Modul 4 KB 1 - Karakteristik Umum Peserta Didik
Modul 4 KB 1 - Karakteristik Umum Peserta Didik
didik yang ada di kelas tersebut dari aspek gender, etnik, usia, kultural, status sosial, dan
minat! Berikan contoh bagaimana data tersebut Anda gunakan dalam proses
pembelajaran!
Ada beberapa karakteristik anak di usia Sekolah Dasar yang perlu diketahui
para guru, agar lebih mengetahui keadaan peserta didik khususnya ditingkat Sekolah
Dasar. Sebagai guru harus dapat menerapkan metode pengajaran yang sesuai
dengan keadaan siswanya, maka sangatlah penting bagi seorang pendidik
mengetahui karakteristik siswanya. Adapun karakeristik peserta didik dibahas sebagai
berikut:
1) Karakteristik pertama anak SD adalah senang bermain. Karakteristik ini menuntut
guru SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan
lebih-lebih untuk kelas rendah. Guru SD diharap merancang model pembelajaran
yang memungkinkan adanya unsur permainan di dalamnya.
2) Karakteristik yang kedua adalah senang bergerak, orang dewasa dapat duduk
berjam-jam, sedangkan anak SD dapat duduk dengan tenang paling lama sekitar
30 menit. Oleh karena itu, guru hendaknya merancang model pembelajaran yang
memungkinkan anak berpindah atau bergerak. Menyuruh anak untuk duduk rapi
untuk jangka waktu yang lama, dirasakan anak sebagai siksaan.
3) Karakteristik yang ketiga dari anak usia SD adalah anak senang bekerja dalam
kelompok. Guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak
untuk bekerja atau belajar dalam kelompok, serta belajar keadilan dan demokrasi.
Karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru harus merancang model
pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam
kelompok.
4) Karakteristik yang keempat anak SD adalah senang merasakan atau
melakukan/memperagakan sesuatu secara langsung. Bagi anak SD, penjelasan
guru tentang materi pelajaran akan lebih dipahami jika anak melaksanakan sendiri,
Dengan demikian guru hendaknya merancang model pembelajaran yang
memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses pembelajaran.
Anak yang berada di kelas awal SD adalah anak yang berada pada rentangan
usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa perkembangan anak yang pendek tetapi
merupakan masa yang sangat penting bagi kehidupannya. Oleh karena itu, pada
masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan
berkembang secara optimal.
Perkembangan Intelektual
Pada usia dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan
intelektual atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan
intelektual atau kemampuan kognitif (seperti membaca, menulis, dan
menghitung).
Dalam rangka mengembangkan kemampuan anak,maka sekolah dalam hal
ini guru seyogyanya memberikan kesempatan kepada anak untuk
mengemukakan pertanyaan, memberikan komentar atau pendapat tentang materi
pelajaran yang dibacanya atau dijelaskan oleh guru, membuat karangan,
menyusun laporan.
Perkembangan Bahasa
Bahasa adalah sarana berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian
ini tercakup semua cara berkomunikasi, dimana pikirandan perasaan dinyatakan
dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau gerak dengan menggunakan kata-
kata,kalimat, bunyi, lambang, gambar, atau lukisan. Dengan bahasa semua
manusia dapat mengenal dirinya, sesama manusia, alam sekitar, ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai moral atau agama.
Terdapat dua faktor penting yang mempengaruhi perkembangan bahasa
yaitu :
1) Proses jadi matang dengan perkataan lain anak itu menjadi matang (organ-
organ suara/bicara sudah berfungsi) untuk berkata-kata.
2) Proses belajar, yang berarti bahwa anak yang telah matang untuk berbicara
lalu mempelajari bahasa orang lain dengan jalan mengimitasi atau meniru
ucapan/kata-kata yang didengarnya. Kedua proses ini berlangsung sejak
masa bayi dan kanak-kanak.
