Anda di halaman 1dari 10

TINJAUAN TEORITIS

A.PENGERTIAN

Kista ovarium adalah suatu tumor, baik yang kecil maupun yang besar, kistik atau padat,

jinak atau ganas. Dalam kehamilan, tumor ovarium yang dijumpai yang paling sering ialah kista

dermoid, kista coklat atau kista lutein. Tumor ovarium yang cukup besar dapat menyebabkan

kelainan letak janin dalam rahim atau dapat menghalang-halangi masuknya kepala ke dalam

panggul (Winkjosastro, et. all, 1999).

Kista ovarium secara fungsional adalah kista yang dapat bertahan dari pengaruh hormonal

dengan siklus menstruasi ( Lowdermilk, dkk. 2005 : 273 ).

Kista ovarium merupakan perbesaran sederhana ovarium normal, folikel de graf atau

korpus luteum atau kista ovarium dapat timbul akibat pertumbuhan dari epithelium ovarium (

Smelzer and Bare. 2002 : 1556 ).

B. ETIOLOGI
Factor yang menyebabkan gajala kista meliputi;
1. Gaya hidup tidak sehat.
Diantaranya adalah :
1. Konsumsi makanan yang tinggi lemak dan kurang serat

2. Zat tambahan pada makanan

3. Kurang olah raga

4. Merokok dan konsumsi alcohol

5. Terpapar denga polusi dan agen infeksius

6. Sering stress

2. Faktor genetik
Dalam tubuh kita terdapat gen gen yang berpotensi memicu kanker, yaitu yang disebut

protoonkogen, karena suatu sebab tertentu, misalnya karena makanan yang bersifat karsinogen ,

polusi, atau terpapar zat kimia tertentu atau karena radiasi, protoonkogen ini dapat berubah

menjadi onkogen, yaitu gen pemicu kanker.

Menurut etiologinya,tumor ovarium dibagi menjadi dua, yaitu (Ignativicius, Bayne,

1991):
1. Kista non neoplasma, disebabkan karena ketidakseimbangan hormon estrogen dan

progesteron, diantaranya adalah :

1. kista non fungsional Kista serosa inklusi, berasal dari permukaan epitelium yang

berkurang di dalam kortek.

2. kista fungsional Kista folikel, disebabkan karena folikel yang matang menjadi ruptur atau

folikel yang tidak matang direabsorbsi cairan folikuler diantara siklus menstruasi. Banyak

terjadi pada wanita yang menarche kurang dari 12 tahun.

2. Kista neoplasma (Wiknjosastro, et.all, 1999)

 Kistoma ovarii simpleks. Adalah suatu jenis kistadenoma serosum yang kehilangan epitel

kelenjarnya karena tekanan cairan dalam kista.

C. PATOFISIOLOGI

Diameter fisiologis
Neoplasti

Siklus menstruasi poliferasi sel/sel mmbelah

Hilang dalam 3 bulan


Jinak Ganas

Tidak perlu operasi tidak menyebar ada masa perut bawah

Metastase kejaringan sekitar


Operasi Rektum dan paru-paru dan organ-organ nyeri akut

Kandung kemih jantung dalam rongga dan perdarahan

(usus,hati)

Nyeri resiko kesulitan Sesak perut membuncit


Infeksi Defekasi kembung,mual,
anoreksia.

D.TANDA DAN GEJALA

Kebayakan kista ovarium tidak menunjukan tanda dan gejala.


Sebagian besar gejala yang ditemukan adalah akibat pertumbuhan
aktivitas hormone atau komplikasi tumor tersebut.Kebanyakan
wanita dengan kanker ovarium tidak menimbulakan gejala dalam
waktu yang lama. Gejala umumnya sangat berfariasi dan tidak spesifik.

Tanda dan gejala yang sering muncul pada kista ovarium antara lain :

a. menstruasi yang tidak teratur, disertai nyeri.

b. perasaan penuh dan dtertekan diperut bagian bawah.

c. nyeri saat bersenggama.

d. perdarahan.

Pada stadium awal gejalanya dapat berupa:

 Gangguan haid
 Jika sudah menekan rectum atau VU mungkin terjadi konstipasi atau sering berkemih.
 Dapat terjadi peregangan atau penekanan daerah panggul yang menyebabkan nyeri
spontan dan sakit diperut.
 Nyeri saat bersenggama.

Pada stadium lanjut :

 Asites

 Penyebaran ke omentum (lemak perut) serta oran organ di dalam rongga perut (usus dan
hati)

 Perut membuncit, kembung, mual, gangguan nafsu makan,

 Gangguan buang air besar dan kecil.


