent Service atau Pelayanan prima adalah strategi pelayanan terhadap pelanggan yang
juga merupakan sebuah strategi komunikasi dengan tujuan untuk menghadapi persaingan
bisnis.
Untuk bisa memberikan Excellent Service, maka perusahaan tersebut harus memiliki SDM yang
handal, yang memiliki jiwa “pelayanan” dan memahami konsep Pelayanan Prima.
Di samping itu, perusahaan harus melakukan upaya pembinaan dan pelatihan secara terus
menerus akan pentingnya memahami dan menjalankan Pelayanan Prima ini dengan sepenuh
hati agar bisa menjadi budaya perusahaan.
Menjalankan Pelayanan Prima dimulai dari menumbuhkan kecintaan kita terhadap perusahaan,
yang di refleksikan dengan sikap dan tindakan kita sehari-hari yang membawa nama
perusahaan.
Aplikasi Pelayanan Prima (Excellent Service) berkaitan erat dengan Kualitas Pelayanan (Service
Quality), yang memiliki 5 dimensi, yaitu : tangible, reliablity, responsiveness, assurance dan
empaty. yang pembahasannya dapat Anda baca di artikel “Ingin Memuaskan Pelanggan Anda,
Lakukan5 Strategi ini” dan “Ingin Memuaskan Pelanggan Anda, Lakukan5 Strategi ini – bag 2”.
# 1 : Attitude (Sikap)
Potret perusahaan, diawali dari kesan yang ditorehkan oleh karyawan perusahaan tersebut,
terutama mereka yang berdiri di frontliner atau siapapun yang bersentuhan dengan pihak luar
perusahaan, baik langsung maupun tidak langsung, (ini yang diluar bagian pemasaran).
Bagaimana sikap dan pelayanan dari karyawan perusahaan, akan menggambarkan dan
memberi citra perusahaan, baik itu langsung maupun tidak langsung.
Setiap karyawan suatu perusahaan seharusnya memiliki sikap yang ramah penuh simpatik dan
menjunjung tinggi profesionalisme pekerjaannya serta memiliki rasa memiliki yang tinggi
terhadap perusahaan.
Itulah prinsip pelayanan prima yang pertama, memiliki, menjaga dan meningkatkan sikap yang
ramah, simpatik dan profesional.
# 2 : Ability (Kemampuan)
Di sini karyawan harus memiliki kemampuan dasar untuk mampu melakukan program pelayanan
prima, seperti :
Ability atau kemampuan merupakan prinsip kedua dalam pelayanan prima yang senantiasa
harus selalu ditingkatkan.
# 3 : Attention (Perhatian)
Attention atau atensi atau perhatian adalah prinsip pelayanan prima berikutnya yang wajib
dimiliki semua karyawan, terutama mereka yang bersentuhan langsung dengan pelanggan.
Attention merupakan bentuk kepedulian kepada pelanggan / tamu, yang berkaitan dengan
kebutuhan dan keinginan pelanggan, serta pemahaman atas saran dan kritik yang diberikan.
Apalagi jika pelanggan / tamu tersebut sudah menunjukan tanda membutuhkan bantuan atau
pelayanan, maka seharusnya karyawan tersebut bergegas atau menunjukan atensi untuk segera
melayani dengan cepat dan baik.
Dan akan lebih baik lagi jika begitu ada pelanggan atau tamu, karyawan tersebut melakukan hal-
hal sebagai berikut :
Menyapa dengan mengucapkan salam pembuka dengan sopan dan ramah, wajah harus
tampak tersenyum, bukan bibir senyum tapi wajah tidak menunjukkan senyum
keramahan.
Menanyakan keperluan dan keinginan pelanggan / tamu dengan bahasa yang sopan.
Mendengarkan dan memahami semua yang disampaikan pelanggan / tamu dengan
penuh pengertian dan emphaty.
Mempersilahkan pelanggan / tamu untuk menunggu ditempat yang disediakan dengan
sopan.
Dengan cepat melayani keperluan dan keinginan pelanggan / tamu tersebut, tetap dalam
sikap yang ramah.
Dahulukan apa yang menjadi keperluan atau keinginan pelanggan / tamu tersebut.
