Oleh:
Sitti Maryam Bachtiar
Akper Muhammadiyah Makassar
ABSTRAK:
Kanker payudara merupakan masalah kesehatan di dunia dan termasuk salah
satu penyebab kematian utama pada wanita. Umumnya, keluhan utama penderita kanker
payudara stadium lanjut adalah nyeri dan salah satu teknik management nyeri yang
digunakan yaitu tekhnik distraksi imajinasi terbimbing (Guided Imagery). Penelitian ini
bertujuan mengetahui efektivitas tekhnik distraksi guided imagery terhadap penurunan
intensitas nyeri pada pasien kanker payudara di rumah sakit Ibnu Sina
Makassar.Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain quasi
eksperimental yangmenggunakan rancangan two group pre test dan post test with control
group. Data dianalisis menggunakan independen t-test dan uji Mann-Whitney.
Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling,yaitu semua pasien kanker payudara
yang mengalami nyeri yang di rawat di ruang perawatan bedah dan ruang kemoterapi.
Subyek adalah (N=24). Instrumen yang digunakan adalah pengukuran nyeri Methode
Numeric Rating Scale (NRS) dan lembar observasi pelaksanaan guided imagery. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa metode guided imagery efektif terhadap penurunan
intensitas nyeri (p=0,000) dan tekanan darah (p=0,000). Uji korelasi Spearman
menunjukkan bahwa perubahan intensitas nyeri terhadap tekanan darah (p=0,006,
r=0,544) dan sebagai kesimpulan bahwa tekhnik guided imagery efektif terhadap pasien
kanker payudara yang mengalami nyeri sehingga diharapkan kepada pasien dapat
melaksanakan secara berkesinambungan dan mandiri.
Abstract :
Breast cancer is a health problem in the world and includes the leading cause of
death in women, which in the case of breast cancer. The main complaint is pain which can
be reduced by a pain management technique such as guided imagery techniques
distracton. Aim of the study was to determine the effectiveness of guided imagery
techniques to decrease pain intensity in patients with breast cancer at Ibnu Sina hospital in
Makassar. This research was a quantitative research with a quasi-experimental design of
two group pre-test and post-test with control group, analyzed with independent t-test and
Mann-Whitney test. Sample technique was total sampling of all breast cancer patients who
experience pain in ambulatory surgery in the treatment room and the chemo room. The
research subjects were (N=24). The research instrument for pain measurement methode
was Numeric Rating Scale (NRS) and the implementation of the observation sheet guided
105
imagery. The results indicated that the effectiveness of guided imagery for pain intensity
reduction was (p=0.000) and blood pressure (p=0.000). Spearman correlation test
indicated a change in pain intensity with changes of blood pressure (p=0.006, r=0.544) and
conclusion that guided imagery technique was effective for breast cancer patients with
pain, for which patients were expected to be able to implement a sustainable self-reliant.
diberikan guided imagery pada kelompok Analisa data dan penyajian data
eksperimen sebagian besar 56,7% dalam Analisia data dilakukan dengan
kategori nyeri ringan. Tingkat nyeri pada program SPSS dan uji statistik dengan
kelompok kontrol seluruhnya 100% dalam menggunakan uji statistik Mann-Whitney
kategori nyeri sedang. Hasil uji t sebelum dengan nilai signifikan nilai P < 0,05.
dan sesudah pemberian guided imagery
pada kelompok eksperimen didapat nilai t HASIL
hitung sebesar 7,828 dengan nilai p value Tabel 1. tentang karakteristik
sebesar 0,000 (p<0,05). Serta hasil uji t responden menunjukkan responden
tingkat nyeri antara pasien yang diberikan terbanyak berdasarkan pendidikannya
perlakuan guided imagery dan yang tidak tamat SMA sebanyak 11 pasien (45.8%),
diberikan perlakuan guided imagery berdasarkan pengalaman nyeri, pada
diperoleh nilai t hitung sebesar 8,920 pasien yang diberikan perlakuan ditemukan
dengan nilai p value sebesar 0,000 lebih banyak pasien pada tahap tidak
(p<0,05) (Ratnasari, 2011). pernah merasakan nyeri sebanyak 58.3%,
Adapun tujuan Umum penelitian ini sedangkan berdasarkan umur, usia > 35
adalahdiketahui efektivitas tekhnik guided tahun terbanyak 23 pasien (95.8%).
imagery terhadap penurunan intensitas Tabel 2 tentang rata-rata (SD)
nyeri pada pasien kanker payudara di intensitas nyeri, durasi nyeri, dan tekanan
Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar. darah didapatkan bahwa rata-rata
intensitas nyeri pada saat pre test pada
BAHAN DAN METODE kelompok perlakuan 6.00 (0.95) dan
Lokasi dan jenis penelitian kelompok kontrol 5.58 (1.08), sedangkan
Penelitian ini dilaksanakan di rata-rata intensitas nyeri pada saat post
Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar. test pada kelompok perlakuan 4.83 (0.95)
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian dan kelompok kontrol 5.83 (1.12). Selain
Quasi Eksperimen two grouppre test dan itu, rata-rata (SD) durasi nyeri pada saat
post test design with control group. pre test pada kelompok perlakuan 1.50
Populasi dan sampel (0.67) dan kelompok kontrol 1.25 (0.45),
Populasi dalam penelitian ini sedangkan rata-rata durasi nyeri pada saat
adalah pasien kanker payudara yang post test pada kelompok perlakuan 1.25
mengalami nyeri yang mendapatkan (0.62) dan kelompok kontrol 1.25 (0.45).
perawatan di ruang perawatan bedah Tabel 2. juga menunjukkan rata-
Onkologi dan ruang Kemoterapi. Sampel rata (SD) TD sistol pada saat pre test pada
yang digunakan pada penelitian ini adalah kelompok perlakuan 133.33 (7.78) dan
semua pasien kanker payudara yang kelompok kontrol 138.33 (8.35), sedangkan
merasakan nyeri dengan jumlah sampel 24 rata-rata TD sistol saat post test pada
orang (12 perlakuan dan 12 kontrol). kelompok perlakuan 124.17 (6.68) dan
Tekhnik pengambilan sampel dalam kelompok kontrol 137.50 (8.6). Adapun
penelitian ini dilakukan dengan tekhnik total rata-rata (SD) TD diastole pada saat pre
sampling. test pada kelompok perlakuan 80.83 (2.88)
Teknik pengumpulan data dan kelompok kontrol 84.17 (9.00),
Data diperoleh dengan sedangkan rata-rata TD diastol pada saat
menggunakan alat ukur penilaian nyeri post test pada kelompok perlakuan 76.67
yaitu Numeric Rating Scale (NRS) dengan (7.78) dan kelompok kontrol 82.50 (9.65).
rentang pengukuran skala nyeri 0 – 10. Tabel 3 didapatkan perubahan
Prosedur pengumpulan datameliputi intensitas nyeri pada kelompok perlakuan
prosedur administratif dan tekhnis. rata-rata 1.17 (0.72) dan kelompok kontrol -
107
0.25 (0.45) dengan perbedaan rata-rata menurun dengan kekuatan korelasi sedang
1.41 (0.24). Berdasarkan hasil uji statistik (r=0.544).
Mann-Whitney didapatkan ada perbedaan
perubahan intensitas nyeri antara kelompok PEMBAHASAN
perlakukan dan kelompok control (p=0,000) Penelitian ini menunjukkan bahwa
sehinga dapat disimpulkan bahwa Guided ada pengaruh tekhnik guided imagery
Imagery berpengaruh terhadap penurunan terhadap penurunan skala nyeri (p=0,000)
intensitas nyeri pada pasien kanker pada kelompok perlakuan dengan nilai
payudara. Perubahan durasi nyeri pada rata-rata (mean) yang ditunjukkan sebelum
kelompok perlakuan rata-rata 0.25 (0.45) perlakuan (nyeri pre) yaitu 6,00 dan setelah
dan kelompok kontrol 0.0 (0.0) dengan perlakuan (nyeri post) 4,83, dibandingkan
perbedaan rata-rata 0.25 (0.13). dengan kelompok kontrol yang cenderung
Berdasarkan hasil uji statistik Mann- meningkat.Demikian juga hasil penelitian
Whitney didapatkan tidak ada perbedaan yang didapatkan pada pasien terhadap
perubahan durasi nyeri antara kelompok durasi nyeri, menunjukkan hasil rata-rata
perlakukan dan kelompok kontrol (p= 0,07) (mean) 1,50 menit durasi nyeri pre
sehinga dapat disimpulkan bahwa Guided (sebelum perlakuan) dan durasi nyeri post
Imagery tidak berpengaruh terhadap (setelah perlakuan) menurun menjadi 1,25
penurunan durasi nyeri pada pasien kanker menit. Sedangkan pada kelompok kontrol
payudara. Perubahan TD sistol pada tidak ada perubahan secara statistik.Hal ini
kelompok perlakuan rata-rata 9.17 (2.88) didukung oleh salah satu penelitian
dan kelompok kontrol 0.83 (2.88) dengan sebelumnya yang menggunakan tekhnik
perbedaan rata-rata 8.33 (1.71). distraksi guided imagery dalam upaya
Berdasarkan hasil uji statistik Mann- penurunan tingkat nyeri, yaitu penelitian
Whitney didapatkan ada perbedaan terhadap pasien sectio caesaria di RSUD
perubahan TD sistol antara kelompok Kanjuruhan Kepanjen yang menunjukkan
perlakukan dan kelompok kontrol (p=0,000) nilai signifikan p=0,000 yang berarti ada
sehinga dapat disimpulkan bahwa Guided pengaruh guided imagery terhadap
Imagery berpengaruh terhadap penurunan penurunan skala nyeri pada pasien SC
TD sistol pada pasien kanker payudara. (Abubakar, 2012). Secara teori bahwa
Perubahan TD diastol pada kelompok Imajinasi terbimbing atau guided imagery
perlakuan rata-rata 4.17 (7.93) dan adalah teknik menciptakan kesan dalam
kelompok control 0.83 (2.88) dengan pikiran responden, kemudian
perbedaan rata-rata 3.33 (2.43). berkonsentrasi pada kesan tersebut
Berdasarkan hasil uji statistik Mann- sehingga secara bertahap dapat
Whitney didapatkan tidak ada perbedaan menurunkan persepsi responden terhadap
perubahan TD diastole antara kelompok nyeri (Prasetyo, 2010).
perlakukan dan kelompok kontrol (p= Pada penerapan tekhnik Distraksi
0,247) sehingga dapat disimpulkan bahwa Guided Imagery maka imajinasi yang
Guided Imagery tidak berpengaruh terbentuk akan diterima sebagai
terhadap penurunan TD diastol pada rangsangan oleh berbagai indra, kemudian
pasien kanker payudara. rangsangan tersebut akan diteruskan ke
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan batang otak menuju sensor talamus.
bahwa ada korelasi positif antara Sebagian besar rangsangan akan
perubahan intensitas nyeri dengan TD ditransmisikan ke korteks serebri, dikorteks
sistol (p=0.006) dimana semakin menurun serebri terjadi proses penghubung
intensitas nyeri maka TD sistol juga akan pengindraan dimana rangsangan dianalisis,
dipahami dan disusun menjadi sesuatu
yang nyata sehingga otak mengenali objek penurunan TD meskipun secara statistik
dan arti kehadiran rangsangan tersebut. sangat sedikit tingkat penurunannya.
Hal-hal yang disukai dianggap sebagai Secara teori bahwa pengaruh tekhnik
sinyal penting dan disimpan dimemori, guided imagery mengaktifkan sistem saraf
ketika terdapat rangsangan berupa otonom parasimpatis yang fungsinya
bayangan tentang hal- hal yang berbanding terbalik dengan sistem saraf
menyenangkan/disukai memori yang simpatik dimana serabut saraf parasimpatis
tersimpan akan muncul kembali dan mempersarafi jantung, yang memperlambat
menimbulkan suatu persepsi dari frekuensi jantung sehingga menyebabkan
pengalaman sensori yang sebenarnya. penurunan tekanan Darah (Corwin,
Pengalaman sensasi tersebut dapat 2009).Efek dari relaksasi guided imagery
merilekskan fikiran dan meregangkan otot- terhadap jantung dan pembuluh darah
otot sehingga nyeri yang dirasakan menjadi mengakibatkan alfa bloker yaitu diameter
berkurang (Prasetyo, 2010). Pada pembuluh darah melebar atau terjadi
prinsipnya teknik guided imagerydapat vasodilatasi pembuluh darah sehingga
menurunkan intensitas nyeri melalui menurunkan kontraktilitas jantung dan
mekanisme yaitu dengan merelaksasikan menurunkan tekanan darah. Intinya ada
otot-otot skeletal yang mengalami spasme dua fungsi tekhnik guided imagery yaitu
yang disebabkan oleh peningkatan merangsang peningkatan hormon
prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi endorphin dan mengaktifkan saraf otonom
pembuluh darah dan akan meningkatkan parasimpatis (Corwin, 2009).
aliran darah ke daerah yang mengalami
spasme dan iskemic sehingga teknik KESIMPULAN DAN SARAN
guided imagerymampu merangsang tubuh Berdasarkan hasil penelitian dapat
untuk melepaskan opiod endogen yaitu ditarik kesimpulan bahwa nyeri yang
endorphin, yang dihasilkan di otak dirasakan responden menunjukkan rata-
sehingga rasa nyaman lebih dominan rata penurunan setelah dilakukan tekhnik
dibanding rangsang nyeri (Smeltzer & Bare, distraksi guided imagery dibandingkan
2008). dengan responden yang tidak dilakukan
Pada tekanan darah (TD Sistol) tekhnik distraksi guided imagery.
dengan nilai p= 0,000 yang berarti ada Perubahan tingkat nyeri setelah dilakukan
pengaruh guided imagery terhadap TD tekhnik distraksi guided imagery
Sistol. korelasi perubahan nyeri terhadap memberikan pengaruh pada tekanan
perubahan tekanan darah menunjukkan darah, dimana menunjukkan hasil yang
nilai p=0,006 dan nilai r=0,544 yang berbeda sebelum dan sesudah penerapan
menunjukkan pengaruh yang bermakna distraksi guided imagery.Memberikan
dengan korelasi sedang. Sedangkan korelasi yang kuat terhadap tekanan darah
perubahan nilai rata-rata (mean) yang pada penerapan distraksi guided
ditunjukkan yaitu TD sistol pre 133,33 dan imagery.Sebagai saran bagi reponden yaitu
TD Sistol post 124,17 dengan nilai diharapkan pasien dapat menerapkan atau
perubahan rata-rata (mean) 9,17. Hal ini mempraktekkan tekhnik distraksiguided
menunjukkan bahwa ada perubahan TD imageryuntuk mengurangi intensitas nyeri
Sistol pada kelompok perlakuan. Hal yang yang dirasakan. Bagi Rumah Sakit
berbeda yang ditunjukkan pada kelompok Diharapkan Rumah sakit dapat
kontrol dengan perubahan rata-rata (mean) menerapkan kebijakan-kebijakan pada
menurun dari 138,33 pada TD Sistol pre pasien kanker payudara dalam
dan 137,50 pada TD Sistol post, dengan penanganan nyeri diharapkan tidak hanya
nilai perubahannya 0,83 yang berarti ada menggunakan analgetik tetapi
109
Tabel 3. Pengaruh Guided Imagery terhadap perubahan Nyeri dan Tekanan Darah
Perbedaan
Kelompok N Mean (SD) p*
Mean (SD)
Perubahan Nyeri
Perlakuan 12 1.17 (0.72) 1.41 (0.24) 0.000
Kontrol 12 -0.25 (0.45)
Perubahan Durasi Nyeri
Perlakuan 12 0.25 (0.45) 0.25 (0.131) 0.069
Kontrol 12 0.0 (0.0)
Perubahan TD Sistol
Perlakuan 12 9.17 (2.88) 8.33 (1.71) 0.000
Kontrol 12 0.83 (2.88)
Perubahan TD Diastol
Perlakuan 12 4.17 (7.93) 3.33 (2.43) 0.185
Kontrol 12 0.83 (2.88)
*Mann-Whitney Test.
Sumber : Data primer, 2016
*Spearman Correlation
Sumber : Data primer, 2016
Jurnal Mitrasehat, Volume VII Nomor 1, Mei 2017 ISSN 2089-2551
Immanuel
Jurnal Ilmu Kesehatan
Volume 8, Nomor 2, Desember 2014 ISSN 1410-234X
1
Nur Intan Hayati HK.
2
Monika Ginting
3
Srihesty Manan
1,2,3
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung
Abstrak
Nyeri merupakan respon langsung terhadap kejadian atau peristiwa yang tidak menyenangkan yang
berhubungan,, masalah nyeri sering dialami terutama oleh pasien post operasi dan hal ini dapat
mempengaruhi proses penyembuhan pasien sehingga perlu untuk dilakukan penanganan nyeri,
Penanganan nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan teknik distraksi dan relaksasi. Metode
penelitian menggunakan pre-eksperimen dengan desain One-Group Pretest-Post test dilakukan pada
140 responden yang merupakan pasien post operasi yang dirawat di Rumah Sakit Immanuel Bandung
yang didapatkan melalui accidental sampling, Instrumen untuk mengkaji tingkat nyeri diadaptasi dari
Numeric Rating scale (NRS) sedangkan instrumen untuk tehnik distraksi dan relaksasi menggunakan
standar operasional prosedur penanganan nyeri Rumah Sakit Immanuel Bandung. Hasil penelitian
didapatkan (1) tingkat nyeri pasien post operasi sebelum dilakukan intervensi tehnik distraksi dan
relaksasi sebagian besar dengan berada pada tingkat nyeri sedang (NRS; 4-6) 62,9 % dari 140
responden, (2) Setelah di beri perlakuan yaitu intervensi tehnik distraksi dan relaksasi, tingkat nyeri
pasien post operasi di Rumah sakit Immanuel Bandung sebagian besar berada pada tingkat nyeri ringan
(NRS; 1-3), yaitu 71,4% dari 140 responden (3) Ada perbedaan yang signifikan rerata penurunan
tingkat nyeri responden sebelum dan sesudah diberikan tehnik relaksasi dan distraksi pada post operasi
di Rumah Sakit Immanuel Bandung, dengan nilai signifikasi .000, sehingga Ho ditolak Ha diterima
dengan demikian terdapat pengaruh tehnik distraksi dan relaksasi terhadap tingkat nyeri. Berdasarkan
hasil penelitian Tehnik distraksi dan relaksasi dapat membantu menurunkan tingkat nyeri akan tetapi
metode ini tidak dapat menggantikan terapi farmakologi, pada saat penelitian responden seluruhnya
masih mendapatkan terapi analgetik. Pemberian tehnik distraksi dan relaksasi sebelum pemberian
analgetik selanjutnya dapat membantu pasien untuk mengurangi tingkat nyeri yang dirasakannya,
selain itu pelaksanaan relaksasi dengan ritmik singing belum terdapat alat pendukungnya. Sehingga
peneliti merekomendasikan hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan bagi Rumah Sakit untuk
menentukan standar operasional prosedur dalam manajemen penanganan nyeri yang baru dan
menyediakan alat yang dapat membantu pelaksanaan manajemen nyeri.
325
Immanuel
Jurnal Ilmu Kesehatan
Volume 8, Nomor 2, Desember 2014 ISSN 1410-234X
326
Immanuel
Jurnal Ilmu Kesehatan
Volume 8, Nomor 2, Desember 2014 ISSN 1410-234X
327
Immanuel
Jurnal Ilmu Kesehatan
Volume 8, Nomor 2, Desember 2014 ISSN 1410-234X
Tabel 1
Kerangka Pemikiran Pengaruh Tehnik Distraksi dan relaksasi terhadap Tingkat Nyeri pada
pasien Post operasi Di Rumah Sakit Immanuel Bandung
Kutaneus
Tingkat Nyeri 3) Distraksi Ada Pengaruh
Sebelum diberikan
4) Relaksasi
penanganan nyeri
tehnik distraksi
dan relaksasi ; 0- Tidak Ada
Pengaruh
10 (NRS)
Keterangan:
= Yang diteliti.
= Tidak diteliti
Sumber: Modifikasi Potter & Perry (2009), Smeltzer & Bare (2002) dan Urden (2010)
328
Immanuel
Jurnal Ilmu Kesehatan
Volume 8, Nomor 2, Desember 2014 ISSN 1410-234X
Hasil
Tabel 1
Distribusi frekuensi Karakteristik Pasien Post Operasi di RS Immanuel Bandung Berdasarkan
Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Usia, Suku Bangsa
Karakteristik Frekuensi Valid Persentase
Jenis Kelamin
Laki-laki 60 42.9
Perempuan 80 57.1
Total 140 100
Pendidikan
SD 10 9.7
SMP 15 14.6
SMA 50 48.5
D3 1 1
S1 26 25.2
S2 1 1
Missing system 37
Total 140 100
Pekerjaan
Pelajar 1 0.9
IRT 2 1.9
Wiraswasta 25 23.6
Pegawai Swasta 32 30.2
Pegawai Negeri 1 0.9
Pensiunan 1 0.9
Lain-lain 44 41.5
Missing System 34
Total 140 100
Suku Bangsa
Jawa 11 11.7
Sunda 69 73.4
Batak 3 3.2
Timor 2 2.1
China 9 9.6
Missing System 46
Total 140 100
Usia
10-19 tahun 10 7.1
20-29 Tahun 43 30.7
30-39 Tahun 35 25.0
40-49 Tahun 16 11.4
50-59 Tahun 21 15.0
60-69 Tahun 9 6.4
70-79 Tahun 6 4.3
Total 140 100
329
Immanuel
Jurnal Ilmu Kesehatan
Volume 8, Nomor 2, Desember 2014 ISSN 1410-234X
& Tingkat Nyeri Pasien Post Operasi Sebelum Intervensi tehnik Distraksi dan
Relaksasi di RS Immanuel Bandung
Tabel 2
Distribusi frekuensi Tingkat Nyeri Pasien Post Operasi Sebelum Intervensi tehnik Distraksi dan
Relaksasi di RS.Immanuel Bandung
Tingkat Nyeri Frekuensi Persentase
3. Tingkat Nyeri Pasien Post Operasi Setelah Intervensi Tehnik distraksi dan
relaksasi di RS Immanuel Bandung
Tabel 3
DistribusiFrekuensi Tingkat Nyeri Pasien Post Operasi Setelah Intervensi Tehnik distraksi dan
relaksasi di Rumah Sakit Immanuel Bandung
Tingkat Nyeri Frekuensi Persentase
Tidak Nyeri (NRS; 0) 5 3.6
Nyeri Ringan (NRS; 1-3) 100 71.4
Nyeri Sedang (NRS; 4-6) 32 22.9
Nyeri Berat (NRS; 7-9) 3 2.1
Total 140 100
330
Immanuel
Jurnal Ilmu Kesehatan
Volume 8, Nomor 2, Desember 2014 ISSN 1410-234X
Tabel 4
Uji Beda Tingkat Nyeri Pasien Post Operasi Sebelum Dan Sesudah IntervensiTehnik distraksi
dan relaksasi Di Rumah Sakit Immanuel Bandung.
Ʃ Sig.(2-
Tingkat Nyeri Mean SD SE T
(N) tailed)
Sebelum Intervensi
Tehnik Relaksasi dan 4.74 1.694 .143
Distraksi
Setelah Intervensi 140 20.304 .000
Tehnik Relaksasi dan 2.99 1.573 .133
Distraksi
Mean Different 1.757 1.024 .087
331
Immanuel
Jurnal Ilmu Kesehatan
Volume 8, Nomor 2, Desember 2014 ISSN 1410-234X
332
Immanuel
Jurnal Ilmu Kesehatan
Volume 8, Nomor 2, Desember 2014 ISSN 1410-234X
IL-1, IL-6, IL-8, TGF β yang berfungsi dapat menghambat stimulus yang
meningkatkan matrik ekstraseluler menyakitkan (Urden et al., 2010).
(ECM) dan meningkatkan kolagenasi. Teknik relaksasi dan distraksi
TGF β yang menurun menyebabkan dapat mengatasi nyeri berdasarkan
terhambatnya proses penyembuhan Gate Control theory menurut Melzack
luka (Howard & A.Steinmann, 2010; and Walls Gate Control Theory (1965)
Sole, Klein, & Moseley, 2009; Urden, dalam (Potter & Perry, 2009), karena
M.Stacy, & E.Lough, 2010). mampu merangsang peningkatan
3. Tingkat Nyeri Pasien Post Operasi hormon endorfin kemudian
SetelahIntervensiTehnik merangsang substansi sejenis morfin
Distraksi dan Relaksasi di RS yang disuplai oleh tubuh, pada saat
Immanuel Bandung neuron perifer mengirimkan sinyal ke
Sebagian besar responden sinaps, terjadi sinapsis antara neuron
memiliki tingkat nyeri ringan(NRS; 1- perifer dan neuron yang menuju otak
3) yaitu 71,4%dari 140 responden. tempat substansi Pmenghantarkan
Bila dibandingkan dengan tingkat impuls. Sehingga endorfin memblokir
nyeri sebelum pemberian tehnik transmisi impuls nyeri di medulla
distraksi dan relaksasi terdapat spinalis, sehingga sensasi nyeri
penurunan tingkat nyeri setelah menjadi berkurang (Potter & Perry,
pemberian tehnik distraksi dan 2009).
relaksasi, dengan nilai rata-rata Hasil observasi dan wawancara
penurunan berada pada tingkat nyeri 1- selama penelitian rata-rata tehnik
3. relaksasi dan distraksi mulai dirasakan
Tehnik relaksasi merupakan manfaatnya saat pengulangan yang ke
tehnik penanganan nyeri non 3 dan 4, hal ini didukung oleh teori
farmakologi yang dapat membantu Smelzer & Bare 2002 yang
memperlancar sirkulasi darah sehingga mengatakan bahwa tehnik relaksasi
suplaioksigen meningkat dan dapat dan distraksi perlu diulang terus
membantu mengurangi tingkat nyeri dengan teratur.
serta mempercepat proses Tingkat nyeri tertinggi
penyembuhan luka pada pasien post didapatkan pada pasien post operasi
operasi. hari ke-1 dengan nilai 9 yaitu pada
Distraksi merupakan pasien post operasi cholelithiasis.
manajemen nyeri dengan tehnik manajemen nyeri yang dilakukan oleh
memfocuskan perhatian klien pada perawat ruangan menggunakan tehnik
sesuatuselaindarirasa farmakologis dengan pemberian terapi
nyerinya.Teknik distraksi dapat Ketorolak sesuai program/ advis
mengaktivasi sistem reticular yang dokter (1 x 3 kali 30 mg), selain itu
140 responden lain tetap memperoleh
333
Immanuel
Jurnal Ilmu Kesehatan
Volume 8, Nomor 2, Desember 2014 ISSN 1410-234X
334
Immanuel
Jurnal Ilmu Kesehatan
Volume 8, Nomor 2, Desember 2014 ISSN 1410-234X
335
Immanuel
Jurnal Ilmu Kesehatan
Volume 8, Nomor 2, Desember 2014 ISSN 1410-234X
ABSTRACT
Based Permenkes RI. No. 1109 of 2007 legalized complementary therapies carried out in
health facilities, Permenkes RI No. HK.02.02 / Menkes / 148/1/2010 on the Implementation
of License and Nurse Practice, hypnotherapy has become a complementary therapy used
by nurses.
Qualitative research design was used with action research approach to implement the
method hypnotherapy. The study population was patients who had undergone colon cancer
surgery and is undergoing chemotherapy who experience pain and anxiety. The study was
conducted for 6 weeks in the Banyumas General Hospital, with purposive sampling
technique gained 6 participants. The research instrument used in-depth interviews and
participant observation after getting the hypnotherapy intervention. Data processing and
data interpretation using NVivo software 9.0.204.0. research shows the level of pain and
anxiety hypnotherapy respondents declined after 1-3 cycles, the average decrease in pain
every cycle between 4 to 6.3, while the average decrease anxiety decrease between 7 to
15.8. Conclusions in hypnotherapy research helpful in reducing pain and anxiety of
patients who suffer from colon cancer and is undergoing chemotherapy in Banyumas
General Hospital.
Fakultas Psikologi
Universitas Surabaya
117.IDENTIFIKASI MASALAH
Penelitian ini mempelajari dzikir sebagai alternatif pilihan penanganan depresi kepada
para pasien kanker stadium lanjut terutama bagi mereka yang menganut agama Islam. Dzikir
dipertimbangkan sebagai bentuk penanganan depresi yang tepat bagi pasien kanker tidak
hanya mendasarkan alasan dzikir relatif mudah dilakukan dimana saja, kapan saja dan dalam
kondisi apapun. Dzikir juga sebagai amalan utama, memperoleh keridhlaan atau derajat yang
tinggi di mata Allah, memantapkan keimanan kepada Allah, menjauhkan individu dari
perbuatan-perbuatan yang tidak disukai Allah sekaligus menjadi media pemberi ketenteraman
dan penerangan bagi jiwa individu yang sedang merasa hampa dan putus asa.
Melalui penghayatan akan makna kalimat-kalimat dzikir yang diucapkan secara tulus
dan sungguh-sungguh, dzikir dapat menjadi kegiatan transendental menuju kedekatan dengan
Allah. Dengan kekuatan dzikir ini, diharapkan tidak hanya tercipta sensasi akan ketenangan
dan ketenteraman hati, tapi juga kepasrahan dan keikhlasan dalam diri pasien kanker. Dalam
hal ini dibutuhkan kesediaan para pasien kanker untuk melepaskan segala pikiran dan
perasaan yang negatif, memasrahkan segala proses kehidupan yang akan terjadi, memohon
ampun atas kesalahan dan kekhilafan yang pernah dilakukan dan berdoa kepada Allah untuk
memperoleh kehidupan yang terbaik untuk dirinya. Dengan perasaan dan pikiran yang
positif, maka terbentuk mind set yang bijaksana pula terhadap kanker. Kanker tidak lagi
dipandang sebagai sebuah penderitaan, kesengsaraan atau death sentence (hukuman mati),
melainkan sebagai anugerah, karunia dan kemuliaan dari Allah. Dengan demikian, para
pasien mampu bangkit dari kondisi keterpurukan, keputusasaan dan kehampaan untuk
menjalani kehidupannya dengan bersemangat dan bahagia.
3. METODE ASESMEN
Penelitian ini bertujuan melihat efektivitas dzikir yang dikombinasikan dengan teknik
relaksasi otot sederhana, pernafasan ritmik dan visualisasi untuk menurunkan tingkat depresi
pada pasien kanker stadium lanjut. Variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian ini
adalah: Depresi sebagai variabel tergantung dan Terapi dzikir sebagai variabel bebas. Selain
data statistik, penelitian ini juga melihat hasil intervensi yang dimaknakan secara individual
sesuai dengan karakteristik personal dari setiap partisipan penelitian, sehingga dilakukan
penggalian data secara mendalam yang dapat menggambarkan kekhasan tiap partisipan.
5. SIMPULAN
Dari hasil perhitungan uji beda Kendall didapatkan hasil nilai 2 = 0.667 (p = 0.717 > p
= 0.05), artinya tidak ada perbedaan signifikan pada kondisi depresi dalam hal tingkat
kenyerian, kondisi perasaan, kondisi kejiwaan dan kemampuan penerimaan terhadap kondisi
sakit pada para partisipan kanker antara kondisi sebelum, selama dan sesudah pelaksanaan
terapi dzikir. Dapat dikatakan bahwa terapi dzikir masih belum efektif dalam menurunkan
depresi para partisipan kanker di penelitian ini. Peneliti juga melakukan uji beda Kendall
terhadap performasi diantara ketiga partisipan untuk melihat perubahan antar aspek pada saat
sebelum, selama dan sesudah terapi diberikan. Aspek fisik diukur berdasarkan tingkat
kenyerian, aspek emosional diukur dari kondisi perasaan, aspek psikologis diukur dari
kondisi kejiwaan dan aspek spiritual diukur dari kemampuan penerimaan yang dilakukan
secara mandiri oleh setiap partisipan. Dari hasil perhitungan, diperoleh 2 = 4.655, p = 0.199
untuk kondisi sebelum terapi, 2 = 8.379, p = 0.039 untuk kondisi selama terapi dan 2 = 5.036,
p = 0.169 untuk kondisi sesudah terapi. Perhitungan ini mengindikasikan tidak adanya
perbedaan di antara aspek fisik, emosional, psikologis dan spiritual baik pada kondisi
sebelum, selama maupun sesudah intervensi diberikan. Hal ini disebabkan salah satunya
terdapat perbedaan berupa kemunduran kondisi fisik disertai kemunduran kondisi perasaan,
kejiwaan maupun penerimaan pada Sukirno.
Berdasarkan analisis secara kualitatif pada data-data wawancara, observasi, catatan
harian pelaksanaan dzikir individual, evaluasi pelaksanaan intervensi, Beck Depression
Inventory dan uji kortisol, tampak ada perubahan lebih positif dari hasil intervensi pada
Supardi dan Chomarul. Skor total BDI menunjukkan adanya penurunan tingkat depresi pasca
intervensi pada kedua partisipan ini. Tingkat depresi Supardi mengalami penurunan dari
kategori sedang ke kategori sedang cenderung ringan, sedangkan Chomarul yang sebelumnya
mengalami tingkat depresi sedang menjadi tingkat depresi ringan setelah intervensi
berlangsung. Beberapa parameter depresi pada Supardi dan Chomarul juga memperlihatkan
adanya perbaikan kondisi pasca pelaksanaan intervensi. Parameter depresi yang mengalami
kemiripan perbaikan pada kedua partisipan ini adalah parameter kepekaan perasaan
berlebihan (Irritability), perasaan sedih (Sadness), perasaan bersalah (Guilt) dan persepsi
terhadap perubahan fisik diri sendiri (Body image change). Penurunan parameter ini
mengindikasikan dzikir mempunyai pengaruh positif dalam proses pengolahan emosi para
partisipan sehingga perasaan sedih, bersalah, tersinggung dan khawatir terhadap citra tubuh
secara keseluruhan yang muncul akibat kondisi sakitnya menjadi lebih terkontrol. Pengolahan
emosi secara sehat ini akan mempengaruhi mekanisme fisiologis yang sehat pula dan pada
akhirnya membantu menstabilkan hingga meningkatkan kondisi kesehatan partisipan. Hasil
pengujian kortisol pasca intervensi memberikan penguatan terhadap kesimpulan ini. Pada
Supardi, terjadi perbaikan kondisi sekresi kortisol, sedangkan Chomarul mengalami kondisi
fisiologis yang relatif stabil.
Saat diminta mengevaluasi mengenai manfaat yang diperoleh dari hasil intervensi,
para partisipan menyatakan intervensi ini memberikan perubahan-perubahan positif dalam
banyak aspek terutama aspek perasaan dan kejiwaan. Supardi mengaku dapat lebih mudah
mengatasi kegelisahan atas keadaan sakitnya sebagai efek positif dari berdzikir. Chomarul
mengaku tidak lagi mudah menangis setelah berdzikir selama 4 minggu ini.
Pada Sukirno, keseluruhan data kuantitatif menunjukkan tidak ada perbedaan kondisi
depresi sebelum dengan sesudah pelaksanaan intervensi, sekalipun Sukirno mengaku
merasakan ada manfaat dari hasil berdzikir, yaitu: perasaannya menjadi lebih tenang, damai
dan lebih dapat mengontrol emosi dan pikiran negatif termasuk kesedihan dan kekecewaan
dalam dirinya yang sebelumnya sangat mudah terpicu oleh pengaruh tingkah laku orang lain.
Skor total BDI menunjukkan tingkat depresi Sukirno justru meningkat dari kategori sedang
menjadi kategori sedang cenderung berat. Parameter depresi dalam BDI dan evaluasi
terhadap catatan harian juga tidak menunjukkan adanya perbaikan kondisi depresi maupun
aspek-aspek dalam diri partisipan. Penyebaran sel-sel kanker di bagian otak beserta gejala
fisik yang menyertainya ditambah dengan persoalan dari pihak keluarga dan tetangga yang
terus-menerus dipikirkan partisipan nampaknya mempunyai pengaruh sangat besar dalam
memperberat kondisi depresi partisipan. Meskipun peneliti bekerjasama dengan istri
(Annisya) telah berusaha memberikan banyak pendampingan dengan mengajak partisipan
untuk berdzikir, nampaknya tidak membawa banyak perubahan dalam menguatkan kondisi
emosi dan kejiwaannya.
Pada Supardi dan Sukirno, aspek penerimaan belum banyak mengalami perubahan
pada pasca intervensi. Meskipun pada dasarnya partisipan memperoleh dukungan sosial yang
positif dari lingkungannya, terutama keluarga, dalam melaksanakan kegiatan dzikirnya, ada
satu hal bersumber dari dalam diri partisipan yang berkontribusi pada kurang maksimalnya
pencapaian tahap penerimaan akan kondisi sakitnya. Hal tersebut adalah masih adanya
keterikatan partisipan dengan permasalahan-permasalahan duniawinya. Para partisipan ini
masih belum bisa sepenuhnya melepaskan persoalan-persoalan yang selama ini selalu
dipikirkan dan dirasakannya hingga menimbulkan tumpukan emosi negatif di alam bawah
sadarnya. Misalnya, Sukirno masih memikirkan kekurangharmonisan hubungan antara
dirinya dengan saudara-saudara kandung, istri II, istri III dan para tetangga dan Supardi sibuk
memikirkan begitu banyak cita-cita yang belum tercapai dan mempertanyakan mengapa ia
tidak dapat mereguk hasil jerih payahnya selama ini.
Dzikir tatkala dilaksanakan dengan penuh penghayatan, dzikir tersebut pasti akan
mampu membawa seseorang ke dalam apa yang disebut Hidayat (2006, p.98 – 99) sebagai
ruang keabadian yang penuh dengan kebahagiaan batin dimana benar-benar dirasakan
kedekatan hingga penyatuan antara dirinya dengan Yang Absolut. Hal ini dapat diibaratkan
ketika seseorang bertemu dengan kekasihnya, ia seakan terlepas dari kungkungan ruang dan
waktu dan yang ada hanyalah perasaan bahagia. Sebaliknya bila seseorang selalu berpikir
tentang masa lalu atau tenggelam dalam pembayangan mengenai kemungkinan yang akan
terjadi di masa depan, maka orang tersebut akan kehilangan ruang keabadian tersebut.
Apa yang dikatakan Sukirno mengenai kesadaran bahwa dunia ini milik Allah
sepenuhnya, Supardi mendapati adanya kekosongan tatkala ia tidak berdzikir atau Chomarul
merasakan sebuah kebahagiaan sejati seperti kebahagiaan di masa lalunya saat ia berdzikir,
sebenarnya merupakan sebuah pertanda yang baik bahwa para partisipan ini mulai
menangkap adanya ruang keabadian tersebut. Agar kebahagiaan dan kenyamanan selalu
berada di dalam hati manakala menghadapi suatu masalah, tidak hanya sekedar kebahagiaan
sesaat selama berdzikir, sangatlah dibutuhkan sikap kepasrahan kepada Allah atas segala
peristiwa dalam kehidupan baik yang telah, sedang dan akan terjadi.
Pada Sukirno maupun Supardi yang berkarakteristik Conscientiousness tinggi,
nampaknya belum seutuhnya melakukan kerelaan menerima kenyataan yang tengah terjadi
dan lebih sibuk mempertanyakan bagaimana kenyataan tersebut bisa menimpa diri mereka
dan bagaimana cara memperoleh kenyataan seperti yang mereka harapkan. Kondisi ini
berbeda dengan Chomarul. Chomarul nampaknya mengalami perbaikan kondisi depresi yang
lebih menonjol dibandingkan partisipan-partisipan lainnya. Kepribadian Chomarul yang
berkarakteristik Conscientiousness rendah ke arah Flexible nampaknya sangat mempengaruhi
Chomarul dalam menerima keadaan sakitnya dengan lebih santai dan seakan-akan tidak
terlihat banyak beban dalam pikirannya. Pola pikir yang cenderung melihat dunia secara
positif, polos dan sederhana, begitu pula dengan pengetahuan medis yang terbatas, turut
membantu Chomarul dalam menjalani keadaan sakitnya dengan lebih ringan. Chomarul
hanya memikirkan bagaimana ia harus berjuang mengobati penyakit kankernya dan dapat
bertahan hidup dengan kondisi sekarang ini.
Berkaitan dengan area-area masalah pada tahapan perkembangan dewasa madya, area
integritas diri yang dipengaruhi oleh area finansial nampaknya merupakan area yang terkena
dampak paling besar dan rentan membawa seorang pasien kanker ke kondisi depresi. Sejalan
dengan dideritanya penyakit kanker, seorang pasien kanker secara otomatis mengalami
pergeseran peran sebagai orang yang membutuhkan perawatan. Hal ini lebih fatal dan
berpotensi lebih besar mengarah ke depresi bagi kaum laki-laki dengan mengacu pada
pengaruh budaya terhadap pembentukan integritas kaum laki-laki sebagai pencari nafkah
keluarga. Budaya Indonesia masih sangat menjunjung tinggi keutamaan pada kaum laki-laki
sebagai tulang punggung keluarga dibandingkan kaum perempuan. Tidak ada tuntutan bagi
kaum perempuan untuk menafkahi keluarganya. Tatkala orang laki-laki tidak lagi dapat
menjalankan fungsinya sebagai pencari nafkah keluarga sebagai dampak dari kondisi
sakitnya, hal ini secara otomatis akan mempengaruhi integritas dirinya. Ia akan sangat mudah
mempersepsikan dirinya sebagai beban keluarga dan pada gilirannya akan menimbulkan
perasaan tidak berharga, tidak berguna, tidak berdaya dan sebagainya.
Peluang ke arah depresi sama besarnya pada seseorang baik laki-laki maupun
perempuan yang sedang berada di dalam puncak kejayaan kariernya ketika terserang penyakit
kanker. Ketika karier dipersepsikan sebagai sesuatu yang sangat penting dan berharga dalam
kehidupannya, kanker bisa menjadi suatu pukulan atau sumber stres yang sangat besar bagi
orang tersebut. Akibat kanker, kesempatan berkarier dan mencetak prestasi tidak hanya
lenyap tapi sekaligus dapat meruntuhkan kepercayaan maupun harga diri pada orang tersebut.
Kondisi-kondisi di atas menjelaskan bagaimana gambaran depresi pada Sukirno dan
Supardi cenderung lebih berat dibandingkan Chomarul. Baik Sukirno maupun Supardi lebih
sulit menerima kondisi sakit kankernya karena mereka mempersepsikan kanker sebagai
sumber penghalang pemenuhan kebutuhan mereka untuk mengaktualisasikan diri melalui
pekerjaan. Tidak demikian dengan Chomarul yang sebelumnya bukanlah seorang wanita
karier. Ia tidak merasa kehilangan apa-apa ataupun dirugikan oleh penyakit kankernya,
sehingga ia mampu menghadapi kondisi sakitnya dengan lebih santai dan tenang.
Berdasarkan keseluruhan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa dzikir belum
efektif dalam menurunkan tingkat depresi pasien kanker stadium lanjut selama mereka masih
berada dalam kondisi-kondisi sebagai berikut:
O. Dzikir tidak dilakukan dengan penuh kesediaan, keikhlasan dan penghayatan
P. Individu tidak melepaskan segala beban pikiran (keinginan, harapan, cita-cita dan
sebagainya) dan perasaan (ketakutan, kekhawatiran, kemarahan, kekecewaan dan
sebagainya) kepada Allah, tidak memasrahkan segala proses kehidupan terjadi atas
kekuasaan-Nya serta tidak mempercayai bahwa Allah selalu memberikan keputusan yang
terbaik untuk setiap umat-Nya.
Q. Individu tidak sungguh-sungguh menghayati manfaat dzikir kepada kehidupannya.
R. Individu masih melibatkan diri dengan penyakit maupun persoalan-persoalan
kehidupannya baik secara emosional maupun kognitif.
S. Individu memaksakan pencapaian target-target dalam kehidupannya, misalnya berkaitan
dengan kesembuhan maupun tujuan-tujuan hidup lainnya.
7. SARAN
7.1. SARAN BAGI PASIEN KANKER DAN KELUARGA
Berdasarkan hasil penelitian, agar dzikir dapat memberikan manfaat secara optimal ke
dalam kehidupannya, maka dapat disarankan:
1. Individu hendaknya bersedia untuk lebih ikhlas, pasrah dan berserah diri kepada Allah.
2. Individu hendaknya membuang jauh semua pikiran negatif tentang penyakit, kehidupan
dan orang-orang sekitarnya.
3. Dalam melakukan dzikir, individu hendaknya menikmati dan melakukan kegiatan
dzikirnya dan semata-mata untuk memperoleh keridhlaan Allah. Tidak perlu dibuat
target-target untuk kegiatan dzikir tersebut. Let the magic of dhikr work!
4. Setiap pasien berhak mengetahui secara persis gambaran perjalanan kondisi sakit
kankernya saat ini dan selanjutnya.
8. DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society. (2007). Cancer Facts and Figures 2007. Diambil tanggal 10
November 2007 dari:
http://www.cancer.org/downloads/STT/CAFF2007PWSecured.pdf
American Cancer Society. (2008). What is chemoteraphy and how does it work? Diambil
tanggal 3 Juli 2008 dari:
http://www.cancer.org/docroot/MBC/content/MBC_2_3X_What_Is_Chemotherapy_A
nd_How_Does_It_Work.asp?sitearea=MBC
Hawari, H. D. (2005). Dimensi Religi dalam Praktik Psikiatri dan Psikologi. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hidayat, K. (2006, November). Psikologi Kematian: Mengubah ketakutan menjadi
optimisme. Penerbit hikmah.
Holland, J. C. & Rowland, J. H. (1990). Handbook of Psychooncology: Psychological care of
the patient with cancer. New York: Oxford University Press.
Kabbanni, S. M. H. (2007, Februari). Ensiklopedia Akidah Ahlusunah: Energi zikir
dan shalawat. PT. Serambi Ilmu Semesta.
Lloyd-Williams, M. (2003, Januari 22). Depression – the hidden symptom in advanced
cancer. Palliative Care Forum. J R Soc Med, 96, 577 – 581.
McDowell, I. & Newell, C. (1996). Measuring health: A guide to rating scales
and questionnaire. (2nd ed). Oxford University Press.
Prihanto, S. (2006, November). The Big Five. Handout kuliah Magister Profesi
Psikologi tidak dipublikasikan. Universitas Surabaya, Surabaya.
Puchalski, C. M. (2001, Oktober). The Role of Spirituality in Health Care. BUMC
Proceedings, 14, 352 – 357.
Syukur, A. (2007, Juni). Zikir Menyembuhkan Kankerku. Jakarta: Mizan media utama.
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 1, April 2015
ISSN: 2338-7246 11
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 1, April 2015
ISSN: 2338-7246 12
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 1, April 2015
biofeedback (Potter & Perry, 2005; nyeri kronis dan penulis belum
AHCPR, 1992; Lemone & Burke, menemukan penelitian yang dilakukan
2008; dalam Smeltzer et al, 2008). terhadap nyeri akut pada abdominal
Intervensi perilaku kognitif dalam pain. Studi pendahuluan terhadap 12
mengontrol nyeri dimaksudkan untuk responden dengan diagnosa Abdominal
melengkapi atau mendukung Pain di IGD RSUD Karawang
pemberian terapi analgesic (AHCPR, menunjukkan perbedaan penurunan
1992) agar pengendalian nyeri menjadi skala nyeri yang signifikan, dimana
efektif (Smeltzer et al., 2008; Black & hasil pretest terhadap 12 responden,
Hawk, 2005). Managemen nyeri atau skala nyeri beragam antara 7 sampai
pain management adalah salah satu dengan 10, kemudian 6 responden yang
bagian dari disiplin ilmu medis yang pertama diberikan terapi standar dan 6
berkaitan dengan upaya-upaya responden yang kedua diberikan
menghilangkan nyeri atau pain relief. kombinasi terapi standar dan tehnik
Management nyeri ini menggunakan relaksasi. Kelompok pertama ada
pendekatan multidisiplin yang penurunan nyeri setelah setengah jam
didalamnya termasuk pendekatan pemberian obat analgetik dengan skala
farmakologikal (termasuk pain nyeri 6 – 3, sedangkan kelompok yang
modifiers), non farmakologikal dan kedua penurunan skala nyeri rata-rata
psikologikal. managemen nyeri non dibawah 4, tehnik relaksasi yang
farmakologikal merupakan upaya- dilakukan adalah membimbing
upaya mengatasi atau menghilangkan mengatur posisi yang nyaman,
nyeri dengan menggunakan pendekatan relaksasi otot-otot dan mengatur
non farmakologi. Upaya-upaya tersebut bernafas dalam.
antara lain relaksasi, distraksi,
massage, guided imaginary dan lain Manajemen nyeri pada Abdominal Pain
sebagainya. di IGD RSUD Karawang meliputi
terapi farmakologi dan non-
Teknik relaksasi merupakan intervensi farmakologi, terapi farmakologi
keperawatan secara mandiri untuk meliputi pemberian analgetik non-opiat
menurunkan intensitas nyeri, Teknik dan opiat, terapi non-farmakologi yang
relaksasi memberikan individu kontrol dilakukan meliputi relaksasi dan
diri ketika terjadi rasa nyeri serta dapat distraksi, teknik relaksasi secara
digunakan pada saat seseorang sehat spontan dan tidak prosedural sering
ataupun sakit. (Perry & Potter, 2005). diterapkan pada pasien-pasien yang
Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat mengeluh nyeri dengan berbagai
menurunkan nyeri dengan merilekskan penyebab dan respon yang dihasilkan
tegangan otot yang menunjang nyeri. pada pasien-pasien dengan Abdominal
Ada banyak bukti yang menunjukkan Pain relatif bervariasi, sebagian
bahwa relaksasi efektif dalam keluhan nyeri pasien dapat teratasi dan
meredakan nyeri (Smeltzer, 2008). dipulangkan serta sebagian lagi klien
Relaksasi secara umum sebagai metode berlanjut kepada tindakan diagnostik
yang paling efektif terutama pada dan medik lebih lanjut.
pasien yang mengalami nyeri (National
Safety Council, 2003), hasil penelitian Berbagai jenis teknik relaksasi untuk
diberbagai tempat membuktikan bahwa mengurangi nyeri telah banyak
terapi tekhnik relaksasi efektif diterapkan dalam tatanan pelayanan
menurunkan respon nyeri, penelitian- keperawatan. Namun, penggunaan
penelitian tersebut dilakukan terhadap teknik relaksasi di Indonesia masih
belum optimal. Tehnik relaksasi yang
ISSN: 2338-7246 13
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 1, April 2015
ISSN: 2338-7246 14
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 1, April 2015
ISSN: 2338-7246 15
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 1, April 2015
ISSN: 2338-7246 16
Jurnal Ilmu Keperawatan. Volume III, No. 1, April 2015
ISSN: 2338-7246 17
PENGARUH KOMPRES ES DAN KOMPRES HANGAT TERHADAP
PENYEMBUHAN CEDERA ANKLE PASCA MANIPULASI
TOPURAK PADA PEMAIN GPS FUTSAL BANTUL
SKRIPSI
Oleh:
Queen Syafaati Hakiki
14603141015
i
PENGARUH KOMPRES ES DAN KOMPRES HANGAT TERHADAP
PENYEMBUHAN CEDERA ANKLE PASCA MANIPULASI TOPURAK
PADA PEMAIN GPS FUTSAL BANTUL
Oleh:
ABSTRAK
Cedera ankle merupakan cedera terbanyak dalam olahraga futsal (Junge &
Drovak, 2010: 1091). Terapi manipulasi merupakan salah satu cara non-
farmakologi yang sering digunakan, meskipun terkadang memberi efek nyeri
setelah terapi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh kompres (es dan
hangat) dalam mengurangi nyeri dan menambah ROM serta fungsi gerak sendi
ankle setelah terapi manipulasi (teknik Topurak).
Penelitian ini merupakan penelitian Quasi Experimental Design dengan
pretest-posttest control group design digunakan sebagai pendekatan dalam
penelitian dengan 15 pemain yang mengalami cedera ankle kronis dan masuk
dalam kriteria inklusi dari 30 pemain GPS Futsal Bantul. Subjek penelitian dibagi
menjadi tiga kelompok dengan dua kelompok eksperimen dan satu kelompok
kontrol. Sebelum dan sesudah pemberian kompres (es dan hangat) dilakukan
pengukuran skala nyeri, range of motion (ROM), dan skala fungsi pada seluruh
subjek. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif, dan uji t berpasangan
untuk data ROM, serta uji Wilcoxon untuk data skala nyeri dan skala fungsi. Uji
Anova juga digunakan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan dari ketiga
variabel independent.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kompres es dan kompres hangat pasca
manipulasi Topurak dapat mengurangi nyeri tekan dan menambah ROM.
Disamping itu kompres es dapat meningkatkan fungsi gerak (jinjit dan lompat)
secara signifikan (p jinjit= 0,03 dan p lompat= 0,04). Perlakuan istirahat juga
dapat menurunkan skala nyeri tekan dan menambah ROM kecuali pada inversi
ankle (p= 0,06). Selain itu, istirahat juga dapat meningkatkan skala fungsi lari dan
lompat. Tidak ada perbedaan signifikan pada ketiga perlakuan, sehingga dapat
disimpulkan bahwa kompres dan istirahat sama-sama dapat menurunkan nyeri dan
meningkatkan ROM serta fungsi gerak sendi ankle pasca manipulasi Topurak.
i
THE EFFECT OF ICE AND WARM COMPRESSES IN
HEALING ANKLE INJURY POST TOPURAK
MANIPULATION ON FUTSAL GPS PLAYERS BANTUL
ABSTRACT
Ankle injuries are the most injured found in futsal sports (Junge & Drovak,
2010: 1091). Manipulation therapy is one of the most commonly method used as
non-pharmacological methods. Although sometimes it gives pain effect after
giving therapy. This research aims to examine the effect of compress (ice and
warm) in reducing pain and increase ROM and ankle joint motion function after
giving manipulation therapy (Topurak technique).
This was a Quasi Experimental Design research with pretest-posttest
control group design. This design was used as a research approach with 15 players
who suffered chronic ankle injury and included in inclusion criteria of 30 players
GPS Futsal Bantul. The subjects were divided into three groups, where two were
experimental groups and the other was the control one. Before and after giving
compress (ice and warm), all subjects were measured on the pain scale, range of
motion (ROM), and function scale. The collected data in this research were
analyzed descriptively and used paired t test for ROM data and Wilcoxon test for
pain and function scale data. Anova test was also used to know the significant
differences of the three independent variables.
The results of this research shows that ice and warm compresses post Topurak
manipulation can reduce tenderness and increase ROM. Besides, ice compress can
significantly improve the movement function (tiptoe and jump) (p of tiptoe = 0,03 and
p of jump = 0.04). Activity such rest treatment can also decrease tenderness scale and
increase ROM except in ankle inversion (p = 0.06). In addition, having break time
can also increase running and jump functions scale. In this research, there was no
significant difference in the three treatments. Because of that, can be concluded that
both of compress and break time can decrease the pain and increase ROM and joint
motion of ankle post Topurak manipulation.
ii
MOTTO
& I’ve failed over and over and over again in my life and that is why I succeed
(Michael Jordan)
& Jadilah mata air. Kalau kamu baik, disekitarmu akan baik. Tapi kalau
vii
PERSEMBAHAN
ini dapat diselesaikan dengan lancar dan baik. Skripsi ini dipersembahkan kepada
antaranya Bapak Tokri, bapak yang telah mendukung dan memberikan motivasi
penuh; dan Ibu Murtianti, ibu yang selalu mendoakan, penyabar dan penuh kasih
kandung tersayang, yang selalu memberikan motivasi dan semangat bagi peneliti.
Keluarga besar peneliti, yang terus memberikan doa yang terbaik bagi peneliti.
Nurhasanah, dan Eva Yunita yang mana sahabat sekaligus keluarga baru yang
selalu ada baik suka maupun duka selama menempuh pendidikan S1. Keluarga
besar Ilmu Keolahragaan FIK UNY terkhusus angkatan 2014 yang sedang
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah S.W.T, karena atas kasih dan
Manipulasi Topurak pada Pemain GPS Futsal Bantul” dapat diselesaikan dengan
lancar.
Selesainya penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan
118. Dr. dr. B.M. Wara Kushartanti, M.S., selaku Dosen Pembimbing Tugas
119. Dr. dr. B.M. Wara Kushartanti, M.S., dr. Prijo Sudibjo, M.Kes., Sp.S., dan
Dr. dr. Rachmah Laksmi Ambardini, M.Kes., selaku Ketua Penguji, Sekertaris,
120. dr. Prijo Sudibjo, M.Kes., Sp.S., selaku Ketua Jurusan Pendidikan
beserta dosen dan staf yang telah membantu dan memfasilitasi selama proses
ix
& Prof. Dr. Wawan S. Suherman, M.Ed., selaku Dekan Fakultas Ilmu
& Sumarjo, M.Kes., Penaehat Akademik, yang telah memberikan dukungan dan
Semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung
dalam penelitian ini, yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Akhirnya, semoga segala bantuan yang telah diberikan semua pihak di atas
menjadi amalan yang bermanfaat dan mendapatkan balasan dari Allah SWT dan
Tugas Akhir Skripsi ini menjadi informasi bermanfaat bagi pembaca atau pihak
x
DAFTAR ISI
Halaman
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Kompres Es 49
Kompres Hangat 49
Kontrol 49
Es 52
Hangat 52
Kompres Es 55
Kompres Hangat 55
xiii
Tabel 14. Hasil Analisis Deskriptif Skala Fungsi Pretest-Posttest Kelompok
Kontrol 56
Tabel 16. Hasil Uji Normalitas Data Kelompok Kompres Hangat ............................ 60
Tabel 21. Hasil Uji t test Data ROM Kelompok Kompres Es ..................................... 63
Tabel 22. Hasil Uji t test Data ROM Kelompok Kompres Hangat ............................ 63
Tabel 23. Hasil Uji t test Data ROM Kelompok Kontrol ............................................. 63
Tabel 24. Hasil Uji Wilcoxon Data Skala Nyeri Kelompok Kompres Es ............... 64
Tabel 25. Hasil Uji Wilcoxon Data Skala Nyeri Kelompok Kompres Hangat 64
Tabel 26. Hasil Uji Wilcoxon Data Skala Nyeri Kelompok Kontrol ........................ 64
Tabel 27. Hasil Uji Wilcoxon Data Skala Fungsi Kelompok Kompres Es ............. 65
Tabel 28. Hasil Uji Wilcoxon Data Skala Fungsi Kelompok Kompres Hangat 65
Tabel 29. Hasil Uji Wilcoxon Data Skala Fungsi Kelompok Kontrol ...................... 65
Tabel 30. Hasil Uji Anova Data Skala Nyeri Tekan ...................................................... 66
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Kompres Es 50
Kompres Hangat 51
xv
Kontrol 51
Es 53
Hangat 54
Kompres Es 57
Kompres Hangat 57
Kontrol 58
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
sampai orang dewasa. Sebagai olahraga yang menyehatkan dan menjadi sarana
pemainnya, karena kondisi fisik yang buruk akan berdampak buruk juga pada
futsal dalam hal teknik tetapi tanpa didasari oleh kondisi fisik yang baik, maka
kemampuan yang dimiliki tidak akan maksimal (Setiawan dkk, 2014: 13).
Dengan memiliki fisik yang kuat, resiko terkena cedera pada saat latihan
Dalam turnamen FIFA Futsal World Cups pada tahun 2006, diidentifikasi
bahwa mayoritas cedera terjadi karena kontak dengan pemain lain dan lebih
banyak mengenai ekstremitas bawah, serta diagnosis yang paling sering adalah
ankle sprain (Junge & Drovak, 2010: 1091). Menurut Arovah (2016: 11), cedera
seperti kemerahan (rubor), panas (kalor), benjolan (tumor), nyeri (dolor), dan
penurunan fungsi (functio leissa). Dua kondisi terakhir berupa nyeri dan
1
penurunan fungsi sendi sering menjadi penyebab utama seseorang mencari
27-28) adalah murah, simpel, efektif, dengan efek samping minimal, dan dapat
yang telah dikembangkan di FIK UNY merupakan salah satu metode non-
farmakologis yang dapat mengatasi nyeri dan gangguan fungsi gerak sendi ankle.
totok, pukul, dan gerak untuk melemaskan otot, tendo, dan jaringan ikat sekitar
sendi yang mengalami nyeri dan mengembalikan sendi ke posisi anatomis tubuh.
posisi sendi ankle pada tempatnya, meskipun terkadang memberi efek nyeri
mengurangi nyeri yang berhubungan dengan ketegangan otot walaupun dapat juga
dipergunakan untuk mengatasi berbagai jenis nyeri yang lain (Arovah, 2016: 44).
Terapi panas dapat dilakukan sendiri di rumah akan tetapi beberapa jenis terapi
panas memerlukan pengawasan dan harus dilakukan di dalam klinik atau rumah
sakit. Selain itu menurut Fondy (2012: 53) kompres hangat juga dapat
2
aliran darah sehingga mengurangi kekakuan otot yang menjadikan proses
waktu yang lama karena kecepatan rasa dingin lebih cepat dibandingkan
kecepatan hantaran rasa panas. Rasa dingin juga lebih mudah menembus
di awal, tetapi cara ini bisa meredam rasa nyeri dengan jalan menurunkan
metabolisme jaringan (Nadler et al., 2004: 395). Menurut Fondy (2012: 52)
terapi dingin sangat efektif, mudah dilakukan, cepat, dan ekonomis diantara
terapi lain. Selain itu Peterson dan Renstrom (2001: 94) juga mengungkapkan
bahwa manfaat terapi dingin yaitu pasien dengan cepat merasakan adanya
panas terhadap pengurangan nyeri pada osteoarthritis sendi lutut, (2) Terdapat
osteoarthritis sendi lutut, dan (3) Terdapat beda pengaruh pengurangan nyeri pada
osteoarthritis sendi lutut antara terapi panas dan terapi dingin pada subjek
penelitian, serta terapi panas lebih efektif dalam pengurangan nyeri pada
osteoarthritis ditinjau dari nilai selisih yang dapat menurun. Dalam pengamatan
3
peneliti, belum ada yang melakukan penelitian lebih lanjut pengaruh kompres
es dan kompres hangat pada pasca manipulasi Topurak. Oleh karena itu, perlu
penelitian lebih lanjut tentang pengaruh kompres es dan kompres hangat pasca
fungsi gerak ankle sehingga konsumen bisa memilih kompres yang lebih baik.
B. Identifikasi Masalah
hangat terhadap penyembuhan cedera ankle sangat kompleks. Oleh sebab itu,
4
D. Rumusan Masalah
Atas dasar pembatasan masalah di atas, masalah dalam skripsi ini dapat
mengurangi nyeri dan meningkatkan ROM serta fungsi gerak sendi ankle?
mengurangi nyeri dan meningkatkan ROM serta fungsi gerak sendi ankle?
mengurangi nyeri dan meningkatkan ROM serta fungsi gerak sendi ankle?
% Tujuan Penelitian
mengurangi nyeri dan menambah ROM serta fungsi gerak sendi ankle.
5
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Bagi Terapis
Bagi Penulis
Mempunyai wawasan yang lebih banyak di dunia terapi dan juga bisa
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
yang apik, dipadu dengan beragam teknik setiap individu yang bermain
demi meraih kemenangan. Selain tentu saja teknik bermain, hal yang harus
futsal begitu cepat sehingga menjadikan permainan futsal sebagai salah satu
pertandingan. Futsal menurut Junge & Dvorak (2010: 1089) adalah olahraga
multi sprint dengan fase intensitas lebih tinggi daripada sepak bola.
Junge & Drovak (2010: 1089) mengatakan, ‘‘Futsal was among the top
10 sport injuries and had the highest injury incidence per 10000 h of sport
participation (55,2; 95% CI 42,7 to 71,3). The injury rate was about 2,7 times
higher than in football (20,3; 95% CI 18,4 to 22,4).’’ Dalam turnamen FIFA
Futsal World Cups pada tahun 2006, mayoritas cedera terjadi karena kontak
dengan pemain lain dan mempengaruhi ekstremitas bawah serta diagnosis yang
paling sering adalah ankle sprain (Junge & Drovak, 2010: 1091).
7
a. Anatomi dan Fisiologi Ankle
Training (2011: 290-292), kaki memiliki tiga wilayah utama yaitu kaki
depan, kaki tengah, dan kaki belakang. Kaki depan terdiri dari lima
dan flexor hallucis longus, dengan bantuan yang diberikan oleh peroneal
longus dan brevis, dan tibialis posterior. Sedangkan inversi dan eversi,
meliputi: (1) memar, (2) cedera ligamentum (sprain), (3) cedera pada otot
dan tendon (strain), (4) dislokasi, (5) patah tulang (fraktur), (6) kram otot,
11) pendarahan, dan (8) luka. Karena peran penting yang dimainkan oleh
tubuh bagian bawah, ankle dan kaki saat berolahraga maupun aktivitas
fisik, luka-luka di atas bisa saja terjadi. Insiden cedera ankle yang paling
tinggi dialami oleh pemain bola basket, sepak bola, dan futsal. Sprain
lateral ankle adalah cedera yang paling umum terjadi pada olahraga,
9
merah), dolor (nyeri), dan functio leissa (penurunan fungsi). Tanda-tanda
1) Tumor (bengkak)
2) Kalor (panas)
daerah normal.
3) Rubor (merah)
10
maupun secara kimia, melalui pengeluaran zat seperti histamin
4) Dolor (nyeri)
zat seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf.
nyeri dan penurunan fungsi ini sering menjadi penyebab utama seseorang
11
c. Jangkauan gerak sendi ankle (Range of motion/ROM)
al., (2011: 15) bahwa keterbatasan ROM disebabkan oleh banyak faktor
Moving Arm
Axis
Stationary Arm
Gambar 3. Goniometer
Sumber: https://www.fab-ent.com/evaluation/range-of-motion/baseline-
plastic-goniometers/ diambil pada 25/03/2018 pukul 19:53
dapat sangat bervariasi antara satu orang dengan yang lain meskipun mereka
mendapatkan cedera atau penyakit yang relatif sama. Oleh karena itu, nyeri
13
nyeri dapat dilakukan dengan berbagai modalitas terapi, meliputi: (1)
hydrotherapy, (2) manual Therapy (Topurak), (3) teknik napas dalam, (4)
terapi musik, (5) terapi latihan (exercise therapy), (6) kompres (kompres
Menurut Arovah (2016: 32), terapi dingin atau cold therapy adalah
Nadler et al., (2004: 397) mengatakan terapi dingin adalah bentuk aplikasi
saraf yang akan membuat berkurangnya rasa nyeri. Terapi dingin sering
cedera dan pada keadaan akut yang disebut RICE (Rest, Ice,
14
Adapun tujuan terapi dingin atau dengan menggunakan kompres
Nurjanah (2016: 24) bahwa inti dari terapi dingin adalah menyerap kalori
area lokal cedera sehingga terjadi penurunan suhu. Semakin lama waktu
lokal cedera harus dapat diturunkan suhunya dalam jangka waktu yang
memberikan efek penghilang rasa sakit lokal yang membuat atlet yang
olahraga.
dingin (suhu 10o C) terjadi vasokontriksi arteriola dan venula secara lokal.
15
Vasokontriksi ini disebabkan oleh aksi reflek dari otot polos yang timbul
rasa dingin lebih cepat dibandingkan kecepatan hantaran rasa panas. Rasa
Saat otot mengalami penurunan suhu akibat aplikasi dingin, efek dingin
16
Tabel 3. Efek Fisiologis Tubuh pada Terapi Dingin
Variabel Efek
Spasme otot Menurun
Persepsi nyeri Menurun
Aliran darah Menurun sampai 10 menit pertama
Kecepatan metabolisme Menurun
Elastisitas kolagen Menurun
Kekakuan sendi Meningkat
Permeabilitas kapiler Meningkat
Dapat mengurangi pembengkakan
lanjut tapi relatif tidak
Pembengkakan menghentikan pembengkakan yang
sudah terjadi.
dalam fase rehabilitasi fase kronis, demikian pendapat Hubbard et al., dalam
Arovah (2016: 36). Penerapan terapi dingin menurut Peterson & Renstrom
(2001: 94) diterapkan selama 15-20 menit per pengobatan dan dapat
pertolongan pertama pada kaum awam bila mengalami cedera pada otot kaki
adalah dengan metode pendinginan. Selain itu terapi dingin sangat efektif,
mudah dilakukan, cepat, dan ekonomis diantara terapi yang lain. Terapi
dingin dapat ditangani dengan berbagai kondisi antara lain: (1) cedera
17
(migrain, tension headache dan clustes headache), (3) gangguan
nyeri post operasi, (6) fase akut arthritis (peradangan pada sendi), (7)
tendinitis dan bursitis, (8) nyeri lutut, (9) nyeri sendi, dan (10) nyeri perut
(Arovah, 2016: 36). Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Peterson
& Renstrom (2001: 94) bahwa manfaat terapi dingin yaitu pasien dengan
dilakukan, dan ditoleransi dengan baik, sedikit resiko, dan tidak mahal.
pada arteri kecil yang menyalurkan darah ke jari tangan dan kaki
ketika terjadinya dingin atau emosi. Pada keadaan ini timbul sianosis
perifer.
maupun leprosy.
18
Cryoglobulinemia yang merupakan kondisi berkurangnya protein di
dalam darah yang menyebabkan darah akan berubah menjadi gel bila
kena dingin.
dikenai dingin.
1) Es dan masase es
mencair.
terapi pijat. Pendapat lain menurut Peterson & Renstrom (2001: 94)
19
lebih efisien daripada cold pack atau metode lain yang menggunakan
2) Ice pack
freezer daripada kemasan plastik. Alat ini tersedia di apotek dan toko
menit. Indikasi terapi sama dengan ice masase. Penggunaan ice pack
lebih praktis akan tetapi bila terjadi kebocoran pada kemasan dapat
dikandungnya.
3) Vapocoolant spray
10 cm per detik dan dapat diulang sampai dengan 2-3 kali. Menurut
Peterson & Renstrom (2001: 95-96) bahwa efek dingin dari semprotan
semacam itu menembus hanya 3-4 mm ke dalam kulit dan oleh karena
seluruh tubuh diperlukan tanki whirpool. Pada terapi ini air dan es
21
perendaman kembali. Dalam tiap sesi terapi, perendaman kembali dapat
dilakukan sampai tiga kali ulangan. Hal yang perlu diperhatikan adalah
olahraga. Aplikasi dingin diberikan pada fase akut atau segera setelah
cedera terjadi. Beberapa bentuk aplikasi terapi dingin yang dapat dilakukan
dengan menggunakan es, kompres es, massase es, cold pack, cold
dingin dilakukan 15-20 menit dengan suhu (3,5o C sampai 10o C) untuk
untuk mengatasi berbagai jenis nyeri yang lain. Panas pada fisioterapi
22
mengurangi kekakuan otot. Sependapat dengan Fondy (2012: 53) bahwa
percepatan penyembuhan.
suplai nutrisi dan oksigen ke lokasi cedera. Terapi panas menurut Peterson
dapat mengurangi nyeri lewat mekanisme gate control dari teori yang
dikembangkan oleh Melzack dan Wall. Menurut teori ini, impuls rasa sakit
bukanlah struktur yang nyata, namun sebuah pola aktivitas saraf yang dapat
menghalangi atau membiarkan pesan rasa sakit ini datang dari kulit, otot,
dan organ internal. Biasanya, gerbang ini tertutup, baik oleh impuls
23
yang menuju ke tulang belakang dari serabut besar yang menanggapi
tekanan dan rangsangan lainnya atau oleh sinyal yang turun dari otak itu
sendiri. Tetapi ketika jaringan tubuh terluka, serabut besar rusak dan
pesan rasa sakit mencapai otak kita (Wade & Tavris: 2008: 222-223).
panas, lama pemberian panas, dan respon jaringan terhadap panas. Pada
24
dibandingkan tanpa perawatan. Panas biasanya digunakan sebelum
(4) Nyeri bahu, (5) Tendinitis (radang tendo), (6) Bursitis (radang bursa),
(7) Sprain (robekan ligamen sendi), (8) Strain (robek otot), (9) Nyeri
oleh nyeri pada tulang rusuk, (12) Nyeri perut dan pelvis, (13) Gangguan
nyeri kronis seperti pada lupus dan nyeri myofascial, (14) Asthma.
Arovah, (2016: 53) yaitu: (1) panas dapat meningkatkan aliran darah dan
proses penyembuhan bila fase akut, (3) sedang dilakukan terapi radiasi
atau yang mengalami kanker, (4) orang yang memiliki gangguan sensasi
saraf seperti orang diabetes untuk menghindari terjadinya luka bakar, dan
25
menyebabkan perkembangan penyakit, luka bakar, pembengkakan pada
menggunakan terapi panas pada pasien yang sensitif terhadap panas atau
meliputi botol air panas, bantalan panas, listrik bantalan panas, bungkus
panas, batu panas, kemasan lembut hangat yang diisi dengan butiran,
tapal obat, handuk panas, bak panas, sauna, parafin, uap, dan lampu
panas inframerah.
panas diantaranya:
1) Krim panas
26
2) Bantal pemanas (heat pad)
Bantal yang digunakan berupa kain yang beisi silika gel yang
mengurangi nyeri otot pada leher, tulang belakang, dan kaki. Bantal
inflamasi pada tendo dan bursa. Menurut Nadler et al., (2004: 398),
terapi panas di kulit menggunakan hot pad pada area pinggang dengan
dan 38 mm.
4) Tanki whirlpool
27
dan membantu untuk melemaskan jaringan kolagen. Terapi ini
lilin cair yang tidak berwarna yang terbuat dari hidrokarbon yang
dikontrol untuk menjaga suhu parafin pada 52o sampai 54o C. Terapi
ini efektif untuk mengatasi gejala arthritis terutama pada area tubuh
seperti tangan, pergelangan tangan, siku, lutut, dan kaki tetapi area
tersebut sebelumnya harus dalam keadaan bersih dan kering dan terapi
28
6) Contrast bath
penampungan air hangat (41-43 oC) dan penampungan air dingin (10-
18oC). Terapi ini diindikasikan pada fase peralihan antara tahap akut dan
aplikasi hangat diberikan pada fase kronis dengan durasi selama 15-
20 menit dengan suhu 41o C sampai 42o C untuk menghindari hal-hal yang
29
tidak diinginkan. Terdapat beberapa metode untuk melakukan terapi panas
antara lain: kompres hangat atau panas, bantal pemanas, kream panas, parafin,
contrast bath, dan tanki whirpool. Secara umum terapi panas dapat dilakukan
dingin, yakni mulai dari suhu yang paling dingin, suhu dingin, suhu yang
sejuk, suhu hangat sampai akhirnya panas yang menyengat. Gradasi termal
dapat dibedakan oleh paling sedikit tiga macam reseptor sensorik: reseptor
dingin, reseptor hangat, dan reseptor rasa nyeri. Reseptor rasa nyeri hanya
dirangsang oleh gradasi panas atau dingin yang ekstrem, karena itu bersama
Reseptor dingin dan reseptor hangat terletak tepat di bawah kulit, yakni
kira-kira 1 mm. Pada sebagian besar daerah tubuh, jumlah reseptor dingin kira-
kira tiga sampai sepuluh kali reseptor hangat, dan pada berbagai daerah tubuh
Ujung serabut saraf bebas dijalarkan pada serabut saraf tipe C pada kecepatan
30
bermielin, khusus, dan kecil, yang bercabang beberapa kali, ujungnya
reseptor ini akan dijalarkan melalui serabut saraf delta tipe A yang
berkecepatan lebih dari 20 meter per detik. Sebagian sensasi dingin juga
dijalarkan melalui serabut saraf tipe C, yang juga merupakan ujung serabut
saraf bebas yang berfungsi sebagai reseptor dingin (Guyton & Hall, 2007:
745).
Karena jumlah ujung serabut saraf dingin atau hangat yang terdapat di
menentukan gradasi suhu bila daerah yang terangsang itu kecil. Namun, bila
7. Hakikat Topurak
a. Pengertian Topurak
dan Kushartanti (2016: 73) metode Topurak ini dimulai dengan penekanan
31
dengan kekakuan dan nyeri yang pasien rasakan sehingga reposisi dapat
b. Manipulasi Topurak
5. Trigger Point
jaringan parut, atau kulit (Roenn et al., 2006: 232). Ambardini &
dengan adanya titik nyeri di daerah yang dirasakan pasien sebagai rasa
nyeri. Hal ini diperkuat oleh Roenn et al., (2006: 233), bahwa ketika
titik trigger point ditekan atau diraba, otot yang distimulasi akan
totok atau menekan dengan tekanan yang cukup pada area trigger point
ankle, telapak kaki, dan otot soleus. Menurut Ambardini & Kushartanti
(2016: 73), penekanan pada titik-titik trigger point dimulai dari ujung-
ujung origo sampai ke insersio. Fungsi dari totok dalam Topurak yaitu
gerak. Hal ini diperkuat oleh Roem et al. (2006: 196) bahwa indikasi
32
dari injeksi titik trigger point dapat meningkatkan jangkauan gerak dan
9. Tapotement
dilakukan dengan ketokan, tepukan atau pukulan yang lunak pada tubuh
dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti dengan kepalan tangan, jari
lurus, setengah lurus atau dengan telapak tangan yang mencekung dengan
3. Gerak
34
terinstruksi dengan benar dan terbantu. Tahap ini dilakukan dengan
semula (anatomis).
diambil dari tempat rumah pendiri GPS Futsal Bantul yang bernama Griya
Pelem Sewu. GPS Futsal Bantul terbentuk pada tahun 2002 yang berisikan
bapak-bapak warga griya pelem sewu yang hobi bermain futsal. Selang
beberapa bulan, pemuda dari sekitar daerah griya pelem sewu tertarik juga
Setiap minggunya, GPS Futsal Bantul melakukan latihan sebanyak 2-3 kali
Futsal Bantul juga memiliki peranan penting dalam melatih para pemainnya
baik itu fisik, skill, maupun teknik agar siap menghadapi berbagai rintangan
Juara 1 GPS Cup 2016, juara 2 Liga Futsal Istimewa Yogyakarta 2014,
35
B. Penelitian yang Relevan
berikut:
Kombinasi Terapi Panas dan Dingin dengan Terapi Panas, Terapi Dingin
diberikan terapi dingin, dan 5 orang diberi perlakuan terapi panas dan
yang berarti kombinasi terapi panas dingin efektif menangani cedera otot
dingin memiliki tingkat efektifitas yang lebih baik dalam menangani cedera
otot hamstring dibandingkan dengan dengan terapi panas dan terapi dingin.
36
C. Kerangka Berpikir
Persepsi
Kekakuan Elastisitas Nyeri
Sendi ↓ Otot ↑ terkabur
(Gate
Control) Nyeri ↓
Nyeri ↓
37
Dari gambar di atas menunjukan bahwa, kompres es dapat mengurangi
nyeri dengan jalan memblok ujung-ujung saraf yang menjadikan skala nyeri
dengan cara menurunkan temperatur kulit dan otot yang hasil akhirnya dapat
hangat juga dapat mengurangi nyeri dengan jalan gate contol yang menjadikan
skala nyeri menurun. Peningkatan ROM dan skala fungsi juga dapat dilakukan
dengan kompres hangat dengan jalan meningkatkan temperatur kulit dan otot
elastisitas otot. Selain itu, perlakuan yang tidak diberi kompres (kontrol) dapat
D. Hipotesis Penelitian
38
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Oa X1 Ob
Oc X2 Od
Oe -- Of
Keterangan:
Oe-Of = Pretest dan posttest kelompok yang tidak diberi perlakuan (kontrol).
39
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pemain GPS Futsal Bantul
1. Pemain aktif GPS Futsal Bantul (aktif latihan dalam tiga bulan terakhir).
2. Sedang menderita cedera ankle kronis (trauma terjadi lebih dari 2 minggu
lalu).
inform consent.
sehingga jumlah subjek tersebut dibagi menjadi tiga kelompok dengan lima
orang dilakukan kompres es, lima orang dilakukan kompres hangat, dan lima
40
D. Definisi Operasional Variabel Penelitian
pada seluruh permukaan ankle yang mengalami cedera dengan posisi pasien
2. Kompres hangat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah salah satu
bentuk terapi yang menggunakan media kantong pengompres yang diisi air
duduk di lantai.
41
akan menyempurnakan pelemasan, dan gerak yang dilakukan oleh pasien
1. Instrumen Penelitian
riwayat cedera ankle (mulai dan penyebab cedera), riwayat cedera yang
dan penilaian gerak baik pergerakan aktif maupun pasif (move) (Helmi, 2011:
skala nyeri tekan. Selain itu, skala nyeri dinilai baik dalam keadaan istirahat
St. Pierre and colleagues yang dikutip dalam jurnal Scoring Systems for
Evaluating Ankle Function (2006: 511), dimana intensitas nyeri diukur dalam
skala 0-4, dengan nilai 0 menyatakan tidak nyeri dan nilai 4 menyatakan nyeri
yang amat sangat. Semakin nyeri yang dirasakan semakin tinggi angka skala
nyeri dan begitu pula sebaliknya. Pemeriksaan gerak (move) dilakukan untuk
mengukur besar sudut ROM pada ankle dalam satuan derajat dengan
digunakan untuk menilai skala fungsi yang dinilai dengan skala 4-0. Semakin
42
terganggu fungsi gerak akibat cedera, semakin rendah angka skala fungsi
dan sebaliknya. Skala fungsi dinilai dengan gerakan berjalan, lari, naik
sebagai berikut:
catatan medis.
43
F. Teknik Analisis Data
1. Data yang berskala nominal dan interval akan dianalisis dengan cara
deskriptif kuantitatif.
2. Data yang berskala rasio (ROM) akan dianalisis menggunakan uji beda dua
ordinal (skala nyeri dan skala fungsi) dianalisis menggunakan uji beda dua
3. Data hasil-hasil analisis, kemudian dilakukan uji beda dengan uji Anova.
44
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Subjek penelitian ini adalah pemain aktif GPS Futsal yang ada di
Bantul, Yogyakarta pada bulan Maret dengan jenis kelamin laki-laki yang
Topurak sebanyak 15 orang. Kisaran usia dari subjek penelitian adalah 16-
21 tahun dengan rata-rata berusia 19,73 tahun dan standar deviasi 1,58.
orang dengan persentase 80% dan sebanyak 20% bekerja sebagai karyawan
swasta. Rata-rata berat badan subjek penelitian adalah 53-95 kg, dengan
rata-rata berbobot 64,46 kg dan standar deviasi 11,92. Tinggi badan dari
1. Durasi Cedera
4,53 bulan dengan standar deviasi 3,29 dengan kisaran terendah satu bulan,
dan tertinggi 12 bulan. Data durasi cedera apabila ditampilkan dalam bentuk
45
8
7
7
6
5
5
4
3
2
2
1
1
0
1-3 bulan 4-6 bulan 7-9 bulan 10-12 bulan
Gambar 13. Histogram Durasi Cedera Ankle
3 bulan yang termasuk pada fase kronis sehingga hanya merasakan nyeri
minimal. Selain itu ada yang mengalami cedera hingga 10-12 bulan yang
termasuk pada fase eksaserbasi akut (cedera kronis yang muncul kembali
gejala akut).
2. Penyebab Cedera
yaitu trauma sebanyak 11 pasien dan 4 pasien terjadi karena overuse. Pasien
(body contact) dengan pemain lawan maupun tim seperti sleding, tackling,
secara terus menerus. Data penyebab cedera dapat dilihat dalam bentuk
46
12 11
10
6
4
4
0
Trauma Overuse
Gambar 14. Histogram Penyebab Cedera
persentase 26,7%, dan cedera pada regio lain dengan jumlah 5 pasien dan
persentase 33,3%.
Cedera
Regio
lain; 5
Lutut; 6
Pinggan
g; 4
Gambar 15. Diagram Pie Riwayat Cedera
masalah cedera lain yang lebih luas seperti berkemungkinan besar dapat
47
Sehingga keluhan lutut yang dirasakan oleh pasien, kemungkinan
4. Sisi Cedera
penelitian ini, cedera banyak dialami pada kaki kanan sejumlah 11 pasien
persentase 26,7%. Hal ini dapat disebabkan karena pasien yang tidak kidal,
cedera lebih banyak dialami pada kaki sisi kanan. Deskripsi data sisi cedera
Kiri; 4
Kanan;
11
5. Skala Nyeri
St. Pierre and colleagues dengan angka 0-3. Semakin terasa nyeri yang
hangat serta kontrol pada kelompok kontrol dapat dilihat dalam Tabel 6, 7,
dan 8.
pemberian kompres serta tidak diberi kompres (kontrol). Hal ini dibuktikan
oleh Peterson & Renstrom (2001: 93), bahwa terapi dingin memberikan
efek penghilang rasa sakit lokal yang membuat atlet yang cedera merasa
nilai rata-rata dari pretest dan posttest pemberian kompres dan tidak diberi
Pretest Posttest
1,8 1,6
1,6
1,4
1,2
1
0,8 0,6 0,6
0,6
0,4 0,2
0,2 0 0
0
Nyeri saat Nyeri saat Nyeri Tekan
Istirahat Gerak
50
Pretest Posttest
1,8 1,6
1,6
1,4
1,2
1
0,8 0,6 0,6
0,6
0,4 0,2
0,2 0 0
0
Nyeri saat Nyeri saat Gerak Nyeri Tekan
Istirahat
Pretest Posttest
1,4
1,2
1,2
1
0,8
0,6
0,4 0,4
0,4
0,2
0 0 0
0
Nyeri saat Istirahat Nyeri saat Gerak Nyeri Tekan
6. ROM
51
Tabel 9. Hasil Analisis Deskriptif ROM Pretest-Posttest Kelompok Kompres Es
Pretest Posttest
Variabel Perubahan Efektivitas
Mean Std. Dev Mean Std. Dev
Dorsofleksi 9,4 1,67 17 2,45 7,6 80,85%
Plantarfleksi 25,6 4,34 36,2 2,68 10,6 41,4%
Inversi 24,2 2,86 30,6 4,34 6,4 26,45%
Eversi 9,4 2,07 16 2,35 6,6 70,21%
Berdasarkan data pada Tabel 9, 10, dan 11, rata-rata data ROM seperti
hangat dan kelompok kontrol. Karena menurut Peterson & Renstrom (2001: 94)
52
mengatakan bahwa kompres es paling sering digunakan sebelum latihan ROM,
kompres hangat serta istrirahat (kontrol) dihitung berdasarkan nilai rata-rata dari
kompres es dan kelompok kompres hangat serta kelompok kontrol tersaji pada
Pretest Posttest
40
36,2
35
30,6
30
25,6 24,2
25
20 16,8 16
15
9 9,4
10
5
0
Dorsofleksi Plantarfleksi Inversi Eversi
53
Pretest Posttest
45
40
40
35
30,4 30,8
30
24
25
20 17,2 16
15 12,4 12
10
5
0
Dorsofleksi Plantarfleksi Inversi Eversi
Pretest Posttest
40
35,4 34,8
35 31,6
30 27,6
25
20 16,4
15,2
13,8
15 12
10
5
0
Dorsofleksi Plantarfleksi Inversi Eversi
7. Skala Fungsi
Skala fungsi diukur dengan skala 3-0. Semakin baik fungsi geraknya
semakin tinggi skala. Hasil pemeriksaan skala fungsi pretest dan posttest
54
Tabel 12. Hasil Analisis Deskriptif Data Skala Fungsi Pretest-Posttest Kelompok
Kompres Es
Pretest Posttest
Variabel Perubahan Efektivitas
Mean Std. Dev Mean Std. Dev
Jalan 2,4 0,89 2,8 0,45 0,4 16,67%
Lari 2 1 2,6 0,55 0,6 30%
Naik Tangga 2,8 0,44 3 0 0,2 7,14%
Jinjit 1,4 0,55 2,6 0,55 1,2 85,71%
Loncat 2,2 1,10 2,6 0,55 0,4 18,18%
Lompat 1,6 0,55 2,4 0,55 0,8 50%
Berbelok 2,8 0,45 3 0 0,2 7,14%
Tabel 13. Hasil Analisis Deskriptif Data Skala Fungsi Pretest-Posttest Kelompok
Kompres Hangat
Pretest Posttest
Variabel Perubahan Efektivitas
Mean Std. Dev Mean Std. Dev
Jalan 3 0 3 0 0 0%
Lari 2,6 0,55 3 0 0,4 15,38%
Naik Tangga 2,8 0,45 3 0 0,2 7,14%
Jinjit 2,4 0,55 3 0 0,6 25%
Loncat 2,4 0,55 3 0 0,6 25%
Lompat 2,2 0,45 2,8 0,45 0,6 27,27%
Berbelok 3 0 3 0 0 0%
55
Tabel 14. Hasil Analisis Deskriptif Data Skala Fungsi Pretest-Posttest Kelompok
Kontrol
Pretest Posttest
Variabel Perubahan Efektivitas
Mean Std. Dev Mean Std. Dev
Jalan 2,8 0,45 3 0 0,2 7,14%
Lari 2,2 0,45 3 0 0,8 36,36%
Naik Tangga 2,8 0,45 3 0 0,2 7,14%
Jinjit 2,8 0,45 3 0 0,2 7,14%
Loncat 2,2 0,84 3 0 0,8 36,36%
Lompat 1,8 0,45 2,8 0,45 1 55,56%
Berbelok 3 0 3 0 0 0%
Berdasarkan Tabel 12, 13, dan 14, terjadi peningkatan skala fungsi
pada pemberian kompres es, disusul dengan kelompok kontrol dan kompres
hangat. Hasil ini tidak sama dengan yang diungkapkan oleh Peterson &
peningkatan pergerakan.
56
Pretest Posttest
3,5
3 3
3 2,8 2,8 2,8
2,6 2,6 2,6
2,4 2,4
2,5
2,2
2
2
1,6
1,4
1,5
0,5
0
Jalan Lari Naik Tangga Jinjit Loncat Lompat Berbelok
Pretest Posttest
3,5
3 3 3 3 3 3 3 3
3 2,8 2,8
2,6
2,4 2,4 2,4
2,5
1,5
0,5
0
Jalan Lari Naik Tangga Jinjit Loncat Lompat Berbelok
57
Pretest Posttest
3,5
3 3 3 3 3 3 3
3 2,8 2,8 2,8 2,8
2,5
2,2 2,2
2 1,8
1,5
0,5
0
Jalan Lari Naik Tangga Jinjit Loncat Lompat Berbelok
dewasa.
Durasi cedera penelitian ini terbanyak pada satu hingga tiga bulan
Cedera pada pasien yang terjadi karena trauma disebabkan oleh benturan (body
contact) dengan pemain lawan maupun tim saat latihan atau bertanding, dan
posisi yang salah saat berolahraga sehingga terjatuh. Trauma yang terjadi
58
atau ketidak seimbangan menjadi faktor resiko untuk cedera pergelangan
Pasien lebih dominan mengalami sisi cedera pada ankle bagian kanan
kiri sebanyak 4 orang dengan persentase 26,7%. Hal ini dapat disebabkan
karena pasien yang tidak kidal, lebih banyak menggunakan kaki bagian kanan
untuk menendang sehingga cedera lebih banyak dialami pada kaki sisi kanan.
185), keadaan ankle yang cedera hanya mencapai tingkat 80% jikalau
yang lebih luas yaitu memungkinkan cedera kembali baik dibagian tubuh
yang sama maupun dibagian tubuh yang lain. Jadi rehabilitasi yang hanya
apakah sampel penelitian berasal dari populasi yang bersifat homogen. Uji t
59
akan digunakan untuk data dengan skala rasio/interval yaitu data ROM.
a. Uji Normalitas
Kolmogorov Smirnov. Data yang akan diuji yaitu data ROM (skala
60
Tabel 17. Hasil Uji Normalitas Data Kelompok Kontrol
No Variabel p Keterangan
1 Dorsofleksi (Pretest) 1,00 Normal
2 Dorsofleksi (Posttest) 0,990 Normal
3 Plantarfleksi (Pretest) 0,907 Normal
4 Plantarfleksi (Posttest) 0,889 Normal
5 Inversi (Pretest) 0,997 Normal
6 Inversi (Posttest) 0,964 Normal
7 Eversi (Pretest) 0,436 Normal
8 Eversi (Posttest) 1,00 Normal
Berdasarkan Tabel 15, 16, dan 17, diketahui bahwa seluruh hasil
b. Uji Homogenitas
61
Tabel 19. Hasil Uji Homogenitas Kelompok Kompres Hangat
No Variabel Nilai Signifikan Keterangan
1 Dorsofleksi 0,22 Homogen
2 Plantarfleksi 0,61 Homogen
3 Inversi 0,59 Homogen
4 Eversi 0,80 Homogen
kontrol memiliki nilai signifikan lebih besar dari 0,05 (p>0,05) yang
3. Pengujian Hipotesis
data berskala ordinal (non parametrik). Data yang termasuk dalam skala
rasio yaitu data ROM yang memenuhi uji prasyarat analisis sehingga dapat
pada uji Wilcoxon yaitu data skala nyeri dan skala fungsi.
62
a. Paired Sample t Test
Tabel 22. Hasil Uji t Test Data ROM Kelompok Kompres Hangat
ROM Pretest Posttest p Keterangan
Dorsofleksi 12,4 17,2 0,026 Signifikan
Plantarfleksi 30,4 40 0,032 Signifikan
Inversi 24 30,8 0,007 Signifikan
Eversi 12 16 0,005 Signifikan
Berdasarkan Tabel 22, 23, dan 24, hasil analisis statistik paired
dan eversi kecuali pada inversi peningkatakn ROM tidak terjadi pada
kelompok kontrol.
63
b. Uji Wilcoxon
data skala nyeri dan skala fungsi. Data hasil uji Wilcoxon pada data
1) Skala Nyeri
Tabel 24. Hasil Uji Wilcoxon Data Skala Nyeri Kelompok Kompres Es
Nyeri Pretest Posttest p Keterangan
Istirahat 0 0 1 Tidak Signifikan
Gerak 0,6 0,2 0,157 Tidak Signifikan
Tekan 1,6 0,6 0,025 Signifikan
Tabel 25. Hasil Uji Wilcoxon Data Skala Nyeri Kelompok Kompres
Hangat
Nyeri Pretest Posttest p Keterangan
Istirahat 0,2 0 0,317 Tidak Signifikan
Gerak 0,6 0 0,083 Tidak Signifikan
Tekan 1,6 0,6 0,025 Signifikan
Tabel 26. Hasil Uji Wilcoxon Data Skala Nyeri Kelompok Kontrol
Nyeri Pretest Posttest p Keterangan
Istirahat 0 0 1 Tidak Signifikan
Gerak 0,4 0 0,157 Tidak Signifikan
Tekan 1,2 0,4 0,046 Signifikan
Hasil uji Wilcoxon pada tabel 24, 25, dan 26, baik kelompok
64
dilakukan uji Anova untuk membandingkan dari ketiga variabel
2) Skala Fungsi
Tabel 27. Hasil Uji Wilcoxon Data Skala Fungsi Kelompok Kompre Es
Fungsi Pretest Posttest p Keterangan
Jalan 2,4 2,8 0,157 Tidak Signifikan
Lari 2 2,6 0,180 Tidak Signifikan
Naik Tangga 2,8 3 0,317 Tidak Signifikan
Jinjit 1,4 2,6 0,034 Signifikan
Loncat 2,2 2,6 0,157 Tidak Signifikan
Lompat 1,6 2,4 0,046 Signifikan
Berbelok 2,8 3 0,317 Tidak Signifikan
Tabel 28. Hasil Uji Wilcoxon Data Skala Fungsi Kelompok Kompres
Hangat
Fungsi Pretest Posttest p Keterangan
Jalan 3 3 1 Tidak Signifikan
Lari 2,6 3 0,157 Tidak Signifikan
Naik Tangga 2,8 3 0,317 Tidak Signifikan
Jinjit 2,4 3 0,083 Tidak Signifikan
Loncat 2,4 3 0,083 Tidak Signifikan
Lompat 2,2 2,8 0,083 Tidak Signifikan
Berbelok 3 3 1 Tidak Signifikan
Tabel 29. Hasil Uji Wilcoxon Data Skala Fungsi Kelompok Kontrol
Fungsi Pretest Posttest p Keterangan
Jalan 2,8 3 0,317 Tidak Signifikan
Lari 2,2 3 0,046 Signifikan
Naik Tangga 2,8 3 0,317 Tidak Signifikan
Jinjit 2,8 3 0,317 Tidak Signifikan
Loncat 2,2 3 0,102 Tidak Signifikan
Lompat 1,8 2,8 0,025 Signifikan
Berbelok 3 3 1 Tidak Signifikan
65
Dari data hasil pengujian di atas, menunjukan bahwa kompres
istirahat lebih berperan terhadap skala fungsi lari dan lompat. Hal ini
c. Uji ANOVA
Uji Anova dilakukan pada skala nyeri tekan yang memiliki nilai
signifikan lebih kecil dari 0,05 dari semua variabel independent. Uji
apakah berbeda signifikan atau tidak. Hasil uji Anova data skala nyeri
Dari hasil uji Anova pada Tabel 30, diperoleh hasil p pretest
sehingga nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (p>0,05), maka dapat
66
D. Pembahasan Hasil Penelitian
GPS Futsal Bantul. Hal ini dikarenakan berbagai faktor yang menjadi
kemungkinkan tidak terdapat perbedaan dari ketiga variabel yang salah satunya
penurunan nyeri yang terbesar yaitu 1,8, sedang kompres es yaitu 1,4, dan
istirahat memberi perubahan penurunan 1,2. Hal ini diperkuat oleh pendapat
Arovah (2016: 44) mengatakan bahwa kompres hangat sering digunakan pada
fase kronis untuk mengurangi nyeri yang berhubungan dengan ketegangan otot
walaupun dapat juga dipergunakan untuk mengatasi berbagai jenis nyeri yang
lain. Selain itu Arovah (2016: 34) menambahkan bahwa kompres hangat dapat
Nyeri istirahat dan nyeri gerak tidak terlihat dipengaruhi oleh perlakuan
Nyeri dapat dirasakan pada saat pasien diberi stimulasi dengan cara penekanan
pada ankle. Meskipun ketiga-tiganya dapat mengurangi nyeri tekan, tetapi tidak
ada perbedaan pengurangan nyeri tekan pada ketiganya, hal ini juga mungkin
disebabkan oleh jumlah sampel yang kurang. Kemungkinan lain bisa disebabkan
67
oleh durasi pengompresan yang terlalu pendek (15-20 menit). Mungkin jika
diantara ketiganya.
plantarfleksi, inversi dan eversi kecuali pada inversi peningkatan ROM tidak
terjadi pada kelompok kontrol. Hal itu dikarenakan otot yang menggerakkan
gerakan inversi ankle (peroneus longus dan peroneus brevis) tidak menurun
skala fungsi jinjit dan lompat, sedangkan pemberian kompres hangat tidak
dapat meningkatkan semua skala fungsi. Selain itu, peningkatan juga terlihat
dengan istirahat pada skala fungsi lari dan lompat. Hasil ini kemungkinan
hangat tidak meningkatkan semua skala fungsi. Menurut Arovah (2016: 34)
panas. Rasa dingin juga lebih mudah menembus jaringan dibandingkan dengan
Kemungkinan lain meningkatnya skala fungsi jinjit, lari, dan lompat, bisa
68
disebabkan karena kondisi ankle dalam keadaan statis yang lama seperti jinjit,
gerakan cepat seperti lari, dan gerakan yang membebankan seluruh tubuh pada
ankle seperti lompat, dapat menstimulasikan rasa nyeri pada skala fungsi
tersebut.
69
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
nyeri dan menambah ROM, tetapi tidak menambah fungsi gerak ankle.
B. Implikasi Penelitian
ini yaitu kompres es maupun kompres hangat dapat diterapkan pasca manipulasi
Topurak sebagai upaya penyembuhan cedera ankle dalam mengurangi nyeri dan
menambah ROM serta fungsi gerak sendi ankle meskipun dengan tidak diberikan
C. Keterbatasan Penelitian
1. Tingkat dan jenis cedera ankle yang dialami pasien belum diketahui secara
70
mengalami cedera ankle kronis dan telah melakukan manipulasi Topurak
D. Saran
71
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, M.K., Parr, G.P., & Hall, S.J. (2009). Foundations of Athletic Training
Prevention, Assessment, and Management. USA: Lippincott Williams &
Wilkins, Wolters Kluwer.
Anderson, M.K. & Parr, G.P. (2011). Fundamentals of Sport Injury Management.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, Wolter Kluwer.
Fondy, T. (2012). Merawat dan Mereposisi Cedera Tubuh. Banten: Pustaka Tumbur
Guyton, A.C & Hall, J.E. (2007). Buku Ajara Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Edisi 9
Junge, A. & Dvorak, J. (2014). Injury Risk of Playing Football in Futsal World
Cups. Journal. Switzerland: Br J Sport Med, 1089-1092.
Malanga, G.A., Yan, Ning., and Stark, Jill. (2015). Mekanisms and Efficacy of
Heat and Cold Therapies for Musculoskeletal Injury. USA: Postgraduate
Medicine.
Mann, G., Nyska, M., Hetsroni, I., Karlsson, Jon. (2006). Scoring Systems for
Evaluating Ankle Function. Journal Foot and Ankle Clinics. Israel:
Elsevier Saunders Inc.
72
Murphy, D.F. (2003). “Risk Factors for Lower Extremity Injury: a Review of the
Literature”. Journal Sports Med. Vol. 37. No. 1. Hlm 13-29.
Nurjanah, Siti. (2016). Keefektifan Kombinasi Terapi Panas dan Dingin dengan
Terapi Panas, Terapi Dingin terhadap Cedera Otot Hamstring. Skripsi.
Yogyakarta: FIK UNY.
Nadler, Scott F. DO, FACSM., Weingand, K., & Kruse, R.J. (2004). The
Physiologic Basic and Clinical Application of Cryotherapy and
Thermotherapy for the Pain Practitioner. Pain Physician, 7, (3). 395-399.
Peterson, L. & Renstrom, P. (2001). Sport Injuries Theie prevention and Treatment.
UK: Martin Dunitz Ltd.
Roenn, P.V., Paice A.J., & Preodor E.M. (2006). Current Diagnosis & Treatment
of Pain. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Tim Anatomi. (2011). Diklat Anatomi Manusia. FIK UNY: Diba Adversiting.
Wijanarko, B. & Slamet, R. (2010). Sport Massage: Teori dan Praktek. Surakarta:
Yuma Pustaka
Wilson, F., Gormley, J., & Hussey, J. (2011). Exercise Therapy in the
Management of Musculoskeletal Disorders. UK: Wiley Blackwell Ltd.
73
Yuliastri, A. (2012). Pengaruh Kompres Panas dengan Kompres Dingin Terhadap
Pengurangan Nyeri pada Osteoarthritis Sendi Lutut. Skripsi. Surakarta:
UMS
74
LAMPIRAN
75
Lampiran 1. Surat Pembimbing Penulisan Skripsi
76
Lampiran 2. Surat Permohonan Izin Penelitian
77
Lampiran 3. Catatan Medis
CATATAN MEDIS PASIEN PENELITIAN CEDERA ANKLE
OLEH: QUEEN SYAFAATI HAKIKI
IDENTITAS
Nama Jenis kelamin L/P
Usia th Berat badan kg
Pekerjaan Tinggi badan cm
Alamat
A. ANAMNESA
I. Riwayat Cedera
a. Mulai Cedera ........................................................................
b. Penyebab Cedera ........................................................................
II. Riwayat cedera yang terdahulu
......................................................................................................................
III. Riwayat Penyakit Keluarga
......................................................................................................................
B. PEMERIKSAAN
Pretest (tanggal.....................................) Posttest (tanggal .................................)
I. Skala nyeri I. Skala Nyeri
a. Saat istirahat a. Saat istirahat
0 1 2 3 0 1 2 3
b. Saat gerak b. Saat gerak
0 1 2 3 0 1 2 3
c. Saat ditekan c. Saat ditekan
0 1 2 3 0 1 2 3
II. ROM II. ROM
Kanan Kiri Kanan Kiri
Dorsofleksi o o Dorsofleksi o o
Plantarfleksi o o Plantarfleksi o o
Inversi o o Inversi o o
Eversi o o Eversi o o
Nama : ..........................................................................................
Umur : ..........................................................................................
Alamat : ..........................................................................................
79
Lampiran 5. Protokol Penelitian
PROTOKOL PENELITIAN
PENGARUH KOMPRES ES DAN KOMPRES HANGAT
TERHADAP PENYEMBUHAN CEDERA ANKLE
PASCA TERAPI LATIHAN
A. Tujuan
1. Mengetahui pengaruh kompres es terhadap penyembuhan cedera ankle
pasca manipulasi Topurak untuk mengurangi nyeri dan menambah
ROM serta fungsi gerak sendi ankle.
2. Mengetahui pengaruh kompres hangat terhadap penyembuhan cedera
ankle pasca manipulasi Topurak untuk mengurangi nyeri dan
menambah ROM serta fungsi gerak sendi ankle.
3. Mengetahui perbedaan pengaruh kompres es dan kompres hangat dalam
mengurangi nyeri dan menambah ROM serta fungsi gerak sendi ankle.
B. Jumlah subjek penelitian
Subjek yang terpilih berdasarkan kriteria inklusi, akhirnya
mendapatkan 15 orang yang terbagi menjadi tiga kelompok yaitu
kelompok kompres es, kelompok kompres hangat, dan kelompok kontrol.
C. Cara merekrut subjek penelitian
1. Kriteria Inklusi
a. Pemain aktif GPS Futsal Bantul.
b. Sedang menderita cedera ankle.
c. Telah melakukan manipulasi Topurak.
d. Bersedia menjadi subjek penelitian yang dibuktikan dengan
penandatanganan inform consent.
2. Kriteria Eksklusi
a. Cedera Akut
b. Terdapat fraktur pada tulang penyusun sendi ankle.
c. Post operatif cedera ankle.
d. Terdapat luka terbuka pada area cedera.
80
D. Langkah pengumpulan data
1. Memastikan inform consent telah ditandatangani oleh pasien dan
peneliti.
2. Menginstruksikan pasien untuk mengisi dengan lengkap catatan medis
yang berupa identitas, anamnesa, dan pemeriksaan.
3. Melakukan pretest dengan cara mengukur ROM pasien cedera ankle
(teknik pengukuran ROM lihat di lampiran).
4. Melakukan kompres es untuk kelompok kompres es dengan cara:
a. Siapkan es: masukkan es batu kristal kedalam kantong pengompres.
b. Siapkan handuk kecil untuk membantu menyerap air es yang
menetes agar tidak membasahi lantai.
c. Lakukan kompres es pada seluruh permukaan ankle dengan posisi
pasien duduk dilantai. Sesekali angkat es jika sekiranya pasien
merasa kedinginan.
d. Lakukan selama 15 sampai 20 menit.
e. Setelah dikompres, angkat es. Usap bekas air es pada ankle dengan
handuk.
5. Melakukan kompres hangat untuk kelompok kompres hangat dengan
cara:
a. Siapkan air hangat: masukkan air hangat kedalam
kantong pengompres dengan suhu air 41-42o C.
b. Setelah mendapatkan panas yang cukup, kantong kompres
hangat dibungkus dengan handuk agar kulit tidak melepuh saat
kompres hangat langsung diaplikasikan.
c. Lakukan kompres pada ankle selama 15 sampai 20 menit
dengan posisi pasien duduk dilantai.
6. Tidak melakukan kompres apapun untuk kelompok kontrol.
7. Melakukan posttest dengan cara mengukur ROM, pasien menilai skala
nyeri dan skala fungsi gerak ankle pada pagi hari berikutnya.
8. Mencatat semua data pada catatan medis.
9. Melakukan analisis data untuk:
81
a. Mengetahui pengaruh kompres es terhadap penyembuhan cedera
ankle pasca terapi latihan untuk mengurangi nyeri dan menambah
ROM serta fungsi gerak ankle dengan uji beda dua kelompok
berpasangan antara nilai pretest dan posttest.
b. Mengetahui pengaruh kompres hangat terhadap penyembuhan
cedera ankle pasca terapi latihan untuk mengurangi nyeri dan
menambah ROM serta fungsi gerak ankle dengan uji beda dua
kelompok berpasangan antara nilai pretest dan posttest.
82
Lampiran 6. Data Hasil Penelitian
Catatan :
Pekerjaan: (1) Mahasiswa, (2) karyawan
Penyebab Cedera: (1) Trauma, (2) Overuse
Cedera Lain: (1) Lutut, (2) Pinggang, (3) Regio lain
83
Skala Fungsi
No Jalan Lari Naik Tangga Jinjit Loncat Lompat Berbelok
Pre Post Pre Post Pre Post Pre Post Pre Post Pre Post Pre Post
1 3 3 3 3 3 3 1 3 3 3 2 3 3 3
2 2 3 1 3 3 3 1 2 1 2 1 2 3 3
3 3 3 2 2 3 3 2 3 3 3 1 2 3 3
4 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3
5 1 2 1 2 2 3 1 2 1 2 2 2 2 3
6 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
7 3 3 2 3 3 3 2 3 2 3 2 3 3 3
8 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3
9 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 2 3 3 3
10 3 3 2 3 2 3 2 3 2 3 2 2 3 3
11 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3
12 2 3 2 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3
13 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3
14 3 3 2 3 3 3 2 3 1 3 1 2 3 3
15 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3
Catatan:
Skala Nyeri: 0 – 1 – 2 – 3
Skala Fungsi: 3 – 2 – 1 – 0
84
Lampiran 7. Data Deskriptif
1. Statistik Deskriptif ROM
a. Kelompok Kompres Es
Statistics
N Valid 5 5 5 5 5 5 5 5
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0
Std. Deviation 1.00000 2.16795 4.33590 2.68328 2.86356 4.33590 2.07364 2.34521
85
b. Kelompok Kompres Hangat
Statistics
N Valid 5 5 5 5 5 5 5 5
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0
Std. Deviation 4.03733 2.28035 3.57771 6.67083 2.91548 3.11448 6.78233 6.28490
86
c. Kelompok Kontrol
Statistics
N Valid 5 5 5 5 5 5 5 5
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0
Std. Deviation 5.61249 5.76194 5.02991 5.94138 4.39318 4.14729 3.56371 3.36155
87
2. Statistik Deskriptif Skala Nyeri
a. Kelompok Kompres Es
Statistics
Nyeri Istirahat Nyeri Istirahat Nyeri Gerak Nyeri Gerak Nyeri Tekan Nyeri Tekan
Pretest Posttest Pretest Posttest Pretest Posttest
N Valid 5 5 5 5 5 5
Missing 0 0 0 0 0 0
88
b. Kelompok Kompres Hangat
Statistics
Nyeri Istirahat Nyeri Istirahat Nyeri Gerak Nyeri Gerak Nyeri Tekan Nyeri Tekan
Pretest Posttest Pretest Posttest Pretest Posttest
N Valid 5 5 5 5 5 5
Missing 0 0 0 0 0 0
89
c. Kelompok Kontrol
Statistics
Nyeri Istirahat Nyeri Istirahat Nyeri Gerak Nyeri Gerak Nyeri Tekan Nyeri Tekan
Pretest Posttest Pretest Posttest Pretest Posttest
N Valid 5 5 5 5 5 5
Missing 0 0 0 0 0 0
90
3. Statistik Deskriptif Skala Fungsi
a. Kelompok Kompres Es
Statistics
Skala Skala
Skala Skala Skala Skala Fungsi Fungsi Skala Skala Skala Skala Skala Skala Skala Skala
Fungsi Fungsi Fungsi Fungsi Naik Naik Fungsi Fungsi Fungsi Fungsi Fungsi Fungsi Fungsi Fungsi
Jalan Jalan Lari Lari Tangga Tangga Jinjit Jinjit Loncat Loncat Lompat Lompat Berbelok Berbelok
Pretest Posttest Pretest Posttest Pretest Posttest Pretest Posttest Pretest Posttest Pretest Posttest Pretest Posttest
NValid 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mean 2.4000 2.8000 2.0000 2.6000 2.8000 3.0000 1.4000 2.6000 2.2000 2.6000 1.6000 2.4000 2.8000 3.0000
Median 3.0000 3.0000 2.0000 3.0000 3.0000 3.0000 1.0000 3.0000 3.0000 3.0000 2.0000 2.0000 3.0000 3.0000
Std. Deviation .89443 .44721 1.00000 .54772 .44721 .00000 .54772 .54772 1.09545 .54772 .54772 .54772 .44721 .00000
Variance .800 .200 1.000 .300 .200 .000 .300 .300 1.200 .300 .300 .300 .200 .000
Minimum 1.00 2.00 1.00 2.00 2.00 3.00 1.00 2.00 1.00 2.00 1.00 2.00 2.00 3.00
Maximum 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 2.00 3.00 3.00 3.00 2.00 3.00 3.00 3.00
Sum 12.00 14.00 10.00 13.00 14.00 15.00 7.00 13.00 11.00 13.00 8.00 12.00 14.00 15.00
91
b. Kelompok Kompres Hangat
Statistics
Skala Skala
Skala Skala Skala Skala Fungsi Fungsi Skala Skala Skala Skala Skala Skala Skala Skala
Fungsi Fungsi Fungsi Fungsi Naik Naik Fungsi Fungsi Fungsi Fungsi Fungsi Fungsi Fungsi Fungsi
Jalan Jalan Lari Lari Tangga Tangga Jinjit Jinjit Loncat Loncat Lompat Lompat Berbelok Berbelok
Pretest Posttest Pretest Posttest Pretest Posttest Pretest Posttest Pretest Posttest Pretest Posttest Pretest Posttest
NValid 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mean 3.0000 3.0000 2.6000 3.0000 2.8000 3.0000 2.4000 3.0000 2.4000 3.0000 2.2000 2.8000 3.0000 3.0000
Median 3.0000 3.0000 3.0000 3.0000 3.0000 3.0000 2.0000 3.0000 2.0000 3.0000 2.0000 3.0000 3.0000 3.0000
Std. Deviation .00000 .00000 .54772 .00000 .44721 .00000 .54772 .00000 .54772 .00000 .44721 .44721 .00000 .00000
Variance .000 .000 .300 .000 .200 .000 .300 .000 .300 .000 .200 .200 .000 .000
Minimum 3.00 3.00 2.00 3.00 2.00 3.00 2.00 3.00 2.00 3.00 2.00 2.00 3.00 3.00
Maximum 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00
Sum 15.00 15.00 13.00 15.00 14.00 15.00 12.00 15.00 12.00 15.00 11.00 14.00 15.00 15.00
92
c. Kelompok Kontrol
Statistics
Skala Skala
Skala Skala Skala Skala Fungsi Fungsi Skala Skala Skala Skala Skala Skala Skala Skala
Fungsi Fungsi Fungsi Fungsi Naik Naik Fungsi Fungsi Fungsi Fungsi Fungsi Fungsi Fungsi Fungsi
Jalan Jalan Lari Lari Tangga Tangga Jinjit Jinjit Loncat Loncat Lompat Lompat Berbelok Berbelok
Pretest Posttest Pretest Posttest Pretest Posttest Pretest Posttest Pretest Posttest Pretest Posttest Pretest Posttest
NValid 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mean 2.8000 3.0000 2.2000 3.0000 2.8000 3.0000 2.8000 3.0000 2.2000 3.0000 1.8000 2.8000 3.0000 3.0000
Median 3.0000 3.0000 2.0000 3.0000 3.0000 3.0000 3.0000 3.0000 2.0000 3.0000 2.0000 3.0000 3.0000 3.0000
Std. Deviation .44721 .00000 .44721 .00000 .44721 .00000 .44721 .00000 .83666 .00000 .44721 .44721 .00000 .00000
Variance .200 .000 .200 .000 .200 .000 .200 .000 .700 .000 .200 .200 .000 .000
Minimum 2.00 3.00 2.00 3.00 2.00 3.00 2.00 3.00 1.00 3.00 1.00 2.00 3.00 3.00
Maximum 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 3.00 2.00 3.00 3.00 3.00
Sum 14.00 15.00 11.00 15.00 14.00 15.00 14.00 15.00 11.00 15.00 9.00 14.00 15.00 15.00
93
Lampiran 8. Uji Normalitas
1. Uji Normalitas Kelompok Kompres Es
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N 5 5 5 5 5 5 5 5
Normal Parametersa Mean 9.4000 16.8000 25.6000 36.2000 24.2000 30.6000 9.4000 16.0000
Std. Deviation 1.67332 2.16795 4.33590 2.68328 2.86356 4.33590 2.07364 2.34521
Most Extreme Absolute .201 .310 .310 .270 .179 .245 .180 .265
Differences Positive .199 .197 .197 .148 .179 .173 .176 .203
Asymp. Sig. (2-tailed) .987 .722 .722 .858 .997 .925 .997 .874
94
2. Uji Normalitas Kelompok Kompres Hangat
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N 5 5 5 5 5 5 5 5
Normal Parametersa Mean 12.4000 17.2000 30.4000 40.0000 24.0000 30.8000 12.0000 16.0000
Std. Deviation 4.03733 2.28035 3.57771 6.67083 2.91548 3.11448 6.78233 6.28490
Most Extreme Absolute .254 .237 .255 .218 .166 .216 .216 .283
Differences Positive .186 .163 .233 .218 .166 .216 .216 .283
Asymp. Sig. (2-tailed) .904 .941 .900 .972 .999 .974 .974 .817
95
3. Uji Normalitas Kelompok Kontrol
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N 5 5 5 5 5 5 5 5
Normal Parametersa Mean 12.0000 15.2000 25.6000 35.4000 31.6000 34.8000 13.8000 16.4000
Std. Deviation 5.61249 5.76194 5.02991 5.94138 4.39318 4.14729 3.56371 3.36155
Most Extreme Absolute .161 .198 .253 .260 .181 .224 .389 .147
Differences Positive .123 .182 .190 .260 .158 .220 .389 .147
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000 .990 .907 .889 .997 .964 .436 1.000
96
Lampiran 9. Uji Homogenitas
1. Kelompok Kompres
Es a. Dorsofleksi
Dorsofleksi_Es
1.479 1 8 .259
b. Plantarfleksi
Plantarfleksi_Es
3.498 1 8 .098
c. Inversi
Inversi_Es
.198 1 8 .668
d. Eversi
Eversi_Es
.403 1 8 .544
97
2. Kelompok Kompres
Hangat a. Dorsofleksi
Dorsofleksi_Hangat
1.694 1 8 .229
b. Plantarfleksi
Plantarfleksi_Hangat
4.730 1 8 .061
c. Inversi
Inversi_Hangat
.313 1 8 .591
d. Eversi
Eversi_Hangat
.064 1 8 .807
3. Kelompok Kontrol
a. Dorsofleksi
Dorsofleksi_Kontrol
.115 1 8 .743
98
b. Plantarfleksi
Plantarfleksi_Kontrol
.121 1 8 .736
c. Inversi
Inversi_Kontrol
.025 1 8 .878
d. Eversi
Eversi_Kontrol
.000 1 8 1.000
99
Lampiran 10. Paired Samples t Test
1. Uji t Test Kelompok Kompres Es
Paired Samples Statistics
N Correlation Sig.
Pair 1 Dorsofleksi Pretest &
5 .915 .029
Dorsofleksi Posttest
Pair 2 Plantarfleksi Pretest &
5 .825 .085
Plantarfleksi Posttest
Pair 3 Inversi Pretest & Inversi
5 .572 .314
Posttest
Pair 4 Eversi Pretest & Eversi
5 .925 .024
Posttest
100
Paired Samples Test
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Difference
Std. Std. Error Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair Dorsofleksi Pretest -
-
1 - Dorsofleksi 7.6000 1.14018 .50990 -9.01571 -6.18429 14.905 4 .000
Posttest 0
Pair Plantarfleksi
-
2 Pretest -
1.0600 2.60768 1.16619 -13.83786 -7.36214 -9.089 4 .001
Plantarfleksi
0E1
Posttest
Pair Inversi Pretest - -
3 Inversi Posttest 6.4000 3.57771 1.60000 -10.84231 -1.95769 -4.000 4 .016
0
Pair Eversi Pretest - -
-
4 Eversi Posttest 6.6000 .89443 .40000 -7.71058 -5.48942 4 .000
16.500
0
N Correlation Sig.
Pair 1 Dorsofleksi Pretest &
5 .641 .244
Dorsofleksi Posttest
Pair 2 Plantarfleksi Pretest &
5 .272 .658
Plantarfleksi Posttest
Pair 3 Inversi Pretest & Inversi
5 .523 .366
Posttest
Pair 4 Eversi Pretest & Eversi
5 .974 .005
Posttest
101
Paired Samples Test
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Difference
Std. Std. Error Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair Dorsofleksi Pretest -
1 - Dorsofleksi 4.8000 3.11448 1.39284 -8.66714 -.93286 -3.446 4 .026
Posttest 0
Pair Plantarfleksi
-
2 Pretest -
9.6000 6.65582 2.97658 -17.86430 -1.33570 -3.225 4 .032
Plantarfleksi
0
Posttest
Pair Inversi Pretest - -
3 Inversi Posttest 6.8000 2.94958 1.31909 -10.46238 -3.13762 -5.155 4 .007
0
Pair Eversi Pretest - -
4 Eversi Posttest 4.0000 1.58114 .70711 -5.96324 -2.03676 -5.657 4 .005
0
102
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 Dorsofleksi Pretest & Dorsofleksi
5 .974 .005
Posttest
Pair 2 Plantarfleksi Pretest & Plantarfleksi
5 .467 .428
Posttest
Pair 3 Inversi Pretest & Inversi Posttest 5 .790 .112
Pair 4 Eversi Pretest & Eversi Posttest 5 .864 .059
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Difference
Std. Std. Error Sig. (2-
Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)
Pair Dorsofleksi
-
1 Pretest -
3.2000 1.30384 .58310 -4.81893 -1.58107 -5.488 4 .005
Dorsofleksi
0
Posttest
Pair Plantarfleksi
-
2 Pretest -
9.8000 5.71839 2.55734 -16.90032 -2.69968 -3.832 4 .019
Plantarfleksi
0
Posttest
Pair Inversi Pretest - -
3 Inversi Posttest 3.2000 2.77489 1.24097 -6.64548 .24548 -2.579 4 .061
0
Pair Eversi Pretest - -
4 Eversi Posttest 2.6000 1.81659 .81240 -4.85559 -.34441 -3.200 4 .033
0
103
Lampiran 11. Uji Wilcoxon
1. Skala Nyeri
a. Uji Wilcoxon Kelompok Kompres Es
Ranks
Test Statisticsc
104
b. Uji Wilcoxon Kelompok Kompres Hangat
Ranks
Test Statisticsb
Nyeri Istirahat Nyeri Gerak Nyeri Tekan
Posttest - Nyeri Posttest - Nyeri Posttest - Nyeri
Istirahat Pretest Gerak Pretest Tekan Pretest
105
c. Uji Wilcoxon Kelompok Kontrol
Ranks
Test Statisticsc
Nyeri Istirahat Nyeri Gerak Nyeri Tekan
Posttest - Nyeri Posttest - Nyeri Posttest - Nyeri
Istirahat Pretest Gerak Pretest Tekan Pretest
106
2. Skala Fungsi
a. Uji Wilcoxon Kelompok Kompres Es
Ranks
107
g. Skala Fungsi Naik Tangga Posttest < Skala Fungsi Naik Tangga
Pretest h. Skala Fungsi Naik Tangga Posttest > Skala Fungsi Naik
Tangga Pretest i. Skala Fungsi Naik Tangga Posttest = Skala Fungsi Naik
Tangga Pretest j. Skala Fungsi Jinjit Posttest < Skala Fungsi Jinjit Pretest
k. Skala Fungsi Jinjit Posttest > Skala Fungsi Jinjit Pretest
l. Skala Fungsi Jinjit Posttest = Skala Fungsi Jinjit Pretest
m. Skala Fungsi Loncat Posttest < Skala Fungsi Loncat Pretest
n. Skala Fungsi Loncat Posttest > Skala Fungsi Loncat Pretest
o. Skala Fungsi Loncat Posttest = Skala Fungsi Loncat Pretest
p. Skala Fungsi Lompat Posttest < Skala Fungsi Lompat Pretest
q. Skala Fungsi Lompat Posttest > Skala Fungsi Lompat Pretest
r. Skala Fungsi Lompat Posttest = Skala Fungsi Lompat Pretest
s. Skala Fungsi Berbelok Posttest < Skala Fungsi Berbelok Pretest
t. Skala Fungsi Berbelok Posttest > Skala Fungsi Berbelok Pretest
u. Skala Fungsi Berbelok Posttest = Skala Fungsi Berbelok Pretest
Test Statisticsb
108
b. Uji Wilcoxon Kelompok Kompres Hangat
Ranks
109
g. Skala Fungsi Naik Tangga Posttest < Skala Fungsi Naik Tangga
Pretest h. Skala Fungsi Naik Tangga Posttest > Skala Fungsi Naik
Tangga Pretest i. Skala Fungsi Naik Tangga Posttest = Skala Fungsi Naik
Tangga Pretest j. Skala Fungsi Jinjit Posttest < Skala Fungsi Jinjit Pretest
Test Statisticsc
Skala Skala Skala Skala
Fungsi Fungsi Naik Fungsi Fungsi
Jalan Skala Tangga Skala Loncat Lompat Skala Fungsi
Posttest - Fungsi Lari Posttest - Fungsi Jinjit Posttest - Posttest - Berbelok
Skala Posttest - Skala Posttest - Skala Skala Posttest -
Fungsi Skala Fungsi Naik Skala Fungsi Fungsi Skala Fungsi
Jalan Fungsi Lari Tangga Fungsi Jinjit Loncat Lompat Berbelok
Pretest Pretest Pretest Pretest Pretest Pretest Pretest
110
c. Uji Wilcoxon Kelompok Kontrol
Ranks
111
g. Skala Fungsi Naik Tangga Posttest < Skala Fungsi Naik Tangga
Pretest h. Skala Fungsi Naik Tangga Posttest > Skala Fungsi Naik
Tangga Pretest i. Skala Fungsi Naik Tangga Posttest = Skala Fungsi Naik
Tangga Pretest j. Skala Fungsi Jinjit Posttest < Skala Fungsi Jinjit Pretest
k. Skala Fungsi Jinjit Posttest > Skala Fungsi Jinjit Pretest
l. Skala Fungsi Jinjit Posttest = Skala Fungsi Jinjit Pretest
m. Skala Fungsi Loncat Posttest < Skala Fungsi Loncat Pretest
n. Skala Fungsi Loncat Posttest > Skala Fungsi Loncat Pretest
o. Skala Fungsi Loncat Posttest = Skala Fungsi Loncat Pretest
p. Skala Fungsi Lompat Posttest < Skala Fungsi Lompat Pretest
q. Skala Fungsi Lompat Posttest > Skala Fungsi Lompat Pretest
r. Skala Fungsi Lompat Posttest = Skala Fungsi Lompat Pretest
s. Skala Fungsi Berbelok Posttest < Skala Fungsi Berbelok Pretest
t. Skala Fungsi Berbelok Posttest > Skala Fungsi Berbelok Pretest
u. Skala Fungsi Berbelok Posttest = Skala Fungsi Berbelok Pretest
Test Statisticsc
Skala Skala Skala Skala
Fungsi Fungsi Naik Fungsi Fungsi
Jalan Skala Tangga Skala Loncat Lompat Skala Fungsi
Posttest - Fungsi Lari Posttest - Fungsi Jinjit Posttest - Posttest - Berbelok
Skala Posttest - Skala Posttest - Skala Skala Posttest -
Fungsi Skala Fungsi Naik Skala Fungsi Fungsi Skala Fungsi
Jalan Fungsi Lari Tangga Fungsi Jinjit Loncat Lompat Berbelok
Pretest Pretest Pretest Pretest Pretest Pretest Pretest
112
Lampiran 12. Dokumentasi
Manipulasi Topurak
Proses Pengompresan
113
Melakukan gerakan pada skala fungsi
114
PEMBERIAN TRANSCUTANEOUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION (TENS)
MENURUNKAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN BEDAH UROLOGI DI
RUANG RAWAT INAP MARWAH RSU HAJI SURABAYA
Balmar Morangelita Nuach*, Ika Yuni Widyawati**, Laily Hidayati** *Mahasiswa Program
Studi Pendidikan Ners, Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga **Staf Pengajar Fakultas
Keperawatan Universitas Airlangga Email: angelbalmar@yahoo.com
ABSTRAK
Bedah urologi adalah penanganan prosedur bedah pada penyakit traktus urogenitalis pria dan
wanita, sistem urinarius terdiri dari ginjal, ureter, vesika urinaria dan urethra. Masalah utama pada
paska bedah urologi adalah nyeri. Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) adalah salah
satu intervensi yang bisa dilakukan oleh perawat dimana terapi menggunakan voltase listrik yang
rendah untuk mengurangi nyeri. TENS mengubah mekanisme nyeri dan melepaskan hormon
endorphin untuk mengurangi nyeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian
TENS terhadap perubahan intensitas nyeri pada pasien paska bedah urologi di ruang Rawat Inap
Marwah RS Haji Surabaya. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperimen.
Populasi adalah 37 orang pasien yang mewakili pasien bedah urologi di RSU Haji Surabaya.
Responden dipilih melalui purposive sampling. Ada 12 sampel (6 responden sebagai kelompok
kontrol) dan 6 responden sebagai kelompok perlakuan). Variabel independen adalah TENS.
Variabel dependen adalah intensitas nyeri pasien paska bedah urologi. Nyeri diukur dengan Visual
Analog Scale (VAS). Data dianalisis menggunakan Wilcoxon Signed Ranked Test dan Mann
Whitney. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh pemberian Transcutaneous Electrical Nerve
Stimulation (TENS) terhadap perubahan intensitas nyeri pada pasien paska bedah urologi di ruang
Rawat Inap Marwah RSU Haji Surabaya. Pada kelompok kontrol hasil uji statistik Wilcoxon Signed
Ranked Test p=0,084 (p<0,05), kemudian pada kelompok perlakuan p=0,020 (p<0,05). Mann
Whitney = 0,003 (p<0,05). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwaTENS dianjurkan untuk
intervensi keperawatan independen untuk mengurangi nyeri paska bedah urologi. Berdasarkan hasil
penelitian, disarankan untuk penelitian lebih lanjut diperlukan dengan mempertimbangkan
beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri. Variabel yang mempengaruhi nyeri terdiri dari etnis
dan nilai budaya, tahap perkembangan, lingkungan dan individu pendukung, pengalaman nyeri
pembedahan sebelumnya, makna nyeri, kecemasan dan stress, mengontrol komplikasi paska
bedah yang terjadi, riwayat pengobatan alternatif sebelumnya, riwayat penggunaan obat-obatan,
riwayat operasi dan riwayat penyakit yang diderita oleh pasien.
Kata kunci: paska bedah urologi, Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS), nyeri
ABSTRACT
Introduction: Urology surgical is a current surgical procedure for tractus urogenitalis disease.
Issue in post urology surgical is a pain. Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) is one
of the nursing intervention that uses low-voltage electrical current for pain relief. TENS can
improve pain mechanisms and release of endorphins to reduce pain. The aims of this study was to
determine the effect of TENS on pain intensity of postoperative urology surgical patient in Haji
Surabaya Public Hospital. Methods: A quasy experiment with non randomized control group pre
post design was used in this study. Recruting sample by purposive sampling. There were 12
samples (6 respondents as the control group and 6 respondents as the
treatment group) which recruit using purposive sampling. Independent variable was TENS.
Dependent variable was pain intensity. The pain was measured by Visual Analog Scale (VAS).
Data were analyzed using Wilcoxon Signed Rank Test and Mann Whitney. Result: Results of this
study showed that there was a significant effect of TENS on pain intensity of postoperative urology
surgical patient in Haji Surabaya Public Hospital. In the treatment group Wilcoxon Signed Rank
Test p=0.084 (p<0.05), while in the control group p=0.020 (p<0.05). Mann Whitney=0.003
(p<0.05). Discussion: It can be concluded that there was a significant effect of TENS on pain
intensity of postoperative urology surgical patient in Haji Surabaya Public Hospital. TENS is
recommended for the independent nursing intervention to reduce postoperative urology surgical
pain. Based on this result can be done to further research should analyze several factors that
affects pain patients after surgical urology. Variable confounding are ethnic and cultural values,
stage of development, environment and individual support, the experience of surgery pain, anxiety
and stress, controls complication post surgical happened, alternative medication history, drugs
history, surgical history and disease history.
Megawati, 2010. Gambaran Faktor - Faktor yang Mempengaruhi respon nyeri pada pasien post
laparatomi di ruang B2 RSUP H. Adam Malik Medan, www.unmam.com, diakses tanggal 2
April 2014
Nurhafizah, 2012. Strategi Koping dan Intensitas Nyeri Pasien Post Operasi di Ruang Rindu B2A
RSUP H. Adam
Malik Medan,
http://jurnal.fk.unand.ac.id, diakses tanggal 14 Juli 2014
Potter, PA & Perry, AG, 2005. Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik, Volume 2,
Edisi 4, EGC, Jakarta
Sjamsuhidajat, 2013. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta
Smeltzer, SC & Bare, BG, 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, Edisi 8, EGC,
Jakarta
Tucker, SM, Canobbio, MM, Paquette, EV & Wells, MF, 2008. Standar Perawatan
Pasien:Proses Keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi, Edisi 5, EGC, Jakarta
William, L & Wilkins, 2008. Nursing.
Perfecting clinical procedures, Wolters
Kluwer, United States of America