Anda di halaman 1dari 44

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN MENJELANG AJAL DAN

SETELAH KEMATIAN (BERDUKA)

Oleh:

KELOMPOK 3
KEPERAWATAN B

ISLAMIAH
MOH. AKSA
MUSLIMIN
MUHRINA
NUR ANNISA BERLIN
RULYANIS
VILDA AMALIAH

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR


2018-2019
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Assalamu’alaykum Warohmatullahi Wabarokaatuh

Pertama-tama, marilah senantiasa kita memanjatkan puji dan syukur atas

kehadirat Allah Swt, karena atas berkah limpahan rahmat dan hidayah-Nya,

sehingga kita masih diberikan kekuatan, kesehatan, dan kesempatan untuk masih

dapat bekerja demi dunia dan akhirat kita. Tak lupa pula kita menyampaikan

sholawat dan salam kepada Rosulullah Saw, beserta sahabat dan keluarganya
sekalian, yang sang Murobbi tebaik kita di dunia dan akhirat.

Dalam makalah ini, kami membahas mengenai “Asuhan Keperawatan

Menjelang Ajal & Setelah Kematian”. Makalah ini bersumber dari berbagai

referensi berupa buku dan artikel ilmiah.

Semoga makalah ini dapat memberikan pemahaman da bermanfaat bagi

pembaca semua. Terima kasih.

Wassalamu’alaykum warohmatullahi wabarokaatuh.

Samata, 5 November 2018

Kelompok 3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................
B. Rumusan Masalah..........................................................................................
C. Tujuan Penulisan…........................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Kematian dan Menjelang Ajal...................................................................
B. End of Life Care (EOL Care) ..............................................................................
C. Proses Pada Klien Menjelang Ajal Dan Setelah Kematian. .......................................
D. Perawatan yang Diberikan ............................................................................
E. Asuhan Keperawatan Pada Klien Menjelang Ajal Dan Setelah Kematian...
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................................
B. Saran..............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan

kejadian yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup

seseorang.

Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum

berarti sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat

disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang

bersangkutan atau disekitarnya.

Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan

berduka sedikit demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami

proses ini ada keinginan untuk mencari bentuan kepada orang lain.

Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat

apabila menghadapi kondisi yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri

tentang pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang

komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada

informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap

Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe

kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk

menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk

memahami dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga

kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien tidak

berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang sangat besar

artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang serius.
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam

lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan

klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi

perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan

keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-

kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan

atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi

seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama

kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana definisi kematian dan menjelang ajal ?

2. Bagaimana perawatan pada klien menjelang ajal dan setelah kematian ?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui definisi kematian dan menjelang ajal ?

2. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien menjelang ajal dan setelah kematian ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Kematian dan Menjelang Ajal

Secara etimologi death berasal dari kata death atau deth yang berarti

keadaan mati atau kematian. Sedangkan secara definitive, kematian adalah

terhentinya fungsi jantung dan paru- paru secara menetap, atau terhentinya

kerja otak secara permanen. Ini dapat dilihat dari tiga sudut pandang tentang

definisi kematian, yakni:

1. Kematian

2. Kematian otak,yakni kerusakan otak yang tidak dapat pulih

3. Kematian klinik, yakni kematian orang tersebut

Kematian adalah penghentian permanen semua fungsi tubuh yang vital,

akhir darikehidupan manusia. Lahir, menjelang ajal, dan kematian bersifat

universal. Meskipun unik bagi setiap individu, kejadian-kejadian

tersebut bersifat normal dan merupakan proses hidupyang diperlukan (Kozier,

2004).

Menjelang ajal adalah bagian dari kehidupan yang merupakan proses

menuju akhir.Konsep menjelang ajal dibentuk seiring dengan waktu, saat

seseorang tumbuh, mengalami berbagai kehilangan, dan berpikir mengenai

konsep yang konkret dan abstrak (Kozier, 2004).

B. End of Life Care (EOL Care)

1. Perawatan Hospice

Perawatan hospice berfokus pada pemberian dukungan dan perawatan bagi orang

yang menjelang ajal dan keluarganya, dengan tujuan memfasilitasi kematian

yang tenang dan terhormat. Perawatan hospice berdasarkan pada konsep

holistik, menekankan perawatan untuk lebih meningkatkan kualitas hidup


daripada pengobatan, mendukung klien dan keluarga melalui proses

menjelang ajal, dan mendukung keluarga melalui proses berkabung.

Mengkaji kebutuhan keluarga klien sama pentingnya dengan merawat klien

yang mendapatkan perawatan hospice. Kondisi klien biasanya memburuk dan

perhatian harus difokuskan pada pemberi perawatan untuk memastikan

bahwa mereka mendapatkan dukungan dan sumber-sumber jika hal ini

terjadi. Apabila tim hospice bertemu secara teratur, kebutuhan ini dapat

didiskusikan dan intervensi dimulai. Kebutuhan fisik biasanya tampak jelas,

tetapi tanda emosional dan perilaku sering kali tidak terlihat jelas. Pengkajian

yang baik dan evaluasi berkelanjutan dapat membantu menunjukkan kapan

waktu dibutuhkannya modifikasi atau perubahan. (Potter & Perry : 2005)

Prinsip perawatan hospice dapat dilaksanakan di berbagai lingkungan,

yang tersering adalah di rumah dan di unit berbasis rumah sakit (atau panti

werda). Layanan berfokus pada pengontrolan gejala dan penatalaksanaan

nyeri. Umumnya klien memenuhi syarat untuk perawatan hospice atau

mendapat manfaat asuransi hospice jika disertifikasi oleh seorang dokter

untuk meninggal dalam 6 bulan. Perawatan hospice selalu diberikan oleh

sebuah tim yang terdiri atas professional kesehatan untuk memastikan

layanan perawatan yang lengkap. (Potter & Perry : 2005)

Perawatan hospice berfokus pada hal-hal berikut ini:

a. Klien dan keluarga sebagai unit perawatan.

b. Perawatan rumah yang terkoordinasi dengan tetap tersedianya tempat

tidur rumah sakit.

c. Mengontrol gejala (fisik, sosiologis, psikologis, dan spiritual).

d. Pelayanan langsung oleh dokter.


e. Fasilitas medis dan keperawatan tersedia setiap saat.

f. Tindak lanjut proses kehilangan setelah kematian.

Dalam hospice, perawatan yang diberikan juga lebih berfokus pada

perawatan orang yang sedang menghadapi kematian daripada berfokus pada

upaya memenuhi kebutuhan fisiologis mereka. Beberapa peranan perawat,

antara lain:

a. Perawat Menyelenggarakan Pelayanan Psikososial

Klien pada akhir kehidupan mengalami suatu variasi gejala

psikologis, misalnya: kecemasan, depresi, perubahan bentuk tubuh,

penyangkalan, ketidakberdayaan, ketidakberdayaan, ketidakyakinan, dan

isolasi.