Jika memang ada yang harus dikerjakan terlebih dahulu (bersifat urgent) atau sedang
mengerjakan sesuatu, yang bisa di jeda (misal urusan internal), sampaikan dengan
sopan sembari meminta maaf dan dan sampaikan akan segera melayani.
Jika sedang ada urusan dengan pihak lain yang tidak memungkinkan untuk di jeda,
persilahkan untuk menunggu yang diberikan dalam bentuk isyarat anggukan dan tangan
yang mempersilahkan, sambil membuat kontak mata dan senyum sebagai tanda atensi
kita.
# 4 : Action (Tindakan)
Attention (perhatian) penekanannya pada bagaimana kita memberikan atensi kita terhadap
kebutuhan atau keinginan pelanggan tamu kita.
Kemudian atensi ini haruslah dilanjutkan dengan action (tindakan) atas apa yang menjadi
kebutuhan dari pelanggan / tamu tersebut.
Hal yang perlu dilakukan di tahap action ini adalah, melakukan tindakan nyata untuk memastikan
apa yang menjadi kebutuhan / keinginan pelanggan / tamu kita, jika kurang yakin dan lebih baik
lakukan konfirmasi dengan sopan.
Jika diperlukan, dapat dilakukan pencatatan, apalagi jika permintaan tersebut cukup beragam,
dan jika hal ini adalah bagian dari transaksi, maka permintaan tersebut bisa dicatat di form yang
harus sudah disiapkan.
Jika karyawan tersebut berada di bagian yang berhubungan dengan transaksi (FO, FDA,
Cashier, Sales Counter, Telemark, dll), maka prosedur transaksi harus menjadi prioritas, tentu
dengan ramah dan kesopanan yang tinggi.
Jangan lupa untuk mengucapkan termakasih, dan tanyakan apa masih ada hal lain yang bisa
dibantu, sembari mengatupkan tangan sebagai tanda menghormati dan menghargai.
Jadi menjalankan prinsip keempat dari pelayanan prima, yaitu action sangat penting, sebagai
bentuk nyata dari sebuah kepedulian (attention).
Konsep pelayanan prima berikutnya adalah accountability atau tanggung jawab, yaitu sikap
keberpihakan kita kepada pelanggan / tamu / mitra kerja sebagai bentuk rasa emphaty dan
kepedulian kita (care).
Sikap tanggung jawab ini jika dilaksanakan dengan benar dan sepenuh hati, maka bisa
meminimalkan terjadinya ketidakpuasan pelanggan, tamu atau mitra perusahaan.
# 6 : Appearance (Penampilan)
Penampilan karyawan baik secara phisik maupun non phisik merefleksikan kredibilitas
perusahaan, maka dari itu penting untuk selalu menjaga penampilan ini.
Standar penampilan harus dibuat oleh perusahaan, dan setiap karyawana harus
menjalankannya, apalagi saat bertemu dengan pelanggan / tamu.
Gunakan pakaian formal yang sopan, atau menggunakan seragam sesuai standard.
Kenakan sepatu kerja yang formal dengan warna standar (hitam, coklat, atau
menyesuaikan dengan warna pakaian), sepatu untuk wanita harus ber-hak (highheel)
dengan ketinggian standar .
Rambut harus rapi, untuk bagian FO / marketing, pria harus pendek, wanita usahakan
tidak lebih sebahu atau di cepol, dengan daun telingga terlihat.
Bagi wanita mengenakan Make Up sehingga wajah tampak segar.
Kenakan tanda pengenal di tempat yang terlihat.
Perhatikan kebersihan tubuh, kuku, rambut dan wajah.
Pakain bersih dan di setrika, menggunakan ikat pinggang standar (pria)
Cara berdiri,
Berdiri harus tegak dengan punggung lurus sebagai kepercayaan diri.
Untuk pria, posisi kedua kaki sejajar sedikit terbuka, selebar sepatu.
Untuk wanita dengan satu kaki di depan kaki lainnya dengan rileks menunjukkan
keterbukaan, persahabatan dan kesiapan untuk melayani.
