Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

Neuropati Optik Toksik karena Alkohol

Oleh
Maria Griselda Amadea Fernandez 11.2014.293
Lucia Anastasha Eka Wara 11.2015.330
Nyoman Nugraha Surya Wibawa 11.2016.090

Kepaniteraan Klinik Ilmu Mata Rumah Sakit Bayukarta


Periode 28 November 2016 – 31 Desember 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

1
Daftar Isi

Daftar Isi 2

Bab 1 Pendahuluan 3

Bab 2 Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi 4

2.2 Etiologi 4

2.3 Anatomi dan fisiologi nervus optik 5

2.4 Patogenesis 10

2.5 Manifestasi Klinis 10

2.6 Diagnosis 11

2.7 Diagnosis Banding 17

2.8 Penatalaksanaan 19

2.9 Komplikasi 20

2.10Prognosis 20

Bab 3 Kesimpulan 21

Daftar Pustaka 22

2
BAB I
Pendahuluan

Saraf optik merupakan kumpulan akson yang berasal dari sel-sel ganglion retina menuju
kiasma nervus optikus dan berakhir di korpus genikulatum. Neuropati adalah suatu bentuk
gangguan fungsi dan struktur serabut saraf karena badan sel saraf dan serabut-serabutnya
mengalami kerusakan primer. Neuropati saraf optik yang disebabkan karena konsumsi metil
alkohol atau metanol disebut neuropati optik toksik terinduksi metanol.1
Menurut data World Health Organization tahun 2014, rata-rata individu berusia diatas 15
tahun, mengkonsumsi alkohol sebanyak rata-rata 6,2 liter alkohol per tahun yang berarti
konsumsi alkohol per hari setiap individu adalah 13,5 gram. Konsumsi tinggi alkohol banyak
ditemukan di negara maju Benua Eropa dan Amerika, sementara Asia Tenggara merupakan regio
dengan konsumsi alkohol terendah bersama Mediterania Timur. Namun ternyata terjadi
peningkatan presentasi konsumsi alkohol yang tidak tercatat pada negara dengan konsumsi yang
rendah sebanyak 50% untuk Asia Tenggara dan hampir 100% untuk Mediterania Timur. Hal ini
menunjukkan semakin rendahnya konsumsi alkohol yang tercatat secara legal, semakin tinggi
pembuatan alkohol secara ilegal di negara-negara tersebut. Pemanfaatan alkohol secara
berbahaya merupakan “faktor penyebab untuk lebih dari 60 jenis utama penyakit dan cedera dan
mengakibatkan hampir 2,5 juta kematian setiap tahunnya“.2, 3
Di Indonesia belum ada angka pasti yang menunjukkan besarnya insidensi keracunan
methanol. Neuropati optik toksik biasanya dihubungkan dengan eksposure dari zat toksik yang
diperoleh di tempat kerja, konsumsi zat atau makanan yang mengandung toksin, atau akibat
penggunaan obat-obatan sitemik.1 Gangguan ini tidak mempunyai predileksi ras. Semua ras
dapat mengalami neuropati optik toksik serta ditemukan seimbang antara laki-laki dan
perempuan, dan dapat mengenai semua umur. Tanda awal keracunan metanol berupa gangguan
penglihatan. Berawal dari pandangan yang mulai kabur lalu berkembang menjadi sempitnya
lapang pandang, kadang-kadang dapat terjadi kebutaan total. Metanol menyebabkan
demyelinisasi serabut syaraf milik nervus optikus, sehingga terjadi penurunan visus. Saat
semakin parah, nervus optikus akan mengalami atrofi dan memberikan tampilan berupa diskus
pucat.1,3-4

3
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1. Definisi
Neuropati optik toksik merupakan sindrom yang ditandai oleh kerusakan papillomakular
bundle, defek penglihatan skotoma sentral atau cecosentral dan defisit pada penglihatan warna
atau suatu kondisi yang ditandai oleh gangguan penglihatan yang disebabkan oleh toksin yang
merusak nervus optikus. Walaupun gejala yang ditemukan dikelompokkan ke dalam neuropati
optik, lesi primer bisa saja ditemukan pada retina, kiasma, atau bahkan traktus optik.1, 4
Metanol merupakan alkohol yang paling sederhana dengan rumus kimia CH3OH, berat
molekul 32,04 g/mol. Zat ini bersifat ringan, mudah menguap, tak berwarna, mudah terbakar,
beracun dan berbau khas. Metanol digunakan secara luas pada industri mobil sebagai larutan
pembersih kaca mobil, bahan anti beku, dan bahan campuran untuk bahan bakar.1

2.2. Etiologi
Penyebab neuropati optik toksik yang sering diantaranya yaitu konsumsi metanol (alkohol kayu), glikol etilen, disulfiram, amiodaron, digitalis, hidroquinolon

terhalogenasi, streptomisin, etambutol dan isoniazid, dan antibiotik seperti sulfonamid, linezolid dan kloramfenikol. Selain yang disebut di atas, faktor nutrisi juga

dapat menjadi penyebab dari neuropati optik toksik dimana faktor toksik dan nutrisi berperan bersamaan.3