Klien mengalami kesedihan yang mendalam karena tidak

mengetahui atau tidak menyadari aspek dari status kesehatan atau

pengobatan mereka. Sediakan Informasi yang dapat membantu klien

memahami kondisi mereka, perjalanan penyakit mereka, keuntungan dan

kerugian dari pilihan pengobatan, serta nilai-nilai dan tujuan mereka

untuk menjaga otonomi klien yang diganggu oleh ketidaktahuan akan

penanganan masa depan atau ketidakyakinan tentang tujuan pengobatan

(Kozier : 2004)

b. Meningkatkan Martabat dan Harga Diri Klien

Perihal martabat melibatkan penghormatan diri positif seseorang,

kemampuan untuk menanamkan dan mendapatkan kekuatan dari arti

hidup individu itu sendiri, dan bagaimana individu diobati oleh pemberi

layanan.Perawat meningkatkan harga diri dan martabat klien dengan

menghormatinya sebagai individu seutuhnya dengan perasaan, prestasi,

dan keinginan untuk bebas dari penyakit


Sangat penting bagi perawat untuk memberikan sesuatu yang klien

hormati kewenangannya, pada saat yang sama memperkuat komunikasi

antar-klien, anggota keluarga, dan perawat. Berikan keleluasan selama

prosuder keperawatan, dan sensitif ketika klien dan keluarga

membutuhkan waktu sendiri bersama.

c. Menjaga Lingkungan yang Tenang dan Nyaman

Lingkungan yang nyaman, bersih, menyenangkan membantu klien

untuk beristirahat, mempromosikan pola tidur yang baik dan mengurangi

keparahan gejala.

d. Mempromosikan Kenyaman Spiritual dan Harapan

Bantu klien membuat hubungan dengan praktik spiritual atau

komunikasi budayamereka. Klien merasa nyaman ketika mereka

memiliki asuransi bahwa beberapa aspek kehidupan mereka akan

melampaui kematian. Dengarkan secara teratur harapan-harapan klien

dan temukan cara untuk membantu mereka mencapai tujuan yang mereka

inginkan.

e. Melindungi Terhadap Keterbelakangan dan Isolasi

Banyak klien dengan penyakit terminal takut untuk mati seorang

diri. Kesendirian membuat mereka jadi ketakutan dan merasa putus asa.

Perawat dalam suatu institusi harus menjawab panggilan klien dengan

cepat dan memeriksa klien sesering mungkin untuk meyakinkan mereka

bahwa seseorang berada didekatnya

f. Mendukung Keluarga

Anggota keluarga dari klien yang menerima pelayanan paliatif

dipengaruhi olehtantangan pemberian layanan dan berduka. Kurangnya

informasi merupakan masalahyang banyak dilaporkan anggota keluarga


klien yang sekarat. Mereka membutuhkan dukungan perawat, petunjuk,

dan edukasi selamamereka merawat orang yang mereka cintai.

g. Membantu Membuat Keputusan Akhir Kehidupan

Klien dan anggota keluarga sering menghadapi keputusan

pengobatan yang kompleks dengan pengetahuan yang terbatas, perasaan

takut atau bersalah yang tidak terselesaikan. Anjurkan klien untuk

mengkomunikasikan dengan jelas keinginannya terhadap perawatan

akhir kehidupan sehingga anggota keluarga dapat bertindak sebagai

pengganti yang tepat ketika klien tidak dapat lagi berbicara untuk dirinya

sendiri.

2. Perawatan Paliatif

Perawatan paliatif berfokus pada perawatan gejala klien, yang

penyakitnya tidak lagi berespons terhadap penanganan yang berfokus pada

pengobatan. Perawatan ini dapat berbeda dari perawatan hospice, dalam hal

klien tidak yakin tengah menjelang ajal. Perawatan hospice dan paliatif dapat

mencakup perawatan menjelang kematian yaitu perawatan yang diberikan

dalam beberapa minggu terakhir sebelum kematian. (Potter & Perry : 2005)

Perawatan paliatif terkait dengan seluruh bidang perawatan mulai dari

medis, perawatan, psikologis, sosial, budaya, dan spiritual, sehingga secara

praktis, prinsip dasar perawatan paliatif dapat dipersamakan dengan prinsip

pada praktek medis yang baik. Prinsip dasar perawatan paliatif :

a. Sikap Peduli Terhadap Klien

Termasuk sensitivitas dan empati. Perlu dipertimbangkan segala

aspek dari penderitaan klien, bukan hanya masalah kesehatan.

Pendekatan yang dilakukan tidak boleh bersifat menghakimi. Faktor


karakteristik, kepandaian, suku, agama, atau faktor individual lainnya

tidak boleh mempengaruhi perawatan.

b. Menganggap Klien Sebagai Seorang Individu

Setiap klien adalah unik. Meskipun memiliki penyakit ataupun

gejala-gejala yang sama, namun tidak ada satu klien pun yang sama

persis dengan klien lainnya. Keunikan inilah yang harus dipertimbangkan

dalam merencanakan perawatan paliatif untuk tiap individu.

c. Pertimbangan Kebudayaan

Faktor etnis, ras, agama, dan faktor budaya lainnya bisa jadi

mempengaruhi penderitaan klien. Perbedaan-perbedaan ini harus

diperhatikan dalam perencanaan perawatan.

d. Persetujuan

Persetujuan dari klien adalah mutlak diperlukan sebelum perawatan

dimulai atau diakhiri. Mayoritas klien ingin dilibatkan dalam

pengambilan keputusan, namun dokter cenderung untuk meremehkan hal

ini. Klien yang telah diberi informasi memadai dan setuju dengan

perawatan yang akan diberikan akan lebih patuh mengikuti segala usaha

perawatan.

e. Memilih Tempat Dilakukannya Perawatan

Untuk menentukan tempat perawatan, baik klien dan keluarganya

harus ikut sertadalam diskusi ini. Klien dengan penyakit terminal sebisa

mungkin diberi perawatan dirumah.

f. Komunikasi

Komunikasi yang baik antara dokter dan klien maupun dengan

keluarga adalah hal yang sangat penting dan mendasar dalam

pelaksanaan perawatan paliatif.


g. Aspek Klinis: Perawatan yang Sesuai

Semua perawatan paliatif harus sesuai dengan stadium dan prognosis

dari penyakit yang diderita klien. Hal ini penting karena pemberian

perawatan yang tidak sesuai, baik itu lebih maupun kurang, hanya akan

menambah penderitaan klien. Pemberian perawatan yang berlebihan

berisiko untuk memberikan harapan palsu kepada klien. Demikian juga

perawatan yang dibawah standar akan mengakibatkan kondisi klien

memburuk. Hal ini berhubungan dengan masalah etika yang akan

dibahas kemudian. Perawatan yang diberikan hanya karena dokter

merasa harus melakukan sesuatu meskipun itu sia-sia adalah tidak etis.

h. Perawatan Komprehensif dan Terkoordinasi Dari Berbagai Bidang

Profesi

Perawatan paliatif memberikan perawatan yang bersifat holistik dan

integratif, sehingga dibutuhkan sebuah tim yang mencakup keseluruhan

aspek hidup klien serta koordinasi yang baik dari masing-masing anggota

tim tersebut untuk memberikan hasil yang maksimal kepada klien dan

keluarga.

i. Kualitas Perawatan yang Sebaik Mungkin

Perawatan medis secara konsisten, terkoordinasi, dan berkelanjutan.