 Sesak nafas akibat penumpukan cairan di rongga dada.

E. KLASIFIKASI

a. Kista folikel

Kista folikel berkembang pada wanita muda wanita muda sebagian akibat folikel de graft
yang matang karena tidak dapat meyerap cairan setelah ovulsi.kista ini bisanya asimptomotik
keculi jika robek.dimana kasus ini paraf jika tedapat nyeri pada panggul.jika kista tidak
robek,bisanya meyusut setelah 2-3 siklus menstrusi.

b. Kista corpus luteum

Terjadi setelah ovulasi dan karena peningkatan sekresi dari progesterone akibat dari
peningkatan cairan di korpus luteum ditandai dengan nyeri, tendenderness pada ovari,
keterlambatan mens dan siklus mens yang tidak teratur atau terlalu panjang. Rupture dapat
mengakibatkan haemoraghe intraperitoneal. Biasanya kista corpus luteum hilang dengan selama
1-2 siklus menstruasi.

c. Syndroma rolycystik ovarium

Terjadi ketika endocrine tidak seimbang sebagai akibat dari estrogen yang terlalu tinggi,
testosoron dan luteinizing hormone dan penurunan sekresi fsh. Tanda dan gejala terdiri dari
obesitas, hirsurism (kelebihan rambut di badan) mens tidak teratur, infertelitas.

d. Kista Theca- lutein

Biasanya bersama dangan mola hydatidosa. Kista ini berkembang akibat lamanya
stimulasi ovarium dari human chorionik gonadotropine( HCG ). ( Lowdermik,dkk. 2005:273 ).

F.PENATALAKSANAAN MEDIS

a. Pengangkatan kista ovarium yang besar biasanya adalah melalui tindakan bedah, misal laparatomi,
kistektomi atau laparatomi salpingooforektomi.

b. Kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan menghilangkan kista.

c. Perawatan pasca operasi setelah pembedahan untuk mengangkat kista ovarium adalah serupa
dengan perawatan setelah pembedahan abdomen dengan satu pengecualian penurunan tekanan
intra abdomen yang diakibatkan oleh pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada
distensi abdomen yang berat. Hal ini dapat dicegah dengan memberikan gurita abdomen sebagai
penyangga.

d. Tindakan keperawatan berikut pada pendidikan kepada klien tentang pilihan pengobatan dan
manajemen nyeri dengan analgetik / tindakan kenyamanan seperti kompres hangat pada
abdomen atau teknik relaksasi napas dalam, informasikan tentang perubahan yang akan terjadi
seperti tanda – tanda infeksi, perawatan insisi luka operasi. ( Lowdermilk.dkk. 2005:273 ).

G.PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pap smear : untuk mengetahui displosia seluler menunjukan kemungkinan adaya kanker / kista.

b. Ultrasound / scan CT : membantu mengindentifikasi ukuran / lokasi massa.


c. Laparoskopi : dilakukan untuk melihat tumor, perdarahan, perubahan endometrial.

d. Hitung darah lengkap : penurunan Hb dapat menununjukan anemia kronis sementara penurunan
Ht menduga kehilangan darah aktif, peningkatan SDP dapat mengindikasikan proses inflamasi /
infeksi. ( Doenges. 2000:743 ).

e. Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks. Selanjutnya, pada kista dermoid
kadang-kadang dapat dilihat gigi dalam tumor. Penggunaan foto rontgen pada pictogram
intravena dan pemasukan bubur barium dalam colon disebut di atas.

H. PROGNOSIS

Sekitar 98 % lesi yang terjadi pada wanita yang berumur 29 tahun dan yang lebih muda adalah jinak.
Setelah usia 50 tahun, hanya 50 % yang jinak.

I. KOMPLIKASI

Menurut manuaba ( 1998:417 ) komplikasi dari kista ovarium yaitu :

a. Perdarahan intra tumor

Perdarahan menimbulkan gejala klinik nyeri abdomen mendadak dan memerlukan tindakan yang
cepat.

b. Perputaran tangkai

Tumor bertangkai mendadak menimbulkan nyeri abdomen.

c. Infeksi pada tumor

Menimbulkan gejala: badan panas, nyeri pada abdomen, mengganggu aktifitas sehari-hari.

d. Robekan dinding kista

Pada torsi tangkai ada kemungkinan terjadi robekan sehingga isi kista tumpah kedalam rungan
abdomen.

e. Keganasan kista ovarium

Terjadi pada kista pada usia sebelum menarche dan pada usia diatas 45 tahun.