Alcohols: Methanol, ethylene glycol (antifreeze)

Antibiotics: Chloramphenicol, sulfonamides, linezolid

Antimalarials: Chloroquine, quinine

Antitubercular drugs: Isoniazid, ethambutol, streptomycin

Antiarrhythmic agents: Digitalis, amiodarone

Anticancer agents: Vincristine, methotrexate

Heavy metals: Lead, mercury, thallium

Others: Carbon monoxide, tobacco


Tabel 1. Penyebab umum neuropati optik toksik 3
2.3. Anatomi dan fisiologi nervus optik
Nervus optik

4
Nervus optik secara anatomi dimulai pada diskus optik, tetapi secara fisiologis dan
fungsional dimulai pada lapisan sel ganglion retina. Bagian pertama dari nervus optik
mengandung 1.0- 1.2 juta akson sel ganglion yang menembus sklera melalui lamina cribrosa.
Secara topografi, nervus optik terbagi menjadi 4 bagian, yaitu:5-7
- Area intraocular dari nervus optik yang disebut diskus optik yang terbagi atas prelaminar
dan laminar ( ±1 mm )
- Area intraorbital yang berlokasi di muscle cone ( ±25 mm )
- Area intra canalicular yang berlokasi di kanalis optikus ( ±9 mm )
- Area intracranial yang berakhir di kiasma optikus ( ±16 mm )
Jadi panjang nervus optik kira-kira 40 mm.

Gambar 1. Topografi nervus optik.8

Bagian intraokuler
Diskus optik

5
Bagian intraokular nervus optik terdiri dari diskus optik. Nervus optik meninggalkan
retina sekitar 3 mm di sebelah nasal macula lutea, tepatnya pada diskus optik. Diameternya 1,5
mm dan berwarna pink pucat, lebih pucat dari area retina di sekitarnya. Bagian tepi diskus optik
rata atau sedikit lebih tinggi, sedangkan bagian tengahnya mengalami pencekungan, tempat
dimana pembuluh darah retina sentralis masuk ke dalam bola mata.5-7
Diskus optik terdiri dari semua akson sel ganglion retina, dimana akson dari sistem cone
yang mendominasi bagian posterior retina melewati bagian lateral dari diskus optik. Sedangkan
akson-akson dari lateral retina tidak bergabung dengan akson sistem cone, namun berjalan
membentuk arkuata di superior dan inferiornya. Akson-akson dari area perifer dan sentral retina
akan bersatu, tapi saat mendekati nervus optik akson-akson retina perifer akan berada pada
bagian perifer nervus optik dan akson yang berasal dari sentral retina masuk melalui bagian
tengah nervus optik. Diskus optik tidak mengandung sel rods dan cone, sehingga area ini tidak
sensitif terhadap cahaya yang disebut sebagai blind spot. Blind spot berada 15° dari titik fiksasi
atau sekitar 4-5 mm dari fovea dan sedikit dibawah meridian horisontal pada lapangan pandang
temporal.5-7
Di posterior diskus optik, serabut saraf mengalami mielinisasi, sedangkan akson di
daerah dekat diskus optik merupakan sel saraf yang tidak bermielin. Koroid dan seluruh lapisan
retina kecuali lapisan serabut saraf, berakhir pada tepi diskus optik. Serat-serat saraf optik
meninggalkan bola mata melalui orifisium lamina kribrosa yang dibentuk oleh jaringan ikat
sklera, jaringan ikat koroid dan membrana Bruch, serta astroglia yang berasal dari sistem septal
saraf tersebut.5-7

6
Gambar 2. struktur nervus optik (a) gambaran klinis yang tampak pada oftalmoskop, (b) potongan
longitudinal, LC : lamina cribrosa, (c) potongan melintang, P : pia; A : arachnoid; D : dura, (d)
pembungkus nervus optik dan pembuluh darah Pial.9

Bagian intraorbital
Setelah melewati lamina cribrosa, nervus optik diselubungi oleh myelin sheath yang
dibentuk oleh oligodendrosit. Adanya mielin dan oligodendrosit ini menyebabkan diameter
nervus optik meningkat menjadi 3-4 mm. Panjang nervus optik bagian orbital kira-kira 25 mm,
sekitar 6 mm lebih panjang dari ukuran jarak bola mata dengan kanalis optikus. Ukurannya yang
lebih panjang memungkinkan nervus optik berjalan berkelok-kelok dan memudahkan pergerakan
nervus optik mengikuti pergerakan bola mata. Nervus optik ini diselubungi oleh 3 lapisan
menings yaitu, lapisan padat duramater, lapisan arachnoid di bagian tengah, dan lapisan vaskuler
yang terdalam,piamater.5-7
Pada bagian anterior bagian intraorbital nervus optik dikelilingi oleh jaringan lemak yang
mengandung pembuluh darah dan nervus siliaris. Ganglion siliaris berada di antara sisi lateral
serabut saraf dan muskulus rektus lateral . Sedangkan di bagian posterior, serabut nasosiliaris
dan arteri oftalmikus berjalan di sisi medial melintasi bagian atas nervus optikus.7
Sekitar 12 mm di belakang bola mata, permukaan inferomedial dari duramater ditembus
oleh arteri dan vena retina sentralis. Pembuluh arteri retina sentralis kemudian menembus lapisan