Perkembangan Sosial
Pada usia ini anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri
(egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau
memperhatikan kepentingan orang lain).
Berkat perkembangan sosial anak dapat menyesuaikan dirinya dengan
kelompok teman sebayanya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitarnya.
Dalam proses belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosila ini dapat
dimanfaatkan atau dimaknai dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik
yang membutuhkan tenaga fisik maupun tugas yang membutuhkan pikiran. Hal ini
dilakukan agar peserta didik belajar tentang sikap dan kebiasaan dalam bekerja
sama, saling menghormati dan betanggung jawab.
Perkembangan Emosi
Kemampuan mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan dan latihan
(pembiasaan). Dalam proses peniruan, kemampuan orang tua dalam
mengndalikan emosinya sangatlah berpengaruh pada anak.
Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu,
dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Memgingat hal tersebut, maka guru
hendaknya mempunyai kepedulian untuk menciptakan situasi belajar yang
menyenangkan atau kondusif bagi terciptanya proses belajar mengajar yang
efektif. Upaya yang dilakukan antara lain :
− Mengembangkan iklim kelas yang bebas dari ketegangan
− Memperlakukan peserta didik sebagai individu yang mempunyai harga diri
− Memberikan nilai secara objektif
− Menghargai hasil karya peserta didik
Perkembangan Emosional
Anak mulai mengenal konsep moral pertama kali dari lingkungan keluarga.
Pada mulanya, mungkin anak tidak mengerti konsep moral ini, tapi lambat laun
anak akan memahaminya. Pada usia sekolah dasar, anak sudah dapat mengikuti
peraturan atau tuntutan dari orang tua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia
ini, anak sudah dapat memahami alasan yang mendasari suatu peraturan. Di
samping itu, anak sudah dapat mengasosiasikan setiap bentuk perilaku dengan
konsep benar-salah atau baik-buruk.
Selama masa SD, anak menjadi lebih fleksibel mengenai sikap gender mereka.
Anak-anak memperluas jangkauan dan cakupan pembentukan stereotip gender mereka di
berbagai bidang, seperti pekerjaan, olahraga, dan tugas sekolah. Namun demikian, anak
laki-laki cenderung untuk membangun maskulinitas setidaknya dalam hal ketahanan
terhadap sekolah. Hal ini sejalan dengan pendapat Legewiea & DiPretea (2012, p.467) yang
menyatakan “young boys tend to construct masculinity at least partly in terms of resistance
to school.” Ini berarti bahwa siswa laki-laki cenderung dominan ketika berada di sekolah
terutama dalam mata pelajaran yang dianggap maskulin, seperti olahraga dan matematika,
sehingga terciptalah perbedaan prestasi belajar matematika.
Namun kenyataannya, penelitian yang dilakukan oleh Martinot, Bages, & Desert
(2011, p.216) membuktikan bahwa “this stereotype favorable to both genders shows an
improvement of the girls’ reputation in mathematics.” Maksudnya bahwa stereotip gender
menguntungkan untuk siswa maskulin dan feminin, yang menunjukkan peningkatan reputasi
siswa perempuan dalam matematika. Hal ini menunjukkan reputasi anak laki-laki Perancis di
domain ini tidak sebagus seperti yang dilaporkan dalam penelitian Perancis sebelumnya,
yaitu mempunyai kemampuan stereotip gender pada matematika. Artinya, siswa perempuan
yang feminin mempunyai kemampuan matematika yang lebih tinggi dari siswa laki-laki yang
maskulin, sehingga tampak jelaslah adanya perbedaan prestasi matematika antara siswa
feminin dan maskulin.