Cara berjalan, berjalan dengan langkah cepat dan gesit tapi bukan terburu-buru, untuk
menunjukan sikap profesionalisme dan semangat yang tinggi.
Cara duduk, duduklah dengan tegak, lutut sejajar, dan kaki lurus, hindari menopang atau
menyilangkan kaki.
Cara berjabat tangan
Ulurkan tangan, lurus dan dengan ibu jari keatas.
Jabat dan genggam tangan dengan mantap, guncangkan tangan lewat siku.
Tangan kiri bisa berada dibelakang punggung, di samping dengan tegas atau
digunakan untuk menopang siku tanggan kanan.
Cara kontak mata, dengan menatap lawan bicara dan tersenyum dengan menunjukan
minat
atau ketertarikan pada materi pembicaraan.
Ekspresi Wajah, harus cheerful-looking, tunjukkan expresi senyum bukan saja dibibir,
tapi juga di wajah terutama di mata.
Dengan penerapan pelayanan prima di lingkungan internal, maka proses pekerjaan akan
berjalan lebih baik dan semua yang berada dalam lingkungan tersebut akan terpuaskan.
Keberhasilan menjalankan pelayanan prima di lingkungan internal, akan menjadi dasar untuk
menjalankan pelayanan prima dilingkunagn eksternal.
Dengan memberikan pelayanan prima kepada pelanggan eksternal, diharapkan akan terbangun
hubungan bisnis yang lebih baik dan mampu meningkatkan loyalitas pelanggan terhadap
perusahaan.
Pelayanan prima harus menjadi sebuah budaya bagi suatu perusahaan, dengan aplikasi secara
menyeluruh sehingga citra perusahaan akan terbangun dengan sendirinya.
Termasuk bagaimana seharusnya melayani tamu perusahaan, karena kita tidak pernah tahu,
siapa dan untuk urusan apa tamu tersebut datang, bisa jadi mereka adalah calon pelanggan
besar yang mampu membesarkan perusahaan dengan memberikan profit yang besar.
Atau bisa jadi tamu tersebut adalah bos dari si bos yang selama ini kita kenal, kalau sudah
seperti itu gimana ? . . . , nah loe . . .
Melihat sedemikian besarnya manfaat pelayanan prima tersebut, sudah seharusnya perusahaan
mulai memikirkan kembali, bagaimana budaya perusahaan berkembang, bagaimana budaya
pelayanan berkembang, apakah sarat akan materi pelayanan prima, ataukah hanya bekerja dan
bekerja saja.
Terima kasih sudah mampir di blog Distribusi Pemasaran dotcom ini, semoga bermanfaat.
Picture : WiseGEEK.com
Definisi mengenai pelayanan prima yang seringkali diungkapkan oleh para pelaku
bisnis,terdapat dalam buku pelayanan prima Atep Adya Barata (2003:27) :
1. Sikap (Attitude)
3. Tindakan (Action)
Tindakan (Action) adalah Berbagai kegiatan nyata yang harus dilakukan dalam
memberikan layanan kepada pelanggan, yang meliputi mencatat setiap pesanan para
pelanggan, mencatat kebutuhan para pelanggan, memegaskan kembali kebutuhan
para pelanggan, mewujudkan kebutuhan para pelanggan, dan menyatakan terima
kasih dengan harapan pelanggan mau kembali.
4. Kemampuan (Ability)
5. Penampilan (Appearance)
Penampilan (Appearance) adalah Penampilan seseorang baik yang bersifat fisik saja
maupun fisik atau non fisik, yang mampu merefleksikan kepercayaan diri dan
kredibilitas dari pihak lain.
Ada salah satu hal yang patut diperhatikan oleh segenap pelaku bisnis dan karyawan
perusahaan, yaitu keharusan membudayakan pelayanan prima secara internal
adalah kunci sukses untuk mewujudkan pelayanan prima bagi pelanggan ekternal.
Disebutkan sebagai keharusan karena bila pelayanan prima dilingkungan internal
berlangsung baik, maka akan dapat dijadikan sebagai tonggak dasar dalam
mewujudkan pelayanan prima bagi lingkungan ekternal.