ASUHAN KEPERAWATAN
A.PENGKAJIAN

Menurut doenges ( 2000.997 ) hal - hal yang terus terkaji pada klien dengan post operasi
laparatomi adalah :

1. Data biografi klien

2. Aktivitas/Istirahat
Kelemahan atau keletihan. perubahan pola istirahat dan jam kebisaan tidur, adanya factor -faktor
yang mempengaruhi tidur misal : nyeri, ansietas, keterbatasan, partisipasi dalam hobi dan latihan.

3. Sirkulasi

Palpitasi, nyeri dada, perubahan pada TD

4. Integritas ego

Factor stress dan cara mengatasi stress, masalah tentang perubahan dalam penampilan insisi
pembedahan, perasaan tidak berdaya, putus asa,depresi,menarik diri.

5. Eliminasi

Perubahan pada pola defekasi misal:darah pada feces,nyeri pada defekasi, perubahan eliminasi
urinarius misalnya: nyeri, perubahan pada bising usus.

6. Makanan/cairan

Anoreksia, mual / muntah.intoleransi makanan, perubahan pada berat badan penurunan BB,
perubahan pada kelembaban / turgor kulit, edema.

7. Neurosensori

Pusing, sinkop

8. Nyeri / kenyamanan

Tidak ada nyeri / derajat bervariasi misalnya : ketidaknyamanan ringan sampai nyeri berat (
dihubungkan dengan proses penyakit ).

9. Pernapasan

Merokok, pemajanan abses

10. Keamanan

Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari lama, berlebihan, demam, ruam
kulit / ulserasi.

11. Seksualitas

Perubahan pada tingkat kepuasan

12. Interaksi social

Ketidak adekuatan / kelemahan system pendukung, riwayat perkawinan, masalah tentang fungsi /
tanggung jawab peran.

13. Penyuluhan / pembelajaran

Riwayat penyakit pada kelurga, riwayat pengobatan, pengobatan sebelumnya atau operasi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan rasa nyaman : nyeri abdomen berhubungan dengan insisi pada abdomen
2. Resiko infeksi daerah operasi berhubungan dengan perawatan luka operasi yg kurang adequat.

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pengangakatan bedah kulit.( jaringan, perubahan
sirkulasi).

4. Gangguan eliminasi urine (retensio)berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan


neoplasma pada daerah sekitarnya, gangguan sensorik/motorik.

5. Gangguan rasa nyaman ( cemas ) berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit
dan penatalaksanaannya.
6. Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan dengan perdarahan pervaginam berlebihan.

7. Ganguan konsep diri berhubungan dengan kekawatiran tentang ketidakmampuan memiliki anak,
perubahan dalam masalah kewanitaan, akibat pada hubungan seksual.

C. INTARVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa I

 Gangguan rasa nyaman : nyeri abdomen berhubungan dengan insisi pada abdomen.
Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi

Kriteria hasil : skala nyeri 0, pasien mengungkapkan berkurangnya rasa nyeri, tanda-tanda vital

normal.

INTERVENSI RASIONAL

a. kaji tingkat dan intensitas nyeri. a.mengidentifikasi lingkup masalah.

b. Atur posisi senyaman mungkin. B .Menurunkan tingkat ketegangan pada daerah


c. Kolaborasi untuk pemberian obat nyeri.
analgetik.
c.Menghilangkan rasa nyeri.
d. Ajarkan dan lakukan telhnik
d. Merelaksasi otot-otot tubuh.
relaksasi.

Diagnosa II

 Resiko infeksi daerah operasi berhubungan dengan perawatan luka operasi yg kurang adequat.

Tujuan : Tidak terjadi infeksi.

Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi (TTV normal, tidak ada peningkatan leukosit).
INTERVENSI RASIONAL

a. pantau dan observasi terus tentang a. deteksi dini tentang terjadi nya

keadaan luka operasi. infeksi yang lebih berat.

b. Lakukan perawatan luka operasi b. Menekan sekecil mungkin sumber

secara aseptik dan antiseptik. penularan eksterna.

c. Kolaborasi dalam pemberian c. Membunuh mikro organisme secara

antibiotik. rasional.

Diagnosa III

 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pengangkatan bedah kulit.( jaringan, perubahan

sirkulasi).

Tujuan : Tidak terjadi kerusakan kulit yang berat.

Kriteria hasil :kulit tidak terlihat berwarna merah

INTERVENSI RASIONAL
 Kaji balutan / untuk karakteristik drainase, Untuk melihat terjadi nya kerusakan kulit
kemerahan dan nyeri pada insisi dan lengan. setelah operasi.
 Tempatkan pada posisi semi fowler pada

punggung / sisi yang tidak sakit dengan Untuk mengurangi rasa nyeri yang di rasakan
lengan tinggi dan disokong dengan bantal. pasien.

 Jangan melakukan pengukaran TD,


menginjeksikan obat / memasukan IV pada
 Agar tidak terjadi kerusakan dan nyeri yg
lengan yang sakit.
lebih kuat.

Diagnosa IV
 Ganguan eliminasi urine (retensio)berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan

neoplasma pada daerah sekitarnya, gangguan sensorik/motorik.

Tujuan : pola eliminasi urine kembali normal

Kriteria hasil :

 Klien memehami terjadinya retensi urine


 Klien bersedia melakukan tindakan untuk mengurangi retensi urine.

NO INTERVENSI RASIONAL
1. Catat pola niksi dan monitor pengeluaran Melihat perubahan pola eliminasi urine.
urine.
2. Lakukan palpasi pada kandung kemih, Menentukan tingkat nyeri yang
observasi adanya ketidaknyamanan dan dirasakan oleh klien.
rasa nyeri.
3. Anjurkan klien untuk merangsang miksi Mencegah terjadinya retensi.
dengan pemberian air hangat, mengatur
posisi.
4. Periksa semua urine, catat adanya Mengetahui seberapa banyak urine
keluaran batu dan kirim kelaboratorium yang dikeluarkan dan mengetahui
untuk analisa data. dalam urine adanya batu atau tidak.
5. Dorong klien untuk meningkatkan Mendorong urine untu keluar.
pemasukan cairan.

Diagnosa V
 Gangguan rasa nyaman ( cemas ) berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit
dan penatalaksanaannya.
Tujuan : Pasien mengetahui tentang efek sawing dari operasinya.
Kriteria hasil : Pasien menyatakan memahami tentang kondisinya.

INTERVENSI RASIONAL
Kaji ulang tingakt pemahaman pasien Mengetahui sejauh mana
tentang penyakitnya. pemahaman pasien tentang apa yang
dijelaskan.
Dorong klien untuk mengungkapkan Dengan cara ini akan membantu
pikiran dan perasaannya. mengurangi cemas klien.
Berikan informasi tentang penyakitnya, Membantu klien dalam memahami
prognosis, dan pengobatan secara prosedur tentang penyakitnya.
secara jelas dan akurat.
Monitor tanda-tanda vital. Respon fisik akan menggambarkan
tingkat kecemasan klien.
Minta pasien untuk member umpan balik Mengetahui tingkat kecemasan
tentang apa yang telah terjadi. pasien.

Diagnosa VI
 Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh berhubungan dengan perdarahan pervaginam berlebihan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tidak terjadi
kekurangan volume cairan tubuh.
Kriteria hasil :
 Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan cairan.
 Tanda-tanda vital dalam batas normal.

NO INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tanda-tanda kekurangan cairan. Mengetahui lebih awal apabila
kekurangan cairan.
2. Pantau masukan urine dan haluaran Mengetahui keseimbangan antara
urine. input dan output.
3. Dari hasil observasi TTV akan
Monitor TTV. diketahui bila kekurangan cairan.
4. Mengetahui seberapa banyak darah
Observasi perdarahan. yang keluar.
5. Membatu mencegah kekurangan
Kolaborasi pemberian cairan parenteral cairan tubuh.

Diagnosa VII
 Ganguan konsep diri berhubungan dengan kekawatiran tentang ketidakmampuan memiliki anak,
perubahan dalam masalah kewanitaan, akibat pada hubungan seksual.
Tujuan : tidak terjadi gangguan konsep diri.
Kriteria hasil :
 Klien dapat menerima kondisinya
 Klien tenang

NO INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji sejauh mana rasa khawatir klien. 1. Mengetahui sejauh mana rasa khawatir klien.
2. Beri kesempatan klien untuk 2. Supaya mengurangi beban klien.
mengungkapkan perasaannya 3. Gangguan konsep diri diri tidak bertambah.
3. Lakukan prosedur perawatan yang tepat
sehingga tidak terjadi komplikasi berupa
cacat fisik . 4. Klien merasa masih ada orang yang masih
4. Beri support mental dan ajak keluarga peduli sama klien
dalam memberikan support

Anda mungkin juga menyukai