7
subarachnoid secara oblik ke anterior menuju nervus optik, pembuluh vena sentralis berjalan di
posteriornya.7
Akson serabut saraf optik membentuk kelompok-kelompok yang dipisahkan oleh septa.
Terdapat sekitar 1000 kelompok serabut saraf optik. Septa ini juga menyelubungi pembuluh
darah retina sentralis sampai ke diskus optic.7
Nervus optik berjalan melewati cincin jaringan ikat annulus Zinnii di dekat apeks orbita.
Pada apeks orbita, nervus optik melewati kanalis optik. Bersama nervus optik, dalam kanal
tersebut terdapat arteri oftalmikus, sebagian filamen plexus karotis simpatis dan perluasan
menings intrakranial yang membentuk pembungkus nervus optik.5-7

Bagian intracanalicular
Canalis optikus berada dalam ala parva tulang sphenoidalis dan memiliki panjang sekitar
5 mm. Nervus optik yang berjalan dalam kanalis optikus diselubungi 3 lapisan meningeal
sheaths. Didalam orbita, nervus optik relatif bebas bergerak namun dalam kanalis lebih
terfiksasi. Hal ini disebabkan oleh karena dalam kanalis optik, duramater dari nervus optik dan
periostium bersatu, sehingga suatu lesi kecil dalam kanalis dapat menyebabkan neuropati
kompressi.6 Selain nervus optik, di dalam kanalis optik bagian tepi inferolateral juga berjalan
arteri oftalmika bersama dengan nervus simpatis postganglionik.5-7

Bagian intracranial
Nervus optik meninggalkan kanalis optik melewati lipatan duramater, kemudian
berlanjut ke posterior dan medial dalam rongga subarachnoid naik 45 derajat ke kiasma optik
yang terletak di dasar ventrikel ketiga. Panjang bagian intrakranial setiap nervus optik adalah ±
16 mm. Diatas nervus optik terdapat permukaan inferior lobus frontalis, traktus olfaktorius, arteri
cerebralis anterior dan arteri komunikans anterior. Dilateral, berbatasan langsung dengan arteri
karotis interna yang keluar dari sinus kavernosus. Di inferior dan medial berbatasan dengan sinus
sphenoid dan sinus ethmoid posterior.5-7
Nervus optik terdiri dari 1.200.000 akson bermyelin, 90 % diantaranya berdiameter kecil
(1 µm) dan sisanya berdiamater antara 2-10 µm. Akson-akson dengan diameter yang lebih kecil
berasal dari sel-sel ganglion midget yang membawa sinyal dari sel cone. Sedangkan akson yang
berdiameter lebih besar berasal dari sel ganglion yang meneruskan sinyal dari sel rod.7
Vaskularisasi nervus optik

8
 Bagian Intraokuler
Mendapat suplai darah dari cabang-cabang anastomosis pada circle of Zinn di sclera
yang berasal dari arteri siliaris posterior brevis.
 Bagian Intraorbital
Mendapat suplai darah dari plexus pial, cabang dari pleksus yang melewati nervus
sepanjang septa pial. Pleksus Pial mendapat suplai dari cabang-cabang arteri oftalmikus.
Sebagian kecil vaskularisasi berasal dari bagian ekstraneural arteri retina sentralis yang
membentuk arteri sentralis collateral.

Gambar 3. Vaskularisasi nervus optik.10

 Bagian Intracanalicular
Mendapat suplai dari cabang pleksus pial. Pleksus ini menerima cabang rekuren dari
arteri oftalmikus.
 Bagian Intrakranial
Bagian ini juga mendapat suplai darah dari pleksus pial, dimana pada bagian ini pleksus
pial disuplai oleh arteri oftalmika dan arteri hipofisis superior yang merupakan cabang dari arteri
karotis interna.5-7

2.4. Patogenesis
Pada banyak kasus, penyebab optik neuropati toksik adanya gangguan suplai pembuluh
darah jaringan atau gangguan metabolisme. Konfigurasi yang tidak biasa dari suplai pembuluh

9
darah ke diskus optikus mungkin menjadi penyebab berakumulasinya zat toksik, namun hal
tersebut masih belum dapat dibuktikan.11
Walaupun etiologinya multifaktorial, seseorang yang mengonsumsi alkohol dan perokok
berat mempunyai risiko yang besar untuk terjadinya optik neuropati nutrisional karena mereka
cenderung menjadi malnutrisi. Penyebab tersering optik neuropati nutrisional yaitu karena
defisiensi vitamin B-kompleks, yaitu vitamin B1 dan B12.11
Alkohol, seperti tembakau memproduksi efek toksik melalui metabolik. Paparan alkohol
dalam tubuh secara kronis dapat menyebabkan defisiensi vitamin B12 dan asam folat. Seiring
berjalannya waktu, defisiensi tersebut mengakibatkan berakumulasinya formic acid. Formic acid
dapat menginhibisi rantai transport elektron dan fungsi mitokondria, yang mengakibatkan
terganggunya produksi ATP dan mengganggu ATP-dependent axonal transport system.11
Mengonsumsi alkohol dan merokok berefek pada fosforilasi oksidatif mitokondria.
Sehingga, optik neuropati toksik sebenarnya yaitu optik neuropati mitokondrial yang didapat.11

2.5. Manifestasi Klinis


Gambaran saraf optik biasanya normal, tapi pembuluh darah di peripapiler melebar dan
terdapat perdarahan. Penurunan penglihatan dapat terjadi sebelum terdapat perubahan pada
diskus optikus yang dideteksi oleh OCT. Pada optik neuropati toksik, ketajaman visual dapat
bervariasi dari sedikitnya penurunan visual sampai tidak adanya persepsi cahaya yang jarang
terjadi. Kebanyakan pasien memiliki visus 20/200 atau lebih baik.1,3,4
 Bila pupil dinilai, tidak diharapkan satupun ditemukannya cacat aferen relatif pupil
karena neuropati optik hampir selalu bilateral dan simetris. Namun, pada kebanyakan
pasien, pupil yang bilateral lesu terhadap cahaya.
 Persepsi warna harus dinilai karena diskromatopsia adalah fitur konstan dalam
kondisi ini.
Pada tahap awal neuropati optik toksik, kebanyakan pasien saraf optiknya terlihat normal,
tetapi dapat terjadi edema optik disk dan hiperemi pada beberapa intoksikasi, terutama pada
keracunan akut. Hilangnya bundel papillomacular dan berlanjutnya atrofi optik tergantung pada
toksin yang bertanggung jawab. 1,3,4

2.6. Diagnosis
 Anamnesis

10
Banyak penyebab neuropati optik toksik dapat diidentifikasi melalui
anamnesis riwayat pasien. Gejala yang muncul biasanya progresif. Umumnya
pasien datang dengan keluhan hilangnya penglihatan yang bersifat simetris
bilateral tanpa disertai nyeri. Beberapa pasien awalnya datang dengan keluhan
diskromatopsia terhadap warna tertentu, seperti warna merah yang tidak terlalu
terang. Biasanya melibatkan hanya satu mata pada tahap awal, yang kemudian
memberat dan akhirnya melibatkan mata yang lainnya. Pada neuropati optik
toksik, dari anamnesis dapat diketahui riwayat eksposur zat toksik atau obat
yang dikonsumsi pasien, riwayat keluarga, dan riwayat konsumsi makanan.
Umumnya penderita mempunyai riwayat mendapat terapi antibiotik atau agen
kemoterapi, penyalahgunaan zat atau obat, atau mengalami eksposur dari limbah
industry. 12

 Pemeriksaan Fisik
Evaluasi sistemik
Pemeriksaan penderita dengan suspek neuropati optik dimulai dengan
evaluasi keadaan sistemik meliputi kesehatan fisik, status mental, dan tanda vital.
Hal ini sangat penting mengingat banyak penyakit neuropati optik yang
dipengaruhi oleh kelainan sistemik seperti hipertensi, obesitas, hipertiroidisme,
dan lain-lain. Pada penderita neuropati optik toksik, kelainan sistemik perlu
disingkirkan untuk memastikan kausa neuropati optik toksik. Selain itu, kelainan
sistemik seperti diabetes, gagal ginjal, dan penyakit tiroid dapat meningkatkan
kadar zat-zat toksik dalam tubuh. 12
Pemeriksaan Okuler
Hampir semua penderita neuropati optik dapat diidentifikasi melalui
adanya penurunan tajam penglihatan, defisiensi penglihatan warna, defek
lapangan pandang, defek jalur aferen pupil (RAPD), dan abnormalitas gambaran
nervus optik pada funduskopi. 12-14
1. Tajam Penglihatan
Umumnya tajam penglihatan baik jauh maupun dekat berkurang pada
neuropati optik, meskipun penurunan tajam penglihatan tersebut bervariasi pada

11
setiap penderita. Pada neuropati optik toksik penurunan tajam penglihatan dapat
bersifat akut maupun kronik. Pada neuropati optik toksik biasanya mempunyai
tajam penglihatan ≥ 20/400, kecuali toksik oleh metanol, dapat menyebabkan
12-14
penurunan tajam penglihatan yang berat hingga mencapai kebutaan.
2. Penglihatan Warna
Adanya ketidakseimbangan antara tajam penglihatan yang baik dan
penglihatan warna yang buruk merupakan indikator yang sangat penting dan
sensitif terhadap disfungsi nervus optik. Hal ini mungkin didasari bahwa nervus
optik mengandung banyak akson sel ganglion yang berasal dari area makula, dan
akson-akson ini mempunyai satu hubungan dengan satu sel cone densitas tinggi
pada area makula. Diskromatopsia yang sering terjadi utamanya melibatkan
defek warna merah dan hijau. Teknik yang sederhana untuk mendeteksi adanya
defek penglihatan warna uniokuler yaitu dengan meminta pasien untuk
membandingkan objek warna merah antara kedua mata.Untuk penilaian yang
lebih akurat dapat digunakan tes pseudoisokromatik Ishihara atau tes Farnsworth-
12-14
Munsell 100-hue.
3. Sensitivitas Kontras
Sensitivitas kontras yang abnormal merupakan tanda lain dari disfungsi
nervus optik. Beberapa pasien dengan neuropati optik mempunyai tajam
penglihatan yang baik, tetapi sensitivitas kontrasnya menurun. Sensitivitas
kontras diuji dengan meminta pasien untuk mengidentifikasi secara bertahap
peningkatan kontras dengan Arden plate. Tes ini sangat sensitif terhadap
hilangnya penglihatan yang tersembunyi, walaupun tidak spesifik terhadap
penyakit nervus optik. Sensitivitas kontras juga dapat ditentukan dengan Pelli-
Robson chart, dimana huruf yang dibaca, dicetak dengan kontras berkurang
secara bertahap. 12-14
4. Pupil
Identifikasi relative afferent pupil defect (RAPD) sangat membantu untuk
menentukan lokasi hilangnya penglihatan pada nervus optik dan merupakan tanda
adanya kelainan asimetris pada lintasan penglihatan anterior. RAPD dapat dinilai
dengan test swinging flashlight. Pada neuropati optik toksik biasanya defeknya

12
simetris dan bilateral, maka RAPD tidak selalu dapat ditemukan. Refleks cahaya
pupil biasanya bilateral menurun atau tidak ditemukan. Pupil sering dilatasi pada
penderita yang hampir buta atau buta total. 12-14
5. Lapangan Pandang
Salah satu tanda penting dari neuropati optik adalah adanya defek
lapangan pandang yang ditemukan pada pemeriksaan perimetri baik dengan
perimetri statik (Humprey) atau kinetik (Goldman). Pada neuropati optik toksik
defek lapangan pandang yang paling banyak ditemui berupa defek sentral
meliputi ; skotoma sentral, defek parasentral, dan skotoma cecosentral. Ketiga
tipe ini menunjukkan kelainan terjadi pada bagian sentral dari nervus optik.
Defek lapangan pandang ini cenderung relatif simetris. Selain itu, defek
lapangan pandang sentral juga dapat terjadi pada penderita dengan kelainan pada
makula. Defek bitemporal atau konstriksi lapangan pandang perifer kadang
terjadi, masing-masing pada penderita yang toksik terhadap etambutol atau
12-14
amiodarone.

Gambar 4. Defek lapangan pandang pada penyakit nervus optik (a) skotoma sentral, (b)
15
skotoma cecosentral (c) nerve fiber bundle (d) altitudinal.

6. Funduskopi
Pada tahap awal neuropati optik toksik, diskus optik biasanya memberi
gambaran yang normal. Edema dan hiperemia pada diskus optik sering terlihat
pada intoksikasi akut. Beratnya penyakit dan kecepatan perkembangan ke arah

13
atrofi papilomacular bundle dan temporal diskus optik tergantung pada jenis
toksin. 12-14

Gambar 5. Gambaran funduskopi yang atrofi pada bagian temporal diskus optik pada penderita
dengan neuropati optik toksik. 16

7. Optical Coherence Tomography (OCT)


Saat ini OCT sering digunakan untuk mengukur ketebalan lapisan serabut
saraf terutama pada pasien dengan glaukoma. Selain itu, OCT ternyata juga dapat
menilai perubahan pada neuropati optik toksik seperti yang disebabkan oleh
etambutol. Dari beberapa penelitian, perubahan dini yang belum dapat di deteksi
secara klinis dengan funduskopi, telah dapat dideteksi dengan OCT. Dengan
menggunakan OCT, kita dapat menilai hilangnya serabut saraf retina dari nervus
optik pada penderita yang diduga mengalami toksisitas dari obat. Oleh karena itu,
OCT merupakan pemeriksaan obyektif tambahan yang mendukung pemeriksaan
lapangan pandang untuk memonitor pasien yang mendapat pengobatan seperti
etambutol. 12-14