Perawatan medis yang konsisten akan mengurangi kemungkinan

terjadinya perubahan kondisi yangtidak terduga, dimana hal ini akan

sangat mengganggu baik klien maupun keluarga.

j. Perawatan yang Berkelanjutan

Pemberian perawatan simtomatis dan suportif dari awal hingga akhir

merupakan dasar tujuan dari perawatan paliatif. Masalah yang sering


terjadi adalah klien dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain sehingga

sulit untuk mempertahankan kontinuitas perawatan.

k. Mencegah Terjadinya Kegawatan

Perawatan paliatif yang baik mencakup perencanaan teliti untuk

mencegah terjadinya kegawatan fisik dan emosional yang mungkin

terjadi dalam perjalanan penyakit. Klien dan keluarga harus

diberitahukan sebelumnya mengenai masalah-masalah yang sering

terjadi, dan membentuk rencana untuk meminimalisasi stres fisik dan

emosional.

l. Bantuan Kepada Sang Perawat

Keluarga klien dengan penyakit lanjut seringkali rentan terhadap

stres fisik dan emosional, terutama apabila pasien dirawat di rumah,

sehingga perlu diberikan perhatian khusus kepada mereka

mengingat keberhasilan dari perawatan paliatif juga tergantung dari sang

pemberi perawatan itu sendiri.

m. Pemeriksaan Ulang

Perlu terus dilakukan pemeriksaan mengenai kondisi pasien,

mengingat pasien dengan penyakit lanjut kondisinya akan cenderung

menurun dari waktu ke waktu. (Kozier : 2004)

C. Proses Menjelang Ajal Dan Setelah Kematian

1. Perawatan Klien Menjelang Ajal

Tujuan utama untuk klien yang menjelang ajal adalah mempertahankan

kenyamanan fisiologis dan psikologis, dan mencapai kematian yang damai

dan bermartabat, yang mencakup mempertahankan kontrol personal dan

menerima penurunan status kesehatan. Beberapa tindakan perawatan terhadap


klien menjelang ajal, yang dapat dilakukan diantaranya adalah sebagai

berikut:

a. Perencanaan Untuk Perawatan Di Rumah

Individu yang menghadapi kematian mungkin memerlukan bantuan

untuk menerima bahwa mereka harus bergantung pada orang lain.

Beberapa klien yang menjelang ajal hanya memerlukan sedikit

perawatan; sementara yang lain memerlukan perhatian dan

layanan berkelanjutan. Individu memerlukan bantuan, agar menghadapi

kematian dengan baik, dalam merencanakan periode ketergantungan.

Mereka perlu memikirkan apa yang akan terjadi dan bagaimana serta di

mana mereka ingin meninggal. Sebuah faktor utama

dalam menentukan apakah seseorang ingin meninggal difasilitas

perawatan kesehatan atau di rumah adalah ketersediaan pemberi

perawatan yang mau dan mampu merawat. Apabila orang yang

menjelang ajal ingin meninggal dirumah dan keluarga atau orang lain

dapat memberikan perawatan untuk mempertahankan pengendalian

gejala, perawat harus memfasilitasi rujukan ke layanan hospice. Staf

hospice dan perawat kemudian akan melaksanakan pengkajian

menyeluruh pada rumah dan keterampilan pemberi perawatan.

b. Memenuhi Kebutuhan Fisiologi Klien Yang Menjelang Ajal

Kebutuhan fisiologis orang yang menjelang ajal berkaitan dengan

perlambatan proses tubuh dan ketidakseimbangan homeostatik.

Intervensi terdiri atas tindakan kebersihan diri; pengendalian nyeri;

meredakan kesulitan pernapasan; membantu pergerakan, nutrisi, hidrasi,

dan eliminasi; dan memberikan tindakan yang terkait dengan perubahan

sensori. Pengendalian nyeri sangat penting guna memungkinkan klien


mempertahankan sebagian kualitas hidup dan aktivitas mereka sehari-

hari, seperti makan, bergerak, dan tidur. Banyak obat telah digunakan

untuk mengontrol nyeri pada penyakit terminal: morfin, heroin, metadon,

dan alkohol. Biasanya dokter menentukan dosis, tetapi opini klien harus

dipertimbangkan; klien adalah satu-satunya orang yang paling menyadari

toleransi nyeri personalnya dan fluktuasi keadaan internal. Karena

biasanya dokter meresepkan kisaran dosis untuk obat nyeri, perawat

menggunakan penilaian mereka untuk menentukan jumlah dan frekuensi

pemberian obat nyeriguna meredakan nyeri klien. Karena penurunan

sirkulasi darah, analgesik diberikan melalui infus intravena, sublingual,

rektal, atau transdermal dan bukan subkutan atau intramuskular. Klien

yang mendapat obat nyeri narkotik juga memerlukan implementasi suatu

protocol untuk mengatasi konstipasi yang diinduksi opioid.

c. Menyediakan Dukungan Spiritual

Dukungan spiritual memiliki makna penting dalam menghadapi

kematian.Walaupun tidak semua klien menganut keyakinan atau

kepercayaan agama tertentu,sebagian besar memiliki kebutuhan untuk

memaknai kehidupan mereka, terutama saat mereka mengalami penyakit

terminal. Perawat memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa

kebutuhan spiritual klien diberikan, baik melalui intervensi langsung

ataupun dengan mengatur akses ke individu yang dapat memberikan

perawatan spiritual. Perawat perlu menyadari kenyamanan diri mereka

sendiri dengan isu-isu spiritual dan meyakinkan kemampuan mereka

untuk berinteraksi secara suportif dengan klien. Perawat memiliki

tanggung jawab untuk tidak memaksakan agama atau keyakinan spiritual

mereka pada klien, tetapi berespon terhadap klien sesuai dengan latar
belakang klien dan kebutuhannya. Keterampilan komunikasi adalah

keterampilan yang paling penting dalam membantu klien menyampaikan

kebutuhan dan dalam membentuk rasa peduli dan percaya. Intervensi

spesifik dapat mencakup memfasilitasi ekspresi perasaan, berdoa,

meditasi, membaca, dan berdiskusi dengan rohaniawan yang tepat

atau penasihat spiritual. Sangat penting bagi perawat untuk membina

hubungan interdisiplin yang efektif dengan spesialis pendukung spiritual.

d. Mendukung Keluarga

Aspek terpenting dalam menyediakan dukungan untuk anggota

keluarga dari klien yang menjelang ajal melibatkan penggunaan

komunikasi terapeutik untuk memfasilitasi ekspresi perasaan mereka.

Saat tidak ada apapun yang dapat membalikan proses menjelang ajal

yang tidak dapat dihindari, perawat dapat memberi perawatan yang

empati dan penuh perhatian. Perawat juga berperan sebagai seorang guru,

dengan menjelaskan apa yang sedang terjadi dan apa yang dapat

diharapkan oleh keluarga. Karena efek stres saat melalui proses berduka,

anggota keluarga mungkin tidak menyerap apa yang dikatakan dan perlu

mendapatkan informasi secara berulang. Perawat perlu memiliki perilaku

yang tenang dan sabar.

Anggota keluarga harus didorong untuk berpartisipasi dalam

perawatan fisik orang yang menjelang ajal sebanyak yang mereka

inginkan dan yang mereka mampu lakukan. Perawat dapat menyarankan

mereka membantu saat memandikan, berbicara atau membacakan cerita

bagi klien, dan memegang tangan klien. Namun perawat tidak boleh

memiliki harapan spesifik untuk partisipasi anggota keluarga. Mereka

yang merasa tidak mampu berada bersama dengan orang menjelang ajal
juga memerlukan dukungan dari perawat dan dari anggota keluarga lain.

Mereka harus ditunjukkan tempat menunggu yang tepat jika mereka

berharap untuk tetap dekat dengan klien.