Kebutuhan dan keinginan pelanggan merupakan potensi pasar yang dapat dijadikan
peluang besar bagi perusahaan untuk mendapatkan keuntungan melalui penjualan
barang dan jasa yang kita sediakan. Jadi, sebaiknya tempatkanlah diri kita sebagai
penyedia layanan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan karena para pelanggan itu
merupakan tumpuan harapan, yaitu sebagai pihak yang mampu merealisasikan
kebutuhan dan keinginannya menjadi pembelian yang nyata kepada perusahaan
kita.
B. Menurut Atep Adya Barata, pelayanan prima ditunjang oleh konsep A6 yang telah
disebutkan di atas. Dari waktu ke waktu masyarakat berjuang untuk meningkatkan
kualitas hidup dalam rangka mencapai kehidupan yang lebih sejahtera. Sejalan
dengan itu, tentu saja kebutuhan dan keinginan masyarakat terus berubah semakin
meningkat, sehingga strategi dalam melayani pelanggan harus terus dikembangkan
ke arah yang lebih baik dari sebelumnya
C. Salah satu jalan untuk mempertahankan agar organisasi selalu didekati oleh
pelanggan adalah dengan cara mengembangkan pola pelayanan yang terbaik, antara
lain dengan cara seperti berikut:
sumber:
3.3 kualitas pelayanan ini adalah upaya pemenuhan kebutuhan yang dibarengi dengan
keinginan konsumen serta ketepatan cara penyampaiannya agar dapat memenuhi harapan dan
kepuasan pelanggan tersebut. Dalam kualitas pelayanan yang baik, terdapat beberapa jenis
kriteria pelayanan, antara lain adalah sebagai berikut :
untuk membantu melayani konsumen, serta fasilitas pendukung seperti komputer untuk
mencari ketersediaan suatu produk.
5. Kenyaman konsumen, yaitu seperti lokasi, tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman,
CONTOH MASALAH:
Di suatu hotel terjadi keluhan oleh tamu yang menginap. Tamu tersebut
merasa tidak nyaman menempati suatu kamar karena area di sekitar kamar
tersebut sangat gaduh.
PENANGGULANGAN :
Contoh percakapan di bawah ini, yang disebut juga dengan “conversation between a
customer service and a complaining customer on telephone”,
mengilustrasikan customer service yang menerima komplain dari pelanggan lewat
telepon:
Customer Service: Hello, this is Ina speaking, how may I help you?
(Layanan Pelanggan: Halo, dengan saya Ina, ada yang bisa saya bantu?)
Millie: When will my cookies be shipped?
Millie: (Oh, shoot… I forgot about that) Let me check first… *while letting the phone
ring for around 1-2 minutes* It’s A1780R.
(Millie: (Ya ampun… Aku lupa hal itu) Mari aku periksa terlebih dahulu… *sambil
membiarkan telepon berdering selama 1-2 menit* A1780R nomornya.)
Customer Service: *types the codes in the computer* Is this your order, Ms Millie? 8
Cookie Packs with a “Good Luck” note.
(Layanan Pelanggan: *mengetik kode dalam komputer* Apakah ini pesanannya, Ibu
Millie? 8 Pak Biskuit dengan catatan “Semoga Berhasil!”)
Millie: *raises her voice angrily* How can it be?! I am ordering 10 packs of cookies!
(Millie: *marah dan meninggikan suaranya* Bagaimana bisa?! Aku memesan 10 pak
biskuit!)
Customer Service: *reviewed what she typed in the computer* I’m sorry to hear that.
What do you think about filing a complaining ticket, since the IT Team is not currently
present?
Pertama-tama, kita melihat dari sudut pandang customer service yang melayani
pelanggan.
Dalam salam pertama di telepon, penting bagi customer service untuk tidak hanya
mengucapkan “Hello” (halo), namun juga memperkenalkan diri dengan cara, “This is
(name) speaking, how may I help you?” (Dengan saya (namanya siapa), ada yang
bisa saya bantu?) Dalam contoh percakapan di atas, nama customer service-nya
adalah Ina.
Ada kalanya pelanggan kurang spesifik dalam komplain, seperti Millie pada baris
kedua contoh percakapan yang mengatakan, “When will my cookies be shipped?”
(Kapan biskuitku akan dikirimkan?)
Dalam hal ini, merupakan tugas customer service untuk memperjelas biskuit yang
seperti apa dan/atau (minimal) kode pembelian yang unik untuk pelanggan dan
pesanan tersebut.
Dalam hal verifikasi data pelanggan, contoh percakapan di atas memberi contoh
“May I know what the buying code was?” (Boleh dibantu memberitahu apa kode
pembeliannya?) sebagai salah satu hal yang dapat kita tanyakan untuk membantu
pencarian pesanan pelanggan.
Ketika pelanggan telah memberikan kode pembelian, seperti Millie yang pada baris
keempat contoh percakapan kita tahu kodenya adalah A1780R, maka
selanjutnya customer service mengetik kode tersebut di komputer (“types the codes
in the computer”) lalu menanyakan, “Is this your order?” (Apakah ini pesanannya?)
seperti pada baris kelima contoh percakapan.
Jangan lupa menyebutkan nama pelanggan dan nama pesanan secara lengkap
untuk dapat melayani pelanggan dengan baik.
Pelanggan yang tidak puas merupakan akar utama dari segala komplain pelanggan,
termasuk yang dialamatkan melalui telepon.
Dalam baris keenam contoh percakapan, kita melihat adanya “raises her voice”
(meninggikan suaranya) sebagai salah satu tanda pelanggan yang marah.
Perlu diingat, marahnya pelanggan bukan ditujukan secara personal pada customer
service, namun pada kesalahan-kesalahan komputer, produk barang atau jasa, dan
lain-lain.
Seharusnya, kita merespon seperti customer service pada baris ketujuh contoh
percakapan, yang terdiri dari tindakan “reviewed what (s)he typed in the computer”
(memeriksa ulang yang ia ketik di komputer), bersimpati dengan pelanggan dengan
mengatakan, “I’m sorry to hear that,” (Turut menyesal mendengarnya), kemudian
mengajak pelanggan berpikir untuk solusi terbaik beserta pertimbangannya,
misalnya dengan menuliskan tiket komplain karena tim yang bersangkutan (tim IT,
dalam konteks contoh percakapan) tidak sedang di tempat.
Tidak hanya customer service yang harus memperhatikan tata cara berbahasa
Inggris dalam melayani pelanggan.
Ada kalanya pelanggan pun harus menggunakan bahasa Inggris dengan alur yang
benar, sehingga keluhan mereka akan lebih cepat teratasi.
Pelanggan juga memiliki hak untuk marah bila ia tidak puas, seperti meninggikan
suara dengan marah (atau “angrily”) dan mengatakan, “How can it be?!” (Bagaimana
bisa?!) kepada customer service.
Untuk kalian, learners yang juga pelanggan yang sering kalap, tidak ada salahnya
mencoba merespons seperti Millie pada baris kedelapan contoh percakapan, yakni,
“Okay, then. Thank you very much,” (Baiklah bila demikian. Terima kasih banyak).
Respons ini terutama dapat kita coba apabila kita baru pertama kali melayangkan
komplain pada customer service lewat telepon, dan lebih manjur dibandingkan
apabila kita sekadar berdebat tanpa akhir, yang justru minimal membuat komplain
semakin lama diproses atau maksimal tidak akan diproses untuk selama-lamanya
atau di-blacklist.
Makanya, hati-hati, ya, buat yang sering kalap! Respons yang baik, ramah, dan
sopan, berarti kita menghargai usaha dan jerih payah customer service yang telah
membantu kita.
Kalau sudah demikian, tidak mustahil bagi customer service untuk mengatakan,
“You’re welcome!” (sama-sama!) dalam waktu yang efektif dan menutup telepon
(“(then) closes the phone”) secara damai.
Jadi, dari ketiga uraian di atas, kita tahu bahasa Inggris tidak hanya penting
untuk customer service yang belajar memberi salam, memverifikasi data pelanggan
secara tepat, maupun menghadapi pelanggan yang marah.
Dengan menguasai bahasa Inggris yang alurnya benar, pelanggan pun dapat
mengutarakan komplain maupun kemarahan secara tepat sasaran, sehingga
komplain mereka lebih cepat terselesaikan.