Faktor sosial dan kultural merupakan penyebab adanya perbedaan gender dalam
prestasi belajar matematika. Faktor-faktor tersebut meliputi familiaritas terhadap mata
pelajaran, persepsi terhadap mata pelajaran khusus, gaya penampilan laki-laki dan
perempuan serta perlakuan guru. Perbedaan perlakuan guru terhadap siswa laki-laki dan
perempuan di kelas dapat menimbulkan bias gender. Menurut Slavin (2006, p.120), “gender
bias is stereotypical views and differential treatment of males and females, often favoring
one gender over the other.” Maksudnya bahwa bias gender adalah pandangan stererotip
dan perbedaan perlakuan terhadap laki-laki dan perempuan, yang memperlakukan salah
satu gender lebih inferior dari yang satunya. Jadi, guru yang memperlakukan siswa
perempuan lebih inferior dari siswa laki-laki berarti telah menciptakan bias gender di
kelasnya.
• Faktor Psikososial
Perkembangan emosi peserta didik sengat erat kaitannya dengan faktor-faktor:
perubahan jasmani, perubahan dalam hubungannya dengan orang tua, perubahan
dalam hubungannya dalam teman-teman, perubahan pandangan luar (dunia luar) dan
perubahan dalam hubungannya dengan sekolah. Oleh karena itu perbedaan individual
dalam perkembangan emosi sangat dimungkinkan terjadi, bahkan diramalkan pasti
dapat terjadi.
Dalam rangka menghadapi luapan emosi remaja, sebaiknya ditangani dengan
sikap yang tenang dan santai. Orang tua dan pendidik harus bersikap tenang,
bersuasana hati baik dan penuh pengertian. Orang tua dan pendidik sedapat mungkin
tidak memperlihatkan kegelisahannya maupun ikut terbawa emosinya dalam
menghadapi emosi remaja.
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa untuk mengurangi luapan emosi peserta
didik perlu dihindari larangan yang tidak terlalu penting. Mengurangi pembatasan dan
tututan terhadap remaja harus disesuaikan dengan kemampuan mereka. Sebaiknya
memberi tugas yang dapat diselesaikan dan jangan memberi tugas dan peraturan yang
tidak mungkin di lakukan.
• Faktor Sosial-Kulture
Usia remaja adalah usia yang sedang tumbuh dan berkembang baik secara
kuantitatif maupun secara kualitatif, baik fisik maupun psikisnya. Menganggap dirinya
bukan anak-anak lagi, tetapi sekelilingnya menganggap mereka belum dewasa.
Dengan beberapa problem yang dialaminya pada masa ini, akibatnya mereka
melepaskan diri dari orang tau dan mengarahkan perhatiannya pada lingkuan di luar
keluarganya untuk bergabung dengan teman sekebudayaannya, guru dan sebagainya.
Lingkungan teman memgang peranan dalam kehidupan remaja.
Selanjutnya sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang diserahi tugas
untuk mendidik, tidak kecil peranannya dalam rangka mengembangkan hubungan
sosial peserta didik. Jika dalam hal ini guru tetap berpegang sebagai tokoh intelektual
dan tokoh otoritas yang memegang kekuasaan penuh seperti ketika anak-anak belum
menginjak remaja, maka sikap sosial atau hubungan sosial anak akan sulit untuk
dikembangkan.
Kesimpulan
Dalam pengelolaan proses pembelajaran guru harus memiliki kemampuan
mendesain program, menguasai materi pelajaran, mampu menciptakan kondisi kelas yang
kondusif, terampil memanfaatkan media dan memilih sumber, memahami cara atau metode
yang digunakan sesuai kebutuhan dari karakteristik anak.
Berdasarkan pembahasan diatas dapat kami simpulkan bahwa memahami
karakteristik umum peserta didik khususnya dari segi usia, gender dan latar belakang
sangatlah penting bagi pendidik yang mengajar dengan beragam karakateristik siswa. Guru
akan dapat mengetahui bagaimana mengatasi karakteristik siswa pada usianya, menangani
adanya perbedaan gender pada siswa serta perbedaan latar belakang siswa (budaya, etnik,
ras, kelas sosial) sehingga guru dapat menyelenggarakan pendidikan secara optimal.