14
Gambar 6. Ketebalan lapisan serabut saraf dengan menggunakan OCT. 17

 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Neuro i maging
Walupun pemeriksaan imaging dalam penelitian memberikan gambaran yang
normal pada neuropati optik toksik, pemeriksaan ini hampir selalu dianjurkan, kecuali
jika diagnosis sudah dapat dipastikan. Pemeriksaan imaging yang paling sering
dilakukan adalah Magnetic Resonance Imaging (MRI) dari nervus optik dan kiasma
optik dengan atau tanpa penambahan gadolinium. Apabila riwayat medis dari anamnesis
tidak khas sehingga sulit untuk menentukan penyebab dan mengkorfirmasi diagnosis,
maka dibutuhkan pemeriksaan neuroimaging untuk menyingkirkan penyebab neuropati
optik kausa kompresif dan iskemik, dimana hilangnya penglihatan sentral bilateral
dapat juga terjadi akibat adanya lesi oksipital bilateral. MRI pada nervus optik dan
kisma optik juga dibutuhkan untuk menilai tanda inflamasi dan atau adanya demielinasi
12-14
pada neuritis optik.

15
Gambar 7. Potongan aksial orbita dan otak pada MRI scan . 18

Pemeriksaan Elektrofisiologi
Secara fisiologis, adanya persepsi dari penglihatan dihasilkan dari adanya sinyal
elektrik yang dihasilkan di retina untuk dialirkan melalui lintasan penglihatan dan
berakhir pada korteks oksipital. Visual evoked response (VER) merupakan pemeriksaan
elektrofisiologi untuk mengukur potensial elektrik yang dihasilkan dari stimulus visual
dari retina ke korteks visual. Pemeriksaan elektrofisiologi ini juga telah digunakan
pada penderita neuropati optik toksik. Adanya hambatan dalam konduksi neural akan
menghasilkan penurunan amplitudo pada VER. Berkurangnya kecepatan konduksi akan
memperpanjang periode laten dari VER. Penyakit unilateral prekiasma dapat dideteksi
12-14
secara terpisah dengan membandingkan respon antara keduanya.

Gambar 8. VER pada OS normal berlawanan dengan VER pada OD yang menunjukkan
19
tidak adanya respon oleh karena adanya lesi yang berat pada nervus optik.

16
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan yang diperlukan pada penderita yang kita curigai neuropati optik
toksik dan nutrisional mencakup pemeriksaan jumlah sel darah lengkap dan apusan
darah tepi. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan meliputi kadar folat sel darah merah,
VDRL (Venereal Disease Research Laboratory), kadar vitamin, konsentrasi protein
serum, kimia darah, urinalisis, dan skrining kadar logam berat seperti timah, talium, dan
merkuri. Identifikasi toksin yang dicurigai perlu diperiksa dalam darah dan urine.
Pemeriksaan laboratorium ini tergantung pada dugaan yang diperoleh dari hasil
12-14
pemeriksan sebelumnya.

2.7. Diagnosis banding


a. Neuropati optik nutrisional
Neuropati optik nutrisional dapat didefinisikan sebagai gangguan
penglihatan akibat kerusakan nervus optik yang disebabkan oleh adanya
defisiensi nutrisi. Gambaran klinis dan gejala neuropati umumnya sama dengan
1,4
neuropati optik toksik.
Neuropati optik nutrisional terjadi utamanya berhubungan dengan adanya
defisiensi vitamin. Defisiensi tiamin (vitamin B1), sianokobalamin (vitamin
B12), piridoksin (vitamin B6), niacin (vitamin B3), riboflavin (vitamin B2), dan
atau asam folat telah dibuktikan dapat mengakibatkan terjadinya neuropati optik.
Gejala klinik dan patofisiologi dasar terjadinya penyakit hampir sama dengan
neuropati optik toksik. Umumnya neuropati optik nutrisional bermanifestasi
sebagai neuropati optik retrobulber non-spesifik. Saat ini, terapi yang dianjurkan
terbatas pada pemberian intensif vitamin dosis tinggi dengan hasil bervariasi
1,4
pada setiap kasus.
b. Neuropati optik mitokondria
Neuropati optik mitokondria dapatan (inherited), Leber’s hereditary
optic neuropathy (LHON) dan atrofi optik dominan (Kjer’s) merupakan neuropati
optik non-sindrom yang disebabkan oleh adanya kelainan pada mitokondria.
Pada LHON atau atrofi optik Leber terjadi degenerasi mitokondria sel-sel
ganglion retina dan akson-aksonnya yang diwariskan (dari ibu) yang

17
mengakibatkan hilangnya penglihatan sentral akut atau subakut. Penyakit ini
biasanya mengenai laki-laki dewasa muda. Kelainan ini tidak tergolong neuropati
optik toksik, tetapi dapat diinduksi kejadiannya oleh adanya perubahan
lingkungan. Pada LHON, onset hilangnya penglihatan bersifat akut dan jarang
1,4
simetris. Pemeriksaan genetik dibutuhkan pada beberapa kasus.

Gambar 9. Leber optic neuropathy 20


Adanya lesi kompresif atau infiltratif pada kiasma optik dapat menjadi
salah satu diagnosis banding untuk penyakit neuropati optik toksik. Oleh karena
itu, harus selalu dilakukan pemeriksaan neuroimaging untuk menyingkirkan
kausa ini. Defek lapangan pandang cecosentral dan bitemporal pada penyakit
kiasma optik mirip satu sama lain dan ada banyak penyebab skotoma sentral dan
1,4
cecosentral bilateral yang berasal dari tumor.
c. Neuritis optik akibat demielinasi, inflamasi, atau infeksi
Neuritis optik akibat demielinasi, inflamasi, atau infeksi dapat terjadi
simultan pada kedua mata, dan kadang membingungkan dengan neuropati optik
toksik. Defek lapangan pandang keduanya mirip, tetapi pada neuritis optik
biasanya disertai nyeri dan atau edema diskus optik lebih dari 90 % penderita.
Untuk memastikan biasanya dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal dan
pemeriksaan laboratorium khusus untuk memastikan adanya infeksi sistemik dan
inflamasi. 1,4
Pada umumnya, analisis gejala dan tanda penyakit dimulai dari detail
anamnesis dan pemeriksaan fisik hingga pemeriksaan penunjang akan
menentukan diagnosis neuritis optik toksik. Sangat bijaksana jika kita
menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan neuroimaging kecuali diagnosis

18
yang dibuat sudah pasti. MRI dengan kontras dan dikhususkan pada nervus optik
dan kiasma optik merupakan pemeriksaan optimal pada banyak kasus.
Pemeriksaan laboratorium mengenai level vitamin B12 dan folat dapat dipikirkan
jika neuropati optik toksik dianggap berhubungan juga dengan adanya defisiensi
nutrisi. Selain itu, ketika suatu intoksikasi spesifik disuspek, maka harus dicoba
untuk mengidentifikasi toksin atau metabolit pada cairan (darah atau urine) atau
1,4
jaringan penderita.

2.8. Penatalaksanaan
Terapi neuropati optik toksik tergantung pada agen toksik yang menyebabkan neuropati
optik toksik tersebut. Langkah pertama dalam terapi neuropati optik toksik karena alkohol
adalah menghentikan penggunaan alkohol. Selain itu, terapi dapat dilakukan dengan
hemodialisis dan metilprednisolon 1000 mg/hari selama 3 hari berturut-turut dan
dilanjutkan dengan prednison 1 mg/kgbb/hari selama 11 hari dan selanjutnya dosis
diturunkan sesuai kondisi klinis. Tujuan hemodialisis adalah menghilangkan kadar
metanol dari tubuh penderita dan untuk mengeliminasi asam format. Hemodialisis
dilakukan bila kadar metanol dalam darah lebih dari 50mg/dL atau bila pH darah kurang
dari 7,35. Pemberian metilprednisolon dan prednison bertujuan untuk mengurangi
edema papil saraf optik yang terjadi pada fase akut sehingga diharapkan mencegah
terjadinya kebutaan. Terapi medis termasuk suplemen multivitamin yang dibutuhkan pada
neuropati toksik khususnya dengan ambliopia akibat alkohol-tembakau.1,4,12
Penderita dengan neuropati optik toksik harus diobservasi setiap 4-6 minggu, dan
selanjutnya tergantung pada proses penyembuhannya, umumnya setiap 6-12 bulan. Tajam
penglihatan, pupil, nervus optik, penglihatan warna, dan lapangan pandang harus dinilai pada
setiap kunjungan. Penglihatan akan membaik secara bertahap lebih dari beberapa minggu,
pemulihan penuh membutuhkan waktu beberapa bulan dan selalu ada risiko defisit penglihatan
yang permanen. Tajam penglihatan biasanya membaik mendahului penglihatan warna,
berkebalikan dengan onset proses penyakit, dimana penglihatan warna biasanya lebih dahulu
memburuk dibanding tajam penglihatan. 1,4,12

2.9. Komplikasi

19
Umumnya penurunan tajam penglihatan pada neuropati optik toksik bersifat reversibel
setelah agen toksik segera dihentikan, akan tetapi sebagian diantaranya dapat bersifat permanen
sehingga komplikasi yang paling ditakutkan adalah kehilangan daya penglihatan bilateral
permanen.4

2.10. Prognosis
Kejadian morbiditas penyakit tergantung pada faktor risiko, etiologi penyebab, dan
lamanya gejala muncul sebelum mendapat terapi. Penderita dengan atrofi optik yang berat akan
mengalami kesulitan dalam perbaikan fungsi visual dibandingkan dengan penderita yang tidak
mempunyai perubahan patologis. Prognosisnya bervariasi tergantung pada total eksposur
sebelum terapi, dan derajat beratnya hilangnya penglihatan pada saat diagnosis penyakit atau
sebelum mendapat terapi awal. 1,3,4,11

20
BAB III
Kesimpulan

Neuropati optik toksik merupakan sindrom yang ditandai oleh kerusakan papillomakular
bundle, defek penglihatan skotoma sentral atau cecosentral dan defisit pada penglihatan warna
akibat kerusakan nervus optik yang disebabkan oleh toksin. Insiden penyakit ini dapat terjadi
pada semua ras, jenis kelamin, dan semua umur. Angka morbiditasnya tergantung pada faktor
risiko, etiologi, dan lamanya gejala sebelum dilakukan terapi. Diagnosa ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisis yang meliputi evaluasi sistemik dan pemeriksaan okuler, serta
pemeriksaan penunjang. Neuropati optik toksik didiagnosis banding dengan neuropati optik
lainnya, seperti neuropati optik nutrisional, neuropati optik mitokondria, neuropati optik karena
demielinasi, inflamasi, infeksi, atau oleh karena adanya kompresi atau infiltrasi. Semua diagnosis
banding tersebut dapat disingkirkan dengan menilai gejala dan tanda dari penderita serta
melakukan berbagai pemeriksaan yang menunjang diagnosis. Penatalaksanaan pada neuropati
optik toksik karena alkohol adalah dengan menghentikan konsumsi alkohol. Umumnya
penurunan tajam penglihatan pada neuropati optik toksik bersifat reversibel setelah agen toksik
segera dihentikan, walaupun sebagian diantaranya dapat bersifat permanen. Selain itu, dapat juga
dilakukan hemodialisis dan pemberian kortikosteroid serta suplemen multivitamin. Prognosis
bervariasi tergantung pada total eksposur sebelum terapi, dan derajat beratnya hilangnya
penglihatan pada saat diagnosis penyakit atau sebelum mendapat terapi awal.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Yunard A, Nusanti S, Sidik M. Methanol toxic optic neurophaty (characteristic and


evaluation of therapy). Optalmologi Indonesia. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo:
Jakarta; 2016.h. 38-44.
2. World Health Organization. Global status report on alcohol and health 2014. Diunduh
dari https://www.who.int/substance_abuse/publications/global_alcohol_report/en/, 15
Desember 2016.
3. Sharma P. Toxic optic neuropathy. Indian journal ophthalmology. Vol 59. Banglore;
March-April 2011.p.137-41.
4. Triningrat AA, Rahayu NM, Manuaba IB. Visual acuity of methanol intoxicated patients
before and after hemodialysis, methylprednisolone, and prednisone therapy. Jurnal
oftalmologi Indonesia. Vol 7. Universitas Udayana: Bali; Desember 2010.h. 129-32.
5. Park,S., Siegelman., The anatomy and cell biology of the human retina in duane’s clinical
ophthalmolog. Lippincott and William Wilkins.
6. Newman SA, Arnold AC, Friedman DI, Kline LB, Rizzo III JF. BCSC : Neuro-
opthalmology. Section 5. San Francisco, USA : AAO, 2008-2009; 23-28.
7. Schiefer.U, Hart.W, Clinical Neuro Opthalmology : Functional Anatomy of The Human
Visual Pathway. St.Louis.USA:Springer,2007;19-28.
8. Gambar diunduh dari: http://documentslide.com/documents/kelainan-refraksi-
57802d73b555f.html, 16 Desember 2016.
9. Gambar diunduh dari: https://www.medicinesia.com/kedokteran-dasar/penginderaan-
kedokteran-dasar/anatomimata/, 15 Desember 2016.
10. Gambar diunduh dari: http://docslide.us/documents/neuropati-optik-toksik.html, 15
Desember 2016.
11. Trobe JD. The neurology of vision. Optic Neuropathy. Oxford University:New
York;2011.
12. Liu GT ,Volve NJ ,Galetta SL. Visual loss : Optic neuropathies in Neuro-ophthalmology,
Diagnosis and Management. W.B. Saunders company: Philadelphia. 2001.p.103-170.
13. Fletcher, EC, Chong V. Retina, in Vaughan and Asbury’s General Ophthalmology 17th
ed., McGraw-Hill co., New York; May 2007.
14. Miller RN, Biousse V, Newman JN, Kerrison BJ. Toxic and deficiency optic neuropathies
in Walsh and Hoyt’s Clinical neuroophthalmology: the essential.2nd ed. Lippincott
Wiliiam and wilkins. Philadelpia ; 2008 : 202-210.
15. Gambar diunduh dari: http://docslBaggiide.us/documents/neuropati-optik-toksik.html, 15
Desember 2016.

22
16. Gambar diunduh dari: http://www.catatandokter.com/2015/08/branch-retinal-artery-
occlusion.html, 15 Desember 2016.
17. Gambar diunduh dari:
http://www.nature.com/nrneurol/journal/v4/n12/fig_tab/ncpneuro0950_F2.html, 15
Desember 2016.
18. Gambar diunduh dari: http://www.neuroradiologycases.com/2011/09/orbital-
subperiosteal.html, 15 Desember 2016.
19. Gambar diunduh dari: http://www.operativemonitoring.com/ep.htm, 15 Desember 2016.
20. Gambar diunduh dari: https://www.reviewofoptometry.com/ce/unlocking-lebers-
hereditary-optic-neuropathy, 15 Desember 2016.

23

Anda mungkin juga menyukai