PEMBAHASAN
Administrasi pembangunan adalah proses pengendalian usaha (administrasi) oleh
negara/pemerintah untuk merealisirkan pertumbuhan yang direncanakan ke arah suatu keadaan
yang dianggap lebih baik dan kemajuan di dalam berbagai aspek kehidupan bangsa.
Menurut SP. Sondang Siagian, administrasi pembangunan adalah suatu usaha atau
rangkaian usaha pertumbuhan dan perobahan yang berencana yang dilakukan secara sadar oleh
suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation-
building).
Sebelum memasuki pengawasan dalam administrasi pembangunan, terlebih dahulu kita
perlu mengetahui definisi dari pengawasan itu sendiri. Pengawasan adalah proses dalam
menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil
yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan tersebut. Sedangkan menurut Stoner,
pengawasan adalah proses untuk memastikan bahwa segala aktifitas yang terlaksana sesuai dengan
apa yang telah direncanakan.
Dalam rangka mengamankan pelaksanaan pembangunan agar tercapai secara efisien dan
efektif maka diperlukan suatu sistem pengawasan yang baik. Sama pentingnya dengan
perencanaan dan pelaksanaan program, dimana pengawasan merupakan bagian dari pelaksanaan
fungsi manajemen.
Pengawasan bukan merupakan suatu tujuan, melainkan sarana untuk meningkatkan
efisiensi dalam melaksanakan kegiatan. Didalamnya termasuk unsur pencegahan terhadap
penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, kegiatan pengawasan tidak
hanya dilakukan dalam tahap pelaksanaan. Artinya aspek pengawasan telah masuk selagi proyek-
proyek pembangunan masih dalam tahap perencanaan.
Perencanaan memberikan kerangka acuan bagi proses pengawasan, dan hasil dari
pengawasan seperti juga pemantauan merupakan umpan balik bagi proses perencanaan dan
pelaksanaan pada tahap berikutnya. Sedangkan pada tahap evaluasi, pengawasan dapat
menghasilkan keputusan untuk melakukan koreksi dan perbaikan dalam penyelenggaraan
pembangunan, dan dapat pula menghasilkan sanksi sesuai hukum yang berlaku.
Pengawasan mirip dengan pemantauan, perbedaannya adalah pengawasan lebih
menekankan pada akuntabilitas dan trasnparansi sektor public, dan lebih ditekankan pada
penanganan sumber dana (financial resources, serta terjadi pada saat proyek/program dilaksanakan
untuk deteksi dini penyimpangan. Pemantauan dan pengawasan pembangunan pada dasarnya
merupakan rangkaian kegiatan yang memiliki obyek yang sama, yakni mengikuti perkembangan
pelaksanaan pembangunan agar senantiasa sesuai dengan rencana. Dalam banyak literatur, kedua
kegiatan itu tidak dipisahkan. Tapi dalam pembahasan ini dilakukan pemisahan untuk
menunjukkan adanya dua kegiatan yang serupa tetapi tidak harus selalu sama, atau masing-masing
dilakukan oleh lembaga atau unit organisasi yang berbeda.
Disamping itu, kegiatan pengawasan bukan semata-mata mencari siapa yang bersalah,
tetapi apa yang salah dan mengapa kesalahan itu terjadi. Sehingga dalam kegiatan pengawasan ada
unsur membimbing dan mendidik terhadap pelaksana pembangunan untuk meningkatkan
kemampuan dan profesionalismenya. Pengawasan merupakan unsur yang pokok bagi setiap
manajemen, termasuk manajemen pembangunan.
Dalam konsep pengawasan ada unsur yang mengawasi dan diawasi. Di sini, selain kriteria
pelaksanaannya (proyek) pembangunan yang ditetapkan dalam rancangannya, terlihat pula segi
penegakan norma-norma etika. Pengawasan dengan hal demikian mengandung makna penegakan
hukum dan disiplin.
Dalam administrasi pembangunan, pengawasan ada hirarkinya, sesuai dengan tingkatan
dan ruang lingkupnya. Hal ini bersifat berjenjang dan dapat dilakukan sebagai bagian dari kegiatan
yang organik dari dalam dan dari luar. Oleh karena itu, dikenal adanya pengawasan fungsional dan
pengawasan melekat.
Pengawasan Fungsional yaitu:
1. Pengawasan internal adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat Pengawasan Fungsional
Pemerintah (APFP), seperti BPKP, Inspektorat Jenderal (Itjen), Badan Pengawas Daerah
(Bawasda) Propinsi dan Kabupaten.
2. Pengawasan eksternal adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparatur diluar pemerintah seperti
BPK, DPRD.
Pengawasan melekat yaitu kegiatan yang bersifat sebagai pengendalian scr terus-menerus,
dilakukan atasan langsung terhadap bawahannya, agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut
berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana kegiatan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Johnson, Kast, dan Rosenzweig (1973) membagi sistem pengawasan ke dalam:
1. Pengawasan organisasional, yaitu sistem pengawasan umum yang menilai kinerja keseluruhan
dari suatu kegiatan di dalam organisasi. Standar pengukuran yang lazim digunakan bagi
pengawasan jenis ini adalah pengukuran efektivitas (measurement of effectiveness) dari kegiatan
tersebut. Dari hasil pengukuran effektivitas tersebut, umpan balik yang dihasilkan dapat digunakan
untuk mengevaluasi tujuan dan sasaran, merumuskan perencanaan tahap berikutnya, serta
memperbaiki petunjuk pelaksanaan kegiatan (standard operating procedures).
2. Pengawasan operasional yaitu sistem pengawasan yang digunakan untuk mengukur kinerja harian
suatu kegiatan dan memberikan langkah-langkah koreksi langsung.
Johnson, Kast, dan Rosenzweig (1973) juga menguraikan fungsi pengawasan dengan
mengidentifikasikan empat unsur pokok pengawasan. Unsur-unsur tersebut meliputi:
1. Penentuan standar kinerja
2. Perumusan instrumen pengawasan yang dapat dipergunakan dalam mengukur kinerja suatu
kegiatan,
3. Pembandingan hasil aktual dengan kinerja yang diharapkan
4. Pengambilan langkah-langkah pembenahan atau koreksi.
Dalam konsep pengawasan ada unsur yang mengawasi dan diawasi. Di sini, selain criteria
pelaksanaan (proyek) pembangunan yang ditetapkan dalam rancangannya (project design), terlihat
pula segi penegakan norma-norma etika. Misalnya, sasaran tidak tercapai apakah karena keadaan
yang berubah dari semula, karena kelalaian pelaksanaan atau ada unsur kesengajaan untuk
keuntungan pelakunya. Pengawasan dengan demikian mengandung makna penegakan hukum dan
disiplin.
Suatu pengawasan yang efektif membutuhkan tidak saja norma-norma etika tetapi juga
sistem informasi yang memadai. Kebutuhan informasi menjadi sangat penting artinya untuk
menilai situasi dan kondisi yang melingkupi suatu isu dan mengevaluasi alternatif langkah-langkah
selanjutnya.
Fungsi pengawasan yaitu:
1. Meningkatkan kebertanggungjawaban (accountability) dan keterbukaan (transparancy) sector
publik.
2. Menekankan langkah-langkah pembenahan atau koreksi (corrective actions) jika dalam suatu
kegiatan terjadi kesalahan atau perbedaan dari tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan.
Daftar Pustaka
Tjokroamidjojo, Bintoro. 1974. Pengantar Administrasi Pembangunan. Jakarta: Lembaga
Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial.
A. Pengertian Pengawasan
Pengawasan bisa didefinisikan sebagai suatu usaha sistematis oleh
manajemen bisnis untuk membandingkan kinerja standar, rencana, atau tujuan
yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk menentukan apakah kinerja sejalan
dengan standar tersebut dan untuk mengambil tindakan penyembuhan yang
diperlukan untuk melihat bahwa sumber daya manusia digunakan dengan
seefektif dan seefisien mungkin didalam mencapai tujuan.
George R. Tery (2006:395) mengartikan pengawasan sebagai
mendeterminasi apa yang telah dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi
kerja dan apabila perlu, menerapkan tidankan-tindakan korektif sehingga hasil
pekerjaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Robbin (dalam Sugandha, 1999 : 150) menyatakan pengawasan itu
merupakan suatu proses aktivitas yang sangat mendasar, sehingga
membutuhkan seorang manajer untuk menjalankan tugas dan pekerjaan
organisasi.
Kertonegoro (1998 : 163) menyatakan pengawasan itu adalah proses melaui
manajer berusaha memperoleh kayakinan bahwa kegiatan yang dilakukan sesuai
dengan perencanaannya.
Terry (dalam Sujamto, 1986 : 17) menyatakan Pengawasan adalah untuk
menentukan apa yang telah dicapai, mengadakan evaluasi atasannya, dan
mengambil tindakan-tidakan korektif bila diperlukan untuk menjamin agar hasilnya
sesuai dengan rencana.
Dale (dalam Winardi, 2000:224) dikatakan bahwa pengawasan tidak hanya
melihat sesuatu dengan seksama dan melaporkan hasil kegiatan mengawasi,
tetapi juga mengandung arti memperbaiki dan meluruskannya sehingga mencapai
tujuan yang sesuai dengan apa yang direncanakan.
Admosudirdjo (dalam Febriani, 2005:11) mengatakan bahwa pada
pokoknya pengawasan adalah keseluruhan daripada kegiatan yang
membandingkan atau mengukur apa yang sedang atau sudah dilaksanakan
dengan kriteria, norma-norma, standar atau rencana-rencana yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Siagian (1990:107) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
pengawasan adalah proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan
organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan
berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
Kesimpulannya, pengwasan merupakan suatu usaha sistematik untuk
menetapkan standar pelaksanaan tujuan dengan tujuan-tujuan
perencanaan,merancang system informasi umpan balik,membandingkan kegiatan
nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya,menentukan dan
mengukur penyimpangan-penyimpangan serta mengambil tindakan koreksi yang
diperlukan.
B. Tipe-Tipe Pengawasan
Donnelly, et al. (dalam Zuhad, 1996:302) mengelompokkan pengawasan
menjadi 3 Tipe pengawasan yaitu :
1. Pengawasan Pendahuluan (preliminary control).
Pengawasan yang terjadi sebelum kerja dilakukan. Pengawasan
Pendahuluan menghilangkan penyimpangan penting pada kerja yang diinginkan
yang dihasilkan sebelum penyimpangan tersebut terjadi. Pengawasan
Pendahuluan mencakup semua upaya manajerial guna memperbesar
kemungkinan bahwa hasil-hasil aktual akan berdekatan hasilnya dibandingkan
dengan hasil-hasil yang direncanakan.
Memusatkan perhatian pada masalah mencegah timbulnya deviasi-deviasi
pada kualitas serta kuantitas sumber-sumber daya yang digunakan pada
organisasi-organisasi. Sumber-sumber daya ini harus memenuhi syarat-syarat
pekerjaan yang ditetapkan oleh struktur organisasi yang bersangkutan.
Dengan ini, manajemen menciptakan kebijaksanaan-kebijaksanaan,
prosedur-prosedur dan aturan-aturan yang ditujukan pada hilangnya perilaku yang
menyebabkan hasil kerja yang tidak diinginkan di masa depan. Dipandang dari
sudut prespektif demikian, maka kebijaksanaan-¬kebijaksanaan merupakan
pedoman-pedoman yang baik untuk tindakan masa mendatang.
Pengawasan pendahuluan meliputi; Pengawasan pendahuluan sumber
daya manusia, Pengawasan pendahuluan bahan-bahan, Pengawasan
pendahuluan modal dan Pengawasan pendahuluan sumber-sumber daya
financial.
2. Pengawasan pada saat kerja berlangsung(cocurrent control)
Pengawasan yang terjadi ketika pekerjaan dilaksanakan. Memonitor
pekerjaan yang berlangsung guna memastikan bahwa sasaran-sasaran telah
dicapai. Concurrent control terutama terdiri dari tindakan-tindakan para supervisor
yang mengarahkan pekerjaan para bawahan mereka.
Direction berhubungan dengan tindakan-tindakan para manajer sewaktu
mereka berupaya untuk :
Mengajarkan para bawahan mereka bagaimana cara penerapan metode¬-
metode serta prosedur-prsedur yang tepat.
Mengawasi pekerjaan mereka agar pekerjaan dilaksanakan sebagaimana
mestinya.
3. Pengawasan Feed Back (feed back control)
Pengawasan Feed Back yaitu mengukur hasil suatu kegiatan yang telah
dilaksakan, guna mengukur penyimpangan yang mungkin terjadi atau tidak sesuai
dengan standar.
Pengawasan yang dipusatkan pada kinerja organisasional dimasa lalu.
Tindakan korektif ditujukan ke arah proses pembelian sumber daya atau operasi-
operasi aktual. Sifat kas dari metode-metode pengawasan feed back(umpan balik)
adalah bahwa dipusatkan perhatian pada hasil-hasil historikal, sebagai landasan
untuk mengoreksi tindakan-tindakan masa mendatang.
Adapun sejumlah metode pengawasanfeed back yang banyak dilakukan
oleh dunia bisnis yaitu:
Analysis Laporan Keuangan (Financial Statement Analysis)
Analisis Biaya Standar (Standard Cost Analysis)
Pengawasan Kualitas (Quality Control)
Evaluasi Hasil Pekerjaan Pekerja (Employee Performance Evaluation)
D. Pentingnya Pengawasan
Suatu prganisasi akan berjalan terus dan semakin komplek dari waktu ke
waktu, banyaknya orang yang berbuat kesalahan dan guna mengevaluasi atas
hasil kegiatan yang telah dilakukan, inilah yang membuat fungsi pengawasan
semakin penting dalam setiap organisasi. Tanpa adanya pengawasan yang baik
tentunya akan menghasilkan tujuan yang kurang memuaskan, baik bagi
organisasinya itu sendiri maupun bagi para pekerjanya.
Ada beberapa alasan mengapa pengawasan itu penting, diantaranya
a. Perubahan lingkungan organisasi
Berbagai perubahan lingkungan organisasi terjadi terus-menerus dan tak
dapat dihindari, seperti munculnya inovasi produk dan pesaing baru,
diketemukannya bahan baku baru dsb. Melalui fungsi pengawasannya manajer
mendeteksi perubahan yang berpengaruh pada barang dan jasa organisasi
sehingga mampu menghadapi tantangan atau memanfaatkan kesempatan yang
diciptakan perubahan yang terjadi.
b. Peningkatan kompleksitas organisasi
Semakin besar organisasi, makin memerlukan pengawasan yang lebih formal
dan hati-hati. Berbagai jenis produk harus diawasi untuk menjamin kualitas dan
profitabilitas tetap terjaga. Semuanya memerlukan pelaksanaan fungsi
pengawasan dengan lebih efisien dan efektif.
Fungsi
pengawasan dapat dibagi 3 macam tipe dasar fokus aktivitas pengawasan, sebagaimana
pada gambar berikut ini :
Gambar berikut melukiskan ketiga macam tipe yang dimaksud :
Gambar 2.1 Fungsi Pengawasan (Winardi, 2000 : 589)
DAFTAR PUSTAKA
Sumbr Media :
http://www.google.com. Search. Fungsi Pengawasan Administrasi Pembangunan. Diunduh pada
tanggal 15 November 2010 pada jam 13.25 Wita.
http:\\www.anakciremai.com/makalah-manajemen-tentang-dasar-dan.html
http:\\www.elearning.gunadarma.ac.id//bab7_dasar_dan_teknik_pengawasan\
http:\\www.juwita.staff.gunadarma.ac.id
Pengawasan Pembangunan
A. Latar Belakang Permasalahan
Laporan pertanggungjawaban Bupati adalah merupakan tanggung jawab penyelenggaraan
seorang Kepala Daerah kepeda rakyatnya, hanya dalam pelaksanaan pertanggungjawabanya didepan
legislatif. Laporan pertanggungjawaban Bupati Kabupaten X tahun 2009 ternyata menimbulkan banyak
pertanyaan dari anggota legislatif, hal ini dikarenakan banyaknya ketidak sesuaian antara rencana/
program yang disepakati bersama dengan realisasi program.
Berbagai alasan disampaikan oleh Bupati diantaranya sebagian dana dialokasikan pada pelebaran
jalan Mahadewa yang menelan anggaran sangat banyak. Fokus pertanggung jawaban ini pada satu bidang
yaitu pembangunan pelebaran jalan Mahadewa yang dalam realisasinya jauh melebihi target program
yaitu Rp 1.500.000.000,00, yang ternyata belum ada dalam rencana anggaran pemerintah daerah.
DPRD mempunyai tugas dan wewenang yang diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 62 dan 78,
yaitu:
a. Membentuk Perda yang dibahas dengan Kepala Daerah untuk mendapat persetujuan Bersama
b. Menetapkan APBD bersama dengan Kepala Daerah
c. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda, peraturan perundang-undangan lainnya,
Keputusan Kepala Daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program
pembangunan daerah, dan kerjasama internasional di daerah
d. Mengusulkan Pengangkatan dan pemberhentian Kepala Dearah/ Wakil Kepala Daerah kepada Presiden
melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD Provinsi, dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur
bagi DPRD kabupaten/ kota
e. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian
internasional yang menyangkut kepentingan daerah
f. Meminta laporan keterangan pertanggung jawaban Kepala Daerah dalam pelaksanaan tugas
desentralisasi.
Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 62 dan 78, menunjukan bahwa DPRD juga mempunyai peran
dalam pembentukan, penetapan dan pengawasan APBD. Pengawasan terkait keputusan kepala daerah
dan kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah. Serta meminta
laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam pelaksanaan tugas desentralisasi. Hal ini
berarti DPRD mempunyai peran penting dan strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
terkait perencanaan dan pengawasan anggaran daerah.
Sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah, DPRD mempunyai peran untuk membuat kebijakan
berupa pengaturan dalam bentuk peraturan daerah (fungsi legislasi atau fungsi pengaturan), fungsi
anggaran, dan fungsi pengawasan politik. Sebagai wakil rakyat, DPRD mempunyai fungsi mewakili
kepentingan masyarakat apabila berhadapan dengan pihak eksekutif maupun pihak supra daerah, serta
fungsi advokasi yaitu melakukan agregasi aspirasi masyarakat.
2. Aspek Hubungan Kerja antara Kepala Daerah dan DPRD
Ada beberapa prinsip dasar dalam hubungan kerja antara Kepala Daerah dan DPRD, yaitu bahwa
kebijakan mengenai uang, orang, barang, dan tata ruang harus dibicarakan antara Kepala Daerah dengan
DPRD sebagai wakil rakyat. Sekurang-kurangnya ada enam aspek hubungan antara Kepala Daerah dan
DPRD yang secara nyata terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, yaitu:
a. Penyusunan kebijakan daerah
b. Penyusunan APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah)
c. Kebijakan strategis kepegawaian
d. Kebijakan strategis pengelolaan barang
e. Laporan keterangan pertanggungjawaban
f. Kebijakan pengawasan pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan anggaran
Dari permasalahan yang terjadi di kabupaten X, berkaitan dengan penyusunan APBD, laporan
keterangan pertanggungjawaban, dan kebijakan pengawasan pelaksanaan anggaran.
a) Hubungan dalam Perumusan Anggaran Daerah
Ada 3 kebijakan rutin dalam perumusan anggaran daerah yang perlu dibahas bersama antara Kepala
Daerah dan DPRD, yaitu:
- Perda APBD
- Perda Perhitungan APBD
- Perda Perubahan APBD.
Di luar yang rutin tersebut masih perlu disusun Perda tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
sesuai peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya. Kebijakan lainnya dalam
perumusan anggaran daerah adalah mengenai penggunaan anggaran untuk keadaan mendesak dan
keadaan darurat yang mungkin belum tersedia dalam APBD.
Dalam hubungan kewenangan berkaitan dengan APBD, DPRD memiliki ‘senjata pamungkas’, berupa
penolakan pembahasan terhadap rancangan APBD yang diajukan oleh Kepala Daerah apabila terdapat
perbedaan yang sangat prinsipil antara lain KUA (Kebijakan Umum APBD) yang telah disepakati
sebelumnya ternyata tidak dijabarkan secara tepat, ataupun karena perhitungan anggaran tahun
sebelumnya belum selesai sehingga mengganggu prognosa kekuatan keuangan daerah.
Gambar 1.1 Proses Penyusunan APBD (PP No. 58/ 2005)
Prinsip-prinsip hubungan kerja dalam bidang pembuatan kebijakan keuangan daerah antara lain sebagai
berikut:
- Prinsip Keterbukaan
- Prinsip mengutamakan kepentingan rakyat sebagai pemilik kedaulatan
- Prinsip tanggung jawab dan tanggung gugat
b) Hubungan dalam Pengawasan dan Politik Daerah
Salah satu fungsi penting DPRD dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah fungsi pengawasan, yang
seringkali kurang memperoleh perhatian. Fungsi pengawasan DPRD lebih bersifat pengawasan politik dan
kebijakan, bukan pengawasan teknis fungsional, karena fungsi tersebut dijalankan oleh instansi-instansi
pengawasan fungsional seperti Itjen (Inspektorat Jenderal), BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), Bawasda
(Badan Pengawas Keuangan Daerah), BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan).
3. Analisis permasalahan
Permasalan yang terjadi di kabupaten X tentu sudah jelas, bahwa Kepala Daerah melakukan
pelanggaran peraturan perundang-undangan terkait penyusunan, penetapkan, dan realisasi APBD seperti
dalam UU nomor 32 tahun 2004. Karena Kepala daerah merealisasikan anggaran daerah yang tidak ada
dalam APBD. Ini menunjukan Kepala Daerah menyalahgunakan wewenangnya dalam penetapan APBD
tanpa pertimbangan dan persetujuan dari DPRD. Kepala daerah juga terindikasi melakukan korupsi
anggaran daerah, karena menggunakan anggaran daerah tidak sesuai dengan APBD.
C. Penyebab Permasalahan
Permasalahan yang terjadi di kabupaten X dikarenakan beberapa hal sebagai berikut:
1. Kurangnya kompetensi dan tanggung jawab Kepala Daerah terhadap tugas dan wewenangnya seperti dalam
Pasal 25 UU Nomor 32 Tahun 2004.
2. Penyalahgunaan wewenang oleh Kepala Daerah penyusunan, penetapkan, dan realisasi APBD.
3. Kurangnya kompetensi dalam penggunaan Diskresi Jabatan Kepala Daerah
4. Pengawasan yang buruk dalam realisasi APBD terkait penggunaan anggaran daerah
Permasalahan di kabupaten X terjadi karena Kepala Daerah sewenang-wenang dalam mengalokasikan
anggaran daerah pada program yang tidak ada dalam APBD. Perubahan anggaran dapat dilakukan
sepanjang memenuhi kriteria kriteria perubahan APBD, seperti:
a. Perkembangan yang tidak sesuai dengan Kebijakan Umum APBD (KUA), yaitu:
- Perubahan asumsi ekonomi makro terhadap kemampuan fiskal daerah
- Pelampauan atau tidak tercapainya proyeksi pendapatan daerah
- Faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan belanja daerah
- Kebijakan pembiayaan yang harus dilakukan perubahan APBD
b. Penggunaan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya, antara lain untuk:
- Membayar bunga, pokok utang, dan atau obligasi
- Mendanai gaji dan tunjangan PNS (Pegawai Negeri Sipil)
- Mendanai kegiatan lanjutan (DPA-L)
- Mendanai program dan kegiatan baru dengan kriteria harus diselesaikan sampai dengan batas akhir
penyelesaian pembayaran dalam tahunanggaran berjalan
- Mendanai kegiatan yang capaian target kinerjanya itingkatkan dari yang telah ditetapkan semula dalam
DPA-SKPD tahun anggaran berjalan yang dapat diselesaikan sampai dengan batas akhir penyelesaian
pembayaran dalam tahun anggaran berjalan.
c. Keadaan darurat
Keadaan darurat yang di maksud adalah suatu kondisi yang sekurang-kurangnya memenuhi kriteria
yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 pasal 81 ayat 3, yaitu:
- Bukan merupakan kegiatan normal aktivitas pemerintah daerah dan tidak dapat diprediksi sebelumnya
- Tidak diharapkan terjadi secara berulang
- Berada di luar kendali dan pengaruh pemerintah daerah
- Memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran dalam rangka pemulihan yang disebabkan oleh
keadaan yang darurat
F. Solusi Permasalahan
Dalam mengevaluasi pencapaian tujuan APBD secara khusus, terdapat 2 tujuan, yaitu:
- Optimalisasi pendapatan daerah
- Menjaga alokasi belanja yang efektif dan efisien.
Tujuan ini dicapai dengan meminimalkan resiko-resiko penyimpangan yang ada, baik pada sisi
penerimaan, maupun pada sisi belanja daerah.
Dan untuk mencapai tujuan itu, diperlukan upaya-upaya sebagai berikut:
1. Membuat Jaringan Kerjasama dengan Institusi Pengawasan
Lembaga pengawasan seperti Itjen, BPK, BPKP merupakan aparat pengawasan yang secara teknis ahli
dalam melakukan pemeriksaan (audit). Keahlian ini jarang dimiliki oleh para wakil rakyat yang mempunyai
kewenangan konstitusional dalam bidang pengawasan. Oleh karena itu, DPRD dapat menjalin kerjasama
dengan lembaga-lembaga ini untuk memberikan informasi seperti: laporan hasil pengawasan (Laporan
Hasil Audit).
Selanjutnya DPRD menyampaikan kepada pemerintah daerah untuk menindaklanjuti hasil pengawasan
tersebut.
2. Peran Serta Pengawasan Masyarakat
Untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam pengawasan, DPRD dapat melakukan beberapa hal
seperti:
a. Membentuk komunitas atau forum pengawasan parlemen diberbagai kalangan dan tingkatan
b. Mengadakan pertemuan-pertemuan rutin dengan komunitas atau forum-forum tersebut, untuk
mendiskusikan berbagai persoalan dan berbagai informasi yang relevan dengan fungsi pengawasan
c. Merancang Perda yang mengatur tentang transparansi dan partisipasi publik yang mendorong
penyelenggaraan pemerintahan dilakukan secara transparan dan dengan partisipasi masyarakat
d. Meningkatkan kerjasama dengan pihak terkait terutama media masa, organisasi profesioanl, LSM
(Lembaga Swadaya Masyarakat), dan lembaga peradilan.
3. Anggaran Berbasis Kinerja
Anggaran berbasis kinerja maksudnya adalah sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran daerah
yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja. Kinerja harus mencerminkan efektivitas dan efisiensi
pelayanan publik, yang berarti berorientasi pada kepentingan publik (Mardiasmo, 2002:105)
Buku:
Wasistiono, Sadu. 2009. Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Fokus Media. Bandung.
Peraturan Perundang-undangan:
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Pertanggungjawaban
Keuangan Negara.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
2.1. Pengertian Pengawasan
Menurut samsudin mengatakan bahwa pengawasan sumber daya manusia adalah kegiatan
manajemen dalam mengadakan pengamatan terhadap:[1]
4. Kualitas sumber daya manusia yang dimiliki dan yang ada dipasaran tenaga kerja;
Pengawasan sebagi salahsatu fungsi manajemen merupakan suatu proses yang tidak terputus
untuk menjaga agar pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang tidak menyimpang dari aturan yang telah
ditetapkan dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Samsudin menjelaskan bahwa “dengan memerhatikan beberapa aspek pengawasan sumber Daya
manusia, maka perlu adanya ketentuan-ketentuan stanndar minimaldalam berbagai aspek sebagai
pedoman tolak ukur . tolak ukur semacam ini penting untuk memungkinkan sasaran-sasaran yang
diinginkan pada setiap aspek da[at dicapai dengan baik dan terkendali.”
Pengawasan merupakan fungsi fundamental yang keempat dari fungsi manajemen. Pengawasan
dapat dianggap sebagai aktivitas untuk menemukan, mengoreksi penyimpangan-penyimpangan penting
dalam hasil yang dicapai dari aktivitas-aktivitas yang direncanakan. Pengawasan harus mengusahakan
terjadinya hal-hal tertentu maksudnya mencapai tujuan melalui aktivitas-aktivitas yang telah
direncanakan.
Menurut samsudin ketentuan standar minimal tolak ukur kinerja, antara lain:[2]
1. Jumlah personel yang harus ada dalam organisasi atau perusahaan yang bersangkutan untuk mencapai
sasaran yang ingin dicapai,
2. Kualitas kemampuan tenaga kerja yang bagaimana yang harus mengisi bagian dalam organisasidengan
segala jenis latar belakang pendidikannya,
3. Sasaran-sasaran apa saja pada tiap bagian yang ingin dicapai dan keterkaitan antara bagian-bagian
tersebut sehingga dalam mencapai sasaran organisasi dapat dilakukan secara sistematis,
4. Pola karier dari para pegawai dalam organisasi yang berpengaruh terhadap peningkatan prestasi kerja,
dsb.
Pengawasan disini lebih menekankan kepada penentuan apa yang sedang dilaksanakan dengan
cara menilai hasil atau prestasi kerja yang dicapai maupun bilamana diketemukan penyimpangan atas
standar kinerja yang telah di tetapkan pengawasan adalah suatu kegiatan positif, karena berfungsi
mengarahkan seluruh pelaksanaan pekerjaan guna mencapai sasaran organisasi secara sistematis.
Pengawasan dalam arti manajemen yang diformalkan tidak akan ada tanpa adanya perencanaan,
perorganisasian, dan menggerakan yang terjadi pada kegiatan sebelumnya.
Dalam kaitan dengan bahasan tentang fungsi pengawasan tersebut, berikut dikemukakan
pendapat dari beberapa ahli di bidang manajemen sumber daya manusia.
Menentukan berapa banyak orang (karyawan) diperlukan serta keterampilan-keterampilan yang perlu
dimiliki mereka (organization);
Menyeleksi individu-individu untuk mengisi posisi-posisi (staffing) dan kemudian mereka diberi tugas
kerja dan ia membantu mereka yang bertanggung jawab untuk melaksanakannya dengan baik (direction);
Dengan aneka macam laporan, ia meneliti bagaimana baiknya rencana-rencana dilaksanakan dan ia
mempelajari kembali rencana-rencana sehubungan dengan hasil-hasil yang dicapai dan apabila perlu,
rencana-rencana tersebut dimodifikasi.
Berdasakan uraian tersebut, berikut ini dikemukakan bahwa terhadap fungsi pengawasan tersebut
yaitu menetapkan tujuan-tujuan dan merencanakan bagaimana mencapainya, hal ini berarti fungsi
pengawsan ini tidak bisa terlepas dari fungsi manajemen lainnya khususnya perencanaan (planning).
Apabila fungsi planning tersebut berjalan dengan baik, diharapkan didalam implementasinya juga dapat
berjalan dengan sempurna. Namun demikian, untuk mengontrol sejauh mana kesesuaian antara rencana
kerja dengan proses kerja serta hasil diperlukannya adanya pengawsan atau controlling.
Dalam planning disini tersebut, organisasi menetapkan apa yang ingin dikerjakan. Hal ini tentu saja terkait
dengan ditetapkannya tujuan organisasi, baik tujuan jangka pendek maupun jangka panjang, serta
bagaimana cara untuk mencapainya
b. Fungsi Pengawasan Menurut Nawawi[4]
Fungsi pengawasan Nawawi mengemukakan sebagai berikut. “Pengawas mempunyai peranan yang
penting dalam manajemen kepegawaian. Ia mempunyai hubungan yang terdekat dengan pegawai-
pegawai perseorangan secara langsung dan baik buruknya pegawai bekerja sebagian besar akan
tergantung kepada efektifnya ia bergaul dengan mereka”.
Atas dari uraian tersebut bahwa pengawasan dilaksanakan pada semua tingkatan manajemen dari
tingkat atas atau pucuk pimpinan tertinggi biasanya melakukan pengawasn terhadap seluruh bagian atau
unit organisasi tersebut. pelaksanaan pengawasan oleh pimpinan tidak hanya dengan membandingkan
hasil capaian/kinerja, tetapi terdapat cara lain misalnya pengawasan di awal kegiatan dan bersifat
preventif seperti pengaruh atas kebijakan yang telah ditetapkan atau prosedur kerja yang dibakukan.
Siagian, mengemukakan sebagai berikut. “Fungsi pengawasan adalah menyoroti apa yang sedang
terjadi pada waktu pelaksanaan kegiatan operasional yang sedang berlangsung. Jika penyimpangan
ditemukan, tindakan korektif dapat saja diambil sehingga dengan demikian organisasi kembali ke rel yang
sebenarnya. Dengan kata lain, sorotan perhatian manajemen dalam menyelenggarakan fungsi pengawasn
adalah membandingkan isi rencana dengan kinerja nyata (actual performance).”
Berdasarkan uraian diatas berikut dikemukan bahwa pengawasan dilakukan untuk menjamin agar apa
yang dilaksanakan atau kinerja pegawai, unit, atau organisasi sesuai dengan apa yang telah direncanakan
sebelumnya. Kegiatan perncanaan oragnisasi maupun tindakan pengawasan adalah senantiasa berkaitan
satu dengan yang lainnya. sedangkan kinerja nyata (actual performance) disini adalah menitikberatkan
pada hasil yang dicapai dalam kurun waktu yang ditentukan (result oriented) atau manajemen
berdasarkan hasil(result management).
Pengawasan pada hakikatnya merupakan tindakan membandingkan das sollen dengan das
sein.disebabkan oleh karena keduanya kerapkali terjadi penyimpangan-penyimpangan, maka
pengawasan atau controlling bertugas untuk mensinyalirnya. Sebagai funsi manajemen, pengawas pada
hakikatnya harus menegakkan pilar-pilar efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas serta sesuai dengan aturan
dan tepat sasaran.
1. Mengetahui lancar atau tidaknya pekerjaan tersebut sesuai dengan yang telah direncanakan;
2. Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat dengan melihat kelemahan-kelemahan, kesulitan-
kesulitan dan kegagalan-kegagalan dan mengadakan pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan-
kesalahan yang sama atau timbulnya kesalahan baru;
3. Mengetahui apakah penggunaan fasilitas pendukung kegiatan telah sesuai dengan rencana atau terarah
pada pasaran;
4. Mengetahui hasil pekerjaan dibandingkan dengan yang telah ditetapkan dalam perencanaan semula;
5. Mengetahui apakah segala sesuatu berjalan efisien dan dapatkah diadakan perbaikan-perbaikan lebih
lanjut sehingga mendapatkan efisiensi yang besar.
Disamping itu, Griffin menjelaskan bahwa terdapat empat tujuan dari pengawasan:
1. Adaptasi Lingkungan
Maksudnya adalah agar perusahaan dapat terus beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan
perusahaan, baik lingkungan yang bersifat internal maupun lingkungan lingkungan eksternal.Dengan
demikian fungsi pengawasan tidak saja dilakukan untuk memastikan agar kegiatan perusahaan berjalan
sebagaimana rencana yang telah ditetapkan, akan tetapi juga agar kegiatan yang dijalankan sesuai dengan
perubahan lingkungan, karena sangat memungkinkan perusahaan juga merubah rencana perusahaan
disebabkan terjadinya berbagai perubahan di lingkungan yang dihadapi perusahaan.
2. Meminimumkan Kegagalan
Maksudnya adalah ketika perusahaan melakukan kegiatan produksi, misalnya perusahaan berharap agar
kegagalan seminimal mungkin. Oleh karena itu perusahaan perlu menjalankan fungsi pengawasan agar
kegagalan-kegagalan tersebut dapat diminimumkan.
3. Meminimumkan Biaya
Maksudnya adalah ketika perusahaan mengalami kegagalan maka akan ada pemborosan yang tidak
memberikan keuntungan bagi perusahaan. Maka untuk meminimumkan biaya sangat diperlukan adanya
pengawasan.
Maksudnya adalah agar perusahaan dapat mengantisipasi berbagai kegiatan organisasi yang kompleks.
Kompleksitas tersebut mulai dari pengelolaan terhadap produk, tenaga kerja hingga berbagai prosedur
yang terkait dengan manajemen organisasi.
Pada dasarnya pengawasan bertujuan untuk mengoreksi kesalahan-kesalahan yang terjadi
nantinya dapat digunakan sebai pedoman untuk mengambil kebijakan guna mencapai sasaran yang
optimal.
Standar mengandung arti sebagai suatu satuan pengukuran yang dapat digunakan sebagai patokan
untuk penilaian hasil-hasil. Tujuan, sasaran, kuota, dan target pelaksanaan dapat digunakan sebagai
standar. Tujuan dilakukan penetapan standar pelaksanaan yaitu agar dalam melakukan pengawasan
manajer mempunyai standard yang jelas.
Pengukuran di sini adalah tindakan memastikan jumlah atau kapasitas suatu entisitas yang digariskan
dengan baik. tanpa pengukuran, seseorang pimpinan dipaksa utnuk menerka atau menggunakan metode
kira-kira(rule-of-thumb methods) yang mungkin tidak dapat dipercaya. Pada umumnya entisitas yang
sedang diukur dapat diklasifikasikan ke dalam dua buah kelompok,yakni pertama, yang berhubungan
dengan pelaksanaan sebuah program atau pelaksanaannya secara keseluruhan; dan
kedua,mempersoalkan output per unit kerja langsung yang dipergunakan.
Apabila dihadapkan problem pengukuran untuk tujuan pengawasan, yaitu dalam bentuk hasil-hasil
yang kentara dan yang tidak kentara (tangible-and-intangible achievements). Jumlah kesatuan yang
diproduksi, jumlah sample yang dibagikan adalah contoh hasil-hasil intengible adalah pengembangan para
pimpinan; afektifitas komunikasi;dan pembentukan moral pegawai.
Lebih lanjut, Martoyo menjelaskan sebagai berikut “ semua pengawasan sumber daya manusia ini
harus diamati dengan penuh perhatian untuk memungkinkan tercapainya efisiensi dan efektifitas
pengolaan organisasi. Dalam hal ini tetap di perhatikan aspek menusiawinya pada batas kewajaran atau
pada batas proporsionalitas yan tepat, khusunya dalam rangka hubungan perburuan pancasila”.
Berdasarkan paparan diatas, dapat dikemukakan bahwa pengawasan sumber daya manusia ini harus
diamati dengan penuh perhatian,hal ini dimaksudkan bahwa pengawasan tidak semata-mata ditujukan
untuk menemukan siapa yang salah dalam hal terjadinya penyimpangan dalam realisasi rencana. Namun,
suatu pengawasan adalah untuk mencari fakta tantang apa yang tidak beres dalam sistem, sehingga
terjadi penyimpangan tersebut. Dengan demikian, pengawasan yang efektifas, perbaikan sistem, serta
penyelenggaraan kegiatan oprasional dimungkinkan akan terjadi.
Suatu pengawasan harus pula diarahkan pada pencarian dan penemuan siapa yang salah karena
penyimpangan hanya mungkin terjadi karena faktor manusianya. Jadi pengawasan ini adalah suatu
tindakan membandingkan hasil pekerjaan dengan standart yang telah ditetapkan oleh organisasi.
Dalam hal membandingkan hasil pekerjaan dengan dasar pengawasan, maka soal kekecualian yang
perlu mendapatkan perhatian pemimpin. pimpinan yang bersangkutan tidak perlu menghiraukan situasi-
situasi hasil pekerjaan sama dengan atau sangat berdekatan dengan hasil-hasil yang diharapkan.
Pengawasan atau pimpinan harus mampu memahami dengan pikiran yang jernih terhadap seluruh
pegawai yang diawasi. Apabila terjadi masalah atau semacam diskrepensi antara hasil pekerjaan yang
ditetapkan dalam rencana dengan kinerja yang ditampilkan oleh para pelaksana tugas. Dalam hal
mengkoreksi penyimpangan-penyimpangan, ini dapat dianggap sebagai tindakan memaksa agar
dilakukan usaha-usaha untuk mencapai hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan.
Apabila hasil analisa menunjukkan perlunya tindakan koreksi, tindakan ini harus diambil. Tindakan
koreksi dapat diambil dalam berbagai bentuk, seperti:
Mengubah pengukuran pelaksanaan (inspeksi terlalu sering frekwensinya, atau kurang, atau bahkan
mengganti sistem pengukuran itu sendiri.)
1. Pengawasan internal
Pengawasan internal, yakni kegiatan pengawasan yang dilakukan orlh pimpinan/manajer puncak dan/
manajer unit/ satuan kerja di lingkungan organisasi dan/ unit/ satuan kerja masing-masing;
2. Pengawasan eksternal
Pengawasan eksternal, yakni kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh organisasi kerja dari luar
organisasi kerja yang diawasi dalam menjalankan tugas pokoknya.
Pengawasan tidak langsung, yakni kegiatan pengawasan yang dilakukan mengevaluasi laporan, baik
tertulis maupun lisan. Pengawassan ini disebut pengawasan jarak jauh. Dengan adanya laporan secara
tertulis yang merupakan fakta autentik, maka akan menjadi bahan bagi pengawas dalam mengetahui
sejauh mana kinerja yang telah dicapai.
2. Pengawasan langsung
Pengawasan langsung, yakni kegiatan pengawasan yang dilakukan dengan mendatangi personel dan/ unit
kerja yang diawasi. Kegiatannya dapat dilakukan dengan mengumpulkan dan mempelajari dokumen-
dokumen, melakukan observasi, wawancara, pengujian sampel, dll.
1. Pengawasan fungsional
Pengawasan fungsional (wasnal), yaitu proses pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi oleh aparatur
pengawasan dalam sistem pemerintahan yang berfungsi dan tugas pokoknya khusus di bidang
pengawasan. Badan tersebut adalah Badan Pemeriksa Keuangan, Inspektorat Jenderal Pembangunan
(IRJENBANG), Badan Pengawas Keuangan dan Pembagunan (BPKP).
2. Pengawasan masyarakat
Pengawasan masyarakat adalah setiap penaduan, kritik, saran, pertanyaan, dll yang disampaikan
anggoata masyarakat mengenai pelaksanaan pekerjaan oleh unit/ organisasi kerja nonprofit di bidang
pemerintahan dalam melaksanakan tugas pokoknya memberikan pelayanan umum dan pembangunan
untuk kepentingan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3. Pengawasan melekat
Pengawasan melekat (Waskat), yaitu proses pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi oleh pimpinan
unit/organisasi kerja terhadap fungsi semua komponen dalam melaksanakan pekerjaan di lingkungan
suatu organisasi nonprofit dan terhadap pendayagunaan semua sumber daya, untuk mengetahui
kelemahan dan kelebihan yang dapat digunakan untuk pengembangan unit/organisasi di masa yang akan
datang.
Sasaran yang hendak dituju dalam pengawasan melekat adalah meningkatkan disiplin, prestasi
kerja, menekan penyalahgunaan wewenang, menekan kebocoran, pemborosan, pungutan liar, dan
pencapaian sasaran pelaksanaan pekerjaan.
Pegawasan melekat dilakukan oleh atasan langsung terhadap pelaksanaan pekerjaan bawahan.
Dalam hal ini atasan langsung berkewajiban mengawasi setiap pelakasanaan pekerjaan yang dilaksanakan
oleh bawahannya dengan tujuan agar pelaksanaan pekerjaan tersebut tidak terjadi penyimpangan. Oleh
karena itu, tugas tersebut tidak mungkin dilimpahkan kepada orang lain.
2. perincian kebijaksanaan pelaksanaan dituangkan secara tertulis yang dapat menjadi pegangan dalam
pelaksanaannya oleh bawahan yang menerima pellimpahan wewenang dari atasan;
3. rencana kerja yang menggambarkan kegiatan harus dilaksanaan, bentuk hubungan kerja antarkegiatan
dan hubungan antara berbagai kegiatan beserat sasaran yang harus dicapainya.
4. prosedur kerja yang merupakan petunjuk pelaksanaan yang jelas dari atasan kepada bawahannya;
5. pencatatan hasil kerja serta pelaporannya yang merupakan alat untuk mendapatkan informasi yang
diperlukan;
6. pembinaan personel yang terus-menerus agar para pelaksana menjadi unsur yang mampu melaksanakan
tugas yang menjadi tanggungjawabnya.
Dalam pelaksanaan pengawasan yang melekat, atasan juga perlu melakukan pemantauan atas
berbagai aspek. Aspek yang perlu dipantau adalah:
sasaran
sistem kerja
pemantauan dilakukan secara informal yang bersifat terus-menerus melaksanakan komunikasi terbuka
antara atasan dengan bawahan.
Setelah melakukan pamantauan, perlu adanya evaluasi mengenai bagaimana ketetapan pemakaian
sarana, sistem kerja, pelaksanaan pekerjaan, dan hasil dari pekerjaan tersebut. Langkah-langkah evaluasi
dalam pengawasan melekat adalah sebagai berikut:
1. pengumpulan data;
5. menyusun pelaksanaan tindak lanjut yang akan dilakukan terhadap penyimpangan yang terjadi.
Suatu organisasi akan berjalan terus dan semakin komplek dari waktu ke waktu, banyaknya orang
yang berbuat kesalahan dan guna mengevaluasi atas hasil kegiatan yang telah dilakukan, inilah yang
membuat fungsi pengawasan semakin penting dalam setiap organisasi. Tanpa adanya pengawasan yang
baik tentunya akan menghasilkan tujuan yang kurang memuaskan, baik bagi organisasinya itu sendiri
maupun bagi para pekerjanya.
Berbagai perubahan lingkungan organisasi terjadi terus-menerus dan tak dapat dihindari, seperti
munculnya inovasi produk dan pesaing baru, diketemukannya bahan baku baru dsb. Melalui fungsi
pengawasannya manajer mendeteksi perubahan yang berpengaruh pada barang dan jasa organisasi
sehingga mampu menghadapi tantangan atau memanfaatkan kesempatan yang diciptakan perubahan
yang terjadi.
Semakin besar organisasi, makin memerlukan pengawasan yang lebih formal dan hati-hati. Berbagai
jenis produk harus diawasi untuk menjamin kualitas dan profitabilitas tetap terjaga. Semuanya
memerlukan pelaksanaan fungsi pengawasan dengan lebih efisien dan efektif.
Bila para bawahan tidak membuat kesalahan, manajer dapat secara sederhana melakukan fungsi
pengawasan. Tetapi kebanyakan anggota organisasi sering membuat kesalahan. Sistem pengawasan
memungkinkan manajer mendeteksi kesalahan tersebut sebelum menjadi kritis.
Bila manajer mendelegasikan wewenang kepada bawahannya tanggung jawab atasan itu sendiri tidak
berkurang. Satu-satunya cara manajer dapat menentukan apakah bawahan telah melakukan tugasnya
adalah dengan mengimplementasikan sistem pengawasan.
Pengawasan mempunyai sifat menyeluruh dan luas, maka dalam pelaksanaanya diperlukan prinsip-
prinsip pengawasan yang dapat dipatuhi dan dijalankan, adapun prinsip-prinsip pengawasan itu adalah
sebagai berikut :
1. Objektif dan menghasilkan data, Artinya pengawasan harus bersifat objektif dan harus dapat
menemukan fakta-fakta tentang pelaksanaan pekerjaan dan berbagai faktor yang mempengaruhinya.
2. Berpangkal tolak dari keputusan pimpinan, Artinya untuk dapat mengetahui dan menilai ada tidaknya
kesalahan-kesalahan dan penyimpangan, pengawasan harus bertolak pangkal dari keputusan pimpinan
yang tercermin dalam:
3. Preventif, Artinya bahwa pengawasan tersebut adalah untuk menjamin tercapainya tujuan yang telah
ditetapkan, yang harus efisien dan efektif, maka pengawasan harus bersifat mencegah jangan sampai
terjadi kesalahan- kesalahan berkembangnya dan terulangnya kesalahan-kesalahan.
4. Bukan tujuan tetapi sarana, Artinya pengawasan tersebut hendaknya tidak dijadikan tujuan tetapi sarana
untuk menjamin dan meningkatkan efisiensi dan efekt ifitas pencapaian tujuan organisasi.
5. Efisiensi, Artinya pengawasan haruslah dilakuan secara efisien, bukan justru menghambat efisiensi
pelaksanaan kerja.
6. Apa yang salah, Artinya pengawasan haruslah dilakukan bukanlah semata- mata mencari siapa yang salah,
tetapi apa yang salah, bagaimana timbulnya dan sifat kesalahan itu.
7. Membimbing dan mendidik, Artinya “pengawasan harus bersifat membimbing dan mendidik agar
pelaksana dapat meningkatkan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas yang ditetapkan
2. Terjadi pengurangan tingkat penyalahgunaan wewenang dan berkuranganya kebocoran dan pemborosan
serta berbagai bentuk pungutan;
1. LATARBELAKANG
Kewenangan yang luas dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah perlu didukung
oleh suatu lembaga pengawasan di daerah, sehingga kewenangan tersebut tidak disalah
gunakan oleh aparat Pemerintah Daerah. Urgensi lembaga pengawasan di daerah sangat
dibutuhkan, bukan hanya karena luasnya kewenangan yang dimiliki, namun juga praktek
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang tidak selalu mulus. Dengan demikian,
pengawasan pada umumnya dan pengawasan fungsional pemerintah pada khususnya,
memegang peranan penting dalam mengarahkanclean government dan good governance
Peran pengawasan fungsional pemerintah yang cenderung belum efisien, danefektif
menjadi penyebab terjadinya tindak pidana korupsi, termasuk dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Hasil survei Transparency International2009, Indonesia berada pada
peringkat 111 dari 180 negara dengan tingkat korupsi yang tinggi, meski terjadi sedikit
peningkatan pada Indeks Persepsi Korupsi (IPK) diIndonesia, yakni dari 2,3 (2007) menjadi
2,6 (2008) dan 2,8 (2009).
Fenomena belum efisien dan efektifnya peranan pengawasan fungsional pemerintah
tidak hanya bersifat umum, namun juga bersifat khusus di lingkungan Pemerintah Daerah,
sehingga diras akan kebutuhan akan pentingnya suatu bentuk koordinasi yang tepat, dan
komitmen yang tinggi dalam upaya efektivitas pelaksanaan fungsi pengawasan yang
dilakukan.
2. RUMUSAN MASALAH
a. Apa pengertian dan ruang lingkup pengawasaan, serta bagaimana pegawasan
dalam pelaksanaan pemerintah daerah ?
b. Apa Maksud dan tujuan dari pengawasaan dalam pelaksanaan pemerintaah daerah?
BAB II
PEMBAHASAN
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Pengawasan merupakan suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan tujuan dengan
tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata
dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-
penyimpangan serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan.
Karakteristik-karakteristik proses controlling yang efektif diantaranya adalah : akurat, tepat waktu,
obyektif dan menyeluruh, terpusat pada titik-titik controlling strategik, realistik secara ekonomis,
terkoordinasi dengan aliran kerja organisasi, fleksibel, bersifat sebagai petunjuk dan operasional,
realistic secara organisasional, serta diterima para anggota organisasi.
1.2 Saran
Pengawasan dirasa sangat dibutuhkan dalam suatu organisasi. Karena jika tidak ada pengawasan dalam
suatu organisasi akan menimbulkan banyaknya kesalahan-kesalahan yang terjadi baik yang berasal dari
bawahan maupun lingkungan.
Pengawasan menjadi sangat dibutuhkan karena dapat membangun suatu komunikasi yang baik antara
pemimpin organisasi dengan anggota organisasi. Serta pengawasan dapat memicu terjadinya tindak
pengoreksian yang tepat dalam merumuskan suatu masalah.
Pengawasan lebih baik dilakukan secara langsung oleh pemimpin organisasi. Disebabkan perlu adanya
hak dan wewenang ketegasan seorang pemimpin dalam suatu organisasi. Pengawasan disarankan
dilakukan secara rutin karena dapat merubah suatu lingkungan organisasi dari yang baik menjadi lebih
baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
http://rheinduniatulisan.blogspot.com/2010/08/fungsi-controlling-pengawasan-dan.html
http://ghiezaenimotivator.blogspot.com/2012/06/pengendalian-controlling.html
http://ardanpraja.blogspot.com/2012/05/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html
http://ardanpraja.blogspot.com/2012/05/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html
http://evynurhidayah.blogspot.com/2011/04/makalah-mpk-pengawasan-manajemen.html
http:\\www.anakciremai.com/.../makalah-manajemen-tentang-dasar-dan.html
http:\\www.elearning.gunadarma.ac.id/...
http://www.zulfikarfathoni.com/2013/04/controling.html