Setelah klien meninggal, keluarga harus didorong untuk melihat

jenazah, karena itu telah terbukti memfasilitasi proses berduka. Mereka

dapat mengambil sejumput rambut sebagai kenang-kenangan. Anak-anak

harus dilibatkan dalam peristiwa seputar kematian jika mereka ingin

melakukannya

e. Membantu Klien Meninggal Dengan Terhormat

Perawat perlu memastikan bahwa klien diperlakukan dengan

terhormat, yaitu dengan rasa hormat dan penghargaan. Klien menjelang

ajal sering kali merasa bahwa mereka telah kehilangan kontrol atas

kehidupan mereka sendiri dan atas kehidupan itu sendiri. Membantu

klien meninggal dengan terhormat mencakup mempertahankan rasa

kemanusiaan mereka, sesuai dengan nilai, keyakinan dan budaya mereka.

Dengan memberi tahu pilihan yang tersedia untuk klien dan orang

terdekatnya, perawat dapat mengembalikan dan mendukung perasaan

kontrol. Klien ingin dapat mengatur kejadian-kejadian sebelum

meninggal sehingga mereka dapat meninggal dengan damai. Perawat

dapat membantu klien

menentukan prioritas fisik, psikologis, dan prioritas sosial mereka. Indivi

du yang menjelang ajal sering kali berjuang lebih untuk mendapat

pencapaian diri dibandingkan perlindungan diri, dan mungkin perlu

menemukan makna sembari melanjutkan kehidupan saat menderita.

Sebagian dari tantangan perawat kemudian adalah mendukung harapan

dan keinginan klien.


2. Pengkajian Tanda Kematian

Pengkajian tanda kematian dibagi menjadi tiga tahapan yaitu sebagai

berikut :

a. Tanda-Tanda Klinis Menjelang Kematian

1) Kehilangan Tonus Otot

a) Relaksasi otot wajah (mis., rahang dapat turun).

b) Sulit berbicara.

c) Sulit menelan dan secara bertahap kehilangan refleks muntah.

d) Aktivitas saluran gastrointestinal menurun, yang pada akhirnya

disertai denganmual, akumulasi flatus, distensi abdomen, dan

retensi feses, terutama jika narkotikatau penenang diberikan.

e) Kemungkinan inkontinensia kemih dan rektal akibat penurunan

kontrol spinkter.

f) Penurunan pergerakan tubuh.

2) Perlambatan Sirkulasi

a) Sensasi berkurang.

b) Bercak dan sianosis pada ekstremitas.

c) Kulit dingin, pertama di kaki dan kemudian di tangan, telinga,

dan hidung (namun klien dapat merasa hangat jika terdapat

peningkatan suhu tubuh).

d) Perlambatan dan perlemahan denyut nadi.

e) Penurunan tekanan darah.

3) Perubahan Respirasi

Pernapasan cepat, dangkal, tidak teratur, atau lambat tidak

normal; napas berisik, disebut sebagai lonceng kematian, karena


berkumpulnya lender di kerongkongan; pernapasan melalui mulut;

membran mukosa oral kering.

4) Kerusakan Sensori

a) Pandangan kabur.

b) Kerusakan sensasi atau indera perasa dan pencium.

b. Tanda-Tanda Klinis Saat Meninggal

1) Pupil mata melebar.

2) Tidak mampu untuk bergerak.

3) Kehilangan reflek.

4) Nadi cepat dan kecil.

5) Pernapasan chyene-stoke dan ngorok.

6) Tekanan darah sangat rendah.

7) Mata dapat tertutup atau agak terbuka.

c. Tanda-Tanda Klinis Meninggal

1) Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.

2) Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan.

Tidak ada reflek.

3) Gambaran mendatar pada EKG.

3. Perawatan Setelah Kematian

a. Perawatan Klien Yang Meninggal

Rigor Mortis adalah kekakuan tubuh yang terjadi sekitar 2 sampai 4

jam setelah kematian. Rigor mortis terjadi akibat kurangnya adenosin

trifosfat (ATP), yang menyebabkan otot berkontraksi, yang pada

akhirnya dapat mengakukan sendi. Rigor mortis mulai di otot involunter (

jantung, kandung kemih, dan sterusnya), kemudian berkembang ke

kepala, leher, dan batang tubuh, dan akhirnya mencapai ekstremitas.


Algor Mortis adalah penurunan suhu tubuh secara bertahap setelah

kematian. Saat sirkulasi darah berakhir dan hipotalamus berhenti

berfungsi, suhu tubuh turun sekitar 1 derajat celcius per jam sampai suhu

tubuh mencapai suhu kamar. Secara bersamaan, kulit kehilangan

elastisitasnya dan dapat dengan mudah terkelupas saat melepaskan

balutan dan plester perekat. Setelah sirkulasi darah berhenti, sel darah

merah hancur, melepaskan hemoglobin yang mengubah warna jaringan

sekitar. Pengubahan warna ini, yang disebut sebagai Livor Mortis , tampak

di area tubuh terbawah atau area tubuh yang tergantung. Personel

keperawatan mungkin bertanggung jawab untuk perawatan tubuh setelah

kematian. Perawatan pasca mortem harus dilakukan sesuai dengan

kebijakan rumah sakit atau lembaga. Karena perawatan tubuh dapat

dipengaruhi oleh hokumagama, perawat harus mengkaji agama klien dan

berupaya keras untuk mengikuti hukum agamanya dalam perawatan

tubuh. Apabila keluarga atau teman pasien yang telah meninggal

berharap untuk melihat jenazah, sangat penting untuk membuat

lingkungan terlihat bersih dan menyenangkan serta membuat jenazah

tampak alami dan nyaman. Semua perlengkapan, sprei kotor, dan

peralatan harus disingkirkan dari sisitempat tidur. Beberapa lembaga

mengharuskan semua slang di dalam tubuh tetap terpasang; di lembaga

lain slang mungkin dipotong antara 2,5 cm dari kulit dan diplester di

tempat; di lembaga lain semua slang harus dilepaskan.

Ada 3 tahapan proses tindakan dalam perawatan klien yang

meninggal yaitu:

1. Tindakan di Luar Kamar Jenazah

a. Mencuci tangan sebelum memakai sarung tangan.


b. Memakai pelindung wajah dan jubah.

c. Luruskan tubuh jenazah dan letakkan tubuh jenazah dalam

posisi terlentangdengan tangan di sisi atau terlipat dada.

d. Tutup kelopak mata dan/atau ditutup dengan kapas atau kassa;

begitu pula mulut,hidung dan telinga.

e. Beri alas kepala dengan kain handuk untuk menampung bila ada

rembesan darahatau cairan tubuh lainnya.

f. Tutup anus dengan kassa dan plester kedap air.

g. Lepaskan semua alat kesehatan dan letakkan alat bekas tersebut

dalam wadahyang aman sesuai dengan kaidah kewaspadaan

universal.

h. Tutup setiap luka yang ada dengan plester kedap air.

i. Bersihkan tubuh jenazah dan tutup dengan kain bersih untuk

disaksikan olehkeluarga.

j. Pasang label identitas pada kaki.

k. Cuci tangan setelah melepas sarung tangan

2. Tindakan di Kamar Jenazah

a. Lakukan prosedur baku kewaspadaan universal yaitu cuci

tangan sebelum memakai sarung tangan.

b. Petugas memakai alat pelindung:

1) Sarung tangan karet yang panjang (sampai kesiku).

2) Sebaiknya memakai sepatu boot sampai lutut.

3) Pelindung wajah (masker dan kaca mata).

4) Jubah atau celemek sebaiknya yang kedap air.

c. Jenazah di mandikan oleh petugas kamar jenazah yang telah

memahami cara membersihkan /memandikan jenazah.


