Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN PENYAKIT MENULAR PADA

KASUS DIFTERI

I. Konsep Dasar Difteri


A. Pengertian
Difteri adalah infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh Corynebacterium
diphteriae dengan bentuk basil batang gram positif (Jauhari,Nurudin. 2008). Difteri adalah
penyakit infeksi yang mendadak yang disebabkan oleh kuman Coryneabacterium diphteria.
Mudah menular dan yang diserang terutama traktus respiratorius bagian atas dengan tanda khas
terbentuknya pseudo membran dan dilepaskannya eksotoksin yang dapat menimbulkan gejala
umum dan lokal (Ilmu Kesehatan Anak).
Difteri suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular yang terjadi secara lokal pada
mukosa saluran pernafasan atau kulit, yang disebabkan oleh basil gram positif
Corynebacterium Diphtheria, ditandai oleh terbentuknya eksudat yang berbentuk membram
pada tempat infeksi, dan diikuti oleh gejala-gejala umum yang ditimbulkan oleh eksotoksin
yang diproduksi oleh basil ini. (Sudoyo Aru,dkk, 2009). Difteria adalah infeksi mendadak yang
disebabkan oleh kuman Corynebacterium Diphteriae, yang mudah menular, menyerah
terutama traktus respiratorius bagian atas dengan tanda-tanda khas terbentuknya
pseudomembran dan dilepaskannya eksotoksin.

B. Etiologi/Klasifikasi
Penyebab penyakit difteri adalah Corynebacterium diphtheriae. Berbentuk batang gram
positif, tidak berspora, bercampak atau kapsul. Infeksi oleh kuman sifatnya tidak invasive,
tetapi kuman dapat mengeluarkan toxin, yaitu exotoxin. Toxin difteri ini, karena mempunayi
efek patoligik meyebabkan orang jadi sakit. Ada tiga type variants dari Corynebacterium
diphtheriae ini yaitu : type mitis, type intermedius dan type gravis.
Corynebacterium diphtheriae dapat dikalsifikasikan dengan cara bacteriophage lysis
menjadi 19 tipe. Tipe 1-3 termasuk tipe mitis, tipe 4-6 termasuk tipe intermedius, tipe 7
termasuk tipe gravis yang tidak ganas, sedangkan tipe-tipe lainnya termasuk tipe gravis yang
virulen. Corynebacterium diphtheriae ini dalam bentuk satu atau dua varian yang tidak ganas
dapat ditemukan pada tenggorokan manusia, pada selaput mukosa.(Depkes,2007).
Klasifikasi penyakit difteri secara klinis adalah menurut lokasinya sebagai berikut:
a. Difteri nasal anterior
b. Difteri nasal posterior
c. Difteri fausial (farinks)
d. Difteri laryngeal
e. Difteri konjungtiva
f. Difteri kulit
g. Difteri vulva/vagina
Menurut tingkat keparahannya: (Sudoyo Aru, dkk , 2009)
1. Infeksi ringan, apabila pseudomembrane hanya terdapat pada mukosa hidung dengan
gejala hanya pilek dan nyeri waktu menelan.
2. Infeksi sedang, apabila pseudomembrane telah menyerang sampai faring dan laring
sehingga keadaan pasien terlihat lesu dan agak sesak
3. Infeksi berat, apabila terjadi sumbatan nafas yang berat dan adanya gejala-gejala yang
ditimbulkan oleh eksotoksin seperti miokarditis, paralisis dan nefritis.
C. Manifestasi Klinis
a. Gejala umum : demam tidak terlalu tinggi 38˚C, lesu pucat, nyeri kepala atau anoreksia.
b. Gelaja klinis :
- Gejala ringan : pilek, sekret yang keluar terkadang bercampur darah, radang selaput
lendir.
- Gejala berat : radang akut, tenggorokan, suhu tinggi, nafas berbau, pembengkakan
kelenjar getah bening (bullneck), suara serak, sesak nafas, sianosis.
D. Patofisiologi/ Woc
Terpapar Corynebacterium difteria diudara

Masuk kedalam dan hinggap di mukosa Tubuh

Difteri

Membentuk Pseudomonia

Mengeluarkan toksin (eksotoksin) MK: Hipertermi

Lokal Sistemik

Infeksi Nasal Infeksi tonsil Infeksi kel. Geth bening Infeksi pada laring Miokarditis Infeksi kutaneus
dan laring dan trakea

Peradangan mukosa hidung Nyeri Pada tonsil Demam Penumpukan Pembesaran gagal jantung Nefritis vagina konjungtifa
MK: Resiko Sekret pseudomembran
kekurangan
Influensa Hidung serosa Nyeri menelan Mual muntah volume cairan Obstruksi jalan nafas

Anoreksia
MK: nutrisi Kurang MK: Bersihan
MK : Nyeri dari kebutuhan jalan nafas tidak
akut tubuh efektif
Apneu
Lemah dan lesu
Sianosis

MRS

Hospitalisasi Family center Problem

Tindakan infasif pemisahan lingkungan baru (isolasi) kurangnya informasi situasi krisis

Nyeri dan injuri cemas kurangnya pengetahuan cemas


E. Pemeriksaan Penunjang
a. Schick Test
Tes kulit ini di gunakan untuk menentukan status imunitas penderita. Untuk
pemeriksaan ini digunakan dosis 1/50 MED. Yang di berikan intrakutan dalam bentuk
larutan yang telah di encerkan sebanyak 0,1 ml bila orang tersebut tidak mengandung
antitoksin akan timbul vesikel pada bekas suntikan akan hilang setelah beberapa beberapa
minggu. Pada orang yang mengandung titer antitoksin yang rendah uji schick dapat positif,
pada bekas suntikan akan timbul warna merah kecoklatan dalam 24 jam.
Uji schick dikatakan negatif bila tidak di dapatkan reaksi apapun pada tempat suntikan
dan ini terdapat pada orang dengan imunitas atau mengandung antitoksin yang tinggi.
b. Pemeriksaan laboratorium
- Pada pemeriksaan darah : penurunan hemoglobin(Hb), penurunan jumlah leukosit,
eritrosit, dan kadar albumin
- Pada urine terdapatnya albuminuria ringan.
c. Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan EKG secara berkala untuk mendeteksi toksin basil menyerang sel otot
jantung dilakukan sejak hari 1 perawatan lalu minimal 1x seminggu, kecuali bila ada
indikasi dilakukan 2-3x seminggu.
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Jika anak menderita difteri, ia harus dirawat di rumah sakit karena sering kali menjadi
gawat.
a. Racun yang dihasilkan oleh kuman dieliminasi dengan pemberian anti racun yang
disebut dengan anti toksin yang spesifik untuk kuman difteri.
b. Antibiotik diberikan dalam jangka waktu tertentu untuk mengeliminasi kuman,
menghentikan produksi racun oleh kuman, dan mengobati infeksi lokal saluran napas
bagian atas.
c. Istirahat total sangat dibutuhkan, terutama pada anak dengan tanda-tanda komplikasi
pada jantung.
Pengobatan/ terapi dengan menggunakan obat, seperti :
1) Antitoksin: serum anti diphtheria (ADS). Dosis serum anti diphtheria ditentukan secara
empiris berdasarkan berat penyakit, tidak tergantung pada berat badan penderita,
dan berkisar antara 20.000-120.000 KI.
2) Antimikrobial
Penisilin prokain 50.000-100.000 KI/BB/hari selama 7-10 hari, bila alergi bisadiberikan
eritromisin 40 mg/kg/hari.
3) Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan kepada penderita dengan gejala obstruksi saluran nafas
bagian atas dan bila terdapat penyulit miokardiopati toksik.
4) Pengobatan penyulit
Pengobatan terutama ditujukan terhadap menjaga agar hemodinamika penderita tetap
baik oleh karena penyulit yang disebabkan oleh toksin pada umumnya reversibel.
5) Pengobatan Carrier
Carrier adalah mereka yang tidak menunjukkan keluhan, mempunyai reaksi Schick
negatif tetapi mengandung basil diphtheria dalam nasofaringnya. Pengobatan yang
dapat diberikan adalah penisilin oral atau suntikan, atau eritromisin selama satu minggu.
Mungkin diperlukan tindakan tonsilektomi / adenoidektomi.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Pasien difteri harus dirawat di kamar isolasi yang tertutup. Petugas harus memakai
gaun khusus (celemek) dan masker yang harus diganti tiap pergantian tugas atau sewaktu-
waktu bila kotor (jangan dari pagi sampai malam hari). Sebaiknya penunggu pasien juga
harus memakai celemek tersebut untuk mencegah penularan ke luar ruangan. Harus
disediakan perlengkapan cuci tangan: desinfektan, sabun, lap, atau handuk yang selalu
kering (bila ada tisu) air bersih jika ada kran juga tempat untuk merendam alat makan yang
diisi dengan desinfektan. Jika anak menderita difteri, ia harus dirawat di rumah sakit karena
seringkali menjadi gawat.
G. Komplikasi
Komplikasi bisa dipengaruhi oleh virulensi kuman, luas membran, jumlah toksin, waktu antara
timbulnya penyakit dengan pemberian antitoksin. Komplikasi difteri terdiri dari :
1. Infeksi sekunder, biasanya oleh kuman streptokokus dan stafilokokus
2. Infeksi Lokal : obstruksi jalan nafas akibat membran atau oedema jalan nafas
3. Infeksi Sistemik karena efek eksotoksin
Komplikasi yang terjadi antara lain kerusakan jantung, yang bisa berlanjut menjadi gagal
jantung. Kerusakan sistem saraf berupa kelumpuhan saraf penyebab gerakan tak
terkoordinasi. Kerusakan saraf bahkan bisa berakibat kelumpuhan, dan kerusakan ginjal.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan mengumpulkan
data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui permasalahan yang ada. Untuk
melakukan langkah pertama ini dibutuhkan pengetahuan dan kemampuan yang harus dimiliki
oleh seorang perawat diantaranya pengetahuan tentang kebutuhan atau bio-psiko-sosial dan
spiritual, bagi manusia yang memandang manusia dari segi aspek biologis, pikologis, sosial
dan tinjauan dari aspek spiritual juga pengetahuan akan kebutuhan pengembangan manusia
(tumbuh kembang dari kebutuhan dasarnya) pengetahuan dari konsep sehat dan sakit,
pengetahuan tentang patofosiologi dan penyakit yang dialami, pengetahuan tentang sistem
keluarga dan kultur budaya serta nilai keyakinan yang dialami klien ( Hidayat, 2011).
1. Identitas pasien Meliputi nama, umur, no MR, pekerjaan, alamat, agama, cara masuk,
riwayat alergi, tanggal masuk RS dan lain-lain. Umur : Biasanya terjadi pada anak-anak
umur 2-10 tahun dan jarang ditemukan pada bayi berumur dibawah 6 bulan dari pada
orang dewasa diatas 15 tahun. Suku bangsa dapat terjadi diseluruh dunia terutama di
negara-negara miskin. Tempat tinggal biasanya terjadi pada penduduk di tempat-tempat
pemukiman yang rapat-rapat, higine dan sanitasi jelek dan fasilitas kesehatan yang
kurang.
2. Identitas penanggung jawab: nama orangtua, umur, jenis kelamin, pendidikan (karena
tingkat pendidikan mempengaruhi tingkat pemahaman penanggung jawab tentang kondisi
penyakit klien dan cara mengatasi penyakit klien), agama, pekerjaan, alamat, data ini
sangat diperlukan karena penanggung jawab adalah orang yang bisa perawat hubungi saat
akan dilakukan suatu tindakan.
3. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Nyeri menelan.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien mengalami sesak napas disertai dengan nyeri menelan demam ,lesu,
pucat, sakit kepala, anoreksia.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya klien mengalami peradangan kronis pada tonsil, sinus, faring, laring, dan
saluran nafas atas dan mengalami pilek dengan sekret bercampur darah yang
disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada keluarga yang mengalami difteri jadi ada kemungkinan besar anaknya
akan menderita penyakit yang sama.
4. Riwayat Perinatal dan Neonatal
a. Hamil
Untuk mengetahui Kondisi ibu selama hamil, periksa kehamilan dimana dan berapa
kali, serta mendapatkan apa saja dari petugas kesehatan selama hamil.
b. Persalinan
Untuk mengetahui cara persalinan, ditolong oleh siapa, adakah penyulit selama
melahirkan seperti perdarahan. Kaji dimana klien dilahirkan, berat badan, panjang
badan bayi.
c. Neonatal
Untuk mengetahui apakah bayi minum ASI atau Pasi, berapa BB Lahir, PB lahir,
apakah saat lahir bayi langsung menangis/tidak.
5. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Pertumbuhan dan perkembangan motorik, sensorik klien dengan difteri biasanya
terganggu pernapasan sehingga sulit menelan,disertai demam, menggigil, malaise, sakit
tenggorokan, batuk.
6. Riwayat imunisasi anak dan kesehatan keluarga.
Apakah riwayat imunisasi pada anak lengkap/tidak. Imunisasi DPT 1, 2, 3 pada usia 2
bulan, 4 bulan, 6 bulan yang kurang memadai.
7. Riwayat alergi
Biasanya riwayat alergi terhadap makanan ataupun obat-obatan.
8. Riwayat bio, psiko, sosial, spiritual (Virginia Handerson):
a. Pernafasan
Pada anak dengan difteri ditemukan sesak saat bernafas, anak tampak sianosis
respirasi lebih dari 40-50x/ menit.
b. Eliminasi
Biasanya pada kasus difteri yang perlu dikaji pada eliminasi adalah frekuensi
jumlah dan konsistensi BAB dan BAK.
c. Nutrisi
Biasanya pada anak dengan difteri terjadi penurunan nafsu makan, karena anak
susah menelan.
d. Kebutuhan istirahat tidur
Pada anak dengan difteri biasanya ditemukan gangguan istirahat tidur karena
adanya sesak dan demam.
e. Kebutuhan keseimbangan tubuh
Biasanya anak dengan difteri keseimbangan tubuh/ pergerakannya agak lambat
karena terganggu oleh sesaknya.
f. Kebutuhan personal hygine
Biasanya personal hygine akan dibantu oleh orang tua dan perawat.
g. Kebutuhan berkomunikasi
Biasanya anak dengan difteri akan menangis jika BAB atau BAK, begitu juga bila
anak merasa sesak dan nyeri saat menelan maka anak akan menangis.
h. Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Biasanya anak dengan difteri menunjukan rasa tidak aman dan nyaman dengan
menangis seperti jika merasakan perubahan pada tubuhnya anak akan menunjukan
dengan cara menangis dan merasa aman bila bersama ibunya.
i. Kebutuhan berpakaian
Biasanya anak dengan difteri berpakaian akan dibantu oleh perawat ataupun
keluarganya.
j. Pengaturan suhu tubuh
0
Anak dengan difteri biasanya akan mengalami demam (< 38,9 C) dengan suhu
tubuh normal 36,5-37,50 C.
k. Kebutuhan spiritual
Biasanya pada anak kebutuhan spiritualnya masih tergantung pada orang tuanya
seperti orang tuanya mengajarkan berdoa keda anaknya.
l. Kebutuhan bermain dan rekreasi
Pada anak dengan difteri tidak mampu beraktifitas seperti biasanya apabila dalam
keadaan lemah kesadarannya menurun apalagi respon terhadap ransangan serta tonus
otot pun menurun.
m. Kebutuhan belajar
Biasanya pada anak dengan difteria kurang mampu mengetahui hal-hal yang
berhubungan dengan sekitarnya. Biasanya akan lemah dan malas.
n. Kebutuhan bekerja
Biasanya pada anak kebutuhan bekerjanya masih tergantung pada orang tuanya.
9. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum biasanya meliputi ringan, sedang dan berat.
b. Kesadaran
Pada anak dengan difteri menunjukkan tingkat kesadaran yang menurun.
c. Tanda-tanda vital
1) Pada anak nadi(lebih dari110 x/menit), suhu (kurang dari 380C) dan RR (26x/menit
meningkat ).
2) Antropometri
Rumusan cara mencari berat badan normal:
a) Perkiraan berat badan dengan kilogram
(1) Lahir : 3,25 kg
(2) 3-12 bulan : 1/2x(usia dalam bulan +9) kg
(3) 1-6 tahun : 2x(usia anak dalam tahun)+8 kg
b) Perkiraan tinggi badan dalam sentimeter
(1) Lahir : 50 cm
(2) Umur 1 tahun : 75 cm
(3) 2-12 tahun : 6 x (usia anak)+77cm
c) Periksa Lingkar Lengan atas dalam sentimeter
(1) Lahir : 11 cm
(2) 1-3 tahun : 16 cm
(3) 1 tahun : bertambah 5 cm/tahun
d) Periksa lingkar lengan atas dalam sentimeter
(1) Lahir : 11 cm
(2) 1 tahun : 16 cm
e) Pemeriksaan dengan pengukuran Indeks Masa Tubuh (IMT):
IMT = Berat badan (BB) Kg
(Tinggi badan (TB) m)2
Keterangan:
< 16 : Malnutrisi
16-19 : BB kurang
20-25 : Normal
26-30 : BB lebih
31-40 : Kegemukan sedang menuju berat
>40 : Kegemukan yang tidak wajar

3) Pemeriksaan head to toe


Head to toe Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi
Kepala simetris/tidak, Teraba - -
tampak benjolan benjolan /tidak
abnormal/tidak, ada
lesi/tidak,
kulit kepala bersih
Mata Tampak simetris - - -
kiri-kanan,
conjungtiva
pucat/tidak, scelera
kuning/tidak,
tampak cowong

Hidung simetris/tidak, - - -
tampak bersih/tidak,
ada secret/tidak, ada
pernafasan cuping
hidung/tidak.
Wajah Pucat/tidak - - -
Mulut mukosa bibir - - -
terlihat lembab,
tidak bersih, tampak
ada stomatitis/tidak.
Banyak secret
pseudomembran.
Telinga Ada secret tidak Ada nyeri - -
tekan tidak
Leher tampak pembesaran teraba - -
kelenjar tyorid, pembesaran
kelenjar lymfe kelenjar tyorid,
(bullneck) maupun kelenjar lymfe
pembesaran vena maupun
jugularis pembesaran
vena jugularis
Dada simetris/tidak, - - Terdengar ronchi
tampak benjolan dan
yang wheezing/tidaktid
abnormal/tidak, ak ada bising
nafas teratur/tidak. aorta dan mur-
mur, suara
jantung S1 “Lup”,
S2 “Dup”
Abdomen Tampak kembung Ada nyeri Ada tidak Peristaltic 3-5
tidak, ada lesi tidak tekan tidak bunyi nyaring x/menit
khas kembung
Ekstremitas Replek bisep (+), Akral teraba - -
trisep (+), kekuatan hangat atau
otot (1-5) panas.
Genetalia Bersih tidak, ada - - -
lesi.
Integument Tampak sianosis, - - -
turgor kulit
menurun normal (2-
5 detik)

10. Pemeriksaan penunjang


a. Schick Test
Tes kulit ini di gunakan untuk menentukan status imunitas penderita. Untuk
pemeriksaan ini digunakan dosis 1/50 MED. Yang di berikan intrakutan dalam
bentuk larutan yang telah di encerkan sebanyak 0,1 ml bila orang tersebut tidak
mengandung antitoksin akan timbul vesikel pada bekas suntikan akan hilang setelah
beberapa beberapa minggu. Pada orang yang mengandung titer antitoksin yang
rendah uji schick dapat positif, pada bekas suntikan akan timbul warna merah
kecoklatan dalam 24 jam.
Uji schick dikatakan negatif bila tidak di dapatkan reaksi apapun pada tempat
suntikan dan ini terdapat pada orang dengan imunitas atau mengandung antitoksin
yang tinggi.
b. Pemeriksaan laboratorium
- Pada pemeriksaan darah : penurunan hemoglobin(Hb), penurunan jumlah
leukosit, eritrosit, dan kadar albumin
- Pada urine terdapatnya albuminuria ringan.
c. Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan EKG secara berkala untuk mendeteksi toksin basil menyerang
sel otot jantung dilakukan sejak hari 1 perawatan lalu minimal 1x seminggu, kecuali
bila ada indikasi dilakukan 2-3x seminggu.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Analisa data
Data yang dikumpulkan harus dianalisa untuk menentukan masalah pasien adapun
analisa data dapat pada difteria sebagai berikut :
Tabel Analisa Data :
No. Symptom Etiologi Problem
1. Ds :Biasanya ibu klien Anoreksia Nutrisi Kurang dari
mengatakan anaknya kebutuhan tubuh
mengeluh tidak nafsu makan
dan susah menelan.
Do :
1. Pseudomembran +
2. Berat badan menurun
3. Tonus otot menurun
4. Membran mukosa pucat

2. Ds :Biasanya ibu klien Proses peradangan Hipertermi


mengatakan anaknya
mengeluh demam .
Do :
1. Membran mukosa
pucat
2. Suhu tubuh 38 ˚C
3. Anak rewel
4. Akral hangat
5. Ibu gelisah
3. Ds : Biasanya ibu klien Nyeri menelan Nyeri akut
mengatakan anaknya
mengeluh sakit di daerah
leher.
Do :
1. Pseudomembran +
2. Membran mukosa
pucat
3. Pembesaran leher
(bullneck)

2. Rumusan Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas mengenai status kesehatan atau
masalah aktual atau resiko dalam rangka mengidentifikasikan dan membentuk intervensi
keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan atau mencegah, masalah kesehatan klien
yang ada pada tanggung jawab (Tarwoto & Wartonah, 2011).
a) Nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia ditandai dengan
ibu klien mengatakan anaknya susah untuk makan dan susah menelan. Terdapat
pseudomembran + ,berat badan menurun, nafas bau, membran mukosa pucat.
b) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan ibu klien
mengatakan anaknya demam. Suhu tubuh 38˚C, Anak rewel, Akral hangat, Ibu
gelisah.
c) Nyeri akut berhubungan dengan nyeri menelan ditandai dengan ibu klien
mengatakan anaknya mengeluh sakit di daerah leher. Pseudomembran +, membran
mukosa pucat dan pembesaran leher (bullneck).

C. Rencana Keperawatan/ intervensi


Intervensi keperawatan merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi
keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi masalah-
masalah klien. Perencanaan ini merupakan langkah ke tiga dalam membuat suatu proses
keperawatan. Dalam menentukan tahap perencanaan bagi perawat diperlukan berbagai
pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan klien, nilai dan kepercayaan klien, batasan
praktik keperawatan, peran dari tenaga kesehatan lainnya, kemampuan dalam menyelesaikan
masalah, mengambil keputusan, menulis tujuan serta memilih dan membuat strategi
keperawatan yang aman dalam memenuhi tujuan, menulis instruksi keperawatan serta
kemampuan dalam melaksanakan kerja sama dengan kesehatan lain.
Pada tahap perencanaan untuk menentukan kriteria hasil berdasarkan “SMART”:
S : Spesifik (tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti

ganda).

M : Measurable (tujuan keperawatan harus: dapat diukur,

khususnya tentang prilaku klien: dapat dilihat, didengar,

diraba, dirasakan dan dibau).

A : Achievable (tujuan harus dapat dicapai).

R : Reasonable (tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan

secara ilmiah).

T: : Time (tujuan keperawatan).


Tabel: Intervensi Keperawatan

No Tujuan dan kriteria Intervensi keperawatan Rasional


dx hasil
1. Setelah dilakukan 1. Observasi BB setiap hari 1. Untuk mengetahui
tindakan keperawatan perkembangan keadaan klien
selama ..x24 jam 2. Identifikasi faktor pencetus 2. Untuk mengetahui penyebab
diharapkan kebutuhan mual muntah mual muntah
nutri terpenuhu 3. Berikan makanan dengan porsi 3. Meningkatkan intake nutrisi
dengan kriteria hasil : sedikit tapi sering
a. Klien 4. Anjurkan keluarga untuk oral 4. Untuk meningkatkan nafsu
mendapatkan hygiene sebelum makan makan
nutrisi yang 5. Berikan lingkungan yang aman 5. Untuk meningkatkan nafsu
adekuat sesuai dan tenang dalam waktu pemberian makan
dengan kebutuhan pemberian makan
b. Menunjukakan 6. Jadwal pengobatan pernafasan 6. Menurunkan efek mual
BB tetap setidaknya 1 jam sebelum muntah.
makan.
2. Setelah dilakuakn 1. Observasi suhu tubuh setiap 4 1. Indikasi jika ada demam
tindakan keperawatan jam 2. Memfasilitasi kehilangan
selama …x24 jam 2. Tingkatkan sirkulasi runganan lewat konfeksi
diharapkan suhu tubuh 3. Berikan kompres air hangat 3. Memfasilitasi kehilangan
dalam batas normal 4. Observasi tanda dan gejala lewat konduksi
(36-37,5 0C) dengan infeksi sistemik dan lokal 4. Indikasi adanya infeksi yang
kriteria hasil : 5. Anjurkan untuk oral hygiene lebih parah
a. Kulit hangat dan 6. Kolaborasi dengan tim medis 5. Untuk menurunkan resiko
lembab lainnya dalam pemberian infeksi
b. Membran mukosa antipiretik dan antibiotik sesuai 6. Mengurangi demam dan
lembab kebutuhan. penyebaran infeksi

3. Setelah dilakukan 1. Kaji tanda – tanda vital 1. Untuk mengetahui keadaan


tindakan keperawatan 2. Lakukan pengkajian nyeri pasien dari TD,N,S dan RR.
selama …x24 jam 3. Ajarkan tehnik relaksasi nyeri 2. Untuk mengetahui qualitas,
diharapkan keluhan 4. Menerangkan penyebab nyeri area, skala dan kapan nyeri
klien dapat berkurang 5. Atur posisi pasien itu berlangsung
dengan kriteria hasil : 6. Bantu psaien untuk bergerak 3. Untuk membantu pasien
secara bertahap mulai dari mengatasi nyeri yang
a. Klien tidak gerakkan kaki, setelah itu dirasakan
merasakan nyeri miring kiri dan kanan, duduk 4. Membuat pasien mengatahui
b. Klien dapat lalu berjalan. bahwa nyeri luka post sc itu
mengatasi nyeri 7. Kolaborasi dengan dokter untuk normal
c. Klien tidak pemberian terapy 5. Untuk memberikan rasa
meringis kesakitan nyaman kepada pasien
d. Nyeri klien 6. Untuk membantu pasien
berkurang dengan bergerak agar tidak terjadi
skala 0 kekakuan otot pada pasien.
7. Untuk mendapat terapy yang
tepat sesuai kebutuhan
pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit Dalam. Jakarta :
Nuha Medika

Hidayat, aziz alimul A. 2008. Pengantar ilmu keperawatan anak. Jilid 2. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, Amin Huda dkk. 2013. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnose medis &
NANDA. Jakarta: Medi Action.

Suriadi, dan Rita Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 2. Jakarta: Sagung seto

Anda mungkin juga menyukai