Anda di halaman 1dari 128

BAB I

SEJARAH PERKEMBANGAN TEORI EVOLUSI MAKHLUK HIDUP

PENDAHULUAN
Evolusi merupakan bangunan ilmu terbesar, dan perkembangannya sangat luas.
Meliputi pokok bahasan yang beragam dan terdapat bagian-bagian yang agak
ditakutkan. Para ahli biologi evolusi sekarang meneliti evolusi dari berbagai disiplin
ilmu, seperti genetika molekuler, morfologi dan embriologi. Mereka juga bekerja
dengan peralatan yang beragam seperti dengan larutan kimia di dalam tabung reaksi,
tingkah laku hewan di hutan rimba, fosil yang dikoleksi dari daerah-daerah purbakala
dan batu-batu karang atau gunung-gunung batu.
Idea yang mudah dimengerti dan sederhana dari evolusi adalah seleksi alam
(natural selection), karena dapat diuji secara ilmiah dalam semua lingkungan. Idea
seleksi alam ini merupakan idea yang mampu diterima semua ilmu, dan hanya teori
ini yang diklaim bisa mempersatukan pendapat-pendapat berbeda dalam biologi.
Dengan teori ini berbagai temuan fakta yang ada di hutan hujan tropik, perubahan
dan macam-macam warna yang terdapat di kebun botani, serta sekawanan hewan
yang sementara bermain di daerah peternakan, dapat dijelaskan. Teori ini juga dapat
digunakan untuk memahami asal mula kehidupan melalui kimia-bumi
(geochemistry) dan proporsi gas yang ada di atmosfer. Sebagaimana dinyatakan oleh
Theodosius Dobzhansky seorang ahli evolusi di abad dua puluh, bahwa: ‘nothing
in biology makes sense expect in the light of evolution’.
Evolusi artinya perubahan-perubahan dalam bentuk dan tingkah laku
organisme antara generasi ke generasi. Bentuk-bentuk organisme, pada semua level
dari rantai DNA sampai bentuk morfologi yang makroskopik dan tingkah laku sosial
yang termodifikasi dari nenek moyang selama proses evolusi. Meskipun demikian,
tidak semua perubahan dapat didefenisikan sebagai evolusi (Gambar 1.1).
Pikiran tentang evolusi sudah tercetus jauh sebelum Charles Darwin
menerbitkan bukunya, “On The Origin Of Species By Means Of Natural Selection,
and The Favoured Races In The Struggle For Life”. Pada masa  400 tahun sebelum
Masehi faham evolusi masih bersifat sepotong-sepotong dan tidak didasari oleh
fakta. Fakta yang dikemukakan umumnya hanya terbatas pada fakta yang
menyangkut makhluk hidup tanpa memperhitungkan kondisi lingkungan hidupnya.

1
Gambar 1.1. Evolusi berhubungan dengan perubahan yang terjadi dalam satu garis keturunan pada tingkatan populasi
antar generasi. (a) Menggambarkan pengertian evolusi yang tepat. Setiap garis menunjukkan satu individu organisme, dan
organisme dalam satu generasi diproduksi dari generasi sebelumnya. Kompo-sisi populasi berubah berarti perubahan
terjadi sejalan dengan waktu. (b) Perubahan perkembangan individu, bukan evolusi dalam pengertian yang tepat. Karena
komposisi populasi tidak mengalami perubahan antar generasi dan perubahan perkembangan (dari a menjadi a’) pada
satu organisme bukan perubahan evolusi, tetapi perubahan dari kecil menjadi dewasa. (c) Perubahan pada satu ekosistem
bukan evolusi dalam pengertian yang tepat. Setiap garis menunjukkan satu spesies. Huruf a dan a’ pada ketiga-tiga
gambar menunjukkan setiap pasangan karakter yang diamati, a adalah ukuran tubuh kecil dan a’ adalah ukuran tubuh
besar. (Sumber: Ridley, 1999).

Teori evolusi Darwin membuka cakrawala baru dalam proses evolusi


makhluk hidup pada khususnya dan proses evolusi biologi pada umumnya, meskipun
banyak terdapat ungkapan yang mengandung tantangan bahkan kecaman menuntut
para ahli untuk menelaahnya secara ilmiah.
Pada bab ini akan dibicarakan gagasan evolusi masa Pra-Darwin, masa
Charles Darwin, ulasan yang berisikan kelemahan dan kekuatan teori Darwin, Paham
baru Darwin, serta bentuk adaptasi dari suatu kehidupan
Setelah membaca bab ini mahasiswa diharapkan memahami sejarah
perkembangan makhluk hidup. Lebih khusus lagi mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menyebutkan gagasan/teori yang berkembang pada masa Pra-Darwin
2. Menyebutkan peran gagasan/teori Pra-Darwin dalam memberi makna pada
teori “On The Origin Of Species.”
3. Menjelaskan teori evolusi pada masa Charles Darwin
4. Menjelaskan adanya perbedaan pendapat dan tantangan yang berkembang
terhadap teori evolusi Darwin
5. Menjelaskan kelemahan dan kekuatan teori evolusi Darwin
6. Menjelaskan teori Neo Darwinisme
7. Menjelaskan bentuk-bentuk adaptasi suatu kehidupan.

2
KEGIATAN BELAJAR
1. Teori-teori Evolusi Biologi (historical prespective)
1.1. Teori Evolusi Sebelum Darwin.
Sejarah munculnya teori-teori evolusi sebenarnya baru dimulai pada tahun
1859, dengan dipublikasikan buku On the Origin of Species, meskipun kebanyakan
idea-idea Darwin kenyataannya telah ada sejak masa lampau. Kenyataan bahwa
bahwa makhluk hidup beraneka ragam dan mengalami perubahan sudah teramati
sejak lama, namun hal ini tidak melahirkan konsep-konsep evolusi sebagaimana yang
terjadi pada masa Darwin. Parmenides menyatakan bahwa sesuatu yang terlihat
adalah suatu ilusi. Berbeda dengan apa yang dikemukakan Parmenides, Heraclitus
menyatakan bahwa dalam perjalanan hidupnya makhluk hidup selamanya mengalami
proses yang tetap Teori ini dikenal dengan teori Fixise. Berasal dari kata ‘Fixed’.,
artinya ‘unchanging’ atau tetap, tidak berubah. Teori ini muncul satu atau dua abad
sebelum teori Darwin. Pada masa itu tidak pernah dipersoalkan mengenai hubungan
kekerabatan antar satu organisme dengan organisme lain. Semua kegiatan biologis
dianggap tetap seperti apa adanya, tidak ada perubahan. Namun para Naturalis dan
Philosohpy sering berspekulasi bahwa ada terjadi transfomasi spesies. Para ahli yang
mempertanyakan kebenaran teori ‘Fixed’ misalnya: Maupertuis ilmuwan dari
Prancis, kakek Charles Darwin yaitu Erasmus Darwin. Walaupun tidak ada pemikir-
pemikir khusus yang mempersoalkan teori Fixed dengan penjelasan yang ilmiah
bahwa spesies berubah, namun sebenarnya terdapat perhatian dan minat yang kuat
berdasarkan kenyataan bahwa dapat saja satu spesies berubah menjadi spesies kedua.
Pada 250 tahun sebelum Masehi, Anaximander (Yunani) mengemukakan
bahwa manusia berasal dari makhluk yang menyerupai ikan. Pernyataan Empedocles
yang berbau evolusi namun janggal kedengarannya berbunyi bahwa manusia dan
juga binatang lainnya berasal dari bagian-bagian kepala, badan, dan tangan yang
terpisah-pisah, yang pada makhluk tertentu ketiganya tumbuh menjadi satu,
sedangkan pada makhluk lain hanya kepala dan badan yang tumbuh seperti pada
ikan. Artinya ada yang pertumbuhannya lengkap dan adapula yang tidak lengkap.
Teori Autogenesis merupakan teori yang berkaitan dengan proses evolusi
namun dorongan evolusinya beasal dari dalam menyatakan bahwa dorongan dari
dalam itulah yang lebih menentukan sedangkan lingkungan tidak memberikan
pengaruh.

3
Selain itu dikenal pula paham finalisme dan telefinalisme yang mempunyai
kemiripan dengan paham vitalisme. Paham finalisme lebih menitikberatkan pada
tujuan akhir, bagaimana makhluk berevolusi sampai bentuk akhir sudah
dinyatakankarena adanya kekuatan trasenden, namun apa yang dimaksudkan dengan
kekuatan trasenden itu tidak disebutkan. Kaum finalis tidak dapat menjelaskan proses
perubahan yang ditentukan oleh kekuatan tersebut. Pada kaum vitalis jelas bahwa
kekuatan trasenden itu adalah kekuatan alam yang maha hebat.
Ada beberapa penganut paham lain yang mengelak terhadap adanya
pengaturan atau tuntunan khusus seperti pada vitalisme Para penganut paham lain ini
berpegang pada teori Orthogenesis, Nomogenesis, dan Aristogenesis yang
menganggap bahwa makhluk hidup itu berubah secara evolutif dan penentu
perubahan itu adalah germ plasma. Contoh: perkembangan bentuk dewasa manusia
dinyatakan sudah ada sejak tingkat embrio; Warna, bentuk, letak dan bentuk putik,
serta serbuk sari telah ada pada kuncup bunga. Perubahan pada kuncup menjadi
bunga hanya memerlukan tenaga untuk mekarnya sang bunga.
Ketiga teori ini mempunyai perbedaan yaitu: Orthogenesis menitikberatkan
perkembangan makhluk hidup pada garis lurus artinya terjadi perkembangan yang
semakin besar, semakin bervariasi, namun semuanya bertolak dari yang sudah ada.
Nomogenesis menyatakan bahwa perkembangan hanya berlangsung sesuai dengan
aturan tertentu. Untuk setiap makhluk ada aturan tertentu yang mengikat.
Aristogenesis menyatakan bahwa perkembangan yang terjadi adalah perubahan
menuju ke yang lebih baik.
Beberapa tokoh dan peristiwa yang mendukung dan dipandang dapat
melahirkan teori evolusi antara lain Carolus Linnaeus (Swedia) yang disebut sebagai
bapak Sistematik, telah berhasil memberi nama 4.235 spesies hewan dan 5.250
spesies tumbuhan menyatakan bahwa makhluk-makhluk hidup tersebut diciptakan
dan tetap (konstan), serta tergolong makhluk pertama yang benar-benar ada. Charles
Bonnet (ahli pengetahuan alam) percaya bahwa semua organisme, bahkan semua
benda tak hidup mengalami proses pembentukan melalui rantai/tangga yang panjang
dantek terputus, tak tersisipi. Rantai ini bermula dari mineral yang selanjutnya
berkembang menjadi bentuk yang semakin kompleks seperti tumbuhan, invertebrata,
ikan, burung, mamalia, kera menuju manusia.
Pada zaman sebelum abad 18 yaitu 3 abad sebelum Masehi, di Yunani
berkembang suatu paham bahwa organisme membentuk suatu tangga yaitu tangga

4
kehidupan atau tangga alam. Pada tangga kehidupan ini yang berada di dasar adalah
organisme yang sederhana, selanjutnya organisme yang berada di atasnya adalah
organisme yang lebih sempurna. Tetapi dalam hal ini tidak disinggung hubungan
antara organisme yang berada pada masing-masing anak tangga, sehingga dapat
dimengerti mengapa teori evolusi tidak lahir melalui paham ini. Dikemudian hari
beberapa pengikut evolusi menerima pendapat tersebut dengan melihat pandangan
yang semakin maju dan semakin kompleks. Linnaeus, meskipun percaya adanya
penciptaan tetapi tetap beranggapan bahwa tangga kehidupan tersebut ada.
Pada abad 17, tangga kehidupan ini dibangkitkan kembali oleh Leibnitz yang
mengemukakan adanya “Hukum Kesinambungan” dalam hal ini antara spesies yang
satu dengan spesies lainnya ada spesies penyambungnya yang dikenal dengan spesies
peralihan. Namun Leibnitz tidak berani mengemukakan adanya spesies peralihan
antara manusia dan kera. Pemikiran tentang kesinambungan ini tidak juga
melahirkan teori evolusi karena pandangan dan penerapannya hanya sepotong-
sepotong.
Cuvier (Perancis) yang mempunyai pendapat yang sama dengan Linnaeus
tentang penciptaan, mengemukakan bahwa pada dasarnya evolusi itu tidak pernah
terjadi. Cuvier berpendapat bahwa segala sesuatu yang ada di bumi ini berasal dari
proses penciptaan, spesies itu tetap dan tidak pernah berubah. Menurut Cuvier jika
sekarang ini dijumpai beragam fosil pada lapisan tanah yang berbeda maka hal itu
disebabkan terjadinya bencana alam. Bencana alam inilah yang melahirkan teori
Catastrophisme. Melalui teori ini Cuvier mengemukakan bahwa di bumi ini terjadi
beberapa kali bencana alam yang besar. Akibat bencana ini dijumpai makhluk-
makhluk yang mati dan memfosil. Fosil yang berbeda yang terletak pada strata yang
berbeda adalah hasil dari suatu ciptaan baru. Lebih jauh tentang fosil yang terletak
pada setiap strata oleh William Smith dikemukakan bahwa tiap strata mempunyai
tipe fosil yang khas dan semakin ke bawah fosil yang dikandung semakin jauh
berbeda dengan makhluk yang ada sekarang ini.
Berbeda dengan yang dikemukakan Cuvier, Charles Lyell dalam bukunya
“Principle of Geology” mengemukakan bahwa terjadinya strata lapisan bumi yang
mengandung fosil tidak karena terjadinya bencana alam, tetapi berlangsung sedikit
demi sedikit seperti yang kita alami seperti sekarang ini., dengan menggunakan teori
Uniformitarianisme, yaitu teori yang menyatakan bahwa bentuk dan struktur bumi
disebabkan oleh kekuatan angin, air, dan panas yang bekerja sekarang ini identik

5
dengan yang bekerja dan mempengaruhi bentuk dan struktur bumi di masa lalu.
Pendapat ini dikemudian hari memberikan sumbangan yang besar terhadap
perkembangan teori evolusi.
Erasmus Darwin pada tahun 1731 – 1802 menyatakan dalam bukunya
“Zoonomia” bahwa kehidupan bermula dari asal mula yang sama. Gagasan tersebut
pula yang kemudian mengilhami Charles Darwin dalam mengemukakan gagasannya
pada tahun 1859.
Dikemudian hari gagasan tentang diwariskannya sifat yang didapat
dimunculkan oleh Jean Baptis Lamarck (1744 – 1829) dalam bukunya ‘Philosophie
Zoologique”, dan dikenal dengan teori adaptasi-transformasi. Ahli lain yang sejalan
dengan pendapat Lamarck adalah Count de Buffon yang menyatakan bahwa proses
evolusi itu berlandaskan pada diwariskannya sifat-sifat yang di dapat.
Teori ini didasarkan atas kenyataan bahwa tidak ada satupun makluk hidup
yang identik. Ada dua konsep evolusi yang dikemukakan oleh Lamarck yaitu:
Pertama, spesies berubah dalam waktu lama menjadi spesies baru. Konsep ini yang
sangat berbeda dengan teori Darwin. Lamarck berpendapat bahwa dalam suatu
periode tertentu suatu spesies dapat berubah bentuk akibat suatu kebiasaan atau
latihan. Kedua, perubahan yang terjadi tersebut dapat diturunkan. Gambar 1.2
menunjukkan perbedaan teori Lamarck dan teori Darwin.

Gambar 1.2 (a) Transformasi menurut Lamarck dari dua hal krusial yang dikemukakannya bahwa bentuk spesies
dapat berubah sejalan dengan waktu akibat adaptasi atau latihan dan perubahan itu diturunkan. (b) Evolusi
sebagaimana dibayangkan oleh Darwin. Darwin berpendapat bahwa evolusi sebagimana pohon, setiap cabang
merupakan garis keturunan baru yang muncul, dan sebagian ada yang punah. (Sumber: Ridley, 1996 : 7)

6
Berpegang pada konsep yang mengatakan bahwa organ-organ baru muncul
sebagai respons atas tuntutan lingkungan. Lamarck mengajukan postulat sebagai
berikut: Ukuran organ sebanding dengan penggunaannya. Hal ini berarti bahwa tiap
perubahan yang terjadi karena digunakan atau tidak digunakannya organ tersebut
akan diwariskan kepada generasi keturunannya. Peristiwa yang terjadi secara
berulang-ulang akan berakibat terjadinya pembaharuan bentuk dan fungsi. Contoh
yang dipakai Lamarck untuk menjelaskan teorinya adalah leher Jerapah. Ia
berpendapat bahwa leher jerapah menjadi panjang akibat dari usaha atau kerja
kerasnya ‘striving’ untuk mendapatkan daun-daun (makanan) yang terletak pada
dahan yang tinggi. Leher yang dipanjangkan inilah yang diwariskan. Dalam hal ini
Lamarck telah memperhitungkan faktor lingkungan dan memperkenalkan hukum
Use and Disuse yang artinya organ yang digunakan cenderung akan berkembang
sedangkan yang tidak digunakan cenderung akan menyusut. Hal ini sejalan dengan
apa yang dikemukakan oleh Thomas Robert Malthus dalam bukunya Essay on the
Principle Population bahwa tidak ada keseimbangan antara pertambahan penduduk
dan jumlah bahan makanan, artinya adanya perjuangan untuk hidup dimana kenaikan
produksi bahan makanan menurut deret hitung sedangkan kenaikan jumlah penduduk
menurut deret ukur. Teori Lamarck, oleh para ahli sejarah disebut: adaptasi-
transformasi.

1.2. Teori Evolusi Masa Darwin


Pada tahun 1859, Charles Darwin menerbitkan bukunya dengan judul On the
Origin of Species by Means of Natural Selection or the Preservation of Favoured
Races in The Struggle for Life. Dalam bukunya ini ditekankan bahwa untuk dapat
bertahan hidup agar tidak punah perlu adanya perjuangan untuk hidup.
Teori evolusi Darwin merupakan teori yang didasar atas fakta-fakta hasil
observasi baik dari lingkungan sekitarnya maupun dari peristiwa alam yang
sesunggguhnya. Sebelumnya pada tahun 1858 Yoseph Hoken menerbitkan bukunya
yang berjudul On the Tendency of Species to Form Variation, and on the
Perpetuation of Varieties and Species by Natural Mean of Sleection. Buku ini
diterbitkan sebagai upaya menggabungkan pendapat Charles Darwin dan Alfred
Wallace.
Gagasan Charles Darwin dan Alfred Wallace tentang evolusi ditandai dengan
adanya tiga observasi dan dua kesimpulan, yaitu:

7
Observasi : Bila tidak ada tekanan dari lingkungannya, makhluk hidup
cenderung untuk memperbanyak diri seperti deret ukur.
Observasi : Dalam kondisi lapangan, meskipun anggota populasi sering
berubah dalam jangka waktu yang panjang, besarnya populasi
adalah tetap.
Kesimpulan : Tidak semua telur dan sperma dapat menjadi zigot. Tidak semua
zigot menjadi dewasa. Tidak semua makhluk dewasa dapat
bertahan dan mengadakan reproduksi. Untuk dapat bertahan perlu
adanya perjuangan.
Observasi : Tidak semua anggota suatu spesies adalah sama, dengan perkataan
lain terjadi variasi dalam spesies.
Kesimpulan : Dalam perjuangan untuk hidup, varian yang baik akan menikmati
hasil kompetisi terhadap varian lain. Varian tersebut akan
berkembang menjadi lebih banyak secara proporsional dan akan
mempunyai keturunan secara proporsional pula.
Asal mula spesies telah dipermasalahkan dengan pengertian bahwa apa yang
dinamakan spesies (baru) terjadi melalui seleksi alam, dan lingkungan hidup telah
diperhitungkan. Suatu kelebihan dibandingkan dengan para pendahulunya, Charles
Darwin telah menyadari bahwa makhluk hidup tidak dapat lepas dari lingkungannya.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Cambridge, dan melakukan
perjalanan mengelilingi dunia dengan para ahli ilmu alam melalui ekspedisi H.M.S.
Beagle (1832 – 1837) dan juga pada ekspedisi Beagle yang berikutnya (1837 – 1838)
ke kepulauan Galapagos, Darwin mengalami masa-masa yang paling krusial dalam
kehidupannya berkenaan dengan kenyataan yang terlihat di alam. Dalam ekspedisi
ini yang dikerjakan oleh Darwin adalah mengoleksi burung-burung (burung Finch)
yang terdapat atau hidup di kepulauan Galapagos. Kenyataan yang dilihat Darwin,
bahwa terdapat variasi paruh burung Finch dari satu pulau dengan pulau yang lain di
kepulauan Galapagos. Awalnya, Darwin menduga bahwa semua burung Finch yang
terdapat di kepulauan Galapagos adalah satu spesies, tetapi kenyataannya setiap
pulau memiliki spesies berbeda. Ia menduga bahwa burung-burung finch mengalami
perubahan dari suatu nenek moyang yang sama. Dari kenyataan ini Darwin
menerima idea yang menyatakan bahwa spesies dapat berubah.
Tahap berikutnya, ia mengemukakan teori yang dapat menjelaskan mengapa
spesies berubah. Ia mencatat dalam buku catatannya bahwa ada waktu dimana

8
organisme berjuang untuk tetap hidup (survive). Teorinya tidak hanya menjelaskan
mengapa spesies berubah, tetapi juga mengapa mereka (burung finch) terbentuk
berjuang untuk hidup. Perjuangan untuk hidup (struggle for existence), menghasilkan
adaptasi ciri-ciri atau karakter terbaik yang dapat memunginkan organisme tersebut
tetap survive kemudian menurunkan ciri-ciri tersebut ke-offspring dan secara
otomatis meningkatkan frekuensi dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Sementara kenyataan lain menunjukkan bahwa lingkungan tidak pernah tetap, tetapi
selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu.
Gagasan evolusi yang dicetuskan oleh Charles Darwin diilhami oleh beberapa
pendahulunya, antara lain (1) Erasmus, kakek Charles Darwin, (2) Thomas Robert
Malthus, ahli ekonomi, (3) Charles Lyell, yang ahli geologi, (4) Jean Baptista
Lamarck.
Erasmus Darwin dalam bukunya “Zoonomia”, menyatakan bahwa kehidupan
itu berasal dari asal mula yang sama, dan bahwa respons fungsional akan diwariskan
pada keturunannya. Thomas Robert Maltus menarik bagi Charles Darwin yang
selanjutnya memunculkan kata, “perjuangan untuk hidup”.
Thomas Robert Maltus mengemukakan pada bukunya “Essay On the Principle
of Population as it Affect the Fulture Improvement of Man Kind”, bahwa tidak ada
keseimbangan antara pertambahan penduduk dan makanan.
Dari Charles Lyell, Darwin mendapat ilham tentang adanya variasi karena
pengaruh alam. Dalam bukunya “Priciple of Geology” ia mengemukakan bahwa
perubahan terus menerus pada bumi, masih terus berlangsung hingga kini.
Walaupun gagasan Lamarck tidak disetujui Darwin sepenuhnya, ia tidak
menolak gagasan Lamarck tentang diwariskannya sifat yang didapat (acquired
character). Terjemahan Darwin tentang sifat yang didapat, yang lebih berbeda
dengan Lamarck adalah mengenai sejarah panjang leher jerapah.
Pada dasarnya teori Darwin dapat dibedakan atas dua hal pokok yaitu konsep
tentang perubahan evolutif dan konsep mengenai seleksi alam. Dalam hal ini Darwin
menolak pendapat bahwa makhluk hidup adalah produk ciptaan yang tak dapat
berubah. Makhluk hidup yang sekarang adalah produk dari perubahan sedikit demi
sedikitdari nenek moyang/dari makhluk asal yang berbeda dengan yang sekarang.
Selanjutnya seleksi alam yang menuntun terjadinya perubahan tersebut.
Konsep perubahan secara evolusi dari makhluk hidup merupakan kesimpulan
Darwin dari adanya fosil-fosil yang ditemukan pada permulaan abad 19. Apa yang

9
ditemukan tersebut berbeda dengan makhluk yang ada sekarang dan walaupun tidak
sepenuhnya meyakinkan, fosil pada lapisan berbeda, berbeda pula dan dari lapisan
satu ke lapisan berikutnya, terlihat adanya perubahan berkesinambungan, meskipun
tidak sepenuhnya dan hanya lokasi-lokasi tertentu. Dan juga penting untuk kejelasan
kesinambungan tersebut perlu pengamatan dan interpretasi yang tajam.
Kesinambungan yang didasarkan pada kemiripan fosil-fosil tersebut, bagi para ahli
dapat memberikan gambaran prediktif akan bentuk-bentuk fosil yang diharapkan
dapat ditemukan.
Darwin telah menghabiskan waktu sekitar 20 tahun untuk mengumpulkan data
lapangan yang kemudian disusunnya dalam suatu deretan fakta yang sangat banyak.
Fakta tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa sesungguhnya evolusi terjadi di
lingkungan makhluk hidup, dan atas dasar fakta tersebut Darwin merumuskan
wawasannya tentang seleksi alam, dengan mengemukakan 2 makna wawasan yaitu
adanya evolusi organik dan evolusi organik terjadi karena peristiwa seleksi alam.
1. Fakta yang menjadi dasar Teori Seleksi Alam Darwin yang dikenal sebagai
prinsip-prisip seleksi alam Darwin adalah
a. Fertilitas makhluk hidup yang tinggi
Oleh karena tingkat kesuburan makhluk hidup yang tinggi, maka apabila
tidak ada hambatan atas perkembangbiakan suatu spesies dalam waktu yang
singkat seluruh dunia tidak akan mampu menampungnya
Akan tertapi kenyataan yang terjadi tidaklah demikian, dan itulah merupakan
fakta yang kedua.
b. Jumlah individu secara keseluruhan yang hampir tidak berubah
Sekalipun tingkat kesuburan tinggi namun pada kenyataannya jumlah
individu tidak melonjak tanpa terkendali. Nampaknya ada faktor lain yang
membatasi dan mengatur pertambahan jumlah individu seuatu spesies di satu
tempat. Faktor-faktor pembatas dan yang mengatur jumlah indovidu itulah
yang menyebabkan individu-individu yang berhasil tetap hidup tidak banyak
jumlahnya sekalipun banyak individu turunan yang dihasilkan tetapi banyak
juga yang mati. Secara keseluruhan faktor-faktor pembatas itulah yang
menjadi fakta ketiga.
c. Perjuangan untuk hidup
Supaya dapat tetap hidup setiap makhluk hidup harus “berjuang” baik secara
aktif maupun pasif. Pada umumnya perjuangan untuk hidup terjadi karena

10
adanya Persaingan, baik antar individu sespesies atupun yang berlainan
spesies; Pemangsaan, termasuk juga parasitisme; Perjuangan terhadap alam
lingkungan yang tidak hidup seperti iklim, dsb.
d. Keanekaragaman dan hereditas
Makhluk hidup baik tumbuhan maupun hewan sangat beraneka ragam.
Keanekaragaman tersebut antara lain berkenaan dengan struktur, tingkah
laku, maupun aktifitas. Keanekaragaman terlihat mulai dari tingkat
antarfilum/antar divisi, antarklas sampai dengan atar individu se spesies
bahkan anatr individu seketurunan. Tidak sedikit ciri yang menyebankan
keaneragaman tersebut diturunkan kepada generasi keturunannya, artinya dari
generasi ke generasi selalu terdapat keanekaragaman bahkan karena berbagai
sebab keanekaragaman tersebut bertambah luas.
Adanya keanekaragaman itulah yang menyebabkan keberhasilan “perjuangan
untuk hidup” tidak sama antar satu individu dengan individu lainnya. Dalam
hal ini ada individu yang tidak mustahil jauh lebih berhasil dari yang lainnya.
Itu pula alasannya sehingga banyak individu yang mati lebih awal dan pada
akhirnya individu pada generasi turunan tidak terlalu melonjak jumlahnya
sekalipun individu turunan yang dihasilkan sebenarnya sangat banyak.
e. Seleksi alam
Kenyataan terdapatnya keberhasilan “perjuangan untuk hidup” yang tidak
sama antar individu disebabkan ada individu yang lebih sesuai karena
memiliki ciri-ciri yang lebih sesuai dari yang lainnya. Individu yang lebih
sesuai inilah yang lebih berhasil dalam “perjuangan untuk hidup”. Individu
yang lebih berhasil inilah yang mempunyai peluang lebih besar untuk
melanjutkan keturunan dan sekaligus mewariskan ciri-cirinya pada generasi
turunannya. Sebaliknya individu yang kurang berhasil lama kelamaan akan
tersisih dari generasi ke generasi.
f. Lingkungan yang terus berubah
Dalam situasi lingkungan yang terus mengalami perubahan, makhluk hidup
harus terus menerus mengadakan penyesuaian melalui “perjuangan untuk
hidup” yang tiada hentinya.Artinya peristiwa seleksi alam berlangsung tiada
hentinya dan sebagai akibatnya pada generasi tertentu akan muncul individu
yang memiliki ciri-ciri yang semakin adaptif serta spesifik bagi situasi
lingkungan yang melingkupi.

11
2. Evolusi Organik terjadi karena peristiwa seleksi alam
Makna utama wawasan Darwin dalam teori ini adalah bahwa evolusi organik
memang terjdi, dan bahwa evolusi organik tersebut terjadi karena peristiwa seleksi
alam. Dalam hubungannya dengan teori seleksi alam Darwin, terdapat kesan yang
cukup kuat bahwa peristiwa seleksi alam adalah sebab utama terjadinya evolusi
(G.G. Simpson, Life: An Introduction to Biology, 1957); disamping itu peristiwa
seleksi alam diartikan sebagai suatu perjuangan langsung antar individu sespesies
ataupun antar spesies (direct combat: C.A. Villec, General Zoology, 1978)
Munculnya teori seleksi alam Darwin ternyata menimbulkan banyak
kontroversi di kalangan para ahli biologi. Disamping itu pula mendapatkan reaksi
keras dan tantangan. Sejak semula teori seleksi alam Darwin ini ditafsirkan secara
keliru sebagai teori yang memperkenalkan bahwa manusia berasal dari kera. Reaksi
dan tantangan masih berkelanjutan hingga sekarang dan menjadi demikian kacaunya
karena reaksi agama terlebih lagi dengan munculnya buku karya Harun Yahya
tentang Runtuhnya Teori Evolusi;. Dalam hal ini makna wawasan Darwin telah
dipertentangkan dengan ajaran agama atas dasar persepsi yang salah. Oleh karena itu
peluang munculnya pemikiran yang jernih atas teori seleksi alam Darwin berkurang
atau hilang sama sekali dan pada akhirnya menutup kemungkinan ditemukannya
manfaat terapan dari teori tersebut. Sangat boleh jadi diantara kita tidak sedikit yang
masih mempunyai persepsi keliru atas teori seleksi alam Darwin. Sesungguhnya
makna wawasan Darwin adalah berkenaan dengan kedua makna yang telah
disebutkan sebelumnya dan sama sekali tidak memperkenalkan ajaran yang
menyatakan bahwa manusia berasal dari kera. Namun demikian, sebagai suatu teori
keilmuan yang berkenaan dengan perkembangan (perubahan) makhluk hidup, pada
kenyataannya teori seleksi alam Darwin telah mengalami perkembangan dan
penyempurnaan. Hasil dari pengembangan dan penyempurnaan tersebut telah
melahirkan teori/paham baru tentang seleksi alam yang lebih dikenal dengan Neo
Darwinisme.

1.3. Teori Evolusi Genetika


Teori ini dipelopori oleh George Mendel. Ia mengemukakan teori genetika
yang menyangkut adanya sejumlah sifat yang dikode oleh satu macam gen. Dengan
demikian banyaknya variasi alel menentukan kemampuan terhadap ketahanan untuk
dapat terus hidup. Hanya saja pada zaman George Mendel, teori genetika belum
dipahami dan belum diperkirakan dapat dimanfaatkan untuk menerangkan teori yang

12
lain. Teori genetika mengalami stagnasi hampir selama 35 tahun sejak dikemukakan,
dan baru disadari kegunaannya di awal abad ke-20.

1.3.1. Hukum Pertama Mendel


Berdasarkan eksperimen persilangan yang dilakukan Mendel dengan
menggunakan satu sifat beda (ingat pelajaran Genetika Dasar mengenai persilangan
Monohibdira) dari tanaman kacang ercis (Pisum sativum), Mendel menarik beberapa
kesimpulan. Kesimpulan pertama yang dinyatakan oleh Mendel bahwa, setiap ciri
dikendalikan oleh dua macam informasi (faktor tertentu) dari parental. Satu
informasi (faktor) berasal dari sel jantan dan satu informasi (faktor) yang lain berasal
dari sel betina. Kedua informasi (faktor) ini yang sekarang dikenal dengan istilah gen
(pembawa sifat keturunan). Mendel mengungkapkan bahwa kedua informasi (faktor)
ini akan berpisah pada saat pembentukan gamet dan kemudian akan menentukan ciri-
ciri atau sifat yang akan nampak pada keturunan. Sekarang konsep ini yang dikenal
dengan Hukum Mendel Pertama – Hukum Segregasi.

Parental Jantan x Parental Betina


Tinggi (AA) Pendek (aa)

Pembentukan
A a gamet

Aa Keturunan generasi ke-1


(F1) semuanya tinggi

Sel Jantan Sel Betina


Aa Aa
A A

a AA a

aA Aa Keturunan generasi ke-2 (F2)


3 tinggi : 1 pendek
aa

Gambar 1.3 Diagram Persilangan Monohibrida

13
Dari setiap ciri dalam kacang ercis yang diteliti oleh Mendel, terdapat satu ciri
yang dominan sedangkan yang lainnya terpendam (resesif). Induk “galur murni”
dengan ciri dominan mempunyai sepasang gen dominan (AA) yang pada saat
pembentukan gamet hanya akan memberikan satu gen dominan (A). Induk “galur
murni” dengan ciri terpendam mempunyai sepasang gen resesif (aa) yang pada saat
pembentukan gamet hanya akan memberikan satu gen resesif (a). Dengan demikian
keturunan pada generasi pertama menerima satu gen dominan dan satu gen resesif
(Aa) yang menunjukkan ciri gen dominan. Bila keturunan ini berbiak sendiri
menghasilkan keturunan generasi kedua, dimana sel-sel (induk jantan) dan sel-sel
(induk betina) masing-masing mengandung satu gen dominan (A) dan satu gen
resesif (a). Oleh karena itu, ada empat kombinasi yang mungkin terjadi yaitu: AA,
Aa, Aa, dan aa. Tiga kombinasi yang pertama menghasilkan keturunan dengan ciri
dominan, sedangkan kombinasi terakhir menghasilkan keturunan dengan ciri resesif
(Gambar 1.3).

1.3.2. Hukum Kedua Mendel


Mendel kemudian melakukan penyelidikan terhadap kacang ercis (Pisum
zativum) dengan dua ciri atau tanda beda sekaligus, yakni bentuk benih (bundar atau
keriput) dan warna benih (kuning atau hijau). Mendel melakukan persilangan antara
tumbuhan yang selalu menunjukkan ciri-ciri dominan (bentuk bundar dan warna
kuning) dengan tumbuhan berciri terpendam (bentuk keriput dan warna hijau). Sekali
lagi, ciri terpendam (resesif) tidak muncul pada keturunan generasi pertama. Jadi,
semua tumbuhan generasi pertama mempunyai ciri kuning bundar. Namun,
tumbuhan generasi kedua mempunyai empat macam ciri benih yang berbeda yakni,
bundar dan kuning, bundar dan hijau, keriput dan kuning, serta keriput dan hijau.
Keempat macam ciri ini terbagi dalam perbandingan kira-kira 9 : 3 : 3 : 1 (lihat
Gambar 1.4). Mendel mengecek hasil ini dengan kombinasi dua ciri lain. Ternyata
perbandingan yang sama muncul lagi.
Perbandingan 9 : 3 : 3 : 1 menunjukkan bahwa kedua ciri dari masing-masing
induk tidak saling tergantung, namun dapat berpadu bebas. Hasil ini disebut Hukum
kedua Mendel (Hukum Independet assorment- berpadu bebas). Eksperimen Mendel
menunjukkan bahwa ketika tanaman induk membentuk sel-sel gamet jantan dan
betina, semua kombinasi bahan genetik dalam keturunannya, dan selalu dalam
proporsi yang sama dalam setap generasi. Informasi genetik selalu ada meskipun ciri

14
tertentu tidak tampak di dalam beberapa generasi karena didominasi oleh gen yang
lebih kuat. Dalam generasi berikut, bila ciri dominan tidak ada, maka ciri terpendam
(resesif) akan muncul lagi.

Jantan Induk Galur Murni Betina


Bundar & RRYY rryy Keriput &
Kuning Kuning

RY ry

RrYy

Generasi F1 Semua Bundar Kuning

SEL JANTAN SEL BETINA


RY RY

Ry Ry
RRYY

rY RRyY RRYy rY

ry ry
rRYY RRyy RrYY

rRyY rRYy RryY RrYy

rRyy rrYY Rryy


Keturunan Generasi kedua (F2):
- 9 bundar dan kuning;
rryY rrYy - 3 bundar dan hijau;
- 3 keriput dan kuning;
rryy - 1 keriput dan hijau

Gambar 1.4 Diagram persilangan dihibrida yang dapat mejelaskan hukum kedua Mendel (Hukum Independent
Assorment). Huruf kapital menunjukkan ciri dominan, huruf non-kapital menunjukkan ciri resesif.

1.3.3. Pentingnya Karya Mendel dalam Evolusi


Temuan Mendel mempunyai implikasi penting. Karyanya membantah adanya
teori percampuran dalam keturunan (The Blending Theory of Inheritance) yaitu,
pemikiran bahwa ciri-ciri orang tua diwariskan kepada anak dan kemudian
bercampur, lalu diwariskan ke generasi berikut dalam bentuk campuran. Di kalangan
manusia, ungkapan yang menyatakan seseorang berdarah campuran, sebenarnya
berawal pada teori ini.

15
Eksperimen Mendel membuktikan justru kebalikannyalah yang benar; yakni
faktor genetik ciri atau sifat yang diwarisi dari orang tua hanya bergabung untuk
sementara waktu dalam diri anak, dan dalam generasi berikutnya faktor genetik
tersebut akan pecah atau memisah lagi menjadi satuan-satuan yang ada pada induk
aslinya. Perbandingan antara teori atau hukum Mendel dengan teori percampuran
sifat diperlihatkan pada (Gambar 1.5a dan 1.5b). Diagram tersebut menunjukkan
bahwa teori percampuran ternyata menghasilkan keseragaman (Gambar 1.5a),
sedangkan eksperimen Mendel menunjukkan hasil keturunan yang beragam (Gambar
1.5b). Berdasarkan kedua teori tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa teori
pewarisan menurut Mendel memberi peluang kejadian evolusi biologi makluk hidup.

Induk

AB CD

a) Teori percampuran: semua


keturunan dari induk AB x
CD adalah seragam (ABCD)
ABCD ABCD ABCD .
ABCD

Induk Jantan dan Betina

Generasi Pertama (F1)

Pembentukan Gamet

b) Teori pewarisan Mendel;


keturunan yang dihasilkan sangat
beragam
Generasi Kedua (F2)

Gambar 1.5. a) Teori percampuran: semua keturunan dari induk AB x CD adalah seragam (ABCD) ; b) Teori pewarisan
2. Perbedaan
Mendel; Pendapat
keturunan yang dan Tantangan yang Berkembang
dihasilkan beragam..

16
Teori Darwin menimbulkan efek sosial yang menghebohkan karena dianggap
bertentangan dengan pedoman hidup yang berlaku saat itu, baik yang menyangkut
segi agama maupun yang menyangkut etika sosial.
Sebagaimana diketahui “Origin of Species” dianggap sebagai gagasan yang
berisikan ungkapan yang menentang adanya ciptaan khusus, berarti melawan kaidah
agama. Dari segi agama, pemahaman kitab suci masih terbatas melalui apa yang
tersurat, belum melalui apa yang tersirat. Itulah sebabnya teori evolusi tidak dapat
diterima dan tidak dapat dicerna karena menghadapi harga mati seperti yang tercetus
dalam kitab suci.
Tantangan terhadap Darwin juga berasal dari ahli-ahli kemasyarakatan,
disebabkan “seleksi alam” dan kemampuanbertahan hidup pada ras yang cocok
dengan alam merupakan perjuangan untuk hidup Pengertian dari konsekuensi
ungkapan tersebut yaitu “kemampuan bertahan bagi yang paling perkasa”, dan
menurut para ahli kemasysrakatan hal ini adalah suatu perbuatan yang kejam. Jika
teori ini dibiarkan berkembang maka dikhawatirkan masyarakat akan
menggunakannya sebagai pedoman hidup.
Disamping sorotan dari aspek agama dan kemasyarakatan Darwin juga
menemui kesulitan dengan para ahli biologi yang mempertanyakan tentang
pengertian spesies dalam Origin of Species. Perbedaan spesies lebih ditekankan pada
perbedaan morfologik dan ekogeografik. Disamping itu para ahli juga
mempertanyakan sumber asal mula spesies yang pertama. Ini tidak dapat oleh
Darwin. Selain itu, tentang “seleksi alam” Darwin pun tidak dapat menjelaskan
tentang sumber kekuatan yang menyeleksi dan sumber yang dikenai seleksi sampai
terjadi perubahan, serta mekanisme terjadinya seleksi. Hal ini merupakan kelemahan
Darwin karena tidak mempunyai bukti yang kuat untuk menjelaskan dan
mempertanggungjawabkan gagasannya secara ilmiah.
Kelebihan Darwin dalam menyusun teorinya antara lain karena kemampuannya
untuk menggunakan gejala yang dilihatnya dalam kehidupan sehari-hari. Variasi
yang dijumpai Darwin dalam domestikasi kemudian diangkatdalam teorinya dengan
ungkapan “seleksi alam” setelah dipadu dengan variasi yang ada di alam.
Selanjutnya yang dianggap penting oleh Darwin adalah apa yang disebutnya sebagai
perjuangan untuk hidup artinya perjuangan di alam, perjuangan untuk tidak terseleksi
atau tersisih bahkan punah. Dengan demikian, Darwin mencoba membandingkan
seleksi yang dilakukan oleh manusia dengan yang terjadi di alam dan apa akibatnya

17
pada ciri-ciri tertentu. Disamping itu diuraikan pula seleksi bagi usia yang berbeda
serta jenis kelamin yang berbeda pula, yang kemudian diperkenalkan dengan istilah
“Seleksi Seksual”.
Mengenai seleksi alam Darwin membedakan adanya tempat-tempat yang
memungkinkan terjadinya seleksi alam dengan baik tetapi adapula tempat-tempat
yang tidak. Sebagai contoh di daratan Amerika yang diduga sebagai tempat asal
burung Finch yang berevolusi menjadi 14 spesies, tidak memiliki spesies sebanyak
itu.
Charles Darwin menyinggung pula tentang hukum-hukum yang menyangkut
variasi/menyebabkan terjadinya variasi, seperti akibat kondisi eksternal, hukum use
and disuse organ tubuh dalam kaitannya dengan seleksi alam, terutama alat untuk
terbang dan indra penglihat. Selain itu, dalam bukunya Darwin juga menuangkan
hal-hal yang menyangkut naluri/insting dalam kaitannya dengan seleksi alam.
Masalah hibrid pun sudah disinggung, meskipun pada waktu itu pengertian hibrid
masih terbatas pada apa yang terlihat saja. Darwin belum mengenal apa yang disebut
genetika, masalah pewarisan ciri-ciri dari induk kepada keturunannya namun ia telah
menduga masalah ini ada kaitannya dengan proses evolusi. Sudah barang tentu hal
ini berkaitan dengan hobinya dalam domestikasi; hibrid hasil domestikasi, sterilitas
hibrid menjadi titik tolak untuk mempelajari hibrid yang terjadi secara alami.
Pengaruh Charles Lyell terlihat dari apa yang dipaparkan Darwin tentang
pentingnya catatan geologik, lebih-lebih berkaitan dengan sedikitnya penemuan fosil
yang berhasil ditemukan. Dalam gagasannya pula Darwin telah menyinggung makna
distribusi geografis, bukti evolusi mengenai embriologi perbandingan, masalah
morfologi, dan organ-organ rudimenter.
Semua yang telah disebutkan di atas adalah komponen-komponen penting yang
dikemudian hari merupakan kunci untuk memberi interpretasi tentang terjadinya
evolusi makhluk hidup.
Sekarang ini konflik antara agama dan paham evolusi tidak lagi setajam
sebagaimana pada abad 19. Paling tidak selama tidak membicarakan evolusi
manusia, orang awam pun dapat memahami. Kalaupun menyinggung masalah
evolusi manusia, tidak lagi terdengar konflik yang terbuka.
Jika Charles Darwin mengemukakan teori evolusinya hanya terbatas pada
evolusi makhluk hidup, maka Teilhard de Chardin (1881-1955), seorang ulama
gereja yang mengadakan penjelajahan sampai ke China dan Afrika, dan bersama Von

18
Koenigswald mempelajari manusia Jawa, mempunyai pandangan tentang evolusi
yang berbeda. Ia membagi proses evolusi menjadi beberapa tahap, tahap atau fase
Geosfera yang menyangkut evolusi bumi dan alam semesta, fase Biosfera yang
membicarakan perkembangan makhluk hidup secara evolutif, fase Noosfera
menyangkut perkembangan evolusi manusia, tidak lagi secara fisik semata-mata
namun perkembangan pikiran, yang terakhir ini ia menyebutnya sebagai evolusi
perkembangan kesadaran batin.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat kini memungkinkan pemahaman
gejala biologik secara kimia atau fisika, sedangkan kuantifikasi gejala digunakan
ilmu bantu lain antranya matematika. Dengan demikian dicapai kecermatan dan
kedalaman yang lebih dibanding masa lalu.

3. Neo-Darwinisme (teori Sintesis Moderen) 1920-1950.


Jika menelaah lebih jauh lagi berbagai referensi yang ada, terlihat bahwa masih
ada kritik-krik lain yang berkembang, dimana kesemuanya itu menunjukkan
nampaknya peristiwa seleksi alam sesungguhnya tidaklah cukup sempurna
menjelaskan perubahan evolusioner dari seluruh ciri (struktur). Dengan kata lain
bahwa peristiwa seleksi alam bukanlah sebab utama terjadinya evolusi organik.
Bagaimanapun suatu peristiwa seleksi baru dapat berlangsung apabila terlebih dahulu
telah ada keanekaragaman antar individu. Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa
peristiwa seleksi alam hanyalah sebagai faktor yang mengukuhkan varian-varian
yang sesuai, dan bukanlah sebagai faktor yang menjadi penyebab timbulnya varian-
varian baru. Dalam hubungan ini sebagian ahli biologi berpendapat bahwa peristiwa
seleksi alam hanyalah sebagai faktor pengarah dan pembatas atas varian-varian yang
telah ada. Oleh karena itu sebab utama terjadinya evolusi organik adalah justru
penyebab dari varian. Hal ini sudah pernah dikatakan oleh Darwin dalam tulisannya
“Some even imagined that natural selection induces variability, where as it implies
only the preservation of such variation as arise and are beneficial to being under its
condition of life”.
Pandangan yang mengatakan bahwa peristiwa seleksi alam bukanlah sebab
utama terjadinya evolusi organik tetapi hanya berperan sebagai faktor pengarah dan
pembatas adalah merupakan hasil pengembangan dan penyempurnaan Teori Seleksi
Alam Darwin. Inilah yang disebut pandangan baru dari teori seleksi alam Darwin
atau yang lebih dikenal sebagai Neo Darwinisme. Theodosius Dobzansky (ahli

19
genetika populasi), G.G. Simpson (paleontolog vertebrata), dan Ernst Mayr (ahli
sistematika) merupakan beberapa ahli yang sangat besar jasanya mengantarkan kita
kepada pandangan baru tentang Teori Seleksi Alam Darwin atau Neo Darwinisme.
Pada saat sekarang ini telah diketahui bahwa penyebab dari adanya
variasi makhluk hidup antara lain peristiwa rekombinasi gen. Pada makhluk
yang berbiak secara kawin dikatakan bahwa rekombinasi gen merupakan penyebab
timbulnya variasi antar individu generasi turunan, yang penjelasannya dapat dilihat
kembali kejadian Hukum Mendel I dan II. Selain itu penyebab lain adalah dari
mutasi gen, dan diketahui bahwa penyebab dari mutasi tidak lain adalah macam-
macam faktor lingkungan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rekombinasi gen
dan macam-macam faktor lingkungan merupakan sebab utama terjadinya peristiwa
evolusi organik; dan peristiwa seleksi alam berperan sebagai faktor pengarah dan
faktor pembatas.
Pada periode Neo Darwinisme ini para ahli menemukan bahwa ilmu genetika
sangat perlu dalam menerangkan proses evolusi. Selain itu semua sifat yang dimiliki
oleh suatu organisme dapat digunakan untuk menunjang teori evolusi. Dengan
demikian semua bidang ilmu biologi digunakan dalam menerangkan evolusi suatu
organisme.
Setelah para ahli hanya bekerja dengan data morfologi, anatomi maupun
genetika, pada masa berikutnya mereka beranjak ke pendekatan molekuler, fisiologi
perkembangan, model matematik dan banyak pendekatan lainnya. Dengan demikian
dapatlah ditentukan bahwa suatu organisme berkerabat dekat atau jauh dari
organisme lainnya dari perbedaan semua aspek yang mungkin dipelajari.

4. Bentuk-bentuk Adaptasi Suatu Kehidupan


Adaptasi merupakan salah satu konsep krusial dari teori-teori evolusi. Dalam
hal ini, satu tujuan utama biologi evolusi moderen adalah untuk menjelaskan bentuk-
bentuk adaptasi yang kita temui pada kehidupan organisme di dunia. Adaptasi
menunjuk kepada ‘bentuk’ makluk hidup yaitu suatu bentuk organ makluk hidup
yang berubah agar supaya makluk hidup tersebut dapat bertahan hidup (survive) dan
bereproduksi di alam.
Konsep adaptasi menjadi mudah dipahami dengan dibantu contoh-contoh.
Banyak atribut (ciri-ciri atau karakter) pada suatu makluk hidup yang dapat
digunakan untuk mengilustrasikan adaptasi, karena kebanyakan ciri atau karakter
berupa struktur, metabolisme, dan tingkah laku suatu makluk hidup akan terbentuk

20
agar supaya mereka dapat bertahan hidup. Contoh yang sering digunakan Darwin
untuk menjelaskan konsep ini adalah perubahan yang terjadi pada burung finch.
Burung finch menunjukkan banyak bentuk adaptasi terutama pada ciri bentuk
paruhnya. Adaptasi ciri-ciri ini memungkinkan burung finch menggali lubang di
dalam pohon untuk menyimpan makanan, memakan insekta yang terdapat di dalam
pohon, dan menghisap getah dari pada pohon. Lubang di pohon digunakan juga
untuk meletakkan telur. Burung finch mempunyai banyak bentuk bentuk paruh yang
telah berkembang dalam adaptasi. Dengan paruh yang panjang, untuk mencari
insekta yang cocok dari dalam lubang. Mereka juga mempunyai paruh dengan
pelindung gigi yang kuat sebagai pengerat, kaki yang pendek, dan mempunyai kuku
jari yang panjang untuk menaiki pohon. Burung finch lebih mampu bertahan hidup
dalam habitat alami oleh karena memiliki mekanisme adaptasi dari atribut-atribut
yang dimiliki tersebut (lihat Gambar 1.6).
Kamuflase adalah contoh lain yang lebih khusus untuk menjelaskan adaptasi.
Organisme-organisme tertentu berkamuflase dalam macam-macam warna, bentuk-
bentuk tubuh khusus, dan tingkah laku, yang memungkinkan makluk hidup tertentu
itu tidak kelihatan pada lingkungan alami mereka. Dengan bantuan kamuflase ini,
dimaksudkan agar makluk hidup dapat bertahan hidup (survive) dengan jalan
adaptasi warna, bentuk, dan tingkah laku agar tidak kelihatan oleh pemangsa
(predator) di alam.
Adaptasi adalah suatu konsep yang tidak hanya terbatas menunjuk kepada
beberapa sifat khusus pada suatu kehidupan. Pada manusia, sebagai contoh,
menggunakan hampir setiap bagian tubuh. Sayap burung adaptasi untuk terbang,
mata untuk melihat, saluran usus untuk pencernaan makanan, kaki untuk bergerak;
semua fungsi ini sebagai bantuan untuk dapat bertahan hidup. Meskipun kebanyakan
yang teramati tercatat sebagai adaptasi, tidak setiap bentuk dan tingkah laku detail
organisme dapat beradaptasi. Darwin memperkenalkan adaptasi sebagai masalah
kunci pemecahan setiap teori evolusi. Dalam hal ini teori Darwin sebagaimana dalam
biologi evolusi moderen masalah dipecahkan melalui seleksi alam (natural
selection).

21
Gambar 1.3 Burung-burung finch di kepulauan Galapagos. Semua spesies diturunkan dari satu nenek moyang, tetapi
kemudian menampilkan bentuk-bentuk yang berbeda, sesuai habitat dan sumber makanannya. (Sumber: Johnson L.G. 1987 :
740).

Seleksi alam artinya bahwa beberapa jenis individu dalam satu populasi yang
cenderung berkemampuan menghasilkan banyak keturunan ke generasi berikut
dibanding yang lain. Bahwa keturunan yang mirip orang tua dihasilkan, menyebab-
kan setiap atribut (ciri atau karakter) suatu organisme tertinggal pada kebanyakan
keturuanan, kemudian meningkat frekuensinya dalam populasi sejalan dengan waktu;
komposisi populasi kemudian akan berubah secara automatis.

Untuk lebih memantapkan penguasaan saudara tentang materi tersebut,


jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini sebagai latihan.
1. Apakah evolusi bumi ada kaitannya dengan evolusi makhluk hidup?
2. Sebutkan konsep yang paling pokok dari teori evolusi Darwin dan sebutkan
pula fakta yang mengilhaminya

22
3. Sebutkan kalangan apa saja yang menentang dan tidak menyetujui teori
Darwin dan sebutkan pula sebab-sebabnya.
4. Sebutkan tantangan yang tersirat dari teori Darwin
5. Jelaskan bahwa peristiwa seleksi alam hanya merupakan faktor pengarah dan
faktor pembatas varian-varian yang ada.

Agar saudara dapat menjawab latihan ini dengan benar, ikuti petunjuk
jawaban latihan di bawah ini.
1. Perhatikan realitas kehidupan makhluk hidup
2. Jangan perhatikan contoh-contoh yang berupa fakta, tetapi yang sudah diolah
dan disimpulkan menjadi 2 konsep pokok.
3. Ingat kembali kalangan apa saja yang mempunyai pengaruh yang kuat pada
masyarakat. Kalangan itulah yang menentang Darwin, karena merasa
kaidahnya dilanggar.
4. Yang dimaksud dengan tantangan adalah sesuatu yang mendorong untuk
terjadinya perkembangan. Carilah dalam teori Darwin ?bukunya sesuatu yang
tidak memuaskan keterangannya.
5. Ingat kembali terjadinya evolusi organik menurut pandangan baru teori
seleksi alam Darwin.

RANGKUMAN

Beberapa teori atau pendapat ada yang langsung mendukung teori evolusi,
namun masih mencampuradukkan dengan teori ciptaan
Pada abad ke-19 ada ketakutan untuk mengemukakan pendapat secara
terbuka dan meluas karena adanya sanksi yang akan diberikan. Banyak ahli dari
disiplin ilmu non biologi memberikan saham pada perkembangan teori evolusi.
Diantara teori yang dikemukakan, ada yang sudah mendasar atau menggunakan
fakta, ada pula yang didasarkan pada renungan.
Teori Darwin menimbulkan efek sosial yang menghebohkan karena dianggap
bertentangan denga pedoman hidup yang berlaku saat itu, baik yang menyangkut
segi agama maupun yang menyangkut etika sosial.
Terlihat teori Darwin muncul sebelum waktunya. Namun keuntungan dari
pemunculan itu terjadi rangsangan pada perkembangan ilmu-ilmu baik yang

23
menyangkut biologi itu sendiri maupun ilmu-ilmu batu dan juga disadari perlunya
menggunakan ilmu-ilmu bantu untuk mengadakan interpretasi gejala biologi yang
tentu saja dikemudian hari menyangkut penggunaan teknologi canggih. Interpretasi
dengan menggunakan teori modern dapat mendukung teori Darwin atau
mendudukkan teori tersebut pada proporsi yang sebenarnya.

TES FORMATIF

1. Dari empat teori yang disebut berikut ini, tyeori manakah yang tidak
termasuk dalam satu kelompok?
a. Nomogenesis c. Autogenesis
b. Orthigenesis d. Aristogenesis
2. Yang secara tegas menyatakan bahwa makhluk hidup itu diciptakan adalah…
a. Count de Buffon c. Leonardo dan Vinci
b. Leibnitz d. Georges Cuvier
3. Pendapat Erasmus Darwin dikemudian hari dikembangkan oleh….
a. J.B. Lamrck c. Charles Lyell
b. T.R. Malthus d. Teilhard de Chardin
4. Teori evolusi yang menjelaskan tentang perkembangan makhluk hidup yang
disusun atas dasar fakta, dicetuskan oleh ….
a. Charles Darwin
b. Charles Darwin dan Alfred Wallce
c. Alfred Wallace
d. Charles Darwin, kemudian Alfred Wallace
5. Yang tidak mengilhami Charles Darwin dalam menyusun teorinya adalah …
a. Adanya kemiripan struktur anggota tertentu makhluk hidup sekarang
b. Adanya organ tersisa
c. Variasi akibat domestikasi
d. Variasi akibat pengaruh faktor alam
6. Agar dapat bertahan, hewan mengandalkan pada …
a. Hasil belajar c. Proses belajar dan hasil belajar
b. Proses belajar dan naluri d. Naluri
7. Teori Darwin adalah sebagian dari teori evolusi menurut Teilhard de Chardin.
Teori tersebut sesuai dengan fase …

24
a. Biosfer c. Noosfera
b. Geosfera d. geosfera dan Noosfera
8. Seleksi alam berlangsung …
a. Lama, terbatas pada beberapa spesies saja
b. Terus menerus tiada hentinya pada sebagian makhluk hidup
c. Lama, pada semua makhluk hidup
d. Terus menerus tiada hentinya pada semua makhluk hidup
9. Orang yang berpendapat bahwa sesungguhnya peristiwa seleksi alam tidak
perlu diperhatikan adalah …
a. Lamarck c. Herbert Spencer
b. B. T.H. Morgan d. Johansen
10. Neo Darwinisme adalah teori seleksi alam Darwin yang :
a. Telah disempurnakan oleh Darwin
b. Telah mendapat kritik dari Spencer
c. Telah mendapat kritik dari Johansen
d. Telah mengalami pengembangan dan penyempurnaan oleh ahli-ahli lain

Cocokkan jawaban saudara dengan kunci tes formatif. Hitunglah jumlah jawaban
anda yang benar kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat
penguasaan saudara terhadap materi yang dipelajari.

Rumus:
Jumlah jawaban yang benar
Tingkat penguasaan = X 100%
Jumlah soal

Taraf Penguasaan:
90% - 100% = baik sekali
80% - 89% = baik
70% - 79 % = cukup
 70% = kurang

25
Jika saudara mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, saudara dapat
meneruskan ke bab berikutnya. Tetapi jika kurang dari 80%, saudara harus
mengulangi lagi mempelajari bab ini terutama bagian yang belum dikuasai.

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF

1. C. Tiga buah teori yang mempunyai kemiripan adalah Orthogenesis,


Nomogenesis, dan Aristogenesis
2. D. Sebab hanya Cuvier yang berpendapat bahwa evolusi itu tidak pernah terjadi.
Segala sesuatu yang ada di bumi ini berasal dari proses ciptaan. Ketiga
lainnnya percaya adanya evolusi
3. A. Erasmus Darwin menyatakan bahwa kehidupan itu bermula dari asal mula yang
sama, yang dikemudian hari dikembangkan oleh Lamarck
4. B. Charles Darwin dan Alfred Wallace dalam menjelaskan proses evolusi sudah
berdasarkan fakta. Ingat! Kedua tokoh ini secara terpisah telah menghasilkan
tulisan yang mirip
5. D. Jawaban A, B, dan C digunakan Charles Darwin dalam menyusun teorinya,
sedangkan variasi faktor dalam pada waktu itu belum ditemukan
6. C. Untuk tetap bertahan, hewan tidak hanya mengandalkan proses belajar saja
tetapi juga hasil belajar.
7. A. Teori evolusi Charles darwin hanya terbatas pada makhluk hidup sedangkan
evolusi menurut Teilhard de Chardin tidak hanya terjadi pada makh;uk hidup.
Jadi Teori evolusi Charles darwin menurut Teilhard de Chardin termasuk fase
biosfera
8. D. Sebab seleksi alam berlangsung terus menerus tiada hentinya pada makhluk
hidup
9. B. Orang yang berpendapat bahwa sesungguhnyaperistiwa seleksi alam tidak perlu
diperhatikan adalah T. H. Morgan.
10. D. Neo Darwinisme merupakan teori seleksi alam Darwin yang telah mengalami
pengembangan dan penyempurnaan oleh ahli-ahli lain.

26
BAB II
BUKTI-BUKTI ATAU PETUNJUK ADANYA EVOLUSI

PENDAHULUAN
Teori-teori ilmiah terbaru sering mendorong banyak kontroversi. Kontroversi
ini mempunyai pengaruh bermanfaat pada kemajuan ilmiah, karenanya para ilmuan
dengan pandangan-pandangan yang berbeda bekerja secara intensif untuk
menemukan bukti-bukti yang dapat mendukung idea-idea mereka. Teori evolusi
organik dan teori seleksi alam (natural selection) Darwin melandasi setiap aktivitas
mereka. Sebagai ilmuan, mereka berusaha mencari data-data yang dapat mendukung
ataupun dapat membuktikan bahwa teori-teori terdahulu itu mungkin saja tidak
benar. Bukti-bukti ilmiah tertentu yang lebih dari 100 tahun terakhir mendukung
pemikiran Darwin, dan merupakan bagian-bagian khusus dari ilmu biologi antara
lain: (1) bukti biogeografi, (2) bukti paleontologi, (3) bukti anatomi perbandingan,
(4) bukti perbandingan embriologi, dan (5) bukti molekuler. Penjelasan dari masing-
masing bukti tersebut akan dikemukakan lebih lanjut. Beberapa prinsip yang
digunakan Darwin yang dianggap dapat memberikan petunjuk adanya evolusi antara
lain adanya variasi di antara individu-individu dalam satu keturunan, adanya
pengaruh penyebaran geografi, ditemukannya fosil-fosil diberbagai lapisan batuan
bumi yang menunjukkan adanya perubahan secara berangsur-angsur, adanya
homology antara organ system pada makhluk hidup, adanya data sebagai hasil studi
mengenai komparatif perkembangan embrio.
Setelah membaca bab ini mahasiswa diharapkan mampu menunjukkan bahwa
evolusi benar-benar terjadi di alam ini.

KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR


1. Bukti Biogeografi
Biogeografi adalah mempelajari distribusi geografi dari tanaman dan hewan.
Dengan mempelajari biogeografi kita dapat menjelaskan mengapa spesies-spesies
berdistribusi, dan apa bentuk distribusi yang diperlihatkan mengenai habitat dan
daerah asal mula mereka. Dari perjalanan Darwin mengelilingi dunia dengan H.M.S.
Beagle, ia menemukan bahwa spesies tanaman dan hewan umumnya tidak
berdistribusi jauh dari habitat yang potensial. Studi-studi mengenai biogeografi sejak
Darwin dibuktikan berulang-ulang oleh para ilmuan.

27
Kesimpulan mendasar dari studi biogeografis memperlihatkan bahwa suatu
spesies baru muncul pada satu tempat dan kemudian menyebar menuju keluar dari
titik atau tempat asal. Beberapa spesies kemudian menjadi lebih luas distribusinya,
tetapi mereka tidak dapat melewati barier-barier alami yang terpisah daerah
biogeografis yang besar. Oleh karena itu, meskipun lingkungan hidup sesungguhnya
identik pada daerah biogeografis berbeda, jarang ditempati oleh spesies yang sama.
Buktinya, setiap daerah geografi besar di dunia (lihat gambar 2.1) mempunyai
karakteristik kelompok tanaman dan hewan. Sebagai contoh, di Australia semacam
kanguru (marsupial) mempunyai kantong yang berperan sebagai tempat menyusui
dan melindugi anaknya, pada daerah biogeografi yang lain kanguru (marsupial)
hampir tidak ditemukan. Selanjutnya, catatan fosil setiap daerah menampilkan suatu
garis evolusioner kejadian-kejadian biologis yang terpisah dari semua daerah-daerah
lain. Dengan setiap garis evolusioner, banyak fosil-fosil yang telah ditemukan dapat
dibentuk atau disusun suatu spesies yang pernah hidup pada daerah tertentu.
Bukti-bukti observasi atau pengamatan memperkuat konsep bahwa seleksi
alam berlaku, oleh kekuatan besar dari lingkungan sehingga muncul spesies baru
yang hanya dapat hidup beradaptasi atau dapat menyesuaikan diri dengan kondisi
topografinya maupun kondisi iklim disekelilingnya. Sebagai buktinya, apa yang
dilihat Darwin ketika menemuakan bahwa spesies pada pulau tertentu terhalang
untuk berhubungan dengan spesies pada pulau-pulau dekat, dan bahwa spesies
sepulau umumnya berhubungan dengan speseis terdekat yang hidup sedaratan.
Sebaliknya, tidak ada bukti yang mendukung keberadaan sekelompok “island
species” (spesies yang hanya ada pada pulau tertentu) dengan karakteristik tertentu
ditemukan dalam habitat-habitat pulau lain kemanapun kita mengelilingi dunia.
Pada tingkatan yang lebih spesifik, biogeografi menunjukkan banyak bukti-
bukti menyolok yang mengarah pada kejadian evolusi konvergen (convergent
evolution). Organisme-organisme pada kenyataannya mempunyai biogeografi
berbeda-beda, meskipun diturunkan dari keturunan nenek moyang yang sangat
berbeda, memiliki kesamaan proses adaptasi pada habitat-habitat khusus. Sebagai
contoh, tanaman kaktus (famili Cactaceae) ditemukan di gurun pasir sebelah
tenggara Amerika Utara, dan di gunung pasir Andes, tetapi tidak ada dimanapun di
tempat lain. Di samping itu habitat-habitat kering dan tandus di Afrika ditempati
oleh sekelompok tanaman dari famili Euphorbiaceae. Contoh-contoh ini
memperjelas teori kekuatan seleksi alam dimana terbentuk ciri-ciri atau bentuk-

28
bentuk yang sangat sama oleh karena adaptasi pada lingkungan yang sama (lihat
Gambar 2.2).

Gambar 2.1. Daerah-daerah biogeografi besar (mayor) di dunia. Daerah biogeografi berbeda umumnya menunjukkan
tanaman dan hewan berbeda. Warna hitam pekat menunjukan beberapa barier alami (gurun pasir, gunung tinggi, dll)
memisahkan setiap daerah. Barier-barier tersebut antara lain: (1) Gurun pasir Arabia dan Sahara; (2) Pegunungan yang
sangat tinggi, termasuk gunung Himalaya dan gunung Nan Ling; (3) Laut dalam diantara pulau-pulau di Malay
Archipelago (diperkenalkan oleh A.R. Wallace dan menulis mengenai barier ini; dan lebih dikenal dengan sebutan garis
Wallace); (4) Transisi di antara dataran tinggi di sebelah selatan Mexico dan dataran tropis di Amerika Tengah. (Sumber :
Johnson L.G, 1987 : 745)

Lebih jauh dijelaskan, dua tempat yang memiliki iklim yang sama belum tentu
keadaan flora dan faunanya sama, bahkan mungkin berbeda sama sekali. Sebagai
contoh kepulauan Galapagos dan kepulauan Cape Verde mempunyai iklim yang
sama tetapi flora dan faunanya berbeda. Flora dan fauna di kepulauan Galapagos
hampir sama dengan flora dan fauna yang terdapat di Amerika Selatan.
Dihasilkannya 13 spesies burung Finch di kepulauan Galapagos disebabkan
oleh adanya penyebaran geografi. Burung yang berasal dari Amerika Selatan yang
bermigrasi ke kepulauan Galapagos ini menemukan lingkungan baru yang berbeda
dengan lingkungan asalnya sehingga terbentuk varian-varian yang sesuai dengan
lingkungan yang baru dan terus berkembang.
Cara penyebaran ini ada 2 macam yaitu penyebaran aktif dan penyebaran pasif.
Penyebaran aktif ialah penyebaran yang didorong oleh factor-faktor dari dalam diri

29
inidividu itu sendiri, misalnya perpindahan populasi burung dari suatu tempat ke
tempat lain untuk mencari makanan; sedangkan penyebaran pasif ialah penyebaran
yang disebabkan oleh factor-faktor lain, misalnya penyebaran buah kelapa oleh air.
Dalam melakukan penyebaran itu banyak rintangan yang tidak dapat diterobos atau
dilalui. Jika dapat diterobos lingkungan yang baru itu tidak memenuhi persyaratan
bagi hidupnya, oleh karena itu baik penyebaran aktif maupun penyebaran pasif tidak
selalu berakibat perluasan daerah.

2. Bukti Paleontologi
Informasi mengenai sejarah kehidupan di bumi, terdapat dalam catatan fosil,
koleksi bekas-bekas peninggalan bentuk-bentuk kehidupan yang telah punah. Ilmu
yang mempelajari tentang fosil dan catatan-catatan fosil disebut paleontologi.

2.1. Pembentukan fosil


Dari semua organisme hidup, hanya sangat sedikit yang menjadi fosil, dan
kebanyakan yang mengalami kehancuran karena melewati berbagai proses geologis.
Sebagian besar organisme yang mati dimakan oleh binatang pemakan bangkai atau
mengalami dekomposisi oleh bakteri dan jamur dekomposer. Tulang-tulang yang
tersisa segera tereduksi dari debu oleh aksi dari air, sinar matahari dan angin.
Organisme-organisme yang terlindung sehingga dapat menjadi catatan fosil biasanya
terkubur dibawah sendimen segera setelah mereka mati. Ketika organisme-organisme
terkubur, mereka tidak mendapat oksigen dari luar sehingga proses dekompisisi
menjadi terhalang. Hal kebanyakan atau sering sekali terjadi di bawah laut, dan
sedikit sekali terjadi di daerah dataran tinggi yang kering. Hal ini yang menyebabkan
lebih banyak organisme akuatik atau yang hidup dekat laut menjadi fosil,
dibandingkan dengan organisme yang hidup di daratan.
Umumnya, untuk menjadi fosil, suatu organisme harus memiliki bagian-bagian
tubuh yang kuat, sebagai contoh jaringan pelindung pada tanaman, cangkang (shell)
eksternal pada molluska, atau internal skeleton pada vertebrata. Jaringan tubuh yang
lunak jarang dapat survive apabila terkubur dalam sendimen, dan organisme yang
tidak memiliki bagian-bagian tubuh yang kuat jarang tercatat sebagai fosil.
Fosilisasi dapat terjadi dalam satu atau beberapa cara. Salah satu di antaranya
yaitu proses mineralisasi, yaitu proses sirkulasi air di dalam sendimen di sekeliling
organisme yang telah mati kemudian secara perlahan-lahan melarutkan kalsium yang
terdapat pada cangkang (shell) atau tulang dan meninggalkan bekas lapisan mineral

30
pada tempat tersebut. Material sisa atau bekas yang merupakan tiruan (replica) dari
organisme yang mengalami mineralisasi tersebut tersimpan lama dalam sendimen
karang.

Gambar 2.2. Evolusi Konvergen (a) famili Euphorbiaceae dan (b) famili Cactaceae. Tanaman-tanaman ini diturunkan dari
nenek moyang yang berbeda, memiliki proses adaptasi yang sangat sama untuk hidup pada lingkungan yang sangat kering.
Mereka mempunyai batang yang basah yang dapat menyimpan air, daunnya mengalami reduksi, dan berbentuk seperti
jarum. Ilustrasi ini menunjukan kekuatan seleksi alam (natural selection) dalam mengatur pembentukan adaptasi pada
lingkungan-lingkungan spesifik. (Sumber : Johnson L.G, 1987 : 745)

Fosilisasi juga terjadi ketika cangkang atau tulang yang lengkap tertanam di
dalam lapisan sendimen di bawah permukaan air, kemudian meninggalkan bekas
bentukan atau cetakan dari organisme tersebut. Bentukan atau cetakan tersebut
merupakan fosil permukaan tubuh tiruan yang baik. Salah satu contoh bentukan atau
cetakan yang terbentuk menjadi fosil dapat dilihat pada (Gambar 2.3)
Bentuk fosil yang lain misalnya jejak kaki atau bekas kulit yang terbentuk pada
lumpur basah kemudian akhirnya mengeras menjadi batuan karang lunak.

2.2. Contoh catatan fosil yang lengkap (Bukti evolusi pada kuda)
Evolusi pada kuda merupakan suatu contoh klasik evolusi morfologi, yang
sejarahnya ditelusuri dari catatan fosilnya sejak zaman Eosin (Eocene) di Amerika
Utara dan sedikit dari Eropa dan Asia. Fosil kuda termasuk cukup lengkap, karena

31
kuda hidup berkelompok dalam jumlah yang cukup besar, sehingga meninggalkan
sejumlah besar fosil dari zaman ke zaman.

Gambar 2.3 Fosil Trilobite dari Utah tengah. Trilobite telah punah jutaan tahun dan hanya diketahui melalui catatan fosil,
tetapi jumlah spesiesnya sangat banyak sekali sebagaimana banyaknya individu yang ditemukan. Meskipun catatan fosilnya
tidak lengkap, jumlah fosil Trilobite yang telah diidentifikasi mendekati 4.000 spesies, beberapa masih dalam tahap
pertumbuhan juvenil. (Sumber : Johnson L.G, 1987 : 748)

Kerabat kuda tertua adalah dari famili Paleotheriidae (misalnya


Tetraclaenodon dan Phenacodus). Namun demikian, pada umumnya golongan
hewan ini juga diduga sebagai nenek moyang dari hewan Perissodactyl lainnya dan
jarang sekali dikaitkan dalam diskusi mengenai evolusi kuda.
Fosil kuda primitif ditemukan dalam jumlah besar yaitu yang diperkirakan
hidup pada era Eosin (Eocene) di Eropa dan Amerika Utara. Namun pada catatan
fosil yang ditemukan menunjukkan bahwa pada era berikutnya kuda di Eropa sangat
jarang dan diduga punah pada era tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa evolusi
kuda pada dasarnya terjadi di Amerika Utara, kecuali Palaeotherium yang hanya
terdapat di Eropa. Fosil-fosil kuda yang berumur lebih muda kadang-kadang
ditemukan juga di daratan Eropa. Hal ini menunjukan bahwa keluarga kuda tidak
berevolusi di Eropa, tetapi pernah bermigrasi ke Eropa, sekitar lima kali di masa
lampau.
Fosil kuda tertua yang dikenal yakni Hyracotherium (Eohippus). Hewan ini
berukuran sebesar kancil atau anjing dan tingginya hanya sekitar 30 cm.
Diperkirakan kuda primitif ini memakan semak belukar apabila ditinjau dari struktur
giginya. Giginya yang berjumlah 22 pasang dengan gigi geraham yang hanya
terspesialisasi sedikit untuk menggiling makanan. Kaki depannya terdiri dari empat
jari dan satu rudimen, sedangkan kaki belakangnya mempunyai tiga jari dan dua jari
rudimen.

32
Gambar 2.4 (a) Bentuk gigi dan kaki serta jari kaki yang mengalami evolusi. (b) Percabangan proses evolusi kuda.
(Sumber: Campbell, 1994).

33
Lebih jelasnya pada evolusi kuda terjadi perubahan sebagai berikut:
a) Pertambahan dalam ukuran. Ukuran tubuh kuda bertambah mulai dari sebesar
kancil menjadi sebesar kuda akutual sekarang.
b) Pemanjangan kaki depan dan belakang. Kaki kuda yang relatif sebanding dengan
tubuhnya seperti proporsi tubuh kucing atau anjing.
c) Reduksi jari-jari lateral dan pembesaran jari tengah. Mula-mula jari kaki
berjumlah ¾ buah, kemudian tereduksi menjadi satu jari saja.
d) Punggung menjadi lurus dan datar. Punggung yang miring melekuk dengan
bagian dada lebih tinggi menjadi datar.
e) Gigi seri melebar. Gigi seri yang semula serupa gigi mamalia lainnya menjadi
lebar dan pipih untuk menggigit rumput.
f) Gigi premolar berubah bentuk menjadi molar. Gigi geraham melebar semua
menggantikan fungsi menguyah menjadi menggiling.
g) Pemanjangan dari tengkorak. Tengkorak memanjang untuk memperoleh bentuk
kepala yang lebih ideal untuk menambah kecepatan berlari.
h) Pertambahan mahktota gigi dengan pertumbuhan bagian email. Sesuai dengan
fungsi dan jenis makanannya cara menggiling makanan mengakibatkan mahkota
gigi aus. Untuk menanggulangi kerusakan gigi, maka bagian mahkota gigi cukup
tebal untuk mengakomodasi keausan sampai kudanya berusia 5 tahun.
i) Volume otak bertambah besar dan juga bertambah kompleks.
j) Rahang bertambah lebar untuk mengakomodasi perubahan gigi.
Selanjutnya, urutan terjadinya evolusi kuda hingga menjadi kuda aktual
(Equus) diperkirakan melalui tahapan sebagai berikut: Eohippus borselia 
Orohippus  Epihippus  Mesohippus bairdi  Meiohippus 
Parahippus  Merychippus paniensis  Pliohippus  Equus. Selain itu,
dikenal pula garis keturunan nenek moyang kuda yang lain, misalnya:
Archaentherium (Archaeohippus)  Palaeotherium  Anchitherium 
Hypohippus osborni  Hipparion occidentale  Hippidium, namun jenis-jenis
ini tidak ikut berperan dalam evolusi yang menghasilkan Equus kuda aktual (lihat
Gambar 2.4a dan 2.4b).
Mengapa terjadi perubahan evolusi pada kuda dalam hal ukuran dan jumlah
jari kaki? Alasan utamanya adalah karena tempat hidup kuda sangat menunjang
untuk terjadinya proses evolusi yang begitu lengkap. Misalnya, kuda primitif hidup
di hutan. Lingkungan yang demikian ini memungkinkan Eohippus yang ukurannya

34
tubuhnya kecil dapat menyelinap di antara semak belukar. Demikian pula bentuk
atau pola giginya yang sesuai untuk menggigit semak belukar dan bukan rumput, di
samping kaki dengan beberapa jari ikut membantu dalam mengais dan menggali
akar-akar yang lunak.
Pada masa berikutnya, terjadi suatu perubahan pada permukaan bumi. Hutan
menjadi berkurang dan timbulah padang rumput yang luas. Dengan demikian,
makanan yang cocok untuk kuda sebelumnya hanya mencukupi untuk menghidupi
sejumlah kecil kuda, sedangkan padang rumput merupakan suatu biotop baru dengan
relung yang masing kosong. Kemudian generasi kuda berikutnya ini memanfaatkan
relung tersebut. Untuk dapat beradaptasi dengan baik, terjadi evolusi pada kaki yaitu
menjadi lebih panjang, jumlah jari yang lebih sedikit yang cocok untuk kehidupan di
padang rumput. Hal ini sangat berbeda dengan keadaan di lantai hutan yang penuh
tertutupi oleh akar dan ranting. Dengan berkurangnya jari, postur tubuh dan
tengkorak menjadi lebih ideal sehingga mereka dapat berlari-lari dengan lebih mudah
dan lebih cepat. Bentuk tubuh seperti ini memungkinkan mereka dapat menghindari
diri dari predator secara lebih efektif.
Demikian pula ukuran tubuh yang lebih besar secara tidak langsung menolong
mereka dari pemangsa (predator) yang berukuran tubuh lebih kecil. Jika ukuran
tubuh kuda tetap sebesar kancil atau anjing, maka predator dengan mudah dapat
memangsa mereka yang berjumlah sangat banyak dan hidupnya berkelompok-
kelompok. Gigi yang sebelumnya cocok untuk merebut semak belukar, tidak
diperlukan lagi. Sebaliknya, kini diperlukan suatu gigi yang lebih lebar dan mahkota
emailnya cukup tebal untuk menggigit dan mengunyah rumput. Gigi tersebut sesuai
untuk mengunyah rumput karena mengan-dung kadar silikat yang tinggi.

3. Bukti Anatomi Perbandingan


Pendekatan untuk menginterpretasi bukti-bukti paleontologi adalah anatomi
perbandingan. Para ahli anatomi perbandingan mencoba menemukan persamaan-
persamaan dan perbedaan-perbedaan antara struktur dasar (fundamental structure)
organisme hidup. Mereka mempelajari bentuk-bentuk struktur dasar setiap kelompok
organisme. Sebagai contoh, semua hewan vertebrata memiliki struktur dasar yang
sama, yakni: suatu kerangka utama penyanggah tengkorak dan tulang belakang;
tulang rusuk yang melindungi jantung dan paru-paru, tertancap pada tulang belakang;

35
sepasang organ tambahan; dan sistem peredaran darah, pernafasan atau respirasi,
pencernaan, pengeluaran yang sama.
Para ahli anatomi membandingkan ciri-ciri anatomi hewan masa kini, tetapi
studi perbandingan anatomi kerangka lebih penting bagi para paleontologi karena
bukti-bukti fosil anatomi yang tersusun hampir semua adalah metrial rangka.

Gambar 2.5 Struktur Homologi pada beberapa vertebrata. Semua tetrapod moderen mempunyai pentadactyl dasar
(lima digit) struktur lengannya. Misalnya, forelimb pada burung, manusia, ikan paus, dan kelelawar, semuanya
mempunyai struktur dasar yang sama, tetapi mempunyai fungsi yang berbeda. (Sumber: Ridley, 1996 : 54).

36
Kesamaan dasar dalam struktur yang diturunkan dari nenek moyang yang
umum disebut struktur homolog. Lebih jelasnya, homologi adalah struktur dasar
sama yang diturunkan secara genetik dari nenek moyang yang umum tetapi
kemudian memiliki fungsi yang berbeda. Suatu contoh homologi yang baik adalah
tulang lengan depan vertebrata (Gambar 2.5). Semua vertebrata seperti burung, ikan
paus, dan manusia mempunyai struktur dasar tulang lengan depan yang sama
kemudian melewati proses perubahan (evolusi) dari nenek moyang yang umum,
kemudian menampilkan fungsi yang berbeda.
Konsep lain dari anatomi perbandingan yaitu analogi. Analogi adalah
menunjukkan fungsi yang sama, tetapi mempunyai struktur dasar yang berbeda.
Misalnya sayap burung dengan sayap serangga mempunyai fungsi yang sama tetapi
struktur dasarnya berbeda. Burung mempunyai kerangka tulang sayap sedangkan
serangga mempunyai sayap yang tersusun dari lapisan kitin yang keras, tetapi
keduanya berfungsi untuk terbang (Gambar 2.6).
Anatomi perbandingan yang juga diidentifikasi yakni struktur vestigial.
Struktur vestigial adalah struktur-struktur tertentu yang tidak berkembang terus pada
beberapa organsime, tetapi dalam perkembangan selanjutnya berfungsi lain. Struktur
vestigial termasuk rudimentasi, sayap pada mutan vestigial (Drosophila
melanogaster) kekurangan penglihatan pada hewan-hewan penghuni gua, gigi
geraham manusia, tulang ekor pada manusia (pada mamalia yang lain ekornya
tumbuh memanjang).

Gambar 2.6 Struktur Analog. (a) Sayap burung mempunyai kerangka yang kuat; (b) sayap serangga yang hanya
tersusun oleh lapisan kitin. Struktur analog mempunyai fungsi yang sama tetapi struktur dasarnya berbeda.
(Sumber: Johnson L.G, 1987 : 756).

37
4. Bukti Embriologi Perbandingan
Kalau ditinjau dari perkembangan embrio pada hewan multiseluler, akan
dijumpai kenyataan bahwa perkembangan mulai dari zigot menunjukan bentuk yang
hampir sama. Misalnya perkembangan pada blastula, grastrula, namun dalam
perkembangan selanjut-nya berbeda satu dengan yang lain sehingga bentuk
dewasanya menjadi sangat berbeda. Contohnya perbedaan antara ikan, salamander,
kura-kura, ayam, babi, sapi, kelinci dan mansuia sungguh sangat berbeda, namun
semua dimulai dari blastula dan grastrula serta embrio yang hampir sama.
Mengenai perkembangan embrio Karl von Baer, menyatakan bahwa: (a) sifat-
sifat umum muncul paling awal kemudian diikuti sifat-sifat khusus; (b)
perkembangan dimulai dari yang umum sekali, kemudian kurang umum, dan
akhirnya ke sifat-sifat yang khusus; (c) hewan yang satu memisah secara progresif
dari hewan yang lain; (d) dalam perkem-bangannya hewan-hewan multiseluler
bentuk embrionya sama, tetapi kemudian pada saat dewasa bentuknya menjadi
berbeda-beda. Gambar 2.7 berikut ini, menunjukan perkembangan yang dinyatakan
oleh Karl von Baer tersebut, walaupun gambar ini tidak dimulai dari tahap blastula
dan grastrula.
Hubungan perkembangan embrio dengan evolusi dinyatakan oleh Ernst
Haeckel, bahwa ontogeny adalah phylogeny yang dipersingkat. Ontogeni adalah
seluruh perja-lanan perkembangan dan sejarah hidup suatu individu. Phylogeny
adalah sejarah kekerabatan dalam proses evolusi. Ia menyebutnya sebagai teori
rekapitulasi atau teori biogenetik.

5. Bukti Evolusi Molekuler


Di samping kesamaan yang ditemukan pada struktur-struktur anatomi, para ahli
biokimia juga menemukan banyak kesamaan pada tingkatan molekuler.
Kenyataannya semua organsime hidup memiliki materi genetik (DNA) yang hampir
sama, mengunakan kode-kode genetik yang sama, dan memiliki molekul berenergi
tinggi (ATP).
Sebagai materi genetik, DNA berfungsi mulai dari perkembangan awal setiap
organisme. Sejak diketahui bahwa transfer sifat-sifat keturunan dan kontrol genetik
melalui DNA, memberi kemajuan yang efektif dan efisien, dan terjadi perubahan
dimana seleksi alam tidak banyak lagi disukai, tetapi beralih ke mekanisme hereditas.

38
Gambar 2.7 Embriologi perbandingan dari ikan, salamander, kura-kura, ayam, babi, sapi, kelinci dan
manusia.

Kesamaan struktur protein menjadi perhatian khusus para ilmuan dalam mem-
pelajari evolusi. Para ahli biokimiawi menemukan urutan asam amino dari molekul
protein. Dari informasi ini, gen-gen dapat disusun karena diketahui bahwa asam
amino dalam protein, berhubungan dengan nukleotida-nukleotida yang terdapat

39
dalam molekul DNA. Hal ini memungkinkan studi genetik dilakukan untuk mengkaji
proses evolusi.
Penelitian-penelitian di bidang molekuler sangat menunjang perkembangan
pengetahuan evolusi. Kajian-kajian evolusi dewasa ini lebih banyak ditinjau dari segi
biokimiawi, genetika, dan molekuler.

6. Bukti yang Hidup dan yang Tak Hidup


EVOLUSI IN STATU FIERI – yang sedang berlangsung
Perubahan dalam arti evolusi bukan soal satu, dua, atau tiga generasi saja
melainkan memakan waktu yang sangat lama, bahkan sampai berjuta-juta tahun
lamanya. Jika sejarah makhluk hidup dibandingkan dengan satu hari genap maka
manusia muncul pada jam 23h59’31”. Jadi umur 1 orang tidak lebih dari 0.0001 detik.
Walaupun demikian, dalam masa sejarah masih dapat dilihat terjadinya evolusi.
Beberapa fakta diantaranya :
 Pada tahun 1418 orang-orang portugis membawa beberapa ekor kelinci
sekandung ke pulau Parto Santo. Kelinci ini berbiak sangat cepat di pulau ini
karena tidak memiliki musuh alamiah. Setelah abad 19, kelinci di pulau ini
kelihatan sangat berbeda dengan kelinci yang terdapat di daratan Eropa antara
lain dalam hal warna bulu dan tingkah laku mencarai makan.
 Adanya jasad peralihan. Jika makhluk hidup adalahh suatu perkembangan
berangsur-angsur maka seharusnya ada binatang atau tumbuhan yang
memiliki ciri-ciri peralihan. Namun makhluk hidup seperti ini sangat sedikit
atau bahkan tidak ada sehingga tidak dapat dijadikan sebagai bukti.

Untuk lebih memantapkan penguasaan saudara tentang materi tersebut,


jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini sebagai latihan.
1. Dapatkah anda menjelaskan terjadinya 13 spesies burung Finch?
2. Bagaimanakah para ahli sampai pada kesimpulan bahwa fosil-fosil merupakan
petunjuk adanya evolusi?
3. Dapatkah anda menjelaskan bahwa dengan mempelajari anatomi perbandingan
memungkinkan kita untuk memperoleh petunjuk ada tidakny evolusi.
4. Dalam hal apakah perkembangan embrio berbagai hewan dapat menunjukkan
adanya peristiwa evolusi?

40
RANGKUMAN

Studi biogeografis memperlihatkan bahwa suatu spesies baru muncul pada


satu tempat dan kemudian menyebar menuju keluar dari titik atau tempat asal.
Beberapa spesies kemudian menjadi lebih luas distribusinya, meskipun lingkungan
hidup sesungguhnya identik pada daerah biogeografis berbeda, jarang ditempati oleh
spesies yang sama. Disamping itu, dua tempat yang memiliki iklim yang sama belum
tentu keadaan flora dan faunanya sama, bahkan mungkin berbeda sama sekali.
Dihasilkannya 13 spesies burung Finch di kepulauan Galapagos disebabkan oleh
adanya penyebaran geografi. Cara penyebaran ini ada 2 macam yaitu penyebaran
aktif dan penyebaran pasif.
Paleontologi yaitu ilmu yng mempelajari tentang fosil-fosil dapat
mengungkapkan lebih banyak keterangan yang membenarkan adanya evolusi.
Dengan mengetahui berbagai organ tubuh hewan yang homolog memungkinkan kita
untuk memperoleh petunjuk ada tidaknya evolusi, disamping itu perkembangan
ontology organisme merupakan ulangan dari sejarah perkembangan evolusi.
Kesamaan struktur protein menjadi perhatian khusus para ilmuan dalam
mem-pelajari evolusi. Para ahli biokimiawi menemukan urutan asam amino dari
molekul protein.

TES FORMATIF

Untuk soal di bawah ini, pilihlah:


A. Jika jawaban 1, 2, 3 benar C. Jika jawaban 2, 4 benar
B. Jika jawaban 1, 3 benar D. Jika jawaban 1, 2, 3, 4 benar

1. Dikepulauan Galapagos terdapat burung Finch tetapi di kepulauan Cape Verde


tidak. Hal ini disebabkan oleh:
1. Terjadi migrasi burung-burung Finch dari Amerika Selatan ke kepulauan
Galapagos.
2. Lingkungan di kepulauan Cape Verde tidak sesuai dengan kehidupan burung
Finch
3. Tidak terjadi migrasi burung Finch dari Amerika Selatan ke kepulauan Cape
Verde
4. Iklim di Cape Verde tidak sama dengan iklim di Galapagos

41
2. Pelaksanaan penyebaran untuk perluasan daerah tidak selamanya berhasil. Hal ini
disebabkan oleh:
1. Tempat baru yang dituju tidak memenuhi syarat
2. Isolasi pegunungan yang sangat tinggi
3. Isolasi lautan yang luas
4. Tidak tempat baru yang dituju
3. Fosil-fosil yang ditemukan di berbagai lapisan batuan bumi
1. Dapat ditentukan umurnya
2. Sukar ditentukan umurnya
3. Berumur sama dengan lapisan bumi yang ditempati
4. Tidak dapat ditentukan umurnya
4. Organ tubuh dari dua ekor hewan dikatakan homolog apabila memenuhi syarat-
syarat:
1. Berasal dari bentuk primitif yang sama
2. Fungsi sama
3. Fungsi tidak sama
4. Berasal dari bentuk primitif yang tidak sama
5. Pada tingkat molekuler, semua organisme hidup memiliki:
1. Materi genetik yang hampir sama
2. Molekul ATP
3. Kode genetik yang sama
4. Urutan asam amino yang sama

Cocokkan jawaban saudara dengan kunci tes formatif. Hitunglah jumlah jawaban
anda yang benar kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat
penguasaan saudara terhadap materi yang dipelajari.
Rumus:
Jumlah jawaban yang benar
Tingkat penguasaan = X 100%
Jumlah soal

Taraf Penguasaan:

90% - 100% = baik sekali 70% - 79 % = cukup


80% - 89% = baik  70% = kurang

42
Jika saudara mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, saudara dapat
meneruskan ke bab berikutnya. Tetapi jika kurang dari 80%, saudara harus
mengulangi lagi mempelajari bab ini terutama bagian yang belum dikuasai.

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF

1. Pilihan 1 dan 3 memenuhi syarat petunjuk. Jadi jawaban yang betul B


2. Pilihan 1, 2, dan 3 merupakan hambatan atau rintangan ketidakberhasilan
penyebaran. Jadi jawaban yang betul A
3. Pilihan 1 dan 3 memenuhi syarat. Jadi jawaban yang betul B
4. Pilihan 1 dan 3 menunjukkan adanya syarat berasal dari bentuk primitif yang
sama, tetapi fungsinya tidak sama. Jadi jawaban yang betul B
5. Pilihan 1, 2, 3, dan 4 dimiliki oleh setiap organisme hidup. Jadi jawaban
yang betul D

43
BAB III
ASAL-USUL KEHIDUPAN DAN ASAL-USUL VARIABILITAS

PENDAHULUAN
Dari mana kehidupan itu berasal? Dan apakah makhluk pertama juga
merupakan perkembangan evolusi? Jawabannya mungkin mudah ditemukan, namun
bagaimana kita membuktikannya, merupakan persoalan yang sulit. Pada bab
sebelumnya kita telah mengungkapkan bukti-bukti atau petunjuk adanya evolusi.
Salah satunya adalah catatan fosil.
Pada bab ini akan dibahas mengenai asal-usul kehidupan, Catatan Fosil, DNA
vs RNA, dan keanekaragaman.
Setelah membaca bab ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan Asal-
usul Kehidupan dan Keanekaragaman. Lebih khusus lagi mahasiswa diharapkan
mampu :
1. Menjelaskan asal usul kehidupan ditinjau dari catatan fosil dan DNA vs RNA.
2. Menjelaskan keanekaragaman yang terjadi di alam ini

KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR


3.1. Asal-usul Kehidupan
Beberapa teori yang pernah berkembang sehubungan dengan asal-usul
kehidupan.

1. Teori Abiogenesis
Teori ini bertolak dari adanya perubahan materi tak hidup menjadi makhluk
hidup, sehingga dikenal sebagai teori generatio spontanea, menunjuk pada adanya
perubahan yang spontan. Terlepas dari gagasan yang dikemudian hari masih
dikembangkan, penolakn orang atas teori ini dikarenakan contoh yang tidak tepat
yang digunakan oleh penganut teori ini.

2. Teori Biogenesis
Penolakan terhadap teori abiogenesis memunculkan teori biogenesisi sebagai
imbangannya. Sebagaimana diketahui teori biogenesismengambil posisi yang
sepenuhnya kebalikan dari teori abiogenesis, bahwa makhluk hidup berasal dari
makhluk hidup (omne vivum ex vivum) atau makhluk hidup berasal dari telur (omne

44
vivum ex ovo). Sepintas lalu teori itu melegakan, namun kalau ditilik lebih lanjut
jelas bahwa teori ini tidak menjawab asal mula makhluk hidup yang pertama.

3. Teori Cosmozoik
Dalam teori ini diungkapkan bahwa asal mula makhluk hidup yang menghuni
bumi ini berasal dari apa yang disebut “spora” kehidupan yang berasal daari luar
angkasa bumi. Sudah tentu teori ini tidak dapat diterima terlebih pada waktu orang
itu sudah tahu bahwa meteor yang jatuh ke bumi akan mengalami pergeseran yang
begitu hebat hingga terbakar. Meskipun pergeseran yang dialami “spora” kehidupan
tentunya tidak sehebat apa yang terjadi pada meteor namun factor-faktor lingkungan
di angkasa di luar bumi maupun di bumi sendiri dibayangkan tidak memungkinkan
“spora” kehidupan itu bertahan.

4. Teori Ciptaan
Penganut teori ini berbicara tentang proses perkembangan materi yang pada
akhirnya membentuk makhluk hidup tanpa menyimpang dari asal mula materi
pembentuknya.

5. Teori Naturalistik
Ada yang menamakan teori ini dengan sebutan Neobiogenesis, yang
memandang terbentuknya makhluk pertama di bumi ini melalui tahapan-tahapan
tertentu, mulai dari molekul-molekul CH4, NH3, H2, dan H2O, unsur-unsur yang
terdapat dalam atmosfer bumi purba. Pendapat ini pernah dicetuskan oleh Oparin
sebagai titik tolak gagasannya tentang cirri makhluk hidup pertama yang heterotrof.

3.2. Berdasarkan Catatan Fosil


Fosil merupakan salah satu sumber utama dalam mempelajari asal-usul
kehidupan. Fosil tertua diperkirakan berusia sekitar 500 juta tahun yang lalu dan
ditemukan sekitar tahun 1950 di Australia, Afrika Selatan dan kemudian ditemukan
di Kanada dan Norwegia. Fosil-fosil tersebut diperoleh dari batuan yang sangat tua,
yang dikenal sebagai Stromatolit. Stromatolit bukan nama jenis organisme, tetapi
nama batuan yang berlapis-lapis. Stromatolit tersebut ditemukan di daerah pantai,
merupakan batuan yang terjadi dari proses mineralisasi algae dan bakteri. Di daerah
pantai sering dijumpai suatu massa batuan yang tumbuh perlahan yang kita kenal
sebagai batuan karang. Para ahli paleontologi menemukan bahwa kristal yang

45
membentuk stromatolit sebenarnya banyak yang bentuknya serupa dengan ganggang
biru bersel satu atau bakteri yang hidup sekarang, dan juga ditemukan di daerah
pantai. Sayangnya, stromatolit hanya dapat memberikan gambaran mengenai bentuk
luar dari bakteri atau algae bersel satu, tetapi tidak dapat memberikan gambaran
bagaimana struktur dalamnya. Sejumlah kristal stromatolit memberikan gambaran
bahwa ganggang yang membentuknya sedang berada pada tahap mitosis, karena
terlihat sebagai dua bulatan yang bersatu. Dengan demikian kita mempunyai bukti
bahwa kehidupan dimulai dari organsime bersel satu.
Beberapa waktu yang lalu, dunia perfilman digegerkan oleh film Jurrasic Park.
Dalam film tersebut diceritakan mengenai dihidupkannya Dinosaurus yang berasal
dari zaman Jurrasic. Berapa lamakah zaman Jurrasic itu? Kapan dan mengapa zaman
itu berlalu?

Tabel 3.1 Pembagian Waktu Geologi dan Bukti-bukti Fosil


ERA PERIODE WAKTU KEHIDUPAN AIR KEHIDUPAN
DARAT
Kuarter Sekarang Semua Kehidupan Manusia
0.5 – 3 juta Pleistosen 3 ada Terjadinya evolusi
Senonoik tyl Glasiasi pergeseran kebudayaan
63  2 juta benua Amerika Manusia pertama
Utara & Eropa,
Australia Antartika
terpisah
Tersier Pliosen 12 j Hominidae dan
63  2 juta tyl Pongidae
Miosen 25 j Semua kehidupan Monyet dan
tyl ada kerabatnya
Oligosen 36 j Radiasi adaptasi
tyl burung
Eosen 58 j tyl Mamalia moderen,
Paleosen 63 j Angiospermae yang
tyl berbatang basah
Kretasen Ikan bertulang Kepunahan
135  5 juta Kepunahan Dinosaurus
ammonit, Timbulnya
Plesiosaurus, Angiospermae
Ichtyosaurus berkayu
Mesosoik Amerika Selatan dan
230  10 juta Afrika Tengah
berpisah

46
Jurasic Plesiosaurus & Dinosaurus
181  5 juta Ichtyosaurus, dominan,
Ammonit berlimpah Kadal pertama,
Ikan bertulang rawan Archeopteryx
dan Ikan biasa Serangga berlimpah
berlimpah Angiospermae
Pangea & pertama
Gondwana mulai
berpisah
Triasik Plesiosaurus pertama Radiasi reptil,kura-
230  10 juta Ichtyosaurus, kura, buaya,
Ammonit thecodonta,
Ikan bertulang therapsida,
Dinosaurus
pertama, Mamalia
pertama
Permian Punahnya Trilobit Cotylosaurus &
280  10 juta dan Placoderm Pelecosaurus
Glasiasi dan Reptil lain dominan
kekeringan Cycas, Gynko,
Conifera
Pensylvania (Karbonifera) Ammonit Reptil pertama,
310  10 juta Ikan bertulang Rawa-rawa Hutan
pertama Lycopsida,
Sphenopsida dan
Glasiasi dan Paku berbiji
kekeringan
Mississipian (Karbonifera) Radiasi adaptasi hiu Amphibia dominan
345  10 juta Iklim panas dan Siput darat
lembab
Paleosoik Devonian Placoderm, Ikan Paku, Lycopsida,
600  50 juta 405  10 juta pertama, Ammonit, Sphenopsida,
Nautilus. Bryophyta,Gymnos
Iklim muka bumi permae dan
kering Serangga,
Lautan sangat Amphibia pertama
meluas
Silurian Radiasi adaptasi dari Tanaman darat
425  10 juta Ostracoderm, (Psilopsida)
Eurypterids pertama, laba-laba,
Iklim sejuk, lautan kalajengking
luas
Ordovosian Vertebrata (Agnata) ------
500  50 juta pertama
(Ostracoderm),
Nautiloid, Pilina,
Mollusca air,
Triobit dominan
Iklim sejuk, lautan
luas

47
Kambrian Trilobit dominan ------
600  50 juta Eurypteroid,
Crustacea,
Mollusca,
Echinodermata,
Porofera, Annelida,
Tunicata, Cnidaria
pertama
Glasiasi
Pre Kambrian 3000 juta Protozoa, prokariot
--------

Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini dapat diketahui melalui data atau


catatan fosil yang ditemukan dan masih bersifat hipotetik. Yang perlu diingat bahwa
proses evolusi mulai berlangsung sejak kehidupan mulai ada di bumi. Tabel 3.1,
menunjukkan pembagian waktu geologi, lengkap dengan bukti-bukti fosil dan waktu
hipotetiknya.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh para akhi paleontologi diketahui bahwa
fosil tertua yang ditemukan berumur sekitar 500 juta tahun. Demikian diperkirakan
kehidupan dimulai pada akhir era Prekambrian, yaitu sekitar 700 juta tahun yang
lalu. Data inipun masih berupa dugaan, karena pada era itu, tentu saja jumlah
organisme masih sangat sedikit, sehingga fosil tidak mungkin dapat dijumpai pada
lapisan tanah. Pada waktu itu habitat yang mungkin ada adalah air. Dengan demikian,
dapat diperkirakan bahwa muka bumi masih dihuni oleh prokariot dan organisme
bersel satu, terutama algae (ganggang biru), yang kemudian diikuti oleh lumut kerak
dan lumut yang menghuni areal pantai. Suhu permukaan bumipun diperkirakan
masih jauh lebih panas dan oksigen mungkin meliputi hanya sekitar 10% dari apa
yang ada sekarang.
Dari data tabel 3.1 menunjukkan bagaimana proses terjadinya kehidupan.
Misalnya, manusia baru muncul dipermukaan bumi sekitar 500.000 tahun yang lalu.
Sedangkan protozoa dan prokariot lain diperkirakan sudah ada di bumi sekitar 3000
juta tahun yang lalu. Jadi proses kehidupan dapat pula ditelusuri melalui data fosil.
Seperti sudah dikemukakan di atas, data umumnya sangat bervariasi. Variasi
tersebut akan bertambah besar, kalau kita menggunakan data biologi lainnya yang
akan didiskusikan kemudian.

48
3.3. DNA vs RNA
Bagaimana kehidupan itu mulai terjadi? Dari ekstrapolasi fosil dan dinamika
gunung berapi, diperkirakan pada awal terjadinya kehidupan, atmosfer terdiri dari H2,
NH3, H2O, N2, CO2, O2, dan CO2. Pada masa itu, diperkirakan banyak sekali terdapat
muatan listrik di atmosfer, sehingga geledek (petir) masih sering menyambar di siang
hari. Menurut Oparin (1983), kehidupan hanya dapat terjadi apabila bahan baku
utama (basa Purin dan Pirimidin) terdapat di alam. Maka percobaan dilakukan
dengan mengatur udara dengan jumlah yang sesuai dari magma yang keluar dari
gunung berapi. Udara tersebut disimpan dalam suatu alat untuk mensimulasi keadaan
di atmosfer purba. Kemudian dengan diberikan bunga api sebagai pengganti geledek.
Ternyata diperoleh sekitar sepuluh macam asam amino, aldehida dan juga HCN.
Percobaan dengan HCN dan amonia dalam alat simulasi ternyata dapat menghasilkan
Adenin, dan asam arotik. Proses fotokimia dengan sinar matahari dapat mengubah
HCN menjadi Urasil.
Sejak tahun 1861, orang sudah memproduksi gula dari formadelhid.
Pengetahuan ini diulangi kembali pada tahun 1961, ketika ditemukan bahwa
formadelhid (formalin) yang dipolimerisasikan, ternyata membentuk gula ribosa dan
bukan gula deoksiribosa. Penemuan ini menjelaskan bahwa RNA ternyata adalah
produk yang mungkin lebih awal dari DNA. Dengan demikian diperkirakan bahwa
kehidupan awal dimulai dari RNA dan bukan DNA.
Kenyataan ini masih menjadi masalah yang diperdebatkan dengan sejumlah
argumen berbeda antara lain:
(1) Kelompok yang pro DNA sebagai materi kehidupan esensial menyatakan bahwa
RNA tidak stabil, dan mudah sekali terurai, karena strukturnya hanya single
strand. Dengan demikian, mereka meyakini bahwa kehidupan dimulai dari
adanya DNA.
(2) Kelompok yang pro RNA, mengajukan argumentasi bahwa:
 RNA merupakan satu-satunya produk yang mungkin dibentuk dari alam dan
bukan DNA. Alasan lain ialah bahwa DNA yang berfungsi hanyalah satu
rantai saja, sedangkan templetnya tidak akan menghasilkan apa-apa.
Kehidupan primitif tidak mungkin dimulai dari sesuatu yang kompleks.
 Penemuan yang terbaru pada Tetrahyemena menunjukkan bahwa RNA yang
sangat pendek sekalipun dapat berfungsi katalitik, atau sebagai enzim. Hal ini
tidak dijumpai pada DNA, oleh karena DNA tidak mempunyai gugus 2’-

49
hidroksil. Gugus tersebut diperlukan dalam proses katalisasi, terutama pada
tRNA yang memberikan bentuk daun semanggi. DNA tidak dapat
membentuk struktur tersebut karena gugus tersebut sudah terisi oleh gugus
oksigen (deoksi). Bentuk daun semanggi dibutuhkan untuk mendapatkan
kemampuan katalisis. Adalah sulit diterima, kalau kehidupan awal terjadi
tanpa katalisasi, hanya RNA yang mempunyai sifat ini sedangkan DNA tidak.
 Salah satu keuntungan RNA adalah bahwa RNA dapat membelah diri dan
mengadakan multiplikasi tanpa DNA.
 Bukti lain menunjukkan bahwa DNA hanya berfungsi sebagai cetakan. Untuk
dapat berfungsi, maka paling sedikit akan dibentuk mRNA terlebih dahulu.
Dengan demikian, kehidupan awal yang masih sederhana dapat berlangsung
dengan adanya RNA. Apabila kehidupan berawal dari DNA, maka RNA tetap
harus dibentuk terlebih dahulu agar dapat berfungsi. Organisme yang paling
primitif tidak memiliki DNA.
 Karena kehidupan awal adalah sederhana, maka para ahli lebih cenderung
meyakini bahwa RNA-lah yang muncul terlebih dahulu. DNA adalah bentuk
penyempurnaan, mengingat bahwa RNA mudah sekali terurai.

3.4. Asal-usul Keanekaragaman (Variabilitas)


Meskipun keanekaragaman (variabilitas) pada awal dikemukakan, prosesnya
belum diketahui, namun keanekaragaman merupakan faktor utama dari evolusi. Hal
ini dikemukakan oleh Lamarck, Darwin, maupun para pakar lain sesudah mereka.
Tanpa ada keanekaragaman, evolusi tidak akan terjadi. Di alam ada dua faktor yang
bekerja secara harmonis, yaitu: (a) faktor penyebab keanekaragaman, dan (b) faktor
yang bekerja untuk mempertahankan keutuhan suatu jenis. Apabila dilihat secara
tersedniri, maka kedua faktor tersebut seakan bertentangan. Namun pada hakekatnya
kedua faktor tersebut bekerja dengan sangat harmonis.
Untuk melihat bagaimana timbulnya keanekaragaman, kita harus mulai dari
melihat struktur yang paling kecil dari makluk hidup, tetapi sangat penting. Struktur
tersebut adalah DNA. DNA terdiri dari empat macam basa nitrogen yaitu: Adenin
(A), Citosin (C), Guanin (G), dan Timin (T), serta RNA mempunyai Urasil (U)
pengganti Timin pada DNA. Keempat macam jenis basa nitrogen berfungsi
menyusun atau membentuk 20 asam amino esensial. Kini diketahui bahwa kombinasi
tiga dari keempat basa nitrogen tersebut akan membentuk satu asam amino.
Kombinasi ini dikenal dengan nama triplet kodon Secara umum, tiap satu asam

50
amino dikode oleh sekitar tiga macam kombinasi. Ada asam amino yang dikode oleh
satu kombinasi, sedangkan ada asam amino yang dikode oleh enam macam
kombinasi. Dengan demikian maka suatu asam amino dapat dihasilkan lebih banyak
banyak, bukan saja karena kode tersebut terdapat berulang-ulang, tetapi karena ada
lebih banyak kemungkinan. Yang menjadi masalah sekarang ialah darimana
terjadinya keanekaragaman. Adanya satu kode genetik atau lebih mengkode asam
amino belum dapat menerangkan dengan jelas terjadinya keanekaragaman.
Sejak masa lampau, orang sudah mempertanyakan mengapa umur suatu
organisme sejenis tidak sama. Hal ini jelas terlihat apabila kita memelihara suatu
tumbuh-tumbuhan atau hewan. Keluarga-keluarga pada zaman dahulu umumnya
mempunyai anak lebih dari dua. Hewan pada umumnya juga mempunyai anak lebih
dari dua. Misalnya, pada katak dapat kita lihat bahwa jumlah telur yang dihasilkan
berjumlah berratus-ratus butir. Apabila semuanya hidup dan mampu berkembang
biak, mungkin saat ini seluruh permukaan bumi dipenuhi oleh katak, demikian juga
bagi organisme lain. Namun kenyataan menunjukkan bahwa hal ini tidak mungkin
terjadi. Hanya individu yang sehat dan kuat, atau yang sempurna dalam semua aspek
kehidupannyalah yang dapat bertahan. Dalam kaitan ini, alam mengadakan seleksi
terhadap setiap struktur morfologi, anatomis, maupun fisisologi setiap organsime.
Misalnya, ikan dalam suatu akuarium yang selalu diberi makanan secukupnya,
semua kondisi hidup dicukupkan. Apabila semua individu ikan kita seleksi sehingga
dapat dikatagorikan sebagai sama dan hampir sempurna sekalipun, ternyata
jumlahnya hanya bertambah pada suatu periode. Selanjutnya populasinya hanya
berkisar pada jumlah tertentu saja. Padahal semua pasangan yang hidup dalam
akuarium tersebut sehat dan sangat berpotensi untuk berkembang biak. Ada suatu hal
yang menyebabkan ikan-ikan tersebut tidak berkembang biak, yaitu ruang yang tidak
cukup. Ikan-ikan tersebut seakan tahu, bahwa apabila mereka terus berkembang biak,
maka mereka tidak dapat bergerak bebas. Hal ini yang disebut dengan daya dukung
dari akuarium tersebut tidak cukup. Jadi selain struktur biologis yang hampir
sempurna, makanan yang cukup, ternyata daya dukung suatu tempat ikut
menentukan sukses tidaknya suatu jenis organisme dapat bertahan di muka bumi.
Setiap organisme di dunia mempunyai kisaran toleransi tertentu. Misalnya
manusia muda (bayi) mempunyai kisaran toleransi suhu tubuh dari 35 – 420C.
Manusia dewasa biasanya batas toleransi suhu antara 36 – 41 0C. Di luar kisaran
toleransi tersebut manusia tidak dapat bertahan, dan memerlukan usaha lain untuk

51
mempertahankan dirinya. Kisaran toleransi suatu organsime tidak hanya menyangkut
suhu saja tetapi berkaitan pula terhadap aspek-aspek biologis yang lain.
Semua atau hampir semua aspek-aspek toleransi dan variasi yang terdapat pada
suatu organsime terkait dengan mekanisme kerja gen-gen tertentu pada organisme
tersebut. Variasi organsime yang terjadi akibat kerja gen-gen tertentu banyak sekali
macamnya, misalnya:
(1) Wajah manusia tidak ada yang sama. Sebenarnya hal ini berlaku pula pada
tumbuh-tumbuhan dan hewan, namun mata kita tidak mampu atau tidak
dibiasakan untuk dapat membedakannya.
(2) Adanya variasi warna tubuh yang terdapat pada ikan, kucing, anjing, sapi dan
organisme-organsime lainnya.
(3) Adanya golongan darah yang bermacam-macam.
(4) Adanya bermacam-macam mutan.
(5) Adanya ekotipe.
Jadi variasi itu memang ada. Adanya variasi hanya dapat diterangkan secara
adaptasi dan secara genetik. Variasi adaptasi, dapat kita lihat pada olahragawan
yang otot-ototnya lebih terlatih sehingga berukuran lebih besar dari kebanyakan
orang. Namun variasi adaptasi tidak dapat diturunkan secara langsung kepada
keturunannya. Variasi genetiklah merupakan satu-satunya kemungkinan yang dapat
menerangkan proses evolusi. Secara genetik variasi dapat timbul akibat mutasi.
Namun mengapa kita jarang sekali melihat adanya mutasi? Apakah mutasi terjadi
sepanjang masa?
Mutasi adalah suatu peristiwa yang umum terjadi. Diperkirakan selalu ada satu
mutasi per 10.000 – 1.000.000. organisme, atau rata-rata sekitar 1/100.000 sel.
Sedangkan jumlah gen suatu organisme dapat mencapai 10.000. Dari angka ini dapat
disimpulkan bahwa kemungkinan terjadinya mutasi sangat banyak.

Berikut ini dikemukakan beberapa akibat kejadian mutasi yakni:


(1) Mutasi mengubah struktur DNA, tetapi tidak mengubah produk yang dihasilkan.
Seperti yang sudah dikatahui, DNA merupakan sumber informasi genetik. DNA
akan ditranslasikan menjadi asam amino, selanjutnya asam amino membentuk
protein. Ada asam amino yang dikode oleh satu kode genetik (kodon), tetapi ada
juga yang dikode oleh lebih dari satu (misalnya enam) kode genetik. Apabila
mutasi terjadi pada satu tempat pada DNA, tetapi tidak mengubah produk asam

52
amino yang dihasilkan atau dalam hal ini asam amino yang dihasilkan tetap
sama, maka mutasi tersebut tidak berakibat apa-apa (lihat penjelasan Mutasi titik
Bab II).
(2) Mutasi mengubah struktur DNA, dan mengubah komposisi produk, tetapi tidak
mengubah fungsi produk yang dihasilkan. Dalam hal ini terjadi perubahan
produk, sehingga misalnya asam amino yang dihasilkan adalah Lisin. Padahal
kode genetik sebelum mutasi terjadi adalah asam amino Treonin. Akibatnya
terjadi perubahan dalam rantai protein yang dihasilkan. Walaupun demikian,
protein itu tidak mengalami perubahan fungsi.
(3) Mutasi mengubah fungsi produk yang dihasilkan, tetapi tidak berakibat apa-apa.
Mutasi dapat berakibat lebih besar, sehingga fungsi suatu protein berubah.
Misalnya kita mengenal golongan darah ada beberapa macam. Golongan darah
yang lebih langka diduga sebagai hasil mutasi dari golongan darah yang paling
umum. Semuanya berfungsi normal, namun kalau dilakukan transfusi darah
dengan golongan darah yang lain, baru akibatnya dapat dilihat.
(4) Mutasi mengakibatkan terjadi perubahan fungsi yang besar, namun kejadiannya
pada sel somatik, jadi tidak diturunkan. Mutasi sel somatik jarang kita lihat.
Sebagai contoh, tahi lalat dapat dianggap sebagai suatu mutasi somatik yang
diturunkan.
(5) Mutasi bersifat fatal, sehingga organisme tersebut mati, jadi tidak terlihat.
Mutasi yang bersifat fatal ini dikenal dengan gen lethal. Banyak gen lethal yang
diketahui misalnya hemofilia.
(6) Mutasi yang menguntungkan. Contoh mutasi menguntungkan sangat banyak.
Mutasi yang menguntungkan dapat dilihat dari banyak segi. Bagi manusia mutasi
mungkin menguntungkan tetapi bagi organisme lain mungkin merugikan.
Misalnya, mutan ayam broiler, sapi pedaging, menguntungkan bagi manusia
tetapi bagi hewan tersebut tidak demikian, karena hewan-hewan tesebut menjadi
lemah, dan lamban sehingga lebih mudah dimangsa predatornya.
Dari ke-enam kemungkinan di atas kasus ke-lima yang berakibat fatal,
sebenarnya paling umum terjadi. Sedangkan kasus terakhir merupakan mutasi yang
sering terlihat, sehingga kita menganggap mutasi yang terjadi sedikit sekali.
Sistem biologis dan atau sistem genetik adalah suatu sistem yang dianggap
sempurna. Sistem ini tidak akan menjadi suatu sistem yang baik, jika sistem tersebut
tidak bersifat baka (tetap). Kalau suatu sistem mudah berubah, itu bukan lagi suatu

53
sistem. Namun demikian evolusi tidak terjadi jika sistem biologis tersebut terlalu
kaku sifatnya. Organisme yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
akan mudah musnah (punah) oleh suatu perubahan lingkungan/alam, baik yang
terjadi tiba-tiba maupun yang berlangsung lambat. Jadi pada setiap sistem selalu ada
kisaran toleransi yang terlihat dalam bentuk yang bervariasi. Dalam sistem biologis
terdapat dua macam faktor yang bekerja secara harmonis, yaitu faktor-faktor yang
bersifat konservasi (mengawetkan atau mempertahankan keberadaan suatu
organisme), dan faktor-faktor tersebut juga mempunyai aspek-aspek yang
memungkinkan terjadinya perubahan. Faktor-faktor tersebut adalah materi genetik.
Bagaimana perubahan atau mutasi terjadi? Ada beberapa hal yang
memungkinkan terjadinya mutasi. Pada dasarnya kesalahan atau mutasi terjadi dalam
urutan basa nitrogen pada asam nukleat. Perubahan atau mutasi tersebut terjadi
akibat beberapa faktor antara lain:
(1) Tautomer. Suatu unsur yang diketahui mempunyai beberapa buah isotop. Pada
molekul suatu senyawa, kita mengetahui adanya isomer. Demikian pula halnya
dengan makromolekul biologis yang kita kenal dengan asam nukleat. Asam
nukleat juga mempunyai suatu sterio-isomer, yaitu mempunyai dua macam
molekul dengan bangun yang serupa tetapi seperti bayangan cermin dan sifat
kimianya sedikit berlainan dengan bentuk pasangannya. Pada umumnya Adenin
akan berpasangan dengan Timin atau Urasil (pada RNA), sedangkan Citosin
akan berpasangan dengan Guanin. Tetapi Adenin yang merupakan bentuk sterio-
isomer akan berpasangan dengan Citosin. Demikian pula untuk sterio-isomer
yang lain. Sterio-isomer tersebut memungkinkan sebagai faktor penyebab
terjadinya pasangan yang salah dan mengakibatkan terjadinya mutasi.
Untungnya jumlah sterio-isomer biasanya sangat jarang atau bersifat tidak stabil,
seperti halnya dengan isotop atau bentuk kristal suatu molekul yang kita kenal.
(2) Struktur Analog. Ada sejumlah molekul di dalam sel yang dapat berlaku sebagai
asam nukleat dan dengan demikian dapat berpasangan pada proses replikasi,
ataupun transkripsi dan translasi. Karena molekul tersebut adalah molekul yang
umumnya terdapat di dalam sel, maka molekul tersebut tidak akan dideteksi oleh
sel. Dengan demikian mungkin sekali terjadi kesalahan. Misalnya, bromo-urasil,
bromodeoksi-uridin, 2-amino-purin, inosin, hiposantin, dll. Molekul-molekul
tersebut berlaku sebagai asam nukleat pada proses replikasi atau transkripsi,

54
namun pada proses berikutnya tidak berfungsi tepat seperti pasangan asam
nukleat yang seharusnya berada pada rantai DNA di tempat tersebut.
(3) Inhibitor. Bebrapa molekul tertentu dapat menempati ruang pada DNA yang
seharusnya diisi oleh suatu asam nukleat. Misalnya, akridin, pseudo-uridin,
metil-inosin, ribotimidin, metil-guanosin, dan dihidroksi-uridin. Apabila
molekul-molekul tersebut menempati tempat asam nukleat, maka pada proses
berikutnya molekul-molekul tersebut tidak akan dikenal, sehingga terjadilah
penterjemahan yang salah oleh sel tersebut dan mengubah kode genetik
selanjutnya. Dengan demikian setiap inhibitor akan menyebabkan kode genetik
untuk seluruh rantai berikutnya mengalami perubahan.
(4) Radiasi. Ada bermacam-macam radiasi. Radiasi UV, radioaktif, energi tinggi
sinar matahari, juga merupakan penyebab mutasi.
Dari ke-empat faktor penyebab mutasi di atas, faktor ke-tiga dan faktor ke-
empat yang paling dikenal, meskipun faktor pertama adalah penyebab yang paling
umum. Ini adalah perubahan yang kita tinjau dari segi gen, namun demikian mutasi
dapat terjadi pula pada struktur yang lebih besar, mislanya mutasi pada struktur
kromosom ikut memainkan peranan penting dalam evolusi.

Untuk lebih memantapkan penguasaan saudara tentang materi tersebut,


jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini sebagai latihan.
1. Dari mana timbulnya asumsi bahwa makhluk hidup yang ada sekarang
berasal makhluk awal yang sama?
2. Fosil merupakan salah satu sumber utama dalam mempelajari asal-usul
kehidupan. Jelaskan.
3. Terdapat perbedaan pendapat tentang asal usul kehidupan jika dilihat dari
DNA vs RNA. Jelaskan mengenai perbedaan pendapat tersebut.
4. Peristiwa mutasi dapat menyebabkan terjadinya keanekaragaman makhluk
hidup. Jelaskan.

55
RANGKUMAN

Usaha memahami asal mula makhluk hidup yang pertama, dimulai dengan
menggunakan gagasan-gagasan yang bersumber dari pemikiran monodisipliner, yang
kemudian berkembang menggunakan pendekatan inter dan multidispliner.
Fosil yang diperoleh dari batuan yang sangat tua, yang dikenal sebagai
Stromatolit merupakan salah satu sumber utama dalam mempelajari asal-usul
kehidupan. Disamping itu, pro kontra asal mula kehidupan berawal dari DNA
ataukah RNA masih menjadi perbincangan.
Terjadinya keanekaragaman makhluk hidup di alam ini lebih disebabkan oleh
mutasi.

56
BAB IV
HUKUM-HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN PERKEMBANGAN
EVOLUTIF MAKHLUK HIDUP

PENDAHULUAN
Evolusi adalah proses perubahan yang berlangsung sedikit demi sedikit dan
memakan waktu yang lama. Teori evolusi adalah perpaduan antara idea dan fakta.
Dalam perkembangan selajutnya teori evolusi dapat dijelaskan latar belakangnya
berdasarkan hokum-hukum yang dikemukakan oleh:
1. Johan Gregor Mendel (1865) mengemukakan tentang adanya faktor dalam,
yang selanjutnya disebut sebagai faktor herediter, faktor yang diturunkan,
yang kemudian disebut gena.
2. Hugo de Vries (1886) mengemukakan tentang mutasi, suatu perubahan yang
bersifat kekal.
3. Hardy dan Weinberg (1908) mengemukakan hukum mengenai frekuensi gen
Setelah menyelesaikan pokok bahasan hukum-hukum yang berkaitan dengan
perkembangan evolutif makhluk hidup mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menjelaskan hukum yang melatarbelakangi spesiasi
2. Menjelaskan hukum yang melatarbelakangi seleksi alam
3. Menjelaskan hukum yang melatarbelakangi terjadinya favoured races.

KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR


4.1. Hukum Yang Melatarbelakangi Spesiasi
1. Perubahan Evolutif
Yang dimaksud dengan perubahan evolusi adalah perubahan komposisi genetik
suatu populasi dalam kurun waktu tertentu. Perubahan komposisi genetik suatu
populasi hanya dapat terjadi bila kondisinya memungkinkan. Misalnya dalam suatu
populasi terdiri dari sekelompok organsme (individu) yang melakukan perkawinan
bebas antar kelompok tersebut dan menempati areal tertentu.
Dalam populasi, terdapat kumpulan individu, setiap individu mempunyai
sejumlah gen tertentu (jumlah pasangan alel tertentu). Oleh karena itu, setiap
individu mempunyai Gene-Pool tertentu yaitu: jumlah total alel dari gen individu
yang mewakili populasi. Dengan demikian jika gene-pool suatu individu berubah,
jumlah gen individu tersebut dapat berubah, selanjutnya populasi individu tersebut

57
berubah, sehingga dapat disimpulkan bahwa perubahan evolusi pada prinsipnya
adalah perubahan komposisi genetik.
Contohnya di dalam populasi terjadi hal sebagai berikut (Gambar 4.1):

Individu X Individu
AA aa

Aa 100%

Individu X Individu
Aa Aa

AA 25% Aa 50% aa 25%

Gambar 4..1 Persilangan menurut Mendel yang menunjukkan adanya presentase frekuensi alel dari suatu
populasi yang berbeda-beda. Ada alel (AA) = 25%, alel (Aa) = 50%, dan alel (aa) = 25%.

Kejadian di alam sebagaimana di gambarkan di atas memungkinkan komposisi


gen setiap populasi selalu dapat berubah-ubah berdasarkan probabilitas pasangan gen
tersebut dapat bersatu.
Hal penting yang perlu diingat juga bahwa, dalam populasi di alam yang
menetukan frekuensi gen adalah bagaimana cocoknya organisme tersebut dengan
tempat hidupnya (lingkungannya). Atau dengan kata lain organisme yang dapat
bertahan hidup adalah organisme yang cocok dengan lingkungannya atau dapat
beradaptasi dengan lingkungannya. Lingkungan juga berpengaruh terhadap fenotip
suatu individu atau fenotipe suatu individu merupakan resultante dari faktor genotip
dan pengaruh lingkungan, sebagaimana ditulis dalam rumusan sebagai berikut:

F=G+L dimana: F adalah Fenotip; G adalah Genotip dan L adalah


Lingkungan
Apabila G berubah atau L berubah atau keduanya berubah maka F akan
berubah. Gardner (1991) juga menggambarkan diagram skematik hirarkhi pengaruh-
pengaruh gen terhadap fenotip dari organisme-organisme pada keseluruhan biosfer
(Gambar 4.2)

58
Yang perlu diperhatikan bahwa variasi-variasi fenotip yang terjadi akibat
pengruh lingkungan itu tidak diturunkan, tetapi yang diturunkan adalah kemampuan
membentuk tipe atau cirri tertentu sebagai hasil respons gen terhadap lingkungan
yang berubah. Demikian juga dengan variasi-variasi yang ada pada dua populasi
belum tentudapat disebut dua populasi yang berbeda dengan memiliki dua spesies
berbeda jika masih dimungkinkan adanya pertukaran gen antar populasi tersebut.
Jadi variasi dalam populasi belum tentu menyebabkan terjadinya spesiasi.

Gambar 4.2. Diagram Skematik Hirarkhi Pengaruh-pengaruh Gen Terhadap Fenotip Dari
Organisme-organisme Pada Keseluruhan Biosfer. (Sumber : Gardner, 1991)

59
2. Faktor-faktor yang Berperan dalam Perubahan Evolusi
Perubahan evolusi atau perubahan komposisi genetik suatu populasi dapat
terjadi oleh karena peranan atau dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut ini.
A. Rekombinasi Seksual
Pada populasi makhluk hidup yang melakukan reproduksi secara aseksual,
tidak ada kombinasi materi genetic dari individu yang berbeda, sehingga akan selalu
menghasilkan individu baru yang identik dengan induknya bila tidak terjadi mutasi
gen. Lain halny dengan individu yang melakukan reproduksi seksual. Keturunan
yang dihasilkan dapat berbeda dengan induknya karena selama meiosis kromosom
bergabung secara acak dan juga pada saat peristiwa fertilisasi terjadi penggabungan
materi genetic dari dua sel yang berbeda yaitu sel telur dan sel sperma.
Dengan demikian rekombinasi gen dapat memberi peluang besar untuk
terjadinya variabilitas yang berpengaruh pada potensi evolutif populasi.

B. Mutasi
Mutasi merupakan sumber utama adanya variasi (lihat penjelasan Bab III).
Mutasi adalah suatu peristiwa perubahaan kandungan gen maupun struktur
kromosom suatu individu, yang dapat menimbulkan variasi dalam populasi.

Gambar 4.3 Jenis- jenis Mutasi Titik (Sumber Ridley, 1996 : 27)

60
Pada umumnya terdapat dua macam kejadian mutasi yaitu: 1) mutasi titik
(point mutation), apabila terjadi perubahan pada urutan basa-basa rantai DNA asal;
dan 2) mutasi kromosom, apabila terjadi perubahan pada bentuk kromosom yang
menyangkut ratusan bahkan ribuan pasang nukleotida.
Mutasi titik, ada lima macam yaitu, mutasi sinonim, mutasi transisi, mutasi
transversi, mutasi frame-shift dan mutasi stop. Mutasi kromosom ada empat macam
bentuk yaitu delesi, duplikasi, inversi dan translokasi. (Lihat Gambar 4.3 dan
Gambar 4.4).

Gambar 4.4 Jenis- jenis Mutasi Kromosom (Sumber Ridley, 1996 : 27)

C. Gene Flow (Arus gen)


Gene flow atau arus gen adalah perubahan frekuensi alel akibat adanya migrasi
(terutama imigrasi). Imigran dapat menambah alel baru ke dalam lungkang gen (gene
pool) suatu populasi sehingga dapat merubah frekuensi alel. Arus gen dapat terjadi
mulai dari kisaran yang sangat rendah hingga yang sangat tinggi, tergantung dari
jumlah individu yang masuk (berimigrasi) dan seberapa banyak perbedaan genetik
yang terdapat pada imigran dengan yang ada pada individu-individu dalam populasi

61
penerima. Jika tidak ada perbedaan genetik yang terlalu besar, maka pergerakan
individu dalam jumlah yang sangat kecil pada populasi penerima tersebut tidak
cukup kuat untuk mengubah frekuensi alel.
Bagaimanapun juga bila perbedaan genetik sangat besar, imigrasi kecilpun
dapat menghasilkan perbedaan frekuensi alel yang sangat besar dalam populasi
penerima. Sebagai contoh adalah hibridisasi, ’perkawinan dalam’ (interbreeding) di
antara individu-individu yang termasuk dalam spesies yang dianggap berbeda
mungkin saja terjadi. Hibridisasi semacam ini memungkinkan terbawanya alel baru
ke dalam populasi dan dapat menjadi penyebab dimulainya kecenderungan
perubahan frekuensi alel dalam populasi penerima.

Gambar 4.5 Perbedaan antara gene flow dan genetic drift. (a) Gen organisme lain/imigran akan menambah frekuensi
gen populasi penerima; (b) Gen individu/seseorang tertentu yang unik dapat hilang dari populasinya.

62
D. “Genetic Drift”
Genetic drift adalah perubahan atau terlepasnya frekuensi alel yang terjadi
secara kebetulan. Dalam hal ini semua alel mempunyai kemampuan atau
kemungkinan yang sama untuk berpindah. Hal ini sangat berarti pada populasi yang
jumlahnya sangat kecil. Kenyataannya 1 dari 2 alel mempunyai peluang untuk lepas
adalah kira-kira 0.8%. Genetic drift selalu mempengaruhi frekuensi alel pada
beberapa tingkat, tetapi pengaruh tersebut menurun pada populasi yang berukuran
besar. Karena itu dalam populasi yang kecil, kurang dari 100 individu, genetic drift
masih cukup kuat pengaruhnya terhadap perubahan frekuensi alel, meskipun ada
agen perubahan (evolutif) lain yang berperan pada saat itu juga terhadap perubahan
frekuensi alel dalam arah yang berbeda.
Karena mempengaruhi frekuensi alel maka genetic drift merupakan agensia
evolutif yang tidak dapat diabaikan, juga dalam peristiwa spesiasi, yang akan
dikemukakan lebih lanjut dalam bab-bab berikut. Gambar 4.5 mengilustrasikan
perbedaan antara gene flow dan genetic drift.

E. Bottle Neck Effect (Efek leher botol)


Bottle neck effect (efek leher botol) adalah terjadi perubahan frekuensi alel
akibat ada tempat yang kosong (areal baru). Di sini ada juga faktor kebetulan, artinya
alel yang masuk ke areal baru atau yang keluar dari leher botol adalah suatu faktor
kebetulan. Apakah itu frekuensi alel yang unggul atau kuat maupun yang tidak
unggul atau lemah (lihat Gambar 4.6).
Efek leher botol dan genetic drift tidak selalu frekuensi alel yang baik atau
unggul yang keluar, tetapi probabilitas alel yang baik dan yang lemah adalah sama,
sedangkan pada gene flow hanya frekuensi alel yang baik saja yang keluar
bermigrasi.

F. Non Random Mating


Non random mating adalah perkawinan tidak acak dalam suatu populasi.
Perkawinan yang tidak acak ini berhubungan dengan kemungkinan terjadinya fusi
kromosom.

3. Variasi Gen dalam Populasi (Hukum Hardy-Weinberg)


Telah kita ketahui bahwa pada suatu organisme terdapat variasi yang
diakibatkan oleh mutasi. Demikian pula diketahui bahwa mutasi selalu terjadi.

63
Dengan demikian apabila mutasi ini terus terjadi maka organisme akan makin
beranekaragam. Buktinya, organisme yang lebih rendah tingkatnya, ternyata
mempunyai tingkat keanekaragaman dalam populasinya yang lebih tinggi. Hal ini
erat kaitannya dengan kecepatan pergantian generasi, mobilitas suatu organisme,
besarnya populasi suatu organisme, tingkat tropiknya dan banyak aspek lainnya.

Gambar 4.6 Efek leher botol. Walaupun pada populasi awal frekuensi alelnya beragam, ada yang kuat dan ada yang
lemah (hitam=kuat; putih=lemah), tetapi karena adanya efek leher botol, maka alel mana yang berada di mulut botol
itulah yang lebih dahulu akan menempati areal yang baru. Jika yang keluar itu alel yang lemah, tetapi karena habitat
atau areal baru mendukung maka akan dapat survive pada areal yang baru itu.

Apabila mutasi tidak terjadi, maka evolusi tidak akan terjadi, karena
keanekaragaman tidak ada. Apakah memang ada organisme yang tidak mempunyai
keanekaragaman atau tingkat keanekaragamannya rendah? Memang pada dasarnya
populasi yang ukurannya kecil sekali, mempunyai keanekaragaman yang sangat
kecil. Apabila keanekaragaman kecil, maka kisaran toleransinya juga akan sangat
kecil. Hal ini memungkinkan jika terjadi perubahan alam yang sedikit saja, maka
sudah dapat mengakibatkan jenis atau populasi suatu organisme menjadi punah.
Berapa ukuran suatu populasi agar tetap bertahan, tidak seorangpun yang tahu.
Kita belum mempunyai tolok ukur untuk menentukan hal ini, namun kita sudah dapat
memperkirakannya sendiri. Misalnya, harimau Jawa ada 6 (enam) ekor, atau badak

64
Jawa ada 60 (enam puluh ekor). Bagaimana pendapat kita mengenai hal ini, belum
ada standard yang jelas.
Penelitian yang dilakukan pada semacam harimau yang dikenal dengan nama
Cheetah (Aonyx jubatus) menunjukkan bahwa variabilitas jenis ini (diukur dengan
tingkat heterosigositas dan polimorfisme) adalah sama dengan nol. Setiap individu
jenis ini dapat dianggap sebagai kembar satu telur, karena transplantasi yang
dicobakan pada individu yang berasal dari populasi di Afrika Selatan dengan
individu yang berasal dari Afrika Tengah yang terpisah beberapa ribu kilometer,
ternyata berhasil dengan sukses. Contoh pada penyu hijau (Chelonia mydas) yang
berasal dari empat samudera yang berbeda juga menunjukkan bahwa lebih dari 99%
gennya adalah identik. Sedangkan pada umumnya jumlah gen yang mempunyai alel
yang berbeda berkisar antara 5% pada mamalia sampai 25% pada serangga dan
tumbuh-tumbuhan.
Jadi jelaslah bahwa keanekaragaman itu penting sekali. Itulah sebabnya
mengapa seringkali kita mendengar para ahli menyatakan bahwa Harimau Jawa atau
Badak Jawa sudah punah. Tetapi orang-orang di Indonesia membantah bahwa
Harimau Jawa dan Badak Jawa masih bisa ditemukan. Jelaslah disini bahwa istilah
‘punah’ yang kita dikemukakan para ahli lain berbeda dan bahkan dibantah oleh kita.
Contoh penelitian mengenai Cheetah dan penyu hijau memberikan gambaran
bahwa semua individu Cheetah dan penyu hijau di muka bumi yang jumlahnya
mencapai ribuan adalah identik atau hampir identik. Walaupun demikian, secara
ekologis, tidaklah logis bila Cheetah dari Kenya dianggap satu populasi dengan
Cheetah dari Ethiopia yang terpisah sejauh 6000km. Dalam ekologi, tempat atau
lokasi dipakai sebagai tolok ukur untuk membedakan suatu populasi dengan populasi
lainnya yang berada di lokasi yang lain.
Dalam istilah genetika populasi, semua individu kedua jenis di atas diartikan
sebagai satu populasi. Adapun alasannya ialah bahwa suatu populasi dicirikan oleh
suatu perbedaan dibandingkan dengan populasi yang lain. Alasan apa saja dapat
dipakai sebagai tolok ukur untuk membedakan suatu populasi. Misalnya, frekuensi
suatu alel jarang dalam suatu populasi berbeda bila dibandingkan dengan populasi
yang lain. Perbedaan ini timbul karena individu suatu populasi akan cenderung untuk
kawin dengan anggota populasinya. Batasan ini berbeda dengan batasan yang
didefinisikan oleh para ekologiwan, namun untuk menerangkan proses evolusi kita
akan memakai tolok ukur genetika populasi.

65
Secara terpisah Hardy dan Weinberg menemukan suatu rumusan untuk
menyatakan bahwa frekuensi suatu alel dalam populasi akan tetap berada dalam
keseimbangan. Apabila perbandingan genotip dalam suatu populasi tidak berubah
dari generasi ke generasi, dapat dinyatakan bahwa frekuensi gen populasi tersebut
dalam keadaan seimbang. Dengan perkataan lain, proses evolusi dapat diartikan
sebagai suatu perubahan kumulatif frekuensi alel pada suatu populasi sejalan dengan
waktu.
Keseimbangan frekuensi alel dalam suatu populasi dinyatakan Hardy-Weinberg
dalam rumusan sebagai berikut:

p2 (AA) + 2pq (Aa) + q2 (aa) = 1


dimana: p = frekuensi alel A
q = frekuensi alel a
Contoh: Misalnya frekuensi alel A = 0.6 berarti p = 0.6, jika p + q = 1, maka
frekuensi alel a = 0.4. (lihat Gambar 4.7)

A A
Sel kelamin p = 0.6 p = 0.6 Sel kelamin betina
janta 2
p =
a 0.6 x 0.6
= 0.36 a
p = 0.4 p = 0.4
pq = pq=
0.6 x 0.4 0.6 x 0.4
= 0.24 = 0.24

q2 =
0.4 x 0.4
= 0.16

Gambar 4.7. Bagan frekuensi alel menurut hukum Hardy-Weinberg

Adapun rumus Hardy-Weinberg di atas dapat berlaku apabila:


(1) Mutasi tidak terjadi, atau mutasi yang menguntungkan sama jumlahnya dengan
mutasi yang tidak menguntungkan.
 Telah diketahui bahwa mutasi yang terjadi tidak selalu mengakibatkan
perubahan dalam struktur atau fungsi. Kejadian mutasi meskipun tidak
terlihat, mungkin saja ikut berperan. Misalnya protein yang termutasi
meskipun tidak mengubah fungsi, mungkin saja akan menunjukkan pengaruh
apabila keadaan lingkungan berubah. Yang sudah dapat dipastikan adalah

66
bahwa frekuensi gen dalam populasi akan berubah, karena ada satu gen yang
berubah.
 Kemungkinan ada mutasi yang menguntungkan sama banyaknya dengan
mutasi yang merugikan tidak mungkin tercapai, karena pada umumnya
mutasi yang terjadi bersifat merugikan.
(2) Semua anggota populasi tertentu mempunyai kesempatan yang sama untuk
mengawini sesama anggota populasinya (perkawinan acak atau “Panmiksi”).
 Perkawinan acak hanya mungkin terjadi di daerah yang secara ekologi adalah
benar-benar sama. Biasanya, perkawinan terjadi tidak secara acak.
 Perkawinan pada umumnya terjadi dengan individu sepopulasi, karena
kemungkinan untuk bertemu lebih besar. Meskipun perkawinan terjadi antar
individu sepopulasi, umumnya ditemukan adanya suatu mekanisme khusus
yang berperan dalam hal ini, misalnya berupa naluri, dan tingkah laku
tertentu (etiologi).
(3) Tidak terjadi imigrasi atau emigrasi, atau jumlah individu yang berimigrasi
adalah sama dengan individu yang beremigrasi.
 Imigrasi atau emigrasi akan mengubah frekuensi suatu gen dalam populasi.
 Pengaruh imigrasi atau emigrasi berbanding terbalik dengan ukuran populasi
asal atau ukuran populasi yang akan dibentuk.
 Lebih kecil ukuran suatu populasi asal, maka perubahan frekuensi alel akan
lebih besar bagi populasi tersebut.
 Bagi suatu daerah terisolasi, misalnya suatu pulau, imigrasi suatu spesies
ditentukan oleh alel-alel yang ikut dibawa ke daerah tersebut. Karena jumlah
individu yang berhasil mencapai dan mengkolonisasi pulau itu dari tidak ada
menjadi suatu populasi yang stabil, maka biasanya suatu alel yang tidak
berarti frekuensinya dalam populasi asal, akan menjadi penting sekali bagi
populasi kecil yang baru dibentuk. Hal ini sering disebut sebagai genetic drift
atau founder effect (efek pembentuk populasi) atau sering disamakan juga
dengan efek leher botol (bottle neck effect). Di Indonesia yang terdiri dari
banyak pulau, mekanisme seperti ini sering sekali ditemukan.
 Spesiasi atau subspesiasi (proses pembentukan spesies atau sub-spesies)
dapat diterangkan dengan mekanisme di atas, meskipun masih terdapat
banyak aspek lain yang turut menunjang.

67
(4) Semua alel mempunyai kemungkinan yang sama untuk berada dalam populasi,
tidak ada yang lebih unggul dari yang lain. Dengan kata lain, seleksi alam tidak
terjadi.
 Alel-alel yang berlainan mempunyai tingkat keberhasilan hidup yang
berlainan
 Nilai keberhasilan hidup biasanya dinyatakan dalam perbandingan dengan
alel normalnya
 Nilai keberhasilan hidup dapat berubah-ubah bergantung kepada lingkungan
hidupnya. Misalnya, mutan vestigial di alam tidak mungkin dapat bertahan
hidup pada lingkungan yang berubah sehingga kita beri nilai keberhasilan
hidup sama dengan 0 (nol). Namun, di laboratorium mutan vestigial dapat
bertahan hidup meskipun mereka lebih lemah dari bentuk normal. Dengan
demikian nilai keberhasilan hidup mutan vestigial di laboratorium tidak
mungkin sama dengan 0 (nol).
(5) Jumlah populasi tetap, atau jumlah individu yang mati sama dengan jumlah
individu yang lahir.
 Secara teoritis keadaan populasi yang tetap (stabil) tidak mungkin terjadi
meskipun di suatu populasi yang terisolasi.
 Selain faktor lingkungan yang senantiasa berubah-ubah sepanjang tahun, hal
lain yang juga terjadi yaitu selalu ada kelahiran dan kematian.
 Hasil penelitian tertentu menemukan bahwa pada umumnya suatu populasi
berubah-ubah mengikuti suatu siklus tertentu yang spesifik.
(6) Populasi berjumlah besar sehingga faktor kebetulan tidak terjadi atau dapat
diabaikan.
 Populasi besar hanya mungkin terjadi pada serangga atau mikroba, namun
tidak mungkin terjadi pada populasi hewan mamalia misalnya.
 Populasi yang besar erat kaitannya dengan resource (sumber) yang tersedia,
baik sumber makanan maupun habitat yang cocok.
 Lebih besar suatu organisme, jumlah makanan dan tempat untuk hidup harus
tersedia dalam jumlah yang lebih besar pula.
Berdasarkan penjelasan di atas, ternyata bahwa persyaratan untuk
pemberlakukan rumus atau hukum Hardy-Weinberg hampir tidak pernah dapat
dipenuhi. Oleh karena itu dapat dipastikan bahwa evolusi itu terjadi. Rumus atau
hukum ini hanya dapat dipenuhi pada satuan waktu yang sangat singkat. Artinya

68
dalam waktu yang sangat singkat rumus dapat terpenuhi, namun dalam jangka waktu
tertentu saja, rumus ini tidak mungkin berlaku, karena ke-enam persyaratan tersebut
di atas tidak mungkin terpenuhi sekaligus. Hanya persyaratan ke-tiga, emigrasi dan
imigrasi saja yang mungkin dapat terpenuhi pada populasi di pulau terpencil atau
pada organisme yang hanya dapat hidup di puncak gunung yang tinggi, inipun suatu
perkecualian.

4.2. Hukum Yang Melatarbelakangi Seleksi Alam (Natural Selection)


Pada tahun 1859 Darwin dan Wallace telah mengemukakan teori seleksi alam
(natural selection). Seleksi alam adalah suatu mekanisme evolusi yang terjadi pada
organisme akibat adanya seleksi alamiah dari lingkungan tempat hidup, apabila
organisme dapat bertahan terhadap seleksi alamiah tersebut akan tetap hidup,
sedangkan yang tidak dapat bertahan akan punah.
Mark Ridley (1996), menyebutkan bahwa, kemampuan berreproduksi (tingkat
kesuburan) dan kemampuan berkompetisi untuk dapat bertahan hidup (suvive) dari
setiap spesies merupakan kondisi awal yang menentukan bagi proses seleksi alam,
sebagaimana disebutkan oleh Darwin. Seleksi alam secara abstrak mudah difahami,
namun perlu alasan-alasan yang logis (masuk akal) untuk menyatakatanya sebagai
suatu dalil. Berikut ini dikemukakan empat alasan paling umum yang dapat
menjelaskan proses seleksi alam.
(1) Reproduksi. Artinya bahwa sungguh-sungguh suatu spesies harus berreproduksi
untuk membentuk generasi yang baru.
(2) Sifat-sifat dapat diturunkan. Artinya bahwa, sifat-sifat turunan merupakan
menifestasi dari sifat-sifat induk.
(3) Terdapat variasi karakter di antara anggota populasi. Jika kita mempelajari
atau meneliti seleksi alam pada ukuran tubuh, maka setiap individu yang berbeda
dalam populasi tersebut harus menunjukkan perbedaan dalam ukuran tubuhnya.
(4) Terdapat variasi dalam kaitan dengan fitness dari setiap organsime agar
karakter yang dimilki dapat diwariskan. Dalam teori evolusi, fitness adalah
istilah teknis, yang berarti jumlah rata-rata karakter turunan suatu individu yang
secara relatif dapat diturunkan kepada rata-rata anggota populasi. Dengan kata
lain, fitness adalah sifat atau karater yang dimiliki oleh sejumlah besar (rata-rata
anggota populasi), kemudian sifat atau karakter tersebut harus dapat diturunkan
kepada rata-rata angota populasi, sehingga rata-rata anggota populasi tersebut

69
memiliki sifat atau karakter tersebut. Dalam hal ini, berarti bahwa individu-
individu dalam suatu populasi dengan beberapa karakter tertentu harus lebih
dapat diwariskan (fitness yang tinggi) dibandingkan dengan yang lain.
(Pengertian fitness dalam evolusi berbeda dengan arti fitness dalam atletik.
Berikut ini dikemukakan beberapa bentuk atau jenis seleksi alam (lihat Gambar 4.8):

Gambar 4.8. Tiga jenis seleksi alam. Gambar di atas atau grafik pertama, menunjukkan distribusi frekuensi pada
karakter ukuran tubuh. Untuk kebanyakan karakter di alam, distribusi ini memiliki puncak di tengah, mendekati
rata-rata/normal, serta pada ekstrim rendah dan tinggi. Gambar di tengah atau grafik kedua, menunjukkan hubungan
antara ukuran tubuh dengan fitness, pada generasi pertama. Gambar di bawah atau grafik ketiga menunjukkan
perubahan karakter akan terjadi pada generasi-generasi berikutnya, jika karakter ukuran tubuh diwariskan. (a)
Seleksi berarah (Directional selection); (b) Seleksi penstabilan (Stabilizing selection); (c) Seleksi terganggu
(Disruptive selection); dan (d) Tidak ada seleksi (No selection). Sumber: Ridley (1996 : 74).

(1) Seleksi berarah (Directional selection). Yaitu individu-individu dengan ukuran


tubuh kecil dalam suatu populasi memiliki fitness yang lebih tinggi, dan spesies
dengan ukuran tubuh rata-rata (normal) akan makin menurun sejalan dengan
berjalannya waktu.

70
(2) Seleksi penstabilan (Stabilizing selection). Yaitu individu-individu dengan
ukuran tubuh rata-rata (normal) memiliki fitness yang lebih tinggi.
(3) Seleksi terganggu (Disruptive selection). Yaitu individu-individu dengan
ukuran tubuh pada kedua ekstrim lebih baik. Jika seleksi cukup kuat, populasi
akan terpecah menjadi dua yaitu populasi dengan ukuran tubuh kecil (ekstrim
kiri) dan populasi dengan ukuran tubuh besar (ekstrim kanan).
Tidak ada seleksi (No selection). Yaitu jika tidak terdapat hubungan antara karakter
(ukuran tubuh) dengan fitness, dalam hal ini seleksi alam tidak berlangsung.

4.3. Hukum Yang Melatarbelakangi Terjadinya Favoured Races


Berdasarkan pengalaman dan observasi, Darwin merumuskan hipotesis
bahwa spesies baru muncul melalui proses seleksi alam. Dua diantara asumsi yang
mendasari hipotesis tersebut adalah :1) Meskipun makhluk hidup cenderung
bereproduksi dalam jumlah yang besar tetapi dari beberapa spesies, jumlah
keseluruhannya selalu tetap; 2) Pada setiap spesies selalu terjadi variasi. Variasi
tertentu akan membantu anggota spesies tersebut dapat bertahan dalam tipe
lingkungan tertentu, sementara variasi yang lain tidak dapat bertahan.
Darwin mengemukakan bahwa makhluk hidup dengan variasi yang
menguntungkan akan mempunyai kemungkinan yang besar untuk bertahan dan
bereproduksi. Sebaliknya makhluk hidup yang mempunyai variasi-variasi yang tidak
menguntungkan akan punah dan yang dapat bertahan akan meneruskan variasi
tersebut kepada keturunannya. Variasi yang menguntungkan tersebut akan
berakumulasi selama periode waktu tertentu, sehingga akan muncul makhluk hidup
yang berbeda dengan anggota spesies semula, yang cocok dengan keadaan
lingkungannya, dan akhirnya muncul sebutan “spesies kesayangan”(=favoured
Races)
Terjadinya “Favoured races” tersebut tidak dapat dipisahkan dari prinsip
“Use” dan “Disuse” yang dikemukakan oleh Lamarck. Lamarck berasumsi bahwa :
1) Bagian tubuh yang digunakan berlebihan akan berkembang dan membesar,
sebaliknya yang kurang/tidak digunakan akan mengecil atau bahkan menghilang; 2)
Hewan akan menurunkan keturunannya yang khas yang diperoleh selama hidupnya.
Dengan demikian keturunannya tersebut akan mewarisi kekhususannya dan ini akan
berkembang jika digunakan dan akan mengecil jika tidak digunakan.

71
Lamarck mengemukakan bahwa spesies baru yang berkembang setelah
beberapa generasi adalah diperolehnya ciri-ciri baru atau menghilangnya ciri-ciri
lama. Inilah yang mendukung konsep terjadinya “favoured races”, dengan koreksi
yang dilakukan oleh Darwin terhadap konsep Lamarck yaitu : Panjang leher moyang
jerapah bervariasi, ada yang panjang dan ada yang pendek; Karena perubahan
lingkungan, jerapah yang berleher pendek kelaparan dan mati, yang bertahan hidup
adalah jerapah yang berleher panjang. Jadi dikemudian hari hanya jerapah yang
berleher panjang yang mampu bertahan melangsungkan kehidupannya. Dengan
demikian, jerapah yang berleher panjang inilah “Favoured races” yang terjadi.
Perkembangan berikutnya, bertolak dari prinsip seleksi alam, manusia
melakukan seleksi buatan untuk memperoleh “Favoured races” dalam hal ini
tumbuhan, dan disebut sebagai bibit unggul. Seleksi dilakukan dengan cara
menyilangkan 2 varietas tanaman yang memiliki keunggulan tertentu sehingga
diperoleh keturunan yang nantinya diharapkan dapat menunjukkan sifat baik yang
diinginkan yaitu galur murni tanaman bibit unggul. Seleksi buatan ini pada
prinsipnya adalah menekan berkembangnya gena-gena yang jelek dan memberikan
peluang berkembang gena-gena yang baik.

Untuk lebih memantapkan penguasaan saudara tentang materi tersebut, jawablah


pertanyaan-pertanyaan di bawah ini sebagai latihan.

1. Dari hasil perkawinan ayam hutan dengan ayam kampung akan diperoleh
keturunan baru yaitu ayam bekisar. Benarkah bahwa peristiwa tersebut
merupakan peristiwa spesiasi?
2. Bagaimanakah kedudukan hukum Hardy-Weinberg dalam mendukung teori
evolusi?
3. Dalam suatu populasi makhluk hidup terdiri dari spesies dengan berbagai
variasi fenotip yaitu : Fenotip A sebanyak 10; Fenotip B sebanyak 20; dan
Fenotip C sebanyak 10. Dengan adanya perubahan lingkungan selama
periode waktu tertentu terjadi perubahan variasi sehingga menjadi : Fenotip A
tidak ada; Fenotip B sebanyak 10; dan Fenotip C sebanyak 20; Fenotip D
sebanyak 10. Termasuk jenis seleksi yang manakah kejadian tersebut?
4. Kucing yang dipelihara di rumah, apabila dilihat dari struktur giginya
termasuk hewan karnivora. Kenyataan yang banyak dijumpai hewan tersebut

72
mau makan nasi atau makanan lain yang berasal dari tumbuhan. Betulkah
kucing tersebut termasuk favoured races? Jelaskan.

RANGKUMAN

Ide Darwin tentang terjadinya favoured races didukung oleh teori seleksi
alam yang dikemukakan oleh Lamrck, sehingga ada dua model interpretasi untuk
menjelaskan terjadinya favoured races, yaitu interpretasi menurut paham Lamarck
dan interpretasi menurut paham Darwin.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan Darwin terhadap spesies-spesies
burung Finch di kepulauan Galapagos dapat disimpulkan bahwa terjadinya favoured
races merupakan hasil adaptasi makhluk hidup terhadap lingkungannya
Bertolak dari prinsip seleksi alam, manusia melakukan upaya seleksi buatan
untuk memperoleh bibit unggul tumbuhan favoured races, juga dilakukan upaya-
upaya lain untuk mendapatkan keturunan manusia yang berkualitas baik.

TES FORMATIF

Pilihlah A. Jika pernyataan betul, alasan betul dan keduanya menunjukkan adanya
hubungan sebab akibat.
Pilihlah B. Jika pernyataan betul, alasan betul dan keduanya tidak menunjukkan
adanya hubungan sebab akibat
Pilihlah C. Jika salah satu pernyataan betul
Pilihlah D. Jika kedua pernyataan salah

1. Terjadinya “favoured races” tidak dapat dipisahkan dari prinsip “use and disuse”
SEBAB Banyak factor yang mempengaruhi terjadinya “favoured races”.
2. Teori seleksi alam Lamrck mendukung teori seleksi alam Darwin SEBAB kedua
teori tersebut berpijak pada asumsi yang sama.
3. Hasil perkawinan antara burung merpati dan burung balam akan menghasilkan
spesies baru SEBAB Keturunan hasil perkawinan tersebut mempunyai sifat yang
berbeda dari induknya.
4. Dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia maka peningkatan potensi
genetik perlu dilakukan SEBAB Kualitas manusia yang tinggi akan mampu
mempertahankan diri terhadap lingkungan yang jelek.

73
Cocokkan jawaban saudara dengan kunci tes formatif. Hitunglah jumlah jawaban
anda yang benar kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat
penguasaan saudara terhadap materi yang dipelajari.
Rumus:
Jumlah jawaban yang benar
Tingkat penguasaan = X 100%
Jumlah soal
Taraf Penguasaan:

90% - 100% = baik sekali 70% - 79 % = cukup


80% - 89% = baik  70% = kurang
Jika saudara mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, saudara dapat
meneruskan ke bab berikutnya. Tetapi jika kurang dari 80%, saudara harus
mengulangi lagi mempelajari bab ini terutama bagian yang belum dikuasai.

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF

1. B 2. C 3. C 4. A

74
BAB V
KONSEP SPESIES DAN MEKANISME SPESIASI

A. PENDAHULUAN
Pengertian spesies sekarang ini dititik beratkan pada dimungkinkannya
pertukaran gena antar anggota populasi, atau antar varian.
Pengertian ini mengandung kosekuensi, bahwa meskipun ada perbedaan
morfologik, fisiologi maupun perilaku, namun bila pertukaran gena tetap
dimungkinkan maka kedua organisme yang bertukar gena itu termasuk dalam satu
spesies. Dengan demikian variasi yang ada merupakan variasi intra spesifik.
Dalam cakupan yang luas tidak dimungkinkannya pertukaran gena
disebabkan adanya hambatan (barier), misalnya barier Geografik. Dua populasi yang
dipisahkan oleh barier Geografik disebut Allopatrik, bila berlangsung dalam waktu
yang lama, dapat menjurus pada terjadinya isolasi reproduksi. Hal ini disebabkan
oleh adanya penimbunan pengaruh faktor-faktor intrinsik. Bila kejadian tersebut
berlanjut dapat terjadi dua populasi tersebut meskipun sudah berada dalam satu
lingkungan lagi (simpatrik), tetap tidak mampu mengadakan pembuahan.
Setelah menyelesaikan pokok bahasan Konsep Spesies dan Mekanisme
Spesiasi mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menjelaskan konsep spesies
2. Menjelaskan mekanisme spesiasi

B. KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR


5.1. Konsep Spesies
Pada umumnya kita dapat membedakan antara satu spesies dengan spesies
yang lain, namun di alam sekitar kita masalahnya jauh lebih rumit dari yang kita
perkirakan. Masalah mulai timbul apabila kita bekerja denga suatu genus yang
beranggota banyak spesies. Jika kita mengatakan bahwa kelompok tertentu adalah
spesies dan kelompok lain adalah sub-spesies.
Pada zaman Aristoteles hingga zaman Linnaeus, suatu spesies dianggap tidak
mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Konsep tersebut berubah setelah teori
evolusi menerangkan bahwa suatu organisme berubah dari waktu ke waktu sejalan
dengan tekanan seleksi alam, sehingga suatu organisme tetap berada dalam kondisi
yang cocok dengan lingkungannya.

75
Konsep yang salah mengenai suatu spesies adalah individu berubah
didasarkan pada pengetahuan yang terbatas pada ciri-ciri yang khas (spesifik). Ciri-
ciri yang digunakan untuk membedakan setiap spesies terkadang terbatas pada satu
ciri saja, misalnya lalat yang mempunyai dua rambut di kepala dianggap merupakan
spesies yang berbeda dengan lalat yang mempunyai empat rambut di kepalanya.
Bunga soka yang berbunga merah berbeda spesiesnya dengan bunga soka yang
berwarna putih.
Berikut ini dikemukakan beberapa konsep spesies dari berbagai sudut
pandang yang berbeda:
1) Konsep spesies ekologi, spesies diartikan sebagai sekelompok organisme yang
menempati habitat yang serupa.
2) Konsep spesies genetika, spesies diartikan sebagai sekelompok organisme yang
mempunyai sistem genetik yang tertutup.
3) Konsep spesies morfologi, spesies diartikan sebagai sekelompok organisme yang
mempunyai morfologi yang sama.
4) Konsep spesies fisiologi, spesies diartikan sebagai sekelompok organisme yang
mempunyai fisiologi yang sama.
5) Konsep spesies etologi, spesies diartikan sebagai sekelompok organisme yang
bertingkah laku serupa.
6) Konsep spesies paleontologi, spesies diartikan sebagai sekelompok organisme
yang mempunyai periode waktu geologi yang sama
7) Konsep spesies philogeni atau cladistic, spesies diartikan sebagai sekelompok
organisme yang mempunyai hubungan kekrabatan, garis silsilah yang sama.
8) Konsep spesies recognition, spesies diartikan sebagai sekelompok organisme
yang mempunyai pengenalan perkawinan yang khusus atau spesifik.
9) Konsep spesies pluralistic, spesies merupakan gabungan dari beberapa konsep,
misalnya gabungan konsep ekologi dan konsep genetik.
10) Konsep spesies biologi, spesies adalah populasi organsme yang memiliki
keserupaan di alam yang dapat mengadakan perkawinan dan menghasilkan
keturunan yang fertil.

5.2. Mekanisme Spesiasi


Pada prinsipnya ada tiga macam mekanisme spesiasi sebagaimana
dikemukakan Tamarin (1991) yaitu Allopatric, Parapatric, dan Sympatric Speciation.

76
Meskipun ada perbedaan morfologik, fisiologi maupun perilaku, namun bila
pertukaran gena tetap dimungkinkan maka kedua organisme yang bertukar gena itu
termasuk dalam satu spesies. Dengan demikian variasi yang ada merupakan variasi
intra spesifik.
Dalam cakupan yang luas tidak dimungkinkannya pertukaran gena disebabkan
adanya hambatan (barier), misalnya barier Geografik. Dua populasi yang dipisahkan
oleh barier Geografik disebut Allopatrik, bila berlangsung dalam waktu yang lama,
dapat menjurus pada terjadinya isolasi reproduksi. Hal ini disebabkan oleh adanya
penimbunan pengaruh faktor-faktor intrinsik. Bila kejadian tersebut berlanjut dapat
terjadi dua populasi tersebut meskipun sudah berada dalam satu lingkungan lagi
(simpatrik), tetap tidak mampu mengadakan pembuahan.
Mekanisme isolasi intrinsik, dapat dibedakan (1) mekanisme yang
menyebabkan terhalangnya perkawinan, (2) mekanisme yang menyebabkan
terjadinya hibrida, (3) mekanisme yang mencegah kelangsungan hibrida. Ihtisar
berikut ini menggambarkan kemungkinan-kemungkinan mekanisme isolasi intrinsik.

Mekanisme yang 1. Isolasi Mekanisme yang


mencegah terjadinya Ecogeographic beroperasi pada orang
perkawinan 2. Isolasi Habitat tua/induk (mencegah
3. Isolasi fertilisasi)
Iklim/musim
4. Isolasi Kelakuan
5. Isolasi Mekanis

Mekanisme yang 6. Isolasi Genetis


mencegah terbentuknya
hibrida

Mekanisme yang
Mekanisme yang 7. Isolasi beroperasi pada hibrida,
mencegah kelangsungan Perkembangan mencegah
hibrida 8. Ketidak mampuan keberhasilannya.
hibrida untuk hidup
9. Sterilitas hibrida
10. Eliminasi hibrida
yang bersifat selektif

a. Isolasi Ecogeografik
Dua populasi yang terpisah oleh barier geografik yang lama, pada suatu waktu
telah menjadi sangat berbeda secara morfologik atupun secara anatoik sehingga pada
saat terdapat dalam keadaan tidak terpisah keduanya tidak simpatrik lagi.

77
Sebagai contoh dapat dikemukakan disimi Platanus occidentalis dan Platanus
orientalis yang secara artificial dapat saling diserbukan tetapi penyerbukan secara
alami tidak terjadi. Dapat dikatakan disini bahwa keduanya tidak hanya terpisah
secara geografik tetapi juga terpisah secara genetik.
Gambar 5.1 memperlihatkan model isolasi geografik/spesiasi geografik.

b. Isolasi Habitat
Dua populasi simpatrik yang menghuni habitat yang berbeda, dalam
kenyatanya akan kawin dengan populasi yang sama, dibanding dengan populasi yang
berbeda.

Gambar 5.1. Model Spesiasi Geografik. (Sumber Prawoto, 2001)

(A) = Barier ekstrinsik membelah populasi menjadi dua sub populasi,


tetapi karena populasi tidak berlangsung lama, maka kedua subpopulasi
tersebut menjadi satu kembali.
(B) = Dua populasi terpisah oleh bariergeografik dalam waktu yang
cukup lama, namun kemudian pada saat barier tersebut hilang, terjadi
hibridisasi antara keduanya. Dari peristiwa ini digambarkan bahwa hibrid

78
dalam hal ini tidak dapat beradaptasi lebih baik dari induknya. Dalam
waktu berikut selanjutnya terjadi difergensi. Peristiwa ini yang disebut
dengan peristiwa “Pergantian”.
(C) = Dua populasi terpisah/terbentuk sebagai akibat adanya isolasi yang
lama.

Sebagai contoh dapat dikemukakan disini Bufo fowleri dan Bufo americanus.
Keduanya dapat kawin dan menghasilkan keturunan yang fertil. Namun
kecenderungannya, Bufo fowleri akan kawin dengan Bufo fowleri dan Bufo
americanus akan kawin dengan Bufo americanus. Pilihan ini ada hubungannya
dengan pilihan tempat tinggalnya. Bufo fowleri memilih tempat tinggal dan kawin di
air yang tenang, sedangkan Bufo americanus memilih tempat yang berujud
kubangan-kubangan air hujan.
Contoh lain dapat dikemukakan disini, menyangkut capung yang dikenal
dengan nama Progompus abscurus yang menghuni bagian selatan florida, dan
Progompus alachuensis yang menghuni bagian selatan florida. Dibagian sentral
florida keduanya dapat dijumpai, namun ternyata masing-masing habitat yang
berbeda. Progompus abscurus memilih hidup di dekat sungai, sedang Progompus
alachuensis menghuni daerah dekat danau.

c. Isolasi Iklim/Musim
Kalau dimuka disebut-sebut contoh tanaman yang dapat diserbukan secara
artifisial dan menghasilkan keturunan yang fertil, namun tidak dapat pernah terjadi
pembuahan secara alami, karena terpisah secara ecogeografik, maka pada Pinus
radiata dan Pinus muricata keduanya juga dapat diserbukan secara artifisial. Namun
secara alami pembuahan tidak mungkin terjadi. Peristiwa ini disebabkan karena masa
berbunga Pinus radiata terjadi pada bulan Februari, sedangkan Pinus muricata
terjadi pada bulan April.
Hal ini juga terjadi pada hewan, seperti Rana, yang disebabkan masa aktif
perkawinannya berbeda

79
Gambar 5.2. Aktifitas Kawin Berbagai Jenis Katak. (Sumber Prawoto, 2001)
d. Isolasi Kelakuan
Kelakuan atau sebagaimana diketahui merupakan kejawantahan merupakan
kegiatan biologi yang kompleks dan merupakan seuatu totalitas, dan merupakan
penampilan yang “Spesies-spesies”, khas untuk spesies tertentu, suatu hal yang
stereotipik.
Dalam kegiatan reproduksi, tersebut di atas memberi ciri yang menyebabkan
tidak akan terjadi kekeliruan perkawinan antara spesies yang berbeda-beda. Di alam
dapat dijumpai beranekaragam itik, namun karena ciri perilaku kawin berbeda-beda
terjadilah isolasi reproduksi. Gambar 5.3 adalah contoh perilaku kawin, dalam hal
ini saat itik jantan meminang itik betina, dari jenis jantan Mallard.

Gambar 5.3. Mallard jantan menunjukkan perilaku kawin: gambar B – C – D. Gambar A


menunjukkan sewaktu bersenang biasa, bukan saat meminang, seperti yang ditunjukkan dalam
gambar B – C – D. (Sumber Prawoto, 2001)

Yoselyn Crane, dari Beebe Tropical Research Station di Trinidad berhasil


membeberkan perilaku kawin pada kepiting jantan dari Genus Uca, yang
mengangkat tinggi-tinggi sapitnya yang besar, mengangkat badannya di bagian itu,
dan berjalan mengelilingi lubang tempat kepiting betina berada. Ia memperoleh

80
kenyataan bahwa perbedaan antara kepiting jantan yang berbeda spesiesnya pula
perilakunya. Dan ini cukup menyolok.
Perilaku kawin pada jangkrik atau burung dimanifestasikan dalam bentuk
suara, pada burung ini merupakan penunjang manifestasi yang berupa perilaku
visual.

Gambar 5.4. Kepiting Uca, bergerak mengelilingi lubang tempat dimana kepiting betina tinggal dan
mengangkat salah satu sapit (yang besar) tinggi-tinggi. (Sumber Prawoto, 2001)

e. Isolasi Mekanis
Isolasi reproduksi yang didasarkan atas apa yang disebut isolasi mekanis dapat
terjadi bila jenis jantan mempunyai ukuran tubuh yang terlalu besar bagi jenis
betinanya. Dapat pula terjadi karena alat kelamin jantan mempunyai ukuran dan atau
bentuk yang tidak cocok dengan lubang alat kelamin betina. Berikut ini adalah
contoh alat kelamin jantan binatang berkaki seribu dari Genus Brachoria. Ada enam
bentuk yang berlainan.

81
Gambar 5.5. “alat kelamin” jantan pada enam spesies yang berbeda yang termasuk Genus Brachiora .
(Sumber Prawoto, 2001)
Keserasian bentuk dan ukuran alat kelamin jantan dan betina ini diumpamakan
sebagai ini diumpamakan sebagai keserasian antara kunci dan gembok (Lock and
Key). Antara hewan dan tumbuhan juga dijumpai adanya kecocokan semacam itu,
misalnya antara bentuk kelopak bunga dan binatan penyerbuknya.

f. Isolasi Gametik
Tidak selamanya penyerbukan yang berhasil diikuti dengan pembuahan. Pada
percobaan dengan menggunakan Drosophila virilis dan Drosophila americana,
melalui inseminasi buatan seperma tidak dapat mencapai sel telur karen terhabat oleh
cairan yang dihasilkan oleh cairan reproduksi.
Kejadian lain dengan menggunakan Drosophila yang berbeda menunjukkan
bahwa pembuahan tidak terjadi oleh karena membengkaknya saluran reproduksi
betina sehingga betina, sehingga sperma tersebut mati.
Peristiwa tidak terjadinya pembuahan ini disebut Isolasi genetik. Pada tanaman,
hal semacam ini juga dapat terjadi karena inti serbuk sari tidak dapat mencapai inti
sel telur.

g. Isolasi Perkembangan
Langkah yang lebih maju dapat terjadi, artinya polinasi terjadi dengan sukses,
juga diikuti fertilisasi (tidak seperti pada isolasi gametik), tetapi embrio tidak dapat
tumbuh dan segera mati. Ini terjadi pada Rana pipien, dan sering dijumpai pada ikan,
yang karena telur yang berada di air terbuahi oleh sperma yang berasal dari ikan lain
spesies.

h. Ketidakmampuan Hidup Hibrid


Isolasi reproduksi yang telah dibicarakan berturut-turut menyangkut peristiwa
tidak dapat berlangsungnya perkawinan disebabkan karena adanya hambatan
geografik, adanya barier fisik yang ikuti oleh barier genetik, adanya perbedaan
musim perkawinan, dan karena adanya hambatan mekanik. Kalau hambatan seperti

82
tersebut di atas dianggap sebagai hambatan pada tahap pertama, maka hambatan
pada tahapan lebih lanjut disebabkan karena tidak dapat bertemunya gamet, dengan
lain perkataan tidak terjadi vertilisasi. Hambatan yang lebih lanjut seperti disebutkan
di atas adalah tidak dapat berkembangnya embrio.
Pada peristiwa lain dijumpai bahwa sampai ada pembentukan embrio, segala
sesuatunya berjalan dengan baik dan embrio yang terbentuk pun dapat tumbuh,
namun pertumbuhannya tidak dapat mencapai usia reproduksi, biasanya cacat atau
lemah kemudian mati, sehingga hibrid yang terjadi tidak menghasilkan keturunan.
Para ahli berpendapat bahwa hal ini terjadi karena tidak terjadi pertukaran gan antara
kedua induk tersebut. Pada tanaman tembakau hal ini disebabkan oleh karena adanya
tumor pada bagian vegetatifnya dan tidak mampu berbunga kemudian mati.

i. Sterilisasi Hibrida
Perkawinan antara kambing dan biri-biri proses atau tahapan yang dilalui dapat
selangkah lebih maju dibanding dengan peristiwa di atas. Artinya hibrid dapat
tumbuh dengan baik dan mencapai umur reproduksi. Namun kemudian ternyata
bahwa hibrid tersebut tidak mampu mempunyai keturunan, steril.
Keadaan semacam itu dijumpai pula pada perkawinan antara kuda dan keledai.
Pada peristiwa inipun dikatakan bahwa tidak terjadi pertukaran gena.

j. Eliminasi Hibrida Melalui Seleksi.


Hibrida yang fertil, mempunyai keturunan dan keduanya dapat bertahan hidup
dan beranak-pinak, dapat dianggap atau dinyatakan sebagai suatu spesies, spesies
baru.
Kenyataan menunjukkan bahwa hibrida dan turunannya kurang dapat
mehadakan adaptasi terhadap lingkunganya, sehingga dalam kurun waktu yang tidak
lama segera akan mengalami kepunahan.
Dikatakan bahwa antara kedua induk dalam perkawinannya terjadi pertukaran
gena namun tidak keseluruhan gena bertukar. Pada umumnya perkawinan yang
terjadi antara spesies yang sama keturunannya lebih banyak dan lebih adaptif
dibanding dengan keturunan hibridanya. Akibatnya seperti tersebut di atas keturunan
hibrida tersebut akhirnya tereliminasi oleh alam, punah. Orang mengatakan sebagai
koreksi oleh alam.

83
SPESIASI
Telah diuraikan tentang defenisi operasional spesies serta perkembangan
konservatifnya melalui beberapa bentuk isolasi reproduksi. Namun dari
perkembangan yang sifatnya konservatif itu terlihat adanya kemungkinan
perkembangan yang sifatnya kreatif. Dengan lain perkataan dari satu segi ada
kencenderungan bahwa spesies itu tidak akan mengalami perubahan, namun dari segi
lain terlihat bahwa ada peluang untuk munculnya spesies baru dalam situasi di mana
keadaan sekitarnya memungkinkan.
Dalam situasi yang tidak mengalami perubahan yang berarti, keturunan yang
berasal dari spesies yang telah ada cenderung untuk lebih mampu bertahan sedang
hibridanya lebih-lebih yang mengandung penyimpangan yang agak banyak dari
induknya, cenderung untuk mengalami eliminasi, dalam waktu singkat atau perlahan-
lahan. Sebaliknya dalam keadaan dimana situasi berubah, maka ada kencenderungan
yang sebaliknya.
Berikut ini akan diuraikan beberapa gagasan yang menuju pada pembentukan
spesies baru.
a. Spesiasi Akibat Poliploidi
Hugo de Vries ahli genetika yang terkenal karena teori mutasinya, menemukan
kenyataan bahwa ada kemungkinan perubahan jumlah kromosom pada makhluk
hidup, yang sebagaimana diketahui sesungguhnya cenderung untuk tidak berubah,
dan karenanya dinyatakan sebagai hal menciri makhluk yang bersangkutan.
Genothera lamarckiana yang mempunyai kromosom 14, ternyata karena sesuatu hal,
dalam hal ini mengalami gagal berpisah (Non-disjuntion) pada saat meiosis, maka
jumlah kromosomnya menjadi 28. karena kemudian ternyata bahwa keturunan yang
berkromosom 28 tersebut tidak dapat disilangkan dengan Genothera lamarckiana
(induknya), maka kemudian dinyatakan spesies baru, dan selanjutnya diberi nama
Genothera gigas.
Peristiwa bertambahnya kromosom dapat terjadi melalui proses penggandaan
(Doubling) yang terjadi pada hibridanya. Peristiwa Allploida tersebut digambarkan
sebagai berikut. Dimisalkan spesies tertentu mempunyai gena A, yang karenanya
individunya adalah AA, disilangkan dengan individu, disilangkan dengan individu
BB. Hibridanya mengandung gena A dan B, dan karena membentuk sinopsis AB
pada meiosis, sehingga menyebabkan steril.

84
Dapat terjadi penggandaan gena sehingga pada hibridnya terkandung gena yang
berpasangan, AABB. Individu ini vertil dan ternyata tidak dapat disilangkan dengan
induknya. Karena orang menempatkannya sebagai spesies baru.
Dikaitkan dengan proses evolusi maka bentuk allopoliploida ini memegang
peranan yang lebih besar dengan bentuk diploidanya, juga dengan bentuk
autopoliploidanya.
Berdasarkan hal ini maka untuk budidaya tanaman tertentu untuk mendapatkan
jenis unggul orang memilih dan mengarah pada bentuk-bentuk poliploida. Dikenal
misalnya, gandum Tritium monoccacum yang mempunyai kromosom 14, berbiji
lebih kecil dangan Tritium dicocoides yang kromosomnya 28, juga bila dibandingkan
dengan Tritium vulgare yang kromosomnya 42. poliploida pada kentang ternayata
lebih bervariasi. Dijumpai Solanum tuberosum yang berkromosom 12, 24, 36, 38, 60,
72, 96, 108, 120 dan 144.

b. Radiasi Adaptif
Kenyataan yang menunjukkan bahwa dijumpai anekaragam spesies dewasa ini,
sedang fosil yang terekam menunjukkan bahwa jumlah spesies yang ada dahulu
tidak sebanyak itu, membawa orang pada kesimpulan bahwa terjadi proses
“Pembelahan” Evolutif spesies. Terjadi radiasi evolusioner, yang juga dapat disebut
sebagai evolusi divergen. Proses evolusi yang terjadi sangat erat hubungannya
dengan kemampuan beradaptasi suatu spesies dilingkungan yang baru, disamping
tidak tidak dimungkinkannya persilangan antara spesies pendatang dengan spesies
yang sudah ada, atau antara sesama spesies pendatang yang berlainan spesies.
Contoh yang nyata dari radiasi adaptif ini adalah burung Finch di Galapagos.
Orang berteori bahwa burung Finch yang terdapat di Kepulauan Galapagos berasal
dari Amerika Selatan yang berjarak lebih kurang 900 km, yang secara kebetulan
terbuncang angin. Keadaan yang gersang dan terpencil menyebabkan bahwa antara
penghuni kepulauan tersebut terjadi suatu kompetisi. Spesialisasi dalam menggunaan
bahan makan adalah suatu cara yang “terhormat” dalam menghindarkan diri dari
kekalahan berkompetisi. Dari sinilah kemudian “lahir” bermacam-macam burung
Finch, diantaranya yang hidup di tanah dari biji-bijian yang berbeda. Ini dapat
terlihat dari bentuk paruh yang berbeda. Berparuh pendek sebanyak 3 spesies, dan
yang berparuh panjang 1 spesies, sebagai pemakan biji kaktus. Enam spesies dikenal
sebagai burung yang hidup di pohon, sebagai pemakan biji, buah, serangga, di

85
samping yang hidup dari madu. Untuk lengkapnya gambar 5.6 dirasakan dapat
membantu.

c. Divergensi, konvergensi, pergantian


Telah disebut dalam pembicaraan tentang radiasi adaptif, bahwa dari satu
spesies dapat berkembang menjadi beberapa spesies. Kalau dibuat garis yang
menghubungkan spesies asal dengan bentuk-bentuk perkembangannya, seperti
gambar radiasi adaptif burung Finch di Galapagos tersebut, maka terlihat adanya
garis yang menyebar, divergen, peristiwanya divergensi.
Dalam perkembangan yang sifatnya divergensi, kemiripan-kemiripannya
semakin lama semakin berkurang. Dari perkembangan tersebut dapat disimpulkan
bahwa perkembangan evolusi makhluk hidup tidak merupakan tangga seperti yang
pernah dikemukakan oleh Linnaeus, tetapi berbentuk bangunan yang bercabang-
cabang.

86
Gambar
Dari 5.6. “Radiasi Adaptif
fosil-fosil Burung Emprit
yang dijumpai Branjangan
ternyata (Finch)”
bahwa (Sumber
tidak Prawoto,
semua bahwa2001)tidak semua
bentuk percabangan dapat sampai ke puncak, terjadi kepunahan. Kepunahan dapat
terjadi karena tekanan lingkungan atau disebabkan oleh ketidak mampuan makhluk
hidup, seperti dalam uraian “spesiasi akibat poliploida”, di samping kalah dalam
berkompetisi dengan makhluk lain, baik yang satu spesies atau yang berlainan
spesies seperti apa yang terjadi pada peristiwa radiasi adaptif. Dalam hal ini makhluk
yang mempunyai spesilisasi yang terlalu khas akan lebih mengalami kesulitan untuk
bertahan dibandingkan dengan yang tidak terlalu khas, baik yang menyangkut
makanan maupun tempat untuk berlindung.
Sebagai contoh dapat dikemukakan disini tentang makhluk herbivora yang
hidup dari tumbuhan dapat menunjukkan bahwa binatang tersebut mempunyai
kemampuan yang lebih dibandingkan dengan omnivora, karena herbivora tubuhnya
dilengkapi dengan memenuhi kebutuhan akan zat-zat makanan yang pada dasarnya
sama antara mehluk yang termasuk herbivora dan omnivora. Namun bila tumbuhan
berkurang omnivora menjadi lebih mampu bertahan dari pada herbivora. Ternyata di
sini bahwa baik spesialisasi maupun adaptasi yang fleksibel mempunyai kelebihan
dan kekurangan sendiri.

87
Kebalikan
Gambar dari evolusi
5.7. “Ilustrasi mengenaidivergen adalah
Divergensi dan evolusi(Sumber
Konvergensi” kovergen.
Prawoto,Pada
2001) peristiwa ini
asal-usul dari mehluk yang berevolusi pada dasarnya jauh, jauh berbeda, namun
kemudian bila hidup di tempat yang sama, yang memerlukan persyaratan hidup yang
khusus, maka dapat terjadi adaptasi yang mirip. Gambar 5.7 memberikan gambaran
tentang peristiwa divergensi dan konvergensi
Pada peristiwa konvergensi dibedakan antara konvergensi tanpa pergeseran dan
konvergensi dengan pergeseran. Gambar 5.8 memperjelas tentang beda antara
konvergensi tanpa pergeseran dan konvergensi dengan pergeseran.

88
pergeseran
Gambar 5.8. “Konvergensi tanpa pergeseran dan konvergensi ada
Telah disinggung bahwa dalam perjalanan kehidupan ” (Sumber Prawoto, 2001)
suatu spesies dari masa
ke masa dalam waktu ribuan bahkan jutaan tahun tidak semua spesies dapat mampu
mencapai puncak. Peristiwa tersebut dinyatakan sebagai bentuk kepunahan spesies.
Mengenai kepunahan dikenal adanya kepunahan yang diikuti pergantian dan ada
kepunahan yang tidak diikuti pergantian. Gambar 5.9 menunjukkan ilustrasi tentang
kepunahan tanpa pergantian dan kepunahan dengan pergantian.

89
d. Oportunisme dalam Konvergensi
Gambar 5.9. “Kepunahan tanpa pergantian dan kepunahan dengan pergantian” (Sumber Prawoto, 2001)
Pada perkembangan evolusi konvergen sering dijumpai adanya bentuk yang
berbeda meskipun fungsi yang di emban sama. Bentuk yang berbeda tersebut dapat
terjadi karena pada dasarnya bentuk asalnya memang berbeda. Sebagai contoh dapat
dikemukakan disini bentuk sayap dari beberapa hewan, seperti pterosaurus, burung,
kalalawar serangga yang mempunyai bentuk yang berbeda satu sama lain tetapi
mengemban fungsi yang sama, yaitu untuk terbang. Dalam hal ini sering tidak hanya
bentuknya saja yang berbeda tetapi juga kerjanya. Peritiwa ini disebut oportunisme,
yaitu oportunisme dalam konvergensi.
Beberapa prinsip yang memberi ciri paham ini adalah:
1. Apa yang dapat terjadi (akan) terjadi
2. Perubahan terjadi sebagaimana seharusnya, tidak seperti yang dihipotesiskan
sebagai yang paling baik.
3. Kesempatan memungknkan akan terjadinya perubahan
4. Pada setiap perubahan yang terjadi pada suatu kelompok atau oleh suatu
kelompok akan membuka peluang terjadinya perubahan pada kelompok lain.

90
Gambar 5.10. “Homologi dan Analogi” (Sumber Prawoto, 2001)

Gambar 5.10 merupakan produk peristiwa analogi dan homologi, yang dapat
dikaitkan dengan evolusi konvergen, divergen dan menyangkut pula paham
oportunisme.

e. Spesiasi Aseksual
Batasan spesiasi yang mengacu pada kemungkinan pertukara gena, tidak
selamanya dapat diterapkan. Sebagai contoh adalah spesiasi pada makhluk yang
berkembang biak dengan Aseksual.
Pada makhluk yang berkembangbiak dengan cara Aseksual perkembangan
yang menuju pada pembentukan spesies baru adalah bertumpu pada terjadinya
variasi dan adaptasi. Struktur dan fungsi tubuh dan bagian-bagian tubuh merupakan
indikator perkembangan pembentukan spesies baru.

f. Spesies Fosil
Untuk menentukan persamaan spesies jelas tidak dapat menggunakan kriteria
pertukaran gena. Bagaimana mungkin kalau jarak masa hidupnya adakalanya terpaut

91
waktu ribuan bahkan jutaan tahun. Struktur dan fungsi memegang peranan penting
untuk penetapan kedudukan suatu individu dalam suatu spesies.

Untuk lebih memantapkan penguasaan saudara tentang materi tersebut,


jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini sebagai latihan.
1. Bagaimana kaitan isolasi intrinsic dengan perkembangan kreatif suatu
spesies?
2. Bentuk kehidupan yang bagaimanakah yang tahan terhadap lingkungan yang
berubah?
3. Evolusi yang bagaimanakah yang menyebabkan bahwa bentuk evolusi
makhluk hidup tidak seperti tangga?

RANGKUMAN

Pengertian spesies yang didasarkan atas perbedaan anatomi, morfologi,


fisiologi, dan perilaku, yang dianggap sebagai pengertian klasik masih menunjukkan
keunggulan untuk menentukan spesies fosil dan makhluk yang berkembang biak
secara aseksual. Ini berarti bahwa pengertian spesies yang didasarkan atas pertukaran
gena hanya berlaku pada makhluk yang berkembang biak secara seksual, dan yang
berada dalam dimensi waktu yang sama, serta menunjukkan gejala hidup.
Perkembangan spesies dalam perjalanan waktu ada kemungkinan melalui
jalur perkembangan konservatif dan jalur perkembangan kreatif. Perubahan faktor
intrinsik yang daya hidupnya tidak lebih dari individu dengan factor intrinsic yang
tetap menyimpan kemungkinan untuk berkembang lebih baik pada saat terjadi
perubahan lingkungan.

TES FORMATIF

Petunjuk : Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memeberi tanda silang (X) pada
huruf A, B, C, dan D yang paling tepat dan benar.

1. Menjadi sterilnya individu hasil persilangan disebabkan oleh . . . . .

92
A. Faktor intrinsic C. Interaksi factor intrinsic dan eksrinsik
B. Faktor ekstrinsik D. Pengaruh factor intrinsic dan ekstrinsik
2. Tidak dimungkinkannya keturunan hasil pembuahan telur-telur ikan yang
mengapung di air oleh sperma ikan yang berlainan spesies, adalah . . . . .
A. Isolasi perkembangan C. Isolasi Habitat
B. Isolasi gametik D. Adanya spesies simpatrik
3. Eliminasi hibrida disebabkan oleh karena . . . . .
A. Tidak terjadi pertukaran gena
B. Terjadi pertukaran gena namun tidak sepenuhnya
C. Terjadi pertukaran gena penuh namun tidak adaptif
D. Terjadi pertukaran gena, adaptif, namun steril
4. Yang digambarkan sebagai isolasi mekanik adalah . . . . .
A. Adanya ketidakserasian antara mekanisme kawin
B. Adanya ketidakcocokan alat kelamin
C. Adanya perbedaan perilaku kawin
D. Isolasi perkembangan alat-alat mekanik untuk kawin
5. Radiasi adaptif adalah disebabkan oleh proses evolusi . . . . .
A. Divergensi C. Divergensi dan konvergensi
B. Konvergensi D. Divergensi diikuti konvergensi
Cocokkan jawaban saudara dengan kunci tes formatif. Hitunglah jumlah jawaban
anda yang benar kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat
penguasaan saudara terhadap materi yang dipelajari.
Rumus:
Jumlah jawaban yang benar
Tingkat penguasaan = X 100%
Jumlah soal
Taraf Penguasaan:

90% - 100% = baik sekali 70% - 79 % = cukup


80% - 89% = baik  70% = kurang
Jika saudara mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, saudara dapat
meneruskan ke bab berikutnya. Tetapi jika kurang dari 80%, saudara harus
mengulangi lagi mempelajari bab ini terutama bagian yang belum dikuasai.

93
KUNCI JAWABAN TES FORMATIF

1. A. Sterilisasi terjadi karena pertukaran gena tidak sepenuhnya terjadi


2. A. Defenisi operasional isolasi perkembangan adalah suatu peristiwa yang
menyangkut terjadinya pembuahan, embrio dapat terbentuk namun tidak
dapat berkembang lebih lanjut.
3. B. Pertukaran gena yang tidak penuh dapat menyebabkan bahwa individu
yang tumbuh bersifat tidak adaptif sepenuhnya.
4. B. Ingat: Istilah “gembok dan kunci”
5. C. Divergensi dan konvergensi pada dasarnya adalah perkembangan evolusi
yang menuju pada adanya adaptasi.

BAB VI
PEMAHAMAN EVOLUSI DARI ASPEK INTERAKSI
ANTARA MAKHLUK HIDUP DENGAN LINGKUNGANNYA

PENDAHULUAN
Sebagai orang yang mencetuskan teori evolusi, Charles Darwin telah mampu
mengumpulkan kenyataan yang berupa variasi-variasi hasil silangan antar jenis
burung merpati. Semasa hidup Darwin, di Inggris, telah sangat populer orang
engadakan penyilangan antara berbagai jenis (spesies) yang termasuk dalam
golongan burung merpati. Ada lebih kurang 150 variasi hasil silangan yang dapat
ditemukan oleh Darwin. Variasi tersebut begitu berbeda sehingga Darwin
menganggapnya sebagai jenis-jenis yang berbeda. Maka penyilangan ini yang
merupakan peristiwa domestikasi oleh Darwin dinyatakan sebagai proses
pembentukan jenis atau spesiasi.
Bagi makhluk hidup domestikasi memberi arti perubahan lingkungannya dari
lingkungan yang alami menjadi lingkungan yang dibuat oleh manusia (walaupun

94
demikian sudah barang tentu apa yang dibuat oleh manusia itu tidak harus berbeda
sama sekali dengan sifat alamiah). Maka berdasarkan gejala yang terjadi pada
makhluk hidup sebagai akibat dari peristiwa domestikasi ini akan kita pergunakan
sebagai titik tolak untuk mengadakan pembahasan dalam rangka memahami evolusi
makhluk hidup dari aspek interaksi makhluk hidup dengan lingkungannya, karena
pada hakekatnya domestikasi adalah mengubah lingkungan makhluk hidup dari
kehidupan liar (alami) menjadi kehidupan yang berada dan berdampingan dengan
habitat manusia.
Meninjau evolusi dari aspek interaksi antara makhluk hidup dengan
lingkungannya adalah merupakan pokok penting dalam rangkaian pemahaman teori
evolusi, sebab dari aspek ini akan diperoleh konsep-konsep tentang adaptasi dan
seleksi alam yang boleh dikatakan sebagai konsep utama dalam teori evolusi.
Setelah menyelesaikan modul ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami
teori evolusi ditinjau dari aspek interaksi antara makhluk hidup dengan
lingkungannya.

KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR


1. Domestikasi, Modifikasi dan Variasi
Domestikasi diartikan sebagai usaha untuk mengubah tanaman dan hewan liar
menjadi tanaman dan hewan yang dapat dikuasai dan bermanfaat bagi kehidupan
manusia (Prawoto, 1986: 33).
Selama perjalanan sejarah, semenjak babak manusia petani dan peternak,
usaha domestikasi telah dimulai. Hasilnya yang dapat kita jumpai hingga kini baik
melalui teknologi sederhana maupun tingkat tinggi antara lain adalah:
- Berbagai varietas tanaman padi
- Berbagai hibrida tanaman perkebunan.
- Berbagai jenis anjing ras
- Babi
- ‘Strain’ bakteri yang dapat menghasilkan protein sel tunggal (‘strain’ ini
merupakan hasil rekayasa genetika terutama yang telah dilakukan oleh negara-
negara maju).
- Dan sebagainya.
Makhluk hidup seperti yang disebut di atas seakan-akan telah mengalami
penyimpangan dari takdir mereka sebagai tanaman dan hewan liar sebagaimana

95
mereka berasal. Terlebih-lebih lagi penyimpangan terhadap takdir ini semakin jauh
jika makhluk hidup yang baru itu dihasilkan dari rekayasa genetika.
Ciri atau karakteristik makhluk hidup yang dapat diketahui melalui indera kita
disebut sebagai Fenotip, sebenarnya merupakan pengejawantahan dari faktor-faktor
bawaan atau faktor dalam disebut sebagai Genotip, yang telah terpadu dengan faktor
lingkungan. Jika Fenotip dinyatakan sebagai P, Genotip sebagai G, dan lingkungan
sebagai E, maka salinghubungan antara faktor-faktor tersebut dapat dirumuskan
sebagai P = G + E.
Sebagai contoh, bunga dahlia yang tumbuh di dataran tinggi mempunyai
bunga yang amat menarik karena ukurannya besar dengan daun-daun yang hijau
lebat. Jika kita bertempat tinggal di dataran rendah ingin sekali memiliki tanaman
seperti itu tumbuh di halaman atau kebun rumah kita, kekecewaanlah yang akan kita
temui. Umbi dahlia yang diambil dari tanaman dahlia yang berbunga besar dan
berdaun hijau lebat itu setelah ditanam di kebun kita pada akhirnya tumbuh menjadi
tanaman dahlia berbunga kecil dan berdaun kecil-kecil juga. Faktor penyebabnya
adalah adanya perbedaan yang amat menyolok yang disebabkan karena perbedaan
beberapa kondisi di dataran tinggi yang berbeda dengan di dataran rendah seperti:
suhu udara, kelembaban udara, kerapatan udara, dan juga tekstur dan struktur tanah,
dan sebagainya, yang kesemuanya itu merupakan faktor lingkungan. Jadi menurut
rumus di atas adalah E, sehingga pemunculan ciri (fenotip) tanaman dahlia di dua
tempat tersebut memang berbeda seperti rumus berikut:
- Dataran tinggi : P = G + E
- Dataran rendah : P’ = G + E’
Karena E berbeda, biarpun G keduanya sama, maka P sebagai hasil interaksi
antara G dan E menjadi berbeda pula.
Seandainya kemudian tanaman dahlia berbunga kecil itu telah menghasilkan
alat reproduksi, umbinya ditumbuhkan kembali di tempat asalnya, tumbuhlah
tanaman seperti semula. Jadi ciri yang tampak karena lingkungan yang berbeda itu
hanya bersifat sementara, tidak baka atau perubahan itu disebut sebagai modifikasi.
Pada populasi makhluk hidup kita sering menjumpai individu-individu yang
satu sama lain memiliki perbedaan sifat pada bagian-bagian tubuh tertentu. Pada
populasi manusia, misalnya, kita mengenal empat macam golongan darah A, B, AB,
dan O, setiap orang bergolongan satu diantara empat golongan tersebut. Bila ditinjau
secara genetik, perbedaan golongan darah itu disebabkan oleh perbedaan genotip,

96
yaitu pasangan alel gen yang menentukan golongan darah seseorang. Perbedaan
fenotip dalam populasi makhluk hidup yang didasari oleh perbedaan genotipnya
disebut sebagai variasi.
Evolusi pada hakekatnya perubahan yang dialami oleh makhluk hidup pada
tingkat populasi. Menurut Weisz (1965: 431) puncak perubahan di dalam proses
evolusi ini ditandai dengan terbentuknya spesies baru dan jenis baru ini dalam
kategori taksonomik menempati tingkatan yang lebih tinggi dari pada jenis asalnya.
Pembentukan jenis baru ini dikenal dengan istilah spesiasi. Kumpulan makhluk
hidup yang tergolong dalam satu jenis dinamakan populasi yang bersama-sama
memiliki unggun gena (gen pool). Di dalam unggun gena satu dengan yang lain
aliran gena (gen flow) dengan perantaraan perkawinan (Interbreeding) dalam anggota
populasi, akan tetapi antar unggun gena satu dengan yang lain aliran gena tidak dapat
berlangsung. Hal ini berarti jika aliran gena tidak dapat berlangsung, maka kedua
makhluk hidup itu berbeda jenis atau antara keduanya memiliki unggun gena yang
berbeda. Oleh karena itu masalah utama tantang spesiasi adalah terjadinya
penghalang (barier) reproduktif antara makhluk hidup (Weisz, 1965: 431).
2. Ketergantungan Makhluk Hidup Pada Lingkungannya
Hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya dipelajari dalam
cabang biologi yang disebut ekologi lingkungan pada makhluk hidup pada dasarnya
meliputi lingkungan fisik dan lingkungan biotik. Lingkungan fisik antara lain
meliputi keberadaan mineral, cahaya, kelembaban, suhu dan keasaman (pH);
sedangkan lingkungan biotik meliputi semua makhluk hidup, tumbuhan dan hewan,
yang mempunyai hubungan dengan makhluk hidup yang bersangkutan dalam
komunitas biotik.
Di dalam komunitas biotik makhluk hidup satu sama lain tergantung, baik
langsung maupun tidak langsung, selama perjalanan hidup masing-masing. Biarpun
antara sesama makhluk hidup itu saling tergantung, mereka juga bersaing
(berkompetisi) untuk memperoleh sumber daya yang menunjang kehidupannya.
Kompetisi ini dalam rangka memperoleh makanan, mineral dan air, cahaya dan
untuk wilayah kehidupannya (teritorial).
Untuk menjelaskan lebih lanjut tentang hubungan antara makhluk hidup
dengan lingkungannya, dapat dipergunakan konsep-konsep biologik tentang habitat
dan relung (Nasia = niche). Habitat adalah tempat kehidupan makhluk hidup di
dalam komunitas biotik. Istilah habitat dapat mengacu kepada wilayah yang luas,

97
seperti padang pasir, perairan laut atau wilayah yang sangat sempit seperti usus
manusia sebagai tempat hidup berbagai macam bakteri pembusuk. Maka boleh
dikatakan bahwa habitat merupakan “alamat” makhluk hidup dalam komunitas
biotik.
Relung adalah tempat hidup yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup
dalam melakukan fungsi-fungsi kehidupannya, sehingga relung merupakan bagian
yang lebih sempit dalam suatu habitat yang dan memiliki kekhususan bagi makhluk
hidup. Istilah relung mengacu pada peranan makhluk hidup itu di dalam lingkungan
biotiknya. Sebagai contoh dalam hal makanan, pertanyaan-pertanyaan tentang
bagaimanakah cara makhluk hidup memperoleh makanan, apakah mineral-mineral
yang telah di serap oleh tumbuhan dapat dikembalikan lagi ke lingkungan, apakah
makhluk hidup itu sebagai produsen atau konsumen? Jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan tersebut dapat membantu kita untuk memahami istilah relung tersebut
bila habitat boleh dipadankan (diasosiasikan) dengan kata alamat, maka relung di
padankan dengan kata profesi makhluk hidup dalam lingkungan biotiknya. Oleh
sebab itu, pengertian istilah relung selain meliputi keadaan fisik dan kimia, juga
meliputi faktor-faktor biotik yang diperlukan oleh makhluk hidup untuk memelihara
kehidupan dan perkembangbiakan (Baker, 1968 : 228-229)
Kalau kita meninjau berbagai komunitas biotik makhluk hidup, kita akan
memperoleh kenyataan bahwa populasi-populasi penyusun komunitas satu dengan
komuunitas lainnya tidaklah sama. Disamping itu seandainya antara komunitas satu
dengan komunitas lainnya terdapat populasi jenis tertentu yang sama pada kedua
komunitas itu, biasanya distribusi dan kelimpahan (abudance) populasi dalam
keduanya tidak sama. Dalam hal penyebaran (distribusi) dan kelimpahan makhluk
hidup, ahli ekologi kebangsaan Amerika, yaitu Shelford, mengemukakan sebuah
hukum yang dikenal sebagai hukum toleransi “kelimpahan atau penyebaran makhluk
hidup dikontrol (dipengaruhi) oleh faktor-faktor yang melebihi tingkat toleransi
maksimum dan minimum bagi makhluk hidup”. Faktor-faktor ini lebih dipusatkan
pada keadaan iklim, topografi dan kebutuhan-kebutuhan biologi tumbuhan dan
hewan. Jadi makhluk hidup dibatasioleh beberapa faktor yang berada di atas atau di
bawah tingkatan yang dibutuhkan olehnya. Keadaan tersebut mungkin berupa
banyak atau sedikitnya cahaya, tinggi atau rendahnya kelembaban udara, banyak atau
sedikitnya mineral yang terlarut dalam air tanah, banyak atau sedikitnya predator dan
cukup atau kurangnya tempat perlindungan diri, sedikit atau berkecukupannya

98
faktor-faktor yang membantu keseimbangan nutrien, banyak atau sedikitnya makhluk
hidup lain yang merupakan patogen, dan sebagainya.
Satu macam faktor sudah cukup menentukan untuk dapat membatasi
pertumbuhan makhluk hidup. Sebagai contoh andaikan kandungan nitrogen di udara
di atas sebidang sawah sangat sedikit, sedangkan cahaya, air, dan zat kimia lainnya
sebagai nutrien berlebihan. Tanaman padi di sawah itu akan berhenti melakukan
pertumbuhan setelah nitrogen habis dipergunakan, walaupun faktor-faktor lain yang
dibutuhkan untuk kehidupannya masih dalam keadaan berlebihan dari tingkat
kebutuhan yang diperlukan. Dalam keadaan seperti ini nitrogen adalah faktor
pembatas pertumbuhan. Hukum yang menyangkut faktor pembatas ini dikemukakan
oleh ahli botani berkebangsaan Jerman, Justin Liebig, sehingga dikenal sebagai
hukum minimum Leibig. Walaupun sebenarnya Leibig hidup 70 tahun sebelum
Shelford,namun karena adanya kemiripan antara kedua hukum tersebut,maka
kemudian di gabungkan menjadi hukum toleransi liebing-shelford: ”Keberadaan,
kelimpahan, atau distribusidi tentukan oleh satu atau beberapa faktor pembatas yang
terdapat dalam keadaan di atas atau di bawah tingkatan yang dibutuhkan oleh
makhluk hidup”. Tanaman dan hewan sangat bervariasi di dalam rentangan (range)
toleransi terhadap faktor-faktor lingkungan yang berbeda. Secara umum rentangan
toleransi dapat digambarkan pada gambar 6.1.

Gambar 6.1. “Rentangan Toleransi sejumlah besar makhluk hidup satu jenis terhadap faktor lingkungan, “
(Miller, 1982: 90).

99
Dengan mengambil contoh toleransi terhadap suhu lingkungan, batas
toleransi beberapa jenis makhluk hidup dapat digambarkan pada gambar 6.2.

Gambar 6.2. “Batas toleransi terhadap temperatur berbagai jenis makhluk hidup. Bagian yang diarsir gelap
Memperhatikan gambar 6.2 terlihat bahwa antara daerah kematian dengan
menggambarkan rentangan suhu normal, dan bagian yang tidak diarsir adalah rentangan toleransi”
(Sumber : Miller, 1982)
optimum merupakan tekanan (Stess) lingkungan terhadap makhluk hidup. Sebagai
akibat tekanan lingkungan berbagai tingkat organisasi biotik dapat dipengaruhi.
Miller mengidentifikasikan berbagai pengaruh tekanan lingkungan pada
tingkat organisasi biotik adalah sebagai berikut (Miller, 1982: 95) :
1. Pada tingkat Individu:
a. Perubahan Fisika dan kimia sel tubuh
b. Gangguan Mental
c. Sedikit atau tidak sama sekal menghasilkan keturunan
d. Kerusakan genetik (Eefek mutagenik)
e. Kelainan cacat (efek teratogenik)
f. Timbulnya jaringan kanker (efek karsinogen)
g. Kematian
2. Pada tingkat Populasi
a. Penurunan ukuran populasi
b. Kenaikan ukuran populasi (jika predator alaminya punah atau berkurang)
c. Perubahan sturktur umur (kematian yang tua, muda atau yang lemah)
d. Seleksi alam dan terbentuknya idividu yang memiliki gen-gen resinten
terhadap perubahan lingkungan

100
e. Hilangnya keragaman genetik dan kemampuan adaptasi
f. Kepunahan populasi
3. Pada tingkat komunitas-ekosistem
a. Kekacauan dalam aliran energi
- Perubahan dalam banyaknya input energi matahari
- Perubahan dalam banyaknya panas yang dihasilkan
- Perubahan jaringan-jaringan makanan dan pola kompetensi
b. Gangguan dalam daur kimiawi
- Kebocoran sistem (pergantian/perubahan dari sistem tertutup menjadi sistem
terbuka)
- Adanya zat-zat baru (terkena buatan manusia, bahan-bahan sintetik)
c. Penyederhanaan
- Keragaman jenis menjadi redah
- Kehilangan kepekan jenis
- Makin terdesaknya habitat dan relung makhluk hidup
- Jaring-jaring makanan menjadi kurang kompleks
- Stabilitas menurun
- Kepunahan seluruh atau sebagian struktur dan fungsi ekosistem
- Kembali kepada tingkat awal suksesi

Untuk dapat memahami materi Kegiatan Belajar ini, coba Anda kerjakan latihan
berikut :
Sebuah akuarium yang sudah “jadi” dapat dipergunakan sebagai contoh
sebuah ekosistem. Gambar di bawah ini melukiskan sebuah akuarium yang sudah
jadi (catatan : tiap makhluk hidup dalam gambar hendaklah diartikan sebagai
populasi)

101
BAB VII
PERKEMBANGAN MENUJU MANUSIA MODERN

PENDAHULUAN
Hambatan dalam menelaah evolusi manusia dapat dipahami karena “rasa
sebagai manusia dan kemanusiaannya” tersentuh, apalagi dalam pembentukan
dirinya antara lain melalui pendidikan agama
Pada bab ini akan dibicarakan hasil interpretasi para ahli tentang evolusi
manusia dengan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi. Disamping itu juga
dibicarakan usaha yang membatasi antara ilmu pengetahuan dan agama. Hal ini
penting karena diharapkan penelaahan evolusi manusia tidak lagi mendapat
hambatan sehingga terjadi pertentangan, karena pada dasarnya apa yang tertera
dalam kitab suci merupakan wahyu Ilahi.
Setelah menyelesaikan modul ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami
evolusi primates dan perkembangannya menuju manusia modern

KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR


1. Informasi Non-Genetik

102
Proses evolusi makhluk hidup yang menjadi sorotan tajam dan menjadi
perdebatan yang hangat adalah evolusi manusia. Tegasnya kebanyakan orang (awam)
mempertanyakan apakah manusia merupakan produk evolusi seperti halnya
makhluk hidup yang lain. Dan bila benar demikian tentunya manusia berasal dari
makhluk hidup yang lebih sederhana dan inilah yang menimbulkan “rasa tidak enak”
pada orang-orang yang mempertanyakan tersebut, lebih-lebih bila dikatakan leluhur
manusia adalah kera. Namaun disamping itu bila manusia merupakan produk
evolusi, sehingga berkedudukan sebagai obyek, sehingga konsekuensinya adalah
bahwa manusia masa kini akan berevolusi terus, dan tidak mustahil bila keturunan
kita di masa mendatang adalah makhluk hidup yang jauh lebih “sempurna” dari kita,
manusia sekarang terlepas dari aspek ragawi, yang mempunyai kemiripan dari
beberapa jenis binatang tertentu, bahkan ada kesamaan mengenai unsur pembentuk
raga yang paling dasar, dengan semua makhluk hidup, dirasakan adanya aspek
tertentu yang membedakan manusia dengan makhluk hidup yang lain.
Kalau dalam studi biologi kita mengenal adanya informasi-genetik yang
ditransmisikan dari generasi ke generasi, yang memberi gambaran tentang ciri-ciri
biologik makhluk hidup yang bersangkutan, maupun kemungkinan
perkembangannya kemudian, serta kemungkinan asal mulanya, maka pada manusia
selain informasi genetik dikenal adanya informasi non-genetik. Informasi non-
genetik mencakup cara merespons lingkungan dan gejala perubahannya, kebiasaan
perilaku, pola tradisi dan hasil budaya yang ditransisikan pada keturunannya.
Pewarisan ini dan adanya perubahan dari apa yang diwariskan menunjukkan adanya
perkembangan yang semakin kompleks.
Hal yang menarik yang dapat dikemukakan disini adalah pemakaian dan
pembuatan alat untuk menopang eksistensi makhluk hidup. Dengan alat tersebut
makhluk hidup dapat memanfaatkan dan menguasai lingkungan hidupnya, mulai dari
sekedar membantu mempermudah memperoleh buruan, mempertahankan diri dari
lawan-lawannya, berkompetisi dengan makhluk lain untuk memperoleh makan,
membangun tempat berlindung, membuat pakaian, menciptakan seni dan untuk
upacara “keagamaan”.
Dari peninggalan yang diperoleh para ahli berusaha untuk membuat interpretasi
perkembangan evolusi dari aspek psiko-sosial.
Sorotan perkembangan aspek psiko-sosisal yang dalam judul tulisan ini
dimaknakan sebagai perkembangan informasi non-genetik dibatasi dari sorotan

103
terhadap makhluk bipedal, bertumpu, dan berjalan dengan dua anggota (kaki), yang
sikapnya tegak sampai yang digolongkan pada Homo sapiens.
Makhluk bipedal yang sikapnya tegak yang paling tua yang ditemukan sampai
hari ini, adalah Australopitesin yang mungkin sudah muncul 8 – 10 juta tahun yang
lalu, yang sudah diidentifikasikan adalah apa yang sudah ditemukan oleh Bryan
Pattersons di Kenya 5,5 juta tahun yang lalu, yang selanjtnya duinamai
Australopithecus africanus (australopithecus = kera dari selatan). Yang lebih muda
adalah Australopithecus afarensis, yang berumur 3,5 juta tahun, ditemukan di Afar
(Ethiopia) oleh Mary Leaky. Disamping kedua Australopithesin tersebut masih
dijumpai Australopithesin lain yang hidup sekitar 2 – 1 juta tahun yang lalu, yaitu
Australopithecus robustus dan Australopithecus boisei. Makhluk yang digolongkan
sebagai hominid (pra-manusia) ini sebagian makan tumbuhan dan ada pula yang
makan daging.
Pada situs, tempat ditemukannya fosil Australopithecus africanus si pemakan
daging, ditemukan batu dengan bentuk khusus yang menunjukan bahwa batu tersebut
digunakan sebagai perkakas untuk berburu dan untuk melawan musuhnya. Ternyata
selain Australopitesin disepakati para ahli sebagai pemakai perkakas ditemukan pula
oleh suami istri Leakey tipe fosil yang lebih maju dari Australopitesin, yang
selanjutnya diberi nama Homo habilis (habilis = tukang), disbut demikian karena ada
tanda-tanda bahwa makhluk ini tidak sekedar pemakai alat, tatapi juga sudah
membuatnya.

104
105
Gambar 7..1. “Dugaan yang timbul mengenai mata rantai mulai dari makhluk yang diduga sebagai pra
manusia sampai manusia modern, “ (Prawoto, 2001).
Sekitar 700.000 tahun yang lalu beberapa tempat di Asia (Jawa), Afrika
(Tanzania, Kenya) dan Eropa (Pegunungan Atlas), dihuni oleh makhluk yang semula
disebut Pithecantropus (oleh Duboi) yang berarti “manusia kera” , namun adanya
ciri-ciri yang lebih berat pada ciri-ciri manusia, maka sebutan yang lebih tepat adalah
Homo erectus. Makhluk ini sudah mampu membuat alat untuk berburu yang
kualitasnya lebih baik dari yang dibuat oleh Homo habilis dan ragamnya lebih
banyak. Dikenal selain alat yang terbuat dari batu, juga alat yang terbuat dari kayu
maupun tulang. Yang lebih menonjol lagi adalag bahwa makhluk ini sudah mengenal
api, dengan kata lain mereka sudah mengenal benda atau perkakas yang
menghasilkan api. Dari peninggalan kerangka binatang yang menumpuk di tempat
tertentu menunjukkan bahwa mereka adalah pemburu ulung dan satu langkah yang
lebih maju adalah adanya kehidupan bermasyarakat yang terdiri dari sekitar 20 – 50
orang. Di Jawa peninggalan yang ditemukan oleh Von Koeningswad yang
selanjutnya dikenal dengan Meganthopus palaeojavanicus, si manusia raksasa yang
hidup 600-500.000 tahun yang lalu. Setua manusia raksasa adalah fosil yang
ditemukan di Goa Chou Kou Tien di China, yang karenanya fosil itu ditandai dengan
nama Sinanthropus atau selanjutnya lazim disebut “Homo erectus Pekinensis” hidup
sekitar 500.000 tahu yang lalu. Sampai begitu jauh penemuan fosil ini tidak

106
menambah perbendaharaan pelacakan evolusi manusia ditinjau dari segi psiko-
sosial/informasi non-genetik.
Penemuan yang menyangkut makhluk yang lebih kemudian, yang berasal dari
Asia (Jawa), Afrika (Rodensia) dan Eropa (Inggris), memberi masukkan data adanya
oerkembangan yang lebih maju. Perkakas yang ditemukan digunakan untuk
menunjukkan berkembangnya keterampilan dalam membuat alat, sehingga tidak lagi
sekedar dipotong tetapi sudah di asah. Ini menunjukkan bahwa mereka telah
memiliki alat untuk mengasah dan sudah timbul pengetahuan yang berkaitan dengan
pemilihan bahan. Fosil yang hidup sekitar 400.000 tahun yang lalu itu, ada yang
menganggap sebagai pra Homo sapiens, namun ada sementara ahli yang
berpendapat, bahwa anggapan tersebut terlalu maju, mengingat bahwa dari aspek
fisik, dalam hal ini bentuk tengkorak dan volume otaknya masih jauh dari manusia
modern, begitu pula dari aspek psiko-sosialnya. Para ahli yang disebut belakangan
ini menyebutnya sebagai pra manusia Lembah Neander, sungguhpun masih
tergolong dalam Homo erectus. Mengingat bahwa banyak penemuan fosil Homo
erectus di Jawa, maka dapat diketengahkan di sini beberapa penemuan seperti Homo
erectus Mojokerto (Baca: Homo erectus dari Mojokerto) yang paling tua, Manusia
Trinil (ditemukan di desa Trinil, suatu lembah Bengawan Solo), Manusia Sangiran
(dari desa Sangiran dekat Solo), Manusia Ngandong yang juga dari Solo, disamping
fosil yang pernah disebut dimuka, manusia raksasa dari Jawa (Meganthropus
palaeojavanicus) yang juga terdapat di Sangiran.
Kalau pada fosil manusia pra Neanderthal (Pra Manusia dari lembah Neander),
perkembangan yang lebih hanya yang menyangkut alat, maka pada manusia lembah
Neander yang hidup sekitar 150.000 – 60.000 tahun yang lalu ada perkembangan
dalam bidang lain.
Alat yang digunakan tidak terbatas pada alat berburu dan mempertahankan diri,
tetapi juga tempat makanan dan minuman. Pada manusia Lembah Neander sudah
berkemabang benih adanya kepercayaan Supra Natural, benih-benih keagamaan
sebagai contoh adalah ditemukannya kuburan di Le Moustier yang berisi kerangka
yang dikebumikan secara terhormat. Ini ditandai dengan adanya perkakas yang
terpilih berada dalam kuburan tersebut, juga diletakkannya tengkorak tersebut pada
batu yang seakan–akan berfungsi sebagai bantal. Keadaan ini ada yang
menterjemahkan sebagai benih kepercayaan adanya hidup sesudah mati. Contoh lain
adalah ditemukannya kuburan yang berisikan kerangka manusia yang didampingi

107
beruang raksasa lengkap. Besar dugaan bahwa beruang tersebut dijadikan korban
persembahan. Ini mengingatkan bahwa kuburan tersebut terletak pada ketinggian
15.000 m di Juriss pada lereng gunung yang terjal dan hampir-hampir tak terjangkau
oleh manusia.
Pada manusia Cro-Magnon yang hidup sekitar 40.000 tahun yang lalu yang
menarik adalah bahwa mereka sudah mengembangkan kesenian, dalam hal ini seni
lukis. Interpretasi terhadap lukisan-lukisan yang ada di goa antara lain, sebagai
bentuk informasi tetang masalah perburuan, macam binatang buruan, cara-cara
mematikan atau menjebak dan yang khusus adalah adanya lukisan yang cenderung
budaya menangis, misalnya gambar manusia dengan kepala bertanduk rusa dengan
sorot mata yang tajam dan membawa tongkat sihir. Mungkin sekali gambar ini
bertujuan untuk keberhasilan perburuan (Gambar 7.2). Suatu hal yang mengagumkan
adalah bahwa mereka sudah menggunakan pewarna, yang menurut para ahli dapat
bertahan tetap cemerlang selama 40.000 – 20.000 tahun. Lukisan daya magis yang
lain adalah suatu bangunan berwujud patung wanita dengan tekanan pada ukuran
buah dada, perut dan pinggul yang besar yang diduga digunakan sebagai lambang
kesuburan. Manusia Cro-Magnon diduga mengadakan pemujaan lewat lukisan-
lukisan di dinding goa, khususnya lukisan-lukisan di dinding goa atau celah-celah
tebing terasing dan membahayakan bagi pelukisnya. Alat yang digunakan selain
dibuat dari batu juga dari tulang atau tanduk, mereka sudah mengenal adanya jarum
yang dipergunakan untuk menjahit pakaian yang berupa kulit binatang.

108
Gambar 7.2. “Lukisan-lukisan oleh Manusia Cro-Magnon, “ (Prawoto, 2001).

Dengan membandingkan “produk budaya”/Budaya yang berupa benda-benda


peninggalan, baik yang dipakai, dibuat maupun karya-karya seni dan pola pemujaan,
dapat disimpulkan bahwa semakin muda umur geologiknya semakin kompleks
peninggalannya. Kemiripan dengan hasil budaya makhluk modern semakin nyata.
Dengan demikian adanya arus informasi non-genetik dari generasi ke generasi
rupanya mendekati suatu kenyataan. Dan mengingangat bahwa perkembangan hasil
“Budaya”/budaya tersebut memakan waktu yang absolut lama, maka orang
cenderung menyebut sebagai evolusi psiko-sosisal, evolusi budaya atau kultural.
Hubungan manusia purba dengan lingkungannya menunjukkan bahwa
ketergantungan mereka dengan alam, semakin muda usia geologiknya, semakin
berkurang. Bila semula mereka tergantung dari kemurahan alam, menyesuaikan diri
dengan alam sekitarnya, mereka berkembang menuju pada penguasa alam. Dari
pegunungan api jelas bahwa manusia adalah satu-satunya makhluk yang tidak lari
dari api, bahkan menggunakannya untuk melawan alam, terhadap udara yang dingin
dan menggunakannya sebagai sarana untuk mengusir binatang-binatang liar,
disamping sebagai sarana berburu.

109
2. Kaitan “Evolusi Kultural” dan “Evolusi Biologik”
Di awal bab ini telah dibicarakan adanya peninggalan-peninggalan “budaya”
yang menunjukkan bahwa semakin muda umur fosil, semakin kompleks peninggalan
“budayanya”. Apakah peninggalan yang semakin kompleks atau maju itu disebabkan
oleh adanya informasi non-genetik yang ditransmisikan dari generasi ke generasi,
tentunya hal itu yang harus dijawab, kalau kita akan bicara masalah evolusi kultural.
Perkembangan aspek psiko-sosial dari individu tidak lepas dari perkembangan
biologiknya, dan atas dasar inilah orang cenderung untuk mencoba mencari
hubungan antara peninggalan yang mempunyai aspek psiko-sosial dan aspek
ragawinya.
Analisis untuk mencari kaitan dimaksud sudah barang tentu bersifat
interpretatif dengan menggunakan modal objek konkret berupa peninggalan dan
modal analisis dan perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ini. Hal ini penting
dikemukakan oleh karena bertambahnya ilmu pengetahuan yang melaju dengan pesat
dan bertambahnya penemuan hasil eksplorasi dengan teknologi canggih, sangat
boleh jadi mengubah pendapat, hasil analisis tersebut. Lebih-lebih karena
membicarakan evolusi manusia adalah membicarakan diri kita sendiri, oleh karena
itu tidak dapat dielakkan adanya rancu ilmiah (Scientific bias) dan rancu kultural
(Cultural Bias).
Upaya untuk mencari hubungan seperti dimaksud di atas, menurut ahli
antropologi, merupakan suatu keharusan, karena manusia adalah bagian integral dari
alam, dari suatu segi mempunyai kedudukan yang sama dengan makhluk hidup yang
lain, jadi merupakan produk evolusi dan dari segi lain mempunyai kemampuan dan
potensi yang khas, yang dapat mempengaruhi alam sekelilingnya.
Sotoran pada aspek biologik pada makhluk-makhluk yang dianggap leluhur
manusia, atau setidak-tidaknya diduga mempunyai leluhur yang sama dengan
manusia atau hidup berdampingan pada waktu yang lama.

110
Gambar 7.3. “Struktur Pelvis, “ (Prawoto, 2001).

Pada fosil makhluk-makhluk tersebut analisis utama dapat ditunjukkan pada


bagian-bagian yang paling pokok, yaitu: kaki, pinggul, tangan dan kepala. Ketiga
bagian tersebut merupakan kunci yang antara lain dapat memberikan gambaran
tentang posisi tubuh, perilaku gerak dalam kaitannya dengan tanggapan terhadap
rangsang, perilaku gerak dalam kaitannya dalam upaya pemenuhan kebutuhan
fisologik, kemampuan memilih, menggunakan dan membuat alat bantu untuk
pemenuhan kebutuhan fisiologik, kedudukan alat indera dan besarnya potensi
penginderaanya, volume otak dan perkembangan bagian-bagiannya, kedudukan
kepala dalam kaitannya dengan kedudukan otot-otot tertentu, bentuk dan perilaku
makan.
Dari bentuk tulang pinggul dapat diperkirakan posisi tubuh fosil yang diteliti,
sewaktu masih hidup (Lihat Gambar 7.3).
Panjang tulang-tulang, panjang kaki ikut menentukan gerak atau kegesitan
gerak, kemudian pula besarnya tulang-tulang tersebut, kondisi tulang, lurus atau
bengkok ikut pula menentukan, begitu juga kedudukan tulang telapak kaki. Pada
manusia sekarang kedudukannya tulang-tulang tersebut, sedemikian rupa
keadaannya, sehingga bila kaki ditapakkan, telapak kaki tidak seluruhnya secara
merata menapak di landasan.
Bipedalisme, sungguhpun tidak menjamin kecepatan gerak, tetapi ada
keleluasaan gerak, yang memberi keuntungan pada usaha membela diri. Dari segi

111
lain bipedalisme memberi kebebasan pada ekstremitas superior yang memberi
keuntungan dalam rangka membela diri, mencari makan dan menghasilkan karya
mulai bentuk yang paling sederhana seperti kapak genggam sampai karya yang
bernilai seni seperti halnya Manusia Cro-Magnon (Lihat Gambar 7.2). Karya bentuk
lukisan tersebut hanya akan terwujud bila ibu jari dapat bergerak secara luwes
(prehensil) dan dapat dipertemukan dengan jari-jarinya atau paking tidak dengan jari
telunjuk. Keuntungan lain dari ekstremitas superior dari fungsi lokomosi adalah
dipengaruhinya fungsi lain, seperti pemeliharaan atau mengasuh anak/keturunan dan
meraba serta untuk komunikasi dalam bentuk isyarat, disamping bentuk-bentuk
lambang lain yang telah dikemukakan di awal bab ini dinyatakan sebagai transmisi
informasi non-genetik, suatu bentuk aktivitas psiko-sosial.
Letak alat indera, misalnya mata, yang terletak pada suatu bidang
memungkinkan adanya penginderaan binokuler, dan pada perkembangannya
memungkinakan penginderaan stereoskopik, sehingga obyek tiga dimensi dapat
tertangkap sebagaimana keadaan yang sebenarnya. Pada makhluk arboreal, yang
hidup di pepohonan, jarak dahan ke dahan dapat terindera secara tepat. Pada
makhluk teresterial penginderaan stereoskopik memberikan kemampuan pandang
dalam yang memungkinkan dapat mengindera dengan cermat. Pada makhluk
arboreal dan teresterial dan teresterial perkembangan penglihatan dan perabaan yang
semakin maju, melebihi perkembangan indera penciuman dan pendengar. Bagi
makhluk arboreal ini sangat berarti untuk ketepatan sasaran yang akan dicapai,
sedang pada makhluk teresterial koordinasi tangan dan mata merupakan sarat
pembutan alat perkakas.
Bentuk tengkorak memberi kemungkinan perkembangan bagian-bagian otak
tertentu, seperti bagian frontal yang berkaitan dengan gerak, bagian temporal
berkaitan dengan tutur dan ingatan, bagian occipital ada hubungannya dengan
penyimpanan informasi.
Semakin luas dan kompleksnya pengideraan baik melalui indera penglihatan
maupun peraba, membawa konsekuensi perkembangan sistem masukkan sensorik,
mekanisme neural untuk mengevaluasi masukkan sensorik, dalam hal ini terjadi di
cortek cerebri, yang juga berfungsi untuk formulasi dan inisiasi tanggapan terhadap
stimulasi lingkungan yang diindera.
Rahang bawah yang masif dan karenanya berat, serta menonjol ke muka,
mengisyaratkan sulitnya komunikasi secara lisan, demikian pula adanya guratan

112
yang menunjukkan tempat pertautan otot yang kuat. Gigi geligi pada rahang
memberi ilustrasi apakah sewaktu hidup makanannya berasal dari tumbuhan atau
berupa daging. Geligi yang merupakan indikator apakah pemakan daging dapat
dikaitkan dengan bentuk dan susunan tangan yang luwes.
Makhluk bipedal yang berpostur tegak atau hampir tegak yang oleh sementara
ahli digolongkan pada homonid (menyerupai manusia) adalah Australopitesin (kera
dari selatan). Dibedakan Australopitesin pemakan tumbyhan seperti Australopithecus
robustus, dilihat dari geliginya dan pemakan daging seperti Australopithecus boisei.
Volume otak berkisar antara 400 – 530 cc, ciri ke-kera-an selain dilihat dari volume
otaknya juga dari dahi yang rendah, tulang kening yang menonjol, rahang masif dan
geligi kekeraan. Kepala menggantung karena foramen magnum berada di belakang.
Di antara Australopithesin yang dikenal diantaranya yang paling muda adalah
Australopithecus boisei. Sementara para ahli beranggapan bahwa makhluk tersebut
telah mampu membuat alat, nyata dapat dibedakan dari yang ada disekitarnya.
Namun kemudian dari hasil penggalian Leaky suami istri, ditemukan di Olduval
(tanganyika) fosil yang oleh mereka disebut sebagai Homo habilis si manusia tukang.
Dari tengkorak yang ditemukan terlihat bahwa kapasitas otaknya lebih besar dari
Australopitesin, tengkoraknya halus cenderung membulat, dan tangannya menurut
Napier, yang ahli dalam penelaahan fungsi tangan, mempunyai kapabilitas untuk
membuat alat. Namun sengketa tentang julukan Homo berkembang dan ada yang
beranggapan bahwa “Homo habilis” adalah Australopitesin yang sudah maju.
Dari pendapat yang pertama dapat diartikan bahwa Australopiesin dan leluhur
Homo haiblis bersia sekitar 2,5 juta tahun. Perkiraan ini didasarkan pada penemuan
Richard Leaky di danau Turkana yang mempunyai keistimewaan antara lain
mempunyai tulang kening yang tidak menjorok, kapasitas otak  800 cc, dan dikenal
sebagai pemakan daging. Fosil ini kemudian dikenal sebagai manusia 1470, disebut
demikian karena di Musium Nasional Kenya tercatat sebagai fosil yang bernomor
1470. Fosil yang lebih muda adalah fosil yang semula dijuluki sebagai manusia kera
atau Pithecanthropus, yang karena berdiri tegak, disebut Pithecanthropus erectus.
Namun kemudian julukan tersebut dirubah menjadi Homo erectus karena ciri-ciri
manusianya lebih menonjol. Dengan demikian statusnya kebalikan dari
Australopithecus yang dijuluki kera yang mirip manusia.
Volume otak Homo erectus berkisar antara 700 – 900 cc, seperti yang
dikemukakan oleh Von Koenigswald di Jawa, manusia jawa yang berkapasitas 900

113
cc. Tengkorak dari anak-anak dari apa yang disebut Homo erectus Mojokerto saja,
kapasitas otaknya 700 cc, fosil yang sangat mirip dengan Homo erectus penemuan
Von Koenigswald adalah Homo erectus Peking yang semula disebut sebagai
Sinanthropus.
Fosil yang lebih muda yang kemudian disebut manusia Trinil dan manusia
Ngandong (Homo erectus Soloensis) disebut demikian karena letak kedua kota
tersebut adalah dekat Bengawan Solo, mempunyai kapasitas otoak antara 900 –
1.000 cc. Besarnya otak ini selanjutnya dikaitkan pula dengan ditemukannya  2.400
perkakas dekat Pacitan. Mereka sudah menggunakan api, sebagaimana diketahui api
adalah suatu yang menarik, melalui penginderaan mata, tetapi sekaligus menakutkan
bagi binatang. Diperkirakan otak Homo erectus mempu memanipulasi api tidak saja
untuk memanasi tubuh tetapi untuk keperluan yang lain.
Ciri yang mendekati ciri manusia adalah adanya prosessus mastoideus, tonjolan
tulang tengkorak, oss, mastoideus, yang letaknya dibelakang telinga. Disamping itu
gigi geligi yang serupa manusia , tidak ada taring yang muncul, sedang proporsi
rahangnya mirip proporsi rahang manusia. Namun demikian ciri kekeraan yang
masih terlihat adalah tulang kening yang menonjol dan masif serta dahi yang
melereng (agak kurang), pada Homo erectus Peking, fosil ini di juluki Pra-
Neanderthal.

Gambar 7.4. “Tengkorak Gorila, Australopithecus, Pithecanthropus, Neanderthal, dan Cro-Magnon, “


(Prawoto, 2001).

114
Tengkorak manusia Lembah Neander menunjukkan semakin dekat ciri manusia
modern, namun belum dapat digolongkan pada manusia modern. Bentuk bagian
tengkorak tidak seekstrim pada Homo erectus ataupun Australopiithecus, meskipun
ciri adanya tulang kening dan tidak adanya dagu masih mewarnai bentuk tengkorak
keseluruhan. Yang mengherankan adalah besarnya otak sama dengan otak manusia
modern. Manifestasi dengan semakin besarnya volume otak tersebut adalah adanya
gejala pemujaan suatu yang abstrak, mereka telah mulai berabstraksi dan setidak-
tidaknya berkhayal.
Catatan fosil yang khusus adalah fosil manusia Swanscombe dari lembah
sungai Thames (London) yang ternyata kemungkinan besar lebh tua dari manusia
lembah Neander, namun mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan Homo sapiens.
Sementara ahli beranggapan bahwa Manusia Swanscombe, juga yang lain, yaitu
Steinheim merupakan manusia modern yang muncul terlalu dini, garis-garis primitif
memang masih kelihatan, namun lebih berkemang dibanding dengan manusia
Lembah Neander.
Fosil manusia Cro-Magnon, yang hidup 40.000 – 10.000 tahun yang lalu,
adalah benar-benar makhluk yang mirip dengan Homo sapiens. Tengkorak tipis, dahi
tinggi, mulut tidak monyong sedang besarnya otak sama dengan manusia modern.
Secara lepas makin muda umur geologik fosil, makin kompleks perkembangan
budaya, dan aspek psiko-sosialnya, semakin muda umur geologik fosil,
perkembangan bagian tubuh tertentu semakin mirip dengan manusia modern.
Pertanyaan yang timbul adalah apakah perkembangan raga tersebut ada
kesinambungannya, untuk dapat dikatakan sebagai suatu proses evolusi.
Munculnya Homo hibilis pada masa “kejayaan” Australopithecus, dan
munculnya manusia Swanscombe bersamaan waktunya dengan Homo erectus,
memberikan gambaran kemungkinan adanya kesinambungan informasi genetik.
Hal tersebut mendorong para ahli untuk mencoba mencari bentuk-bentuk
antara, antara manusia dengan kera. Hal ini penting oleh karena hebatnya pro dan
kontra terhadap teori yang dikemukakan oleh Charles Darwin yang menyatakan
bahwa spesies itu mengalami perubahan dari masa ke masa, tanpa dapat mengelak
dari pengaruh lingkungan, perubahan itu dapat begitu jauh hingga dapat menjadi
spesies baru.
Dari penemuan Australopitesin yang dianggap sebagai kera yang mempunyai
ciri manusia, kemudian manusia kera yang dinyatakan cenderung sebagai manusia

115
tetapi masih mempunyai ciri kera, semua itu tidak melegakan harapan, karena ciri-
ciri yang ada pada Australopitesin, maupun manusia kera (Pithechantropus) masih
terlalu harus. Para ahli masih mencari bentuk peralihan yang lebih “halus”, suatu
bentuk “campuran” dalam arti sebenarnya.
Sehingga pada tahun 1912, Charles Dawson menemukan fosil di Piltdown
(Inggris) yang benar-benar dapat mewakili bentuk antara yang dicari. Fosil tersebut
menunjukkan adanya campuran yang lebih, integral, karena telah direkonstruksi
bentuk fosil itu nyata-nyata merupakan tengkorak manusia modern, dengan rahang
bawah yang mempunyai ciri kera. Fosil tersebut pernah dinamai Eoanthropus
Dawnsoni, meskipun demikian dengan membandingkan fosil tersebut dengan
penemuan lain, para ahli merasa curiga, karena fosil yang ditemukan adalah
cenderung menunjukkan tengkorak yang menyerupai kera dan rahang yang
menyerupai manusia. Lalu arah evolusi manakah yang benar?
Ternyata kemudian pada permulaan 1950, dengan pengujian kimiawi, melalui
Horine Test serta melalui analisis anatomi, ternyata bahwa fosil tersebut palsu.
Tengkorak tersebut adalah hasil rakitan yang cermat tentunya oleh orang yang
mengenal kimia dan anatomi. Hal ini menilik warna tulang yang kepurba-purbaan
dan bentuk gigi yang kekera-keraan, hasil suatu kikiran yang cukup halus.
Akhirnya manusia Piltdown disisihkan dari percaturan penelitian fosil-fosil
antara, dan dianggap sebagai suatu lelucon yang menyakitkan hati. Betapa tidak,
selama  40 tahun, para ahli berdebat dan terdorong untuk mencari kelengkapan
informasi tentang fosil tersebut.

3. Potensi Manusia dalam Evolusi


Hingga dewasa ini evolusi yang menyangkut manusia masih saja mengundang
perdebatan yang sengit, meskipun mulai ada tanda-tanda pengertian bahwa manusia
bukanlah makhluk yang dapat terbebas dari pengaruh perubahan lingkungan dan
manusia tidak pula luput dari efek negatif perbuatannya dalam memanfaatkan alam
sebagai sumber untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan inilah yang
diungkapkan dengan kalimat “Bahwa manusia adalah bagian integral dari alam”.
Kalau di masa lalu ulama Gereja, Uskub Oxford, yang bernama Samuel
Wilberforce (1860), dengan kemarahan yang luar biasa membakar hadirin untuk
membakar teori Darwin, maka dewasa ini orang dapat memahami teori tersebut,
meskipun hal tersebut tidak berarti menyetujuinya.

116
Sementara orang awam berpendapat, bila benar manusia itu produk evolusi dan
bila evolusi itu terus berlangsung seperti yang terjadi di masa lampau, maka
keturunan manusia dikemudian hari adalah makhluk yang lebih sempurna dibanding
dengan manusia masa kini. Sudah barang tentu hal ini sekedar di dasari pada
pemikiran analogik belaka, tanpa ada kejelasan dalam hal apa kelebihannya dan
bagaimana mekanismenya. Bagaimanapun hal ini mendorong para ahli untuk
mendoba mengungkap kebenaran proses evolusi, melalui eksplorasi dari aspek
Geologik, paleontologik, maupun arkeologik,disamping mulai diadakannya
eksperimentasi dengan ilmu dan alat mutakhir yang dapat menunjang mempertajam
bila perlu membenahi atau merombak gagasan evolusi. Mereka dapat melakukan hal
ini dengan lebih terbuka.
Lebih dari itu banyak para ahli termasuk para ulama, mencoba menelaah
evolusi manusia, dengan menggunakan kitab suci sebagai bahan acuannya. Jelas hal
ini tidak terjadi pada abad IX dan sebelumnya.
Sebagaimana diketahui sebelum Charles Darwin mengemukakan gagasannya
tentang asal mula spesies, kebanyakan orang berpendapat bahwa spesies (makhluk)
hidup itu suatu ciptaan. Pendapat ini jelas bersumber dari Kitab Suci. Dalam ilmu
pengetahuan saat itu berkemabang pendapat tentang tetang “Special Creation” yang
intinya pada dasarnya tidak berbeda dengan apa yang diacu dari Kitab Suci,
meskipun pengungkapannya berbeda. Ciptaan khusus (Special Creation) menyatakan
bahwa setiap spesies diciptakan secara khusus oleh suatu kekuatan yang disebut
sebagai “Super Natural Power”.
Namun pengalaman menyedihkan dimasa lampau yang menyangkut hukuman
mati terhadap Galileo Galilei karena mempertahankan faham “Heliosentris” dari
Capernicus, membuat orang berhati-hati karena dikemudian hari ternyata teori
tersebut benar. Senada dengan itu pula setelah dipahami bahwa panjang hari di planet
bumi tidak sama dengan di planet-planet lain, orang dapat memahami bahwa sebutan
“hari” dalam Kitab Suci yang menyangkut ciptaan bumi dan seisinya tidak dapat
disamakan dengan “hari” seperti yang dikenal oleh kebanyakan orang, yaitu 24 jam
dalam sehari semalam. Para ulama kini cenderung memahami Kitab Suci tidak
secara harfiah, seperti yang tersurat, tetapi lebih pada yang tersirat. Perkembangan
ilmu pengetahuan yang juga membentuk cara berfikir dan bersikap, memberi
kemampuan pada manusia dalam abad ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) ini,
untuk memahami apa yang ada di “balik” kata-kata dalam Kitab Suci itu. Sudah

117
barang tentu hal inipun mengundang perdebatan pula karena perlu diketahui pula
pendapat bahwa Agama tidak dapat dicampur adukan dengan ilmu pengetahuan
dalam penggunaannya sebagai pisau analisis masalah yang berkembang, kini mulai
berubah, orang berusaha untuk mencari titik temu yang menjembatani antara Ilmu
pengetahuam dengan Agama. Catatan khusus akan hal ini akan berlaku bagi kita
yang hidup di Negara Pancasila ini, karena disini kita mengaku bahwa Kitab Suci
berisikan Wahyu Illahi, dan bukan buatan Orang karena itu kebenaran yang
terkandung adalah mutlak dan kekal. Kini banyak buku-buku yang mencoba untuk
menelaah proses evolusi, termasuk asal-usul manusia dengan menggunakan Kitab
Suci.
Pada bab sebelumnya telah disinggung bahwa, terjadinya spesies baru menurut
Charles Darwin dapat terjadi akibat terjadinya seleksi alam. Pendapat Charles
Darwin ini lebih berupa sebagai interpretasi dari pada kenyataan, interpretasi yang
tidak dilandasi oleh teori yang kuat. Hanya enam tahun kemudian pertanyaan yang
tidak terjawab mengenai mekanisme seleksi alam, jawabannya tersimpul hasil
percobaan-percobaan oleh Mendel dan para ahli ilmu Genetika.
Dalam pelacakan menuju perkembangan menuju manusia modern banyak
dugaan yang timbul mengenai mata rantai mulai dari makhluk yang diduga sebagai
pra manusia modern. Salah satu kemungkinan adalah menganggap bahwa garis
tersebut dimulai dari Australopithecus,- Homo habilis – Homo erectus
(Pithecanthropus) - Manusia Lembah Neander – Manusia Cro-magnon - Manusia
modern. Pendapat yang lain adalah bahwa Homo habilis lah yang merupakan titik
mula leluhur manusia, yang bipedal, untuk selanjutnya dapat digambarkan sebagai
berikut: Homo habilis – Manusia lembah Neander – Manusia Cro-Magnon –
Manusia Modern atau dengan adanya ciri-ciri yang lebih manusia pada manusia
Swanscombe maka kemungkinan urutannya menjadi Homo habilis –
Manusia :”Swanscombe” (mempunyai ciri yang sama dengan manusia Swanscombe
yang ditemukan di lembah sungai Thames) – Manusia Cro-Magnon – Manusia
Modern. Masih banyak kemungkinan yang dapat terjadi.
Dari kemugkinan mata rantai tersebut kemungkinan yang lain adalah adanya
kemungkinan pertukaran gena antara yang diduga sebagai leluhur manusia, yang
hidup dalam saat yang bersamaan dan mempunyai relung (niche) yang sama. Ini
berarti bahwa antara mereka yang hidup pada dimensi waktu yang jauh,
keturunannya tidak mungkin untuk saling tukar-menukar gena, dan mereka disebut

118
sebagai Chronospecies. Pengertian ini dilandasi oleh pengertian bahwa dalam
perjalanan waktu, makhluk hidup dapat mengalami modifikasi, modifikasi berlanjut,
ataupun mutasi kecil sehingga dalam dimensi waktu tertentu, suatu saat keduanya tak
mungkin mengadakan pertukaran gena. Pengertian lain yang timbul adalah
pengertian Biospecies, yang timbul dan berkembang dalam kurun waktu yang sama.
Ilustrasi beriut memberi gambaran tentang Biospecies dan Chronospecies.
Kemungkinan pertukran gena antar populasi kecil (sub Populasi) dapat terjadi,
meskipun tidak harus demikian. Gambar 7.5 memperlihatkan tentang kemajuan
terjadinya pertukaran gena antara sub populasi karena mengandung informasi genetik
yang sama.
Dari percobaan-percobaan penyilangan maupun yang berlangsung secara alami
selalu ada kemungkinan munculnya varian yang jauh berbeda dengan keturunan
yang lain. Apakah varian yang khas ini dapat mengadakan pertukaran gena dengan
yang lain, mungkin saja meskipun tidak menjadi keharusan. Dimulai kemungkinan-
kemungkinan yang dapat terjadi yang menyangjut makhluk-makhluk hidup yang
mendahului manusia modern. Jelas menggunakan pengalaman dan ide dari genetika
berkedudukan sebagai analisis pikir murni. Pendekatan Biokimiawi dan Biofisikawi
dapat memberi harapan gambaran hubungan antar spesies dari peninggalan yang
konkret.

119
Gambar 7.5. “Pertukaran Gena Antar Sub Populasi, “ (Prawoto, 2001).

Kenyataan bahwa manusia Cro-Magnon perkembangan fisik tidak lagi nyata.


Dalam hal ini Theilhard de Chardin berpendapat bahwa perkembangan yang terjadi
adalah perkembangan kesadaran batin. Menurut Teilhard fase-fase evolusi pada
makhluk tersebut telah memasuki fase noosfera atau fase pikiran.
Mengenai “kesadaran batin” sesungguhnya tidak hanya dijumpai pada manusia
saja, tetapi memang bahwa kesadaran batin pada manusia merupakan bentuk paling
tinggi, Evolusi yang menuju pada manusia modern, menurut Teilhard justru dimulai
dari perkembangan internalnya, kemudian perwujudan keluarnya adalah sebagai
suatu bentuk aksi pada lingkungan. Pada evolusi manusia interaksi dengan
lingkungan, menunjukkan kecenderungan bahwa semakin muda usia geologik
pendahulu manusia modern, semakin jelaslah peran “kesadaran batinnya”. Manusia
tidak semata-mata beradaptasi terhadap lingkungannya. Hal ini mungkin benar pada
Australopitesin, tetapi selanjutnya perkemabangannya adalah terjadi suatu evolusi
dalam mewujudkan relungnya (niche). Itulah sebabnya sementara para ahli
berpendapat bahwa adaptasi manusia dalam perkembangan evolusinya tidak semata-
mata terhadap alam, tetapi juga terhadap lingkungan kulturnya.
Evolusi “kesadaran batin” menurut Teilhard mencapai puncaknya pada
manusia, dan ini terus berkembang samapai mendekati titik omega (w) yaitu
mendekati sifat-sifat Tuhan. Kata mendekati harus digaris bawahi karena
bagaimanapun sifat itu tidak pernah akan tercapai disamping itu menjadi pertanyaan
besar, melihat keadaan dewasa ini, yang penuh dengan hingar-bingar, penyimpangan
norma dan nilai-nilau luhur yang sudah menjadi tradisi, peperangan, perkosaan, dan
segala macam kekerasan. Sampai-sampai kekerasanpun kini sudah melembaga.

120
Apakah manusia sekarang memiliki sifat-sifat yang lebih luhur dari nenek moyang
kita leluhur manusia yang masih berbudaya alami?.
Komunikasi yang terbuka, transportasi yang canggih, perubahan cara berpikir,
bersikap dan bertindak memungkinkan terjadinya alur gena secara leluasa, bahkan
bukan sekedar alur potensi tetapi sekaligus alur produk budayanya. Relung (niche)
ekologik cenderung menjadi seragam namun semakin jauh dari sentuhan alam.
Adaptasi, seleksi alam dan spesiasi tidak lagi semata-mata tergantung alam. Manusia
cenderung untuk mengarahkan sendiri ciri-ciri keturunannya di masa datang.

RANGKUMAN
Seperti halnya dalam genetika, informasi non genetik ditransmisikan dari
generasi ke generasi. Bahan yang diinformasikan dapat mengalami perubahan,
karena adanya interaksi dengan perkembangan lingkungan hidupnya.
Sebagaimana informasi genetik, informasi non genetikpun dipergunakan
sebagai ciri penyandang informasi dan dapat dipergunakanuntuk meramalkan ciri apa
saja yang akan muncul dikemudian hari, disamping dapat digunakan untuk melacak
ciri apa yang berkembang sebelumya dan ciri apa yang akan berkembang
dikemudian hari.
Kompleksitas dengan tubuh berkaitan dengan kompleksitas fungsi yang dapat
dijangkau. Peninggalan berupa tulang hanya dapat digunakan untuk memperkirakan
fungsi yang diemban. Kesulitannya adalah bahwa peninggalan yang ada tidak
lengkap, terlebih bila berkaitan dengan pelaksanaan informasi lisan.

TES FORMATIF

1. Informasi non genetik ditransmisikan pada pendahulu manusia melalui cara


berikut, kecuali:
A. Secara Lisan
B. Melalui Lambang Non Verbal
C. Melalui contoh/pengamatan proses pembuatan
D. Melalui benda peninggalan
2. Perbedaan evolusi manusia dan hewan adalah adanya

121
A. Transmisi informasi non genetik
B. Transmisi informasi genetik
C. Perkembangan psiko-sosial
D. Perkembangan organ-organ tubuh
3. Perdebatan mengenai proses evolusi manusia disebabkan karena . . .
A. Kesulitan menemukan fosil
B. Kesulitan menafsie umur
C. Menyangkut harkat dan martabat manusioa
D. Bertentangan dengan kitab suci
4. Dari pemikiran evolusi, pernyatan mana benar?
A. Karena sudah maju dari aspek biologis, maka makhluk tersebut makan
daging
B. Karena makan daging, maka terjadilah perkembangan yang lebih maju
dari aspek biologik
C. Makan daging dan perkembangan maju, dari aspek biologik tidak ada
kaitannya
D. Mana yang lebih dulu antara makan daging dan aspek biologik tidak
dapat ditentukan

Cocokkan jawaban saudara dengan kunci tes formatif. Hitunglah jumlah jawaban
anda yang benar kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat
penguasaan saudara terhadap materi yang dipelajari.
Rumus:
Jumlah jawaban yang benar
Tingkat penguasaan = X 100%
Jumlah soal
Taraf Penguasaan:

90% - 100% = baik sekali 70% - 79 % = cukup


80% - 89% = baik  70% = kurang
Jika saudara mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, saudara dapat
meneruskan ke bab berikutnya. Tetapi jika kurang dari 80%, saudara harus
mengulangi lagi mempelajari bab ini terutama bagian yang belum dikuasai.

122
KUNCI JAWABAN TES FORMATIF

1. A. Informasi non genetik ditransmisikan oleh para pendahulu manusia


melalui lambang, lukisan, alat-alat yang terbuat dari batu atau tulang, dan
sebagainya.
2. C. Adanya perkembangan psiko-sosiallah yang membedakan antara evolusi
manusia dengan hewan.
3. C. Yang paling menimbulkan perdebatan sengit dalam membicarakan evolusi
manusia adalah karena menyangkut harkat dan martabat manusia.
4. B. Ada hubungan antara jenis makanan dengan perkembangan aspek
biologik, dimana karena makan daging maka terjadi perkembangan yang
lebih maju dari aspek biologik.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell’s. Biology, 3rd Ed. The Benjamin/Cummings Publishing Company,Inc.

Cann L.R. and Wilson A.C., The Recent African Genesis of Humans, Scientific
American, 1992.p. 20 – 27.

Darwin Charles, The Origin of Species. New York: Avenel Bodes. 1979.

Dobzhansky Theodosius. Evolution. W.H. Freeman and Company, San Fransisco.


1976.

Ehrlich, Paul R. et al., The Proces of Evolution. New York: Mc Graw-Hill Book
Company, 1974.

Gardner E.J., Simmons M., Snustad D.P., Principles of Genetics. 8th Ed. John Wiley
& Sons, Inc. New York, Toronto, Singapore. 1989.

Howell Clark. Manusia Purba. Jakarta: Tira Pustaka. 1979.

Johnson L.G. Biology. 2nd Ed. Wm.C. Brown Publishers. Dubuque, Iowa. 1987.

Keeton Gould. Biological Science. New York: W.W Norton & Comp. Inc. 1984.

More Kuth. Evolusi. Jakarta: Tira Pustaka, 1979.

Ridley Mark, Evolution. 2nd Ed. Blackwell Science. Atlanta, Georgia. 1996.

123
Simpson C.C. The Meaning of Evolution. New York: Yale Univ. Press, 1967.

Wallace, R.A. The Ecology and Evolution of Animal Behaviour. California: Good
Year Publishing, Comp. 1973.

Wolpoff M.H. and Thorne A.G, The Multiregions Evolutions of Humans. Scientific
American. 1992.p. 28 – 33.

BAHAN AJAR

MATA KULIAH EVOLUSI


KODE MATA KULIAH/SKS: 4314-2-2373/2

124
Oleh

Dra. Frida Maryati Yusuf, M.Pd.

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA
UNVERSITAS NEGERI GORONTALO
2006
KATA PENGANTAR

Bahan ajar evolusi disusun berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Isi


bahan ajar ini disusun berdasarkan Analisis Instruksinal, GBPP, SAP, dan Kontrak
Perkuliahan yang dapat menjadi pegangan bagi mahasiswa dan dosen dalam
mempelajari Evolusi.
Saran dan Kritikan sangat dibutuhkan untuk perbaikan dan
penyempuranaannya.
Sehubungan dengan hal tersebut, penulis mohon maaf jika terdapat
kekeliruan dalam penulisan bahan ajar ini, serta ucapan terima kasih atas bantuan dan
saran yang telah dan akan diberikan kepada penulis.
Selanjutnya bahan ajar ini dipersembahkan untuk dijadikan bahan bacaan
pustaka oleh yang membutuhkan.

125
DAFTAR ISI

BAHAN AJAR
MATA KULIAH EVOLUSI

TINJAUAN MATA KULIAH

1. Deskripsi Singkat
Mata kuliah ini berisi tentang sejarah perkembangan teori evolusi makhluk
hidup, bukti-bukti/petunjuk adanya evolusi, Asal usul kehidupan dan
keanekaragaman, variasi dan seleksi alam, konsep spesies dan mekanisme
spesiasi, Hukum-hukum yang berkaitan dengan perkembangan evolutif
makhluk hidup, Pemahaman evolusi dari aspek interaksi antara makhluk
hidup dengan lingkungannya, Evolusi Primates dan perkembangan menuju
manusia modern.

2. Kegunaan Mata Kuliah


Mata kuliah ini sangat penting bagi mahasiswa, karena dengan mata kuliah
ini dapat menelaah dan menganalisis teori evolusi dengan melihat bukti-bukti

126
evolusi serta akhirnya dapat menempatkan teori evolusi pada proporsi yang
benar.

3. Tujuan Instruksional Umum


Setelah mengikuti perkuliahan selama satu semester, mahasiswa diharapkan
mampu:
a) Menjelaskan sejarah perkembangan teori evolusi makhluk hidup
b) Menunjukkan bahwa evolusi benar-benar terjadi
c) Menjelaskan asal usul kehidupan dan keanekaragaman
d) Menganalisa konsep spesies dan mekanisme spesiasi
e) Memahami hukum-hukum yang berkaitan dengan perkembangan evolutif
makhluk hidup
f) Memahami evolusi dari aspek interaksi antara makhluk hidup dan
lingkungannya
g) Menjelaskan evolusi primates dan perkembangan menuju manusia modern

4. Susunan Bahan Ajar

5. Petunjuk Bagi Mahasiswa


a. Sebelum mengikuti perkuliahan hendaknya mahasiswa telah
membaca bahan ajar ini dan dapat diperkaya dengan sumber acuan
lainnya yang relevan pada setiap kali pertemuan
b. Untuk memperkaya wawasan dan pengetahuan sangat dianjurkan
penelusuran literature maupun perkembangan-perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya evolusi melalui media internet
c. Mintalah petunjuk dari dosen jika ada yang belum terselesaikan baik
dalam diskusi kelompok maupun diskusi kelas
d. Kerjakan setiap tugas terstruktur yang diberikan setiap akhir
pertemuan dengan baik

127
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

19 20 21 22 23 24 25

128

Anda mungkin juga menyukai