Alat dan Bahan :

1) Tempat mandi

2) Ember besar berisi air

3) Gayung

4) Air sabun

5) Shampo

6) Sisir

7) Cotton bud

8) Washlap

9) Handuk

10) Kain panjang 2 potong

Prosedur Memandikan :

1) Angkat jenazah ke tempat mandi.

2) Lepaskan pakaian yang melekat pada badan.

3) Siramlah badan bagian kanan, basuhlah anggota badan

ketika berwudhu.

4) Siramlah badan yang kiri.

5) Siramlah seluruh badan.

6) Gosok-gosok dengan sabun, siram 3-5 kali.

7) Miringkan mayat gosok-gosok dengan sabun dan siram 3-5

kali

8) Jangan memaksakan mengeluarkan kotoran dari perut

mayat.

9) Siram dengan kapur barus yang dicairkan.

10) Keringkan dengan handuk.


11) Tutup denan kain (ingat pada waktu memandikan aurat

jangan terlihat).

d. Bungkus jenazah dengan kain kafan atau kain pembungkus lain

sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianut.

3. Tahap Mengkafani

Alat dan Bahan :

a. Kain kafan pria ±15 m, wanita ±12 m

b. Kapas

c. Parfum

d. Kapur barus

e. Tikar

f. Pinggir kain kafan ±2 cm di sobek sepanjang kain (12 m untuk

wanita dan 15m untuk pria) a, sisa kain kita sebut b

g. Ukur panjang jenazah dengan kain a lebihkan ±2 jengkal,

dengan ukuran tadi potong-potong kain b menjadi 6 potong

h. Potongan kain a dipotong-potong menjadi 10 bagian (8 bagian

selebar bahusampai ujung lengan terbentang, 2 potong selebar

ujung lengan ke ujung lenganyang dibentangkan

i. Ambil sepasang potongan kain b, jelujur dengan salah satu

ujung bertumpukseperti trapezium

j. Selanjutnya tali di bawah tikar dan tali di bawah kafan tikar

k. Kain kafan 3 lapis (diatasnya ditaburi kapur barus dan parfum)

l. Kemudian lipat yang rapih

Prosedur Mengkafani :

a. Kain kafan yang sudah disiapkan di gelar.

b. Angkat jenazah, letakkan diatas kain kafan.


c. Sisir rambutnya.

d. Untai 3 untaian untuk perempuan.

e. Siapkan rok gamis kerudung untuk perempuan.

f. Aurat ditutup dengan kapas.

g. Angkat kain penutup.

h. Oleskan bubuk kapur barus dan parfum.

i. Lipat kain kafan lapis atas, seterusnya sampai yang ketiga.

j. Ikat dengan simpul ikatan yang kiri.

k. Gulung dengan tikar dan lipat.

l. Masukkan dalam keranda, jenazah siap di sholatkan. Setelah

selesai di kafani jenazah diantarkan kepada keluarganya.

4. Pandangan Agama-Agama Tentang Kematian

Beberapa pandangan tentang kematian dari agama-agama yang

terkemuka didunia, yaitu di antaranya :

a. Konsep Bimbingan Spiritual Pada Pasien dan Keluarga Menjelang Ajal

1) Agama Kristen

Dalam agama Kristen terdapat berbagai aliran-aliran. Dua aliran

yang paling utama adalah agama Katolik dan agama Protestan.

Dalam ajaran agama Katolik Roma mati itu hanya suatu perpisahan

untuk waktu sementara. Setelah kematian akan muncul kehidupan

yang abadi dan Tuhan. Tuhan itu baik hati dan mengampuni semua

dosa dan kesalahan. Seorang katolik yang baik tidak usah takut

menghadapi kematian, karena setelah kematian akan ada kehidupan

yang lebih baik.

Yang penting dalam untuk seorang pasien Katolik adalah bahwa ia

memperoleh kesempatan untuk Sakramen orang sakit, yang juga


dinamakan Pembalseman orang sakit. Dalam agama Protestan,

terdapat berbagai perbedaan pandangan terhadap penyakit dan

kematian. Contoh:

a) Penyakit dan kematian adalah sebagai akibat dari dosa Adam.

Seseorang dengan sadar harus memilih Tuhan, dan dapat

mengetahui dan merasa bahwa ia dapat masuk dalam kerajaan

Allah setelah ia meninggal.

b) Penyakit adalah suatu penguasaan iblis atas diri kita dan

melalui doa diusahakanagar iblis itu keluar.

c) Penyakit adalah suatu hukuman yang dijalani manusia karena

kesalahannya.

2) Agama Islam

Penyakit dalam agama Islam adalah suatu gangguan

keseimbangan sebagaimana yang dimaksud oleh Allah. Sebab-sebab

dari gangguan ini dapat dicari baik dalam kekuatan yang meguasai

alam semesta maupun yang berasal dari kuasa-kuasa manusia.

Kematian bagi orang-orang islam berarti suatu pemindahan dari

kehidupan karena suatu situasi menuggu sampai akhir zaman. Dan

pada saat itu akantiba masa pengadilan bagi semua orang. Orang

islam pada saat pengadilan itu

boleh percaya akan kebaikan Allah. Orang islam percaya bahwa di d

alam kuburan akan datang dua malaikat yang akan menanyakan

masalah kepercayaannya.

3) Tradisi Yahudi

Menurut tradisi Yahudi orang-orang mati akan bangkit pada

akhir jaman. Disamping itu tradisi Yahudi mengenal banyak


peraturan-peraturan yang berhubungan dengan fase akhir kehidupan

manusia.

4) Agama Hindu

Bagi orang-orang yang beragama Hindu dikatakan bahwa

penyakit adalah akibat dari dewa-dewa yang marah atau kuasa-kuasa

yang lain. Penyakit harus dihindari dan dilawan dengan cara

membawa persembahan-persembahan bahan melalui pembacaan

mantera. Setelah kematian maka manusia akan kembali muncul

di bumi baik dalam bentuk manusia atau binatang

(reinkarnasi), sampai rohnya menjadi sempurna.

b. Prosedur Bimbingan Spiritual pada Pasien dan Keluarga Menjelang Ajal

1) Jika kondisi pasien kritis, dokter akan secara resmi menuliskan

namanya didaftar kritis. Kemudian keluarga dan pemuka agama akan

diberitahu.

2) Jika pasien Katolik tampak sedang menyongsong ajal, seorang

pendeta harus dipanggil untuk melakukan sakramen orang sakit.

Akan lebih baik jika keluarga hadirdan meninggalkan ruangan pada

saat dilakukan pengakuan dosa. Penganut agama Katolik dan

keluarga menganggapnya sebagai suatu keistimewaan karena

memiliki kesempatan untuk mengaku dosa ketika masih memiliki

kemampuan. Banyak pasienyang sembuh dengan sempurna, tetapi

harapan ini tidak boleh mencegah penerimaan sakramen. Pendeta

akan memutuskannya setelah berdiskusi dengan keluarga.

3) Sementara hampir semua agama lainnya tidak memiliki ritual khusus

sepertisakramen ini, oleh sebab itu pemberian privasi pada pasien

dan keluarga adalah halyang penting. Privasi tidak berarti


membiarkan pasien dan keluarganya sendiriantetapi juga tetap

melanjutkan perawatan yang ditugaskan pada anda yang

dengan perilaku yang tenang dan menghargai.

4) Pembacaan kitab suci, jika diminta, dapat menjadi bantuan spiritual

untuk melaluisaat kritis. Bersikap sopan dan beri privasi jika pemuka

agama pasien berkunjung.

c. Keyakinan dan Budaya dalam Perawatan Jenazah

Setiap agama memiliki beragam budaya dan keyakinan dalam merawat

jenazah:

1) Muslim

Jika pasien muslim meninggal:

a) Setelah kematian, tubuh dianggap sebagai milik Allah SWT.

b) Pakailah sarung tangan untuk menghindari kontak langsung

dengan tubuh. Tubuh harus menghadap Mekkah (Timur) dan

kepala harus berbalik ke arah bahu kanan sebelum rigor mortis.

c) Anda mungkin sisir rambut, meluruskan tungkai, menghapus

peralatan dan menutupitubuhnya dengan kain putih, tapi

keluarga akan ingin melakukan cuci dari tubuh.

d) Pos pemeriksaan mayat hanya dibolehkan jika hukum

memerlukan itu.

e) Masalah donasi organ, keluarga mungkin setuju atau tidak.

f) Umat Islam selalu dikubur dalam waktu 24 jam dari kematian.

2) Hindu

Jika pasien hindu meninggal :

a) Jenazah mungkin harus dibaringkan di lantai.


b) Pendeta akan mengikatkan benang sekitar leher atau

pergelangan tangan (jangan dilepaskan).

c) Keluarga akan memandikan jenazah sebelum dikramasi.

3) Yahudi

Jika pasien yahudi meninggal :

a) Jenazah dimandikan oleh anggota penguburan.

b) Dan seseorang harus berada di dekat jenazah untuk yahudi

ortodoks dan konservatif

4) Kristen

Jika pasien kristen meninggal :

a) Ritual sangat beragam diantara kelompok mungkin memberikan

komuno terakhir.

b) Memilih penguburan daripada kremasi.

D. Perawatan Yang Diberikan

1. Perawatan Pada Keluarga

Bagan kepemimpinan pada perawatan paliatif tidak

berbentuk kerucut, melainkan lebih berbentuk lingkaran dengan pasien

sebagai titik sentral. Kunci keberhasilan kerja interdisiplin bergantung pada

tanggung jawab setiap anggota tim, sesuai dengan kemahiran dan

spesialisasinya, sehingga setiap kali pimpinan berganti, tugas profesi masing-

masing tidak akan terganggu. Keberhasilan keperawatan paliatif pada pasien

lanjut usia akan menjadi pengalaman dan akan meningkatkan kekuatan tim

untuk upaya penanggulangan gejala yang sama pada pasien yang lain. Tugas

tim perawatan paliatif sebagai penyeimbang di antara keduanya.

Keluarga pasien adalah subjek suasana tegang dan stres, baik fisik

maupun secara psikologis, serta ketakutan dan kekhawatiran kehilangan


orang yang dicintainya. Dari pengamatan yang dilakukan, di peroleh hasil

bahwa sikap/kebutuhan keluarga adalah:

a. Ingin membantu klien sepenuhnya

b. Ingin mendapat informasi tentang kematian

c. Ingin selalu bersama klien

d. Ingin mendapatkan kepastian bahwa klien tetap nyaman

e. Ingin mendapat informasi tentang perkembangan lanjutan usia

f. Ingin melepaskan/ mencurahkan isi hati

g. Ingin mendapatkan dukungan dan pendampingan anggota keluarga atau

kerabat lain

h. Ingin diterima mendapat bimbingan, dan dukungan dari para petugas

medis atau perawat. (Closkey : 2013)

Pengamatan tersebut di dukung dengan beberapa pernyataan,

meyakinkan bahwa keluarga menempatkan diri dalam posisi segalanya bagi

klien. Yang juga perlu diselenggarakan adalah manajemen dalam keluarga,

untuk mengatur giliran jaga, mengatur pendanaan, memenuhi kebutuhan

fasilitas klien, dan lain lain. Pada kenyataannya, klien dapat di ajak diskusi

untuk dimintai pertimbangannya. Dampak positifnya adalah klien merasa

dianggap dan dihargai walaupun fisiknya tidak berdaya. Kelelahan fisik dan

psikis pada anggota keluarga sering mengakibatkan penurunan kualitas

pelayanan perawatan di rumah. Bila hal ini terjadi,sebaiknya untuk sementara

waktu klien “dititipkan” di rumah sakit memberi kesempatan kepada keluarga

untuk beristirahat. Dukungan pada keluarga saat masa sulit sangat penting,

yaitu:

a. Pada saat perawatan

b. Pada saat mendekati kematian


c. Pada saat kematian

d. Pada saat masa duka.

Beban sulit di rasa berat bila klien di rawat. Namun, hal tersebut akan

menimbulkan keseimbangan bila lanjut klien meninggalkan dan adanya rasa

puas karena keluarga telah memberikan sesuatu yang paling berharga bagi

klien, termasuk kehangatan keluarga. Kedekatan dengan klien akan tetap

berkesan bagi keluarga yang di tinggalkanya. Hal yang terakhir ini terungkap

pada saat kunjungan masa duka oleh anggota tim perawatan paliatif.

Silaturahmi dapat berlanjut dalam bentuk kesediaan keluarga lanjut usia

sebagai relawan. Dapat di simpulkan bahwa perawatan tim paliatif

merupakan suatu proses perawatan yang cukup kompleks. Pendekatan

holistik (menyeluruh) terhadap klien dengan mengikutsertakan keluarga klien

akan menyentuh faktor fisik, psikis, sosial, spiritual, dan budaya klien.

Keberhasilan program tidak dapat di jamin tanpa kemantapan dokter dan

tim paliatif dalam kualitas ilmu, kualitas karya, dan kualitas perilaku, serta

pertimbangan etika dalam pelaksanaannya. (Closkey : 2013)

2. Self Nurse Care

a. Keperawatan mandiri (self nurse care) menurut Orem’s adalah “Suatu

pelaksanaan kegiatan yang diprakarsai dan dilakukan oleh individu itu

sendiri untuk memenuhi kebutuhan guna mempertahankan kehidupan,

kesehatan dan kesejahteraannya sesuai keadaan, baik sehat maupun

sakit” (Orem’s 1980). Pada dasarnya diyakini bahwasemua manusia itu

mempunyai kebutuhan-kebutuhan self care dan mereka mempunyai

hakuntuk mendapatkan kebutuhan itu sendiri, kecuali bila tidak mampu.

1) Keyakinan dan Nilai-Nilai


a) Keyakinan Orem’s tentang empat konsep utama keperawatan

adalah:

i. Klien: Individu atau kelompok yang tidak mampu secara

terus menerusmempertahankan self care untuk hidup dan

sehat, pemulihan dari sakit/trauma ataucoping dan efeknya.

ii. Sehat: Kemampuan individu atau kelompok memenuhi

tuntutan self care yang berperan untuk mempertahankan dan

meningkatkan integritas struktural

fungsi dan perkembangan.

iii. Lingkungan: Tatanan dimana klien tidak dapat memenuhi

kebutuhan keperluan selfcare dan perawat termasuk di

dalamnya tetapi tidak spesifik.

iv. Keperawatan: Pelayanan yang dengan sengaja dipilih atau

kegiatan yang dilakukanuntuk membantu individu, keluarga

dan kelompok masyarakat dalammempertahankan seft care

yang mencakup integrias struktural, fungsi

dan perkembangan.

Berdasarkan keyakinan empat konsep utama diatas, Orem’s

mengembangkan konsep modelnya hingga dapat diaplikasikan

dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.

b) Tiga Kategori Self Care

Model Orem’s, menyebutkan ada beberapa kebutuhan self

care atau yang disebutkansebagai keperluan self care (sefl care

requisite), yaitu :

i. Universal self care requisite: Keperluan self care universal

ada pada setiap manusiadan berkaitan dengan fungsi


kemanusian dan proses kehidupan, biasanya

mengacu pada kebutuhan dasar manusia. Universal self care

requisite yang dimaksudkanadalah:

 Pemeliharaan kecukupan intake udara.

 Pemeliharaan kecukupan intake cairan.

 Pemeliharaan kecukupan intake makanan.

 Pemeliharaan keseimbangan antara aktivitas dan

istirahat.

 Pemeliharaan keseimbangan antara solitut dan interaksi

social.

 Mencegah ancaman kehidupan manusia, fungsi

kemanusiaan dan kesejahteraanmanusia.

 Persediaan asuhan yang berkaitan dengan proses-proses

eleminasi dan exrement.

 Meningkatkan fungsi human fungtioning dan

perkembangan ke dalam kelompok sosial sesuai dengan

potensi seseorang, keterbatasan seseorang dan

keinginan seseorang untuk menjadi normal.

ii. Developmental self care requisite : terjadi berhubungan

dengan tingkat perkembangan individu dan lingkungan

dimana tempat mereka tinggal, yang berkaitan dengan

perubahan hidup seseorang atau tingkat siklus kehidupan..

iii. Health Deviation self care requisite : timbul karena

kesehatan yang tidak sehat dan merupakan kebutuhan-

kebutuhan yang menjadi nyata karena sakit atau


ketidakmampuan yang menginginkan perubahan dalam

perilaku self care. (Closkey : 2013)

E. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Menjelang Ajal Dan Setelah

Kematian

1. Pengkajian

a. Riwayat Kesehatan Sekarang

Berisi tentang penyakit yang diderita klien pada saat sekarang.

b. Riwayat Kesehatan Dahulu

Berisi tentang keadaan klien apakah klien pernah masuk rumah sakit

dengan penyakit yang sama.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga

Apakah anggota keluarga pernah menderita penyakit yang sama

dengan klien.

2. Head To Toe

Perubahan fisik saat kematian mendekat :

a. Pasien kurang rensponsif.

b. Fungsi tubuh melambat.

c. Pasien berkemih dan defekasi secara tidak sengaja.

d. Rahang cendrung jatuh.

e. Pernafasan tidak teratur dan dangkal.

f. Sirkulasi melambat dan ektremitas dingin, nadi cepat dan melemah.

g. Kulit pucat.

h. Mata memelalak dan tidak ada respon terhadap cahaya.

Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi

terminal, tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi

klien sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan
akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai. Doka (1993)

menggambarkan respon terhadap penyakit yang mengancam hidup

kedalam empat fase, yaitu:

a. Fase Prediagnostik: terjadi ketika diketahui ada gejala atau faktor

resiko penyakit.

b. Fase Akut: berpusat pada kondisi krisis. Klien dihadapkan pada

serangkaian keputusasaan, termasuk kondisi medis, interpersonal,

maupun psikologis.

c. Fase Kronis, klien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya.

pasti terjadi.

d. Klien dalam kondisi terminal akan mengalami berbagai masalah baik

fisik, psikologis, maupun social-spiritual.

Gambaran problem yang dihadapi pada kondisi terminal antara lain:

a. Problem Oksigenisasi: Respirasi irregular, cepat atau lambat,

pernafasan cheyne stokes, sirkulasi perifer menurun, perubahan

mental: Agitasi-gelisah, tekanan darah menurun, hypoksia,

akumulasi secret, dan nadi ireguler.

b. Problem Eliminasi: Konstipasi, medikasi atau imobilitas

memperlambat peristaltic, kurang diet serat dan asupan makanan

jugas mempengaruhi konstipasi, inkontinensia fekal bisa terjadi oleh

karena pengobatan atau kondisi penyakit (mis Ca Colon), retensi

urin, inkopntinensia urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau

kondisi penyakit misalnya: Trauma medulla spinalis, oliguri terjadi

seiring penurunan intake cairan atau kondisi penyakit mis gagal

ginjal.
c. Problem Nutrisi dan Cairan: Asupan makanan dan cairan menurun,

peristaltic menurun, distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering

dan pecah-pecah, lidah kering dan membengkak, mual, muntah,

cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun.

d. Problem Suhu: Ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus

memakai selimut.

e. Problem Sensori: Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang

saat mendekati kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea,

pendengaran menurun, kemampuan berkonsentrasi menjadi

menurun, pendengaran berkurang, sensasi menurun.

f. Problem Nyeri: Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan

secara intra vena, klien harus selalu didampingi untuk menurunkan

kecemasan dan meningkatkan kenyamanan.

g. Problem Kulit dan Mobilitas: Seringkali tirah baring lama

menimbulkan masalah pada kulit sehingga pasien terminal

memerlukan perubahan posisi yang sering.

h. Problem Psikologis: Klien terminal dan orang terdekat biasanya

mengalami banyak respon emosi, perasaaan marah dan putus asa

seringkali ditunjukan. Problem psikologis lain yang muncul pada

pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang control diri, tidak

mampu lagi produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan

harapan, kesenjangan komunikasi atau barrier komunikasi.

i. Perubahan Sosial-Spiritual: Klien mulai merasa hidup sendiri,

terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang

lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap

penderitaan. Sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan


menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan

orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut

akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau

mengalami penderitaan sepanjang hidup.

3. Diagnosis Keperawatan

a. Ansietas kematian berhubungan dengan mengalami proses

menjelang ajal. (Nanda, Domain 9, 00147, hal. 355)

b. Duka cita berhubungan dengan antisipasi kehilangan hal yang

bermakna (mis., kepemilikan, pekerjaan, status). (Nanda, Domain 9,

00136, hal. 360)

c. Ketidakberdayaan berhubungan dengan regimen pengobatan yang

rumit (Nanda, Domain 9, 00125, hal. 365)

d. Keputusasaan berhubungan dengan penurunan kondisi fisiologis

(Nanda, Domain 6, 00124, hal. 284)

4. Intervensi Keperawatan

a. Diagnosis I :

Ansietas kematian berhubungan dengan mengalami proses

menjelang ajal. (Nanda, Domain 9, 00147, hal. 355)

Tujuan Umum: Kematian Yang Nyaman (NOC, hal. 598)

Tujuan Khusus: Tingkat Kecemasan (NOC, hal. 598)

Kriteria Hasil :

Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x24 jam, diharapkan

ansietas klien berkurang, dengan kriteria hasil (NOC, hal. 126)

1) Afek tenang menjadi skala 4 (sedikit terganggu).

2) Lingkungan fisik menjadi skala 5 (tidak terganggu).

3) Posisi yang nyaman menjadi skala 4 (sedikit terganggu).


4) Relaksasi otot menjadi skala 4 (sedikit terganggu).

5) Dukungan dari keluarga menjadi skala 5 (tidak terganggu).

6) Kehidupan spiritual menjadi skala 4 (sedikit terganggu).

Intervensi :

1) Pengurangan Kecemasan (NIC, hal. 319):

a) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.

b) Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku klien.

c) Pahami situasi krisis yang terjadi dari perspektif klien.

d) Berikan informasi faktual terkait diagnosis, perawatan, dan

prognosis.

e) Berada di sisi klien untuk meningkatkan rasa aman dan

mengurangi ketakutan.

f) Dorong keluarga klien untuk mendampingi klien dengan

cara yang tepat.

g) Berikan objek yang menunjukkan perasaan aman.

h) Dengarkan klien.

i) Puji atau kuatkan perilaku yang baik secara tepat.

j) Dorong verbalisasi perasaan, persepsi, dan ketakutan.

b. Diagnosis II :

Duka cita berhubungan dengan antisipasi kehilangan hal yang

bermakna (mis., kepemilikan, pekerjaan, status). (Nanda, Domain 9,

00136, hal. 360)

Tujuan Umum: Respon Berduka Komunitas (NOC, hal. 607)

Tujuan Khusus: Menahan Diri dari Kemarahan (NOC, hal. 607)

Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x24 jam, diharapkan duka

cita klien berkurang, dengan kriteria hasil (NOC, hal. 316)

1) Mengidentifikasi kapan merasa marah menjadi skala 4 (sering

dilakukan).

2) Mengidentifikasi kapan merasa frustasi menjadi skala 4 (sering

dilakukan).

3) Mengidentifikasi tanda-tanda awal marah menjadi skala 5

(dilakukan secara konsisten).

4) Mengidentifikasi situasi yang dapat memicu marah menjadi

skala 4 (sering dilakukan).

5) Mengidentifikasi alasan perasaan marah menjadi skala 4 (sering

dilakukan).

6) Mengekspresikan kebutuhan dengan cara yang konstruktif

menjadi skala 4 (sering dilakukan).

7) Mencurahkan perasaan negatif dengan cara yang tidak

mengancam menjadi skala 5 (dilakukan secara konsisten).

Intervensi :

1) Fasilitasi Proses Berduka (NIC, hal. 108) :

a) Identifikasi kehilangan.

b) Bantu klien untuk mengidentifikasi reaksi awal terhadap

kehilangan.

c) Dukung klien untuk mengekspresikan perasaan mengenai

kehilangan.

d) Dengarkan ekspresi berduka.

e) Dukung klien untuk mendiskusikan pengalaman kehilangan

sebelumnya.
f) Buat pernyataan empatik mengenai duka cita.

g) Berikan instruksi dalam proses fase berduka, dengan tepat.

h) Dukung kemajuan untuk melalui tahap berduka pribadi.

i) Bantu mengidentifikasi strategi-strategi koping pribadi.

j) Libatkan orang yang penting bagi klien untuk

mendiskusikan dan membuat keputusan dengan tepat.

c. Diagnosis III : Ketidakberdayaan berhubungan dengan regimen

pengobatan yang rumit (Nanda, Domain 9, 00125, hal. 365)

Tujuan Umum: Kepercayaan Mengenai Kesehatan: Kontrol yang

Diterima (NOC, hal. 625)

Tujuan Khusus: Penerimaan: Status Kesehatan (NOC, hal. 625)

Kriteria Hasil: Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x24 jam,

diharapkan ketidakberdayaan klien dapat teratasi, dengan kriteria

hasil (NOC, hal. 349):

1) Menghilangkan konsep kesehatan personal sebelumnya menjadi

skala 4 (sering dilakukan).

2) Mengenali realita situasi kesehatan menjadi skala 5 (dilakukan

secara konsisten).

3) Melaporkan harga diri yang positif menjadi skala 4 (sering

dilakukan).

4) Mempertahankan hubungan menjadi skala 5 (dilakukan secara

konsisten).

5) Menyesuaikan perubahan dalam status kesehatan menjadi skala

4 (sering dilakukan).

6) Mengekspresikan kedamaian dari dalam diri menjadi skala 5

(dilakukan secara konsisten).


7) Menunjukkan kegembiraan menjadi skala 5 (dilakukan secara

konsisten).

Intervensi :

1) Dukungan Pengambilan Keputusan (NIC, hal. 93)

a) Tentukan apakah terdapat perbedaan antara pandangan klien

dan pandangan penyedia perawatan kesehatan mengenai

kondisi klien.

b) Informasikan pada klien mengenai pandangan-pandangan

atau solusi alternatif dengan cara yang jelas dan

mendukung.

c) Bantu klien mengidentifikasi keuntungan dan kerugian dari

setiap alternative pilihan.

d) Bangun komunikasi dengan klien sedini mungkin sejak

klien masuk ke unit perawatan.

e) Fasilitasi percakapan klien mengenai tujuan perawatan.

f) Fasilitasi pengambilan keputusan kolaboratif.

g) Hormati hak-hak klien untuk menerima atau tidak

menerima informasi.

h) Berikan informasi sesuai permintaan klien.

d. Diagnosis IV: Keputusasaan berhubungan dengan penurunan kondisi

fisiologis (Nanda, Domain 6, 00124, hal. 284)

Tujuan Umum: Harapan (NOC, hal. 623)

Tujuan Khusus: Partisipasi Dalam Keputusan Perawatan Kesehatan

(NOC, hal. 623)


Kriteria Hasil : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x24 jam,

diharapkan keputusasaan klien dapat teratasi, dengan kriteria hasil

(NOC, hal. 327)

1) Mencari informasi yang terpercaya menjadi skala 5 (secara

konsisten menunjukkan).

2) Mendefinisikan pilihan yang tersedia menjadi skala 4 (sering

menunjukkan).

3) Menentukan pilihan yang diharapkan terkait dengan outcome

kesehatan menjadi skala 4 (sering menunjukkan).

4) Identifikasi prioritas outcome kesehatan menjadi skala 5 (secara

konsisten menunjukkan).

5) Negosiasi perawatan yang diinginkan menjadi skala 5 (secara

konsisten menunjukkan).

6) Monitor hambatan untuk mencapai outcome menjadi skala 4

(sering menunjukkan).

Intervensi :

1) Inspirasi Harapan (NIC, hal. 119)

a) Bantu klien dan keluarga untuk mengidentifikasi area dari

harapan dalam hidup.

b) Informasikan pada klien mengenai apakah situasi yang

terjadi sekarang bersifat sementara.

c) Kembangkan daftar mekanisme koping klien.

d) Ajarkan pengenalan realitas dengan mensurvei situasi dan

membuat rencana ke depan.

e) Bantu klien mengembangkan spiritualitas diri.

f) Jangan memalsukan hak yang sebenarnya.


g) Fasilitasi kaitan antara kehilangan personel klien dengan

gambaran dirinya.

h) Libatkan klien secara aktif pada perawatannya sendiri.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Menjelang ajal adalah bagian dari kehidupan yang merupakan proses

menuju akhir.Konsep menjelang ajal dibentuk seiring dengan waktu, saat

seseorang tumbuh, mengalami berbagai kehilangan, dan berpikir mengenai

konsep yang konkret dan abstrak (Kozier, 2010).

Tujuan utama untuk klien yang menjelang ajal adalah mempertahankan

kenyamanan fisiologis dan psikologis, dan mencapai kematian yang damai

dan bermartabat, yang mencakup mempertahankan kontrol personal dan

menerima penurunan status kesehatannya.

B. Saran

Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan mahasiswa keperawatan dapat

berperan aktif dalam proses pembelajaran dan mengetahui bagaimana cara

pemberian asuhan keperawatan pada klien menjelang ajal dan setelah

kematian.
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. Heather.et all. 2015. Panduan Diagnosis Keperawatan NANDA

2015-20017. Jakarta: EGC.

Johnson, M., et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). New Jersey:

Upper Saddle River

Kozier,B.(2004). Fundamentals of Nursing: Concepts, process, and practice

(ed.7). Prentice Hall, New Jersey.

Mc Closkey, C.J., et all. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). New

Jersey: Upper Saddle River

Potter & Perry. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan edisi 4 volume 1